Author :
Annisa Pamungkas (@nniissaa11)
Main Cast : B.A.P (Yongguk, Himchan, Daehyun,
Youngjae,
Jongup, Zelo [Junhong])
Support cast :
A-Pink (Chorong, Bomi, Naeun, Eun Ji, Namjoo,
Hayoung), G.Na (Soloist), B2ST (Doojoon),
BtoB
Genre
: romance, family,
brothership
Length : chapter
***
“Yookyung,
aku pulang ya.” Himchan berpamitan setelah mengantar kekasihnya pulang.
Yookyung
justru tampak menahan lengan Himchan, tepat sebelum cowok itu berbalik. “Kok
tumben sih buru-buru banget? Masuk dulu, ya? Kita tadi bahkan nggak jadi jalan,
loh.”
Himchan
tampak kurang bersemangat. “Aku ganti lain waktu. Ada kerjaan yang harus aku
selesain. Sekolah sebentar lagi ngadai ujian. Dan mungkin malam minggu besok
aku nggak bisa nemuin kamu dulu,” jelas Himchan sekaligus meminta pengertian
pada kekasihnya itu.
“Ya
udah,” kata Yookyun pendek. Jelas cewek itu kecewa dengan keputusan kekasihnya.
“Aku
pulang dulu,” kata Himchan sekali lagi sebelum benar-benar pergi dari sana
menggunakan sepeda motornya. Semangatnya sedang turun untuk tetap bersama
kekasihnya itu.
“Himchan!”
panggil Yookyung yang seolah nggak rela pacarnya pergi begitu saja dari sana.
Namun Himchan tetap memacu motornya seakan tak mendengar teriakan Yookyung.
Beberapa
saat kemudian, Himchan sampai di rumahnya. Jongup yang juga tampak baru sampai,
langsung membukakan kembali pintu pagar untuk kakaknya tersebut. Setelah
Himchan memasukkan motornya, Jongup kembali berniat menutup pintu pagar dan
matanya jatuh pada rumah Bomi yang tepat berada di depan rumahnya. Ada sebuah
mobil yang baru saja tiba di sana dan Eunkwang tampak memunculkan diri.
Hicmhan
sempat mengintip dari balik punggung adiknya apa yang sedang dilihat Jongup. Lalu
setelah ia juga melihat bahwa ada seorang pemuda bertamu ke rumah Bomi, Himchan
segera balik badan dan melesat masuk ke dalam rumah. Himchan bahkan menutup
pintu sedikit lebih keras hingga sukses membuat Jongup terlonjak di tempat.
“Mas
Himchan kenapa, sih?” seru Jongup karena bisa dipastikan memang kakaknya yang
melakukan hal tersebut.
***
Youngjae
berada di depan pintu sebuah apartmen. Ia menekan bel beberapa kali dan
menunggu di bukakan pintu oleh seseorang dari dalam. Jantungnya berdegup dua
kali kebih cepat. “Sial. Kenapa gue
deg-degan gini sih?” gerutunya dalam hati.
Nggak
lama kemudian, pintu terbuka dan Ilhoon memunculkan diri di sana. Ia menatap
Youngjae dari atas ke bawah. “Cari siapa?”
Youngjae
menghirup udara dalam-dalam sebelum menjawab. “Eun Ji ada?”
Sementara
di dalam, Eun Ji ternyata menyusuli adiknya ke pintu. “Siapa, Hoon?” serunya,
namun ia langsung tersentak mendapati Youngjae di sana. Buru-buru Eun Ji
menarik tangan Ilhoon. “Jangan suruh dia masuk!” perintah Eun Ji sambil memaksa
adiknya untuk kembali masuk ke dalam.
Youngjae
juga nggak hanya tinggal diam. Ia menahan pintu yang berusaha di tarik Ilhoon.
“Kalo lo mau transkrip nilai itu balik, jangan usir gue!” seru Youngjae dan
terkesan sedikit mengancam.
“Transkrip?”
ujar Ilhoon sambil menoleh ke tempat Eun Ji berada. Namun kakaknya itu nggak
memberikan jawaban apapun. Kemudian Ilhoon menoleh ke Youngjae. “Jadi,
transkrip nilai kak Eun Ji…” Ilhoon sontak kehilangan kata-kata. “Mas, tolong
balikin dong.”
“Gue
bakal balikin. Tapi gue perlu bicara sama Eun Ji,” pinta Youngjae. Ia menunggu
Ilhoon membujuk Eun Ji.
“Yaudah,
tapi…”
“Hanya
berdua,” sela Youngjae sebelum Eun Ji sempat menyelesaikan kalimatnya. “Gue
mohon.”
***
Di
kamarnya bersama Daehyun, Jongup tampak membongkar isi laci-laci di meja
belajarnya. Ia bahkan sudah memeriksa ransel sekolahnya. Namun benda yang ia
cari belum juga ketemu. Dan nggak lama kemudian, tampak Daehyun yang baru saja
sampai.
“Ya
ampun Jongup!” pekik Daehyun melihat kondisi kamarnya yang sedikit berantakan.
“Kamu ngapain, sih?”
“Nyari
kartu memori. Masalahnya itu punya Zelo,” kata Jongup tanpa menoleh sedikitpun
pada Daehyun.
“Kartu
memori?” ujar Daehyun pelan. Ia seperti teringat sesuatu.
Flashback…
“Punya
flashdisc nggak, Dae?”
Daehyun
yang sedang mengerjakan tugas kuliahnya, langsung menoleh ketika ada seseorang
yang berbicara kepadanya. Ternyata Yongguk yang hanya menyembulkan kepalanya di
balik pintu. “Waah… kebawa Bomi, mas. Jongup mungkin punya.”
“Mas
aja yang nyari,” sela Yongguk saat Daehyun sudah berinisiatif untuk bergerak ke
tempat meja belajar Jongup berada. Yongguk membuka laci teratas. Dan ia
menemukan sebuah kartu memori yang biasa di gunakan pada kamera. “Cuma ada
ini.” Yongguk menunjukkan benda yang ada di tangannya. “Pinjem bentar aja,
kok.”
Flashaback end…
“Dipinjem
sama mas Yongguk, Jong.”
Mendengar
ucapan Daehyun, sontak saja Jongup menghentikan kegiatannya sesaat lalu menoleh
ke tempat Daehyun berdiri di dekat pintu. “Mas Yongguk?” tanya Jongup
memastikan.
Daehyun
hanya mengangguk cepat.
“Kok
bisa?” ujar Jongup pelan. Sedikit kurang bisa mempercayai kalau barang berharga
milik Zelo ada di kakak tertuanya. Belum sempat Daehyun mejawab, Jongup sudah
lebih dulu melesat pergi ke luar kamarnya.
***
Kini
Youngjae dan Eun Ji duduk berhadapan di sofa apartmen Eun Ji. Setelah
membuatkan minuman tadi, Ilhoon pamit ke luar dan meninggalkan kakaknya di sana
bersama Youngjae.
“Kedokteran
bukan jurusan yang lo pengen, ya?” tanya Youngjae memulai pembicaraan.
“Untuk
apa lo nanya hal itu?” balas Eun Ji ketus tanpa mau menatap Youngjae
sedikitpun.
Youngjae
meremas tangannya yang saling bertautan setelah mendengar perkataan Eun Ji.
“Oke, gue ganti pertanyaannya. Kenapa waktu itu lo bikin gue terjebak di antara
cewek-cewek nggak penting di kampus?”
Eun
Ji meringis sesaat mendengar pertanyaan Youngjae yang tentu saja membuatnya
mengingat akan ciuman mereka di kelas kosong.
“Lo
marah sama gue karena waktu itu gue nggak ngasih lo tempat sembunyi dari cowok
tadi?” lanjut Youngjae dan langsung di jawab anggukan oleh Eun Ji. “Lo
ketakutan banget ketemu dia?”
Kali
ini Eun Ji memaksakan diri mendongak, meski hanya sesaat. “Apa lo punya
cita-cita jadi wartawan?” sindirnya karena Youngjae selalu melemparinya
pertanyaan.
Youngjae
mengukir senyum tipis. Eun Ji cewek unik yang pernah ia temui. “Gue minta maaf
untuk hal itu,” ujarnya tulus. Jika mengingat kejadian di taman tadi, Youngjae
sangat merasa bersalah pada Eun Ji.
“Gue
maafin asal lo nggak ngeganggu Naeun dan Daehyun lagi.”
“Apa
Naeun sangat berarti di hidup lo?”
Eun
Ji menghela napas, kasar. “Naeun sahabat gue. Dan gue nggak mau dia merasakan
hal yang sama seperti yang gue terima dari Minhyuk. Jangan pernah memaksakan
cinta lo ke Naeun. Karena gue akan menjadi orang pertama yang ngelawan lo.”
“Minhyuk?
Cowok yang tadi?” seru Youngjae dengan tatapan meremehkan meski Eun Ji nggak
melihat itu. Justru itu menjadi keuntungan baginya. Dengan begitu, Youngjae
bisa leluasa menatap wajah Eun Ji. “Kenapa lo nggak ngelawan dia duluan?”
“Di
taekwondo, Minhyuk dua tingkat di atas gue.”
Mendengar
itu, Youngjae sontak menelan ludahnya. “Gila?
Eun Ji nguasain taekwondo? Beneran bisa abis gue di hajar kalo ngelanggar tetep
ngedeketin Naeun.” Namun cowok itu tetap memasang ekspresi tenang. “Kalo
gitu, gue juga nuntut permintaan maaf dari lo,” kata Youngjae terdengar nggak
mau kalah.
“Youngjae,
gue minta maaf untuk masalah lo di kejar-kejar cewek kampus waktu itu,” ujar
Eun Ji menyesal.
“Gue
maafin. Asal, lo mau jadi cewek gue.”
Sontak
Eun Ji menatap Youngjae tajam. “Nggak!” tolak Eun Ji. “Karena lo udah berani
nyium gue!”
Dalam
hati, Youngjae tampak puas dengan reaksi Eun Ji. “Dan gue udah nolongin lo
lepas dari Minhyuk tadi.”
“Jelas-jelas
Daehyun…”
“Apa
Daehyun bakal tau kalo nggak karena gue yang nyari dia?” tanya Youngjae dengan
nada datar. Namun secara nggak langsung itu menegaskan kalau dialah yang telah
menyelamatkan Eun Ji.
Eun
Ji bungkam. Kali ini ia sama sekali nggak bisa membalas perkataan Youngjae.
“Gue
rasa sekarang kita impas. Nggak ada dendam, dan nggak ada syarat apapun dari
kita masing-masing.” Setelah berkata, Youngjae kemudian berdiri. “Gue pamit
pulang.”
“Transkrip
nilai gue!” seru Eun Ji yang sontak membuat langkah Youngjae terhenti. Cowok
itu berbalik dan mendapati salah satu tangan Eun Ji menengadah ke arahnya.
Dengan
jahilnya Youngjae justru menyalami tangan Eun Ji. “Besok aja di kampus. Dan lo,
nggak boleh nyamain gue sama Minhyuk. Kalo ketemu, gue nggak mau liat lo
nunduk. Atau…” Youngjae sengaja menggantungkan ucapannya sementara Eun Ji
berusaha menarik tangannya yang digenggap erat oleh Youngjae. Perlahan Youngjae
mendekatkan wajahnya ke wajah Eun Ji. “Atau gue bakal nyium lo lagi,” desisnya
semisterius mungkin.
Sedetik
kemudian, Youngjae benar-benar melangkah pergi dari apartmen Eun Ji. Cewek itu
lalu terduduk di sofa dan matanya tertuju pada gelas minuman Youngjae yang
sudah kosong. “Kapan Youngjae ngabisin minumnya?” pikir Eun Ji. Jelas saja
cewek itu nggak memperhatikan Youngjae karena ia sibuk mengalihkan tatapannya
dari cowok tadi.
***
Jongup
mengetuk pintu kamar kakaknya. “Mas Yongguk, mas Himchan,” serunya dari luar.
“Masuk
aja, Jong.” Terdengar teriakan suara Himchan dari dalam, dan setelah itu
barulah Jongup berani menerobos masuk. Hanya ada Himchan sendiri di sana tengah
bersandar di kursi belajarnya.
“Mas
Yongguk belum pulang, ya?” tanya Jongup memastikan meski ia memang nggak
melihat kakak tertuanya di sana.
“Iya,”
jawab Himchan pendek. Ia bahkan bicara dengan posisi membelakangi Jongup.
Jongup
memang sudah mencurigai kakaknya menyimpan sesuatu sejak tadi. Namun ia belum
berani menelisik lebih dalam lagi. Perlahan Jongup melangkah masuk karena
memang ada benda yang ingin ia cari di sana. “Mas Himchan tau mas Yongguk
bawa-bawa kartu memori gitu nggak?”
“Iya,
tapi nggak tau ada di mana. Mas Yongguk yang nyimpen,” kata Himchan datar.
Masih dengan posisi membelakangi adiknya itu. “Cari aja di mejanya mas
Yongguk,” lanjutnya.
Jongup
menghembuskan napas seraya berpikir. Ia sedikit segan menggeledah barang-barang
milik Yongguk.
“Jong!”
terdengar suara Daehyun dari luar. “Gue mau ke rumah Bomi sebentar. Dia sakit,”
seru Daehyun yang tentu saja suaranya sampai terdengar di telinga Himchan.
“Ya
udah, mas. Nanti aku nyusul,” balas Jongup yang masih berada di ambang pintu
kamar Himchan.
Sementara
Himchan sendiri sebenarnya cukup terkejut mendengar perkataan Daehyun tadi.
Namun ia nggak ingin menunjukkan kekhawatirannya pada Bomi dan lebih memilih
mempertahankan egonya jika menyangkut tentang cewek itu.
“Aku
nunggu mas Yongguk pulang aja deh, mas. Aku juga mau langsung nyusul mas Daehyun,”
putus Jongup lalu meninggalkan Himchan di sana.
Setelah
terndengar pintu tertutup, barulah Himchan berbalik lalu menghela napasnya,
berat. Nggak berapa lama, Himchan memutuskan bangkit lalu ke luar kamar. Ia
menuju jendela dan mengintip Jongup yang baru melewati pagar dari sana. Tepat
ketika ibunya juga muncul. Himchan tetap mempertahankan posisinya dan sedikit
mengabaikan kedatangan ibunya.
“Kamu
nggak ikut nengokin Bomi?” tegur G.Na. Wanita itu memang cukup ramah terhadap
Bomi. Mungkin karena ia nggak memiliki anak perempuan, dan ia memang sudah
mengenal Bomi sejak cewek itu masih kecil.
“Hmm,”
hanya itu kata yang terucap dari bibir Himchan. Ia kemudian balik badan dan
memilih kembali ke dalam kamarnya.
Terkadang ia iri dengan
perhatian ibunya pada Bomi melebihi anaknya sendiri. Jika Bomi sakit, G.Na akan
sedikit memberikan perhatian pada cewek itu. Namun sebaliknya pada ke empat
anak laki-lakinya itu. Meski demikian, biasanya Bomilah yang menggantikan
posisi G.Na membantu merawat Yongguk, Himchan, Daehyun dan Jongup jika mereka
sakit.
Himchan membaringkan
tubuhnya ke atas kasur sambil meletakkan ke dua tangannya di bawah kepala.
Matanya menatap kosong langit-langit kamar. Mood-nya
sedang buruk akhir-akhir ini. Dan ingatannya melayang ke kejadian tadi sore
saat ia menjemput Yookyung di halte dekat kampus Bomi juga. Ia bahkan bertemu
Bomi di sana. Andai tidak ada Yookyung, mungkin Himchan sudah menyeret paksa
Bomi untuk ikut pulang dengannya.
***
Di
depan rumah Bomi masih ada mobil Eunkwang. Namun karena memang nggak pernah
memiliki masalah apapun dengan cowok itu, Daehyun tetap melesat masuk ke
kediaman Bomi tersebut.
“Bomi,
ini gue Daehyun,” teriaknya saat melewati pintu utama.
Dari
arah dalam, tampak Eunkwang memunculkan diri untuk menyambut kedatangan
Daehyun. “Bomi di dalam, Dae.”
Daehyun
hanya mengangguk sebelum melangkahkan kaki ke dalam. Nggak lama, Jonguppun tiba
di sana dan langsung saja menyusul kakaknya menuju kamar Bomi.
“Bomi
nggak mau makan, nih. Tolong bujukin dong,” kata Eunkwang melapor.
Daehyun
duduk di tepi ranjang Bomi. Sementara mata cewek itu tampak terpejam dan
wajahnya sedikit pucat. Daehyun menggenggam tangan Bomi yang terasa hangat di
kulitnya.
“Dae,”
panggil Eunkwang sampai Daehyun menoleh. “Nitip Bomi ya, gue harus balik ke
café.”
Daehyun
mengangguk cepat. “Iya, mas.”
“Aku
antar ke depan,” kata Jongup yang kemudian menemani Eunkwang meninggalkan kamar
Bomi.
Sesaat
setelah Eunkwang pulang, Bomi mulai membuka matanya. Jongup juga sudah kembali
ke sana. “Eukwang udah pulang?” tanya Bomi sambil berusaha bangkit, namun
Daehyun menahannya.
“Gue
jemput Naeun buat nemenin lo malam ini, ya?” tawar Daehyun karena nggak mungkin
jika hanya ia yang di sana. Sementara Bomi hanya tinggal di sana sendiri.
“Nggak
usah, Dae. Kasian Naeun,” tolak Bomi.
“Gue
udah hubungin Naeun. Tinggal ngejemput dia aja, kok. Gue pergi dulu, ya.”
Kemudian Daehyun berdiri tanpa bisa dicegah. “Temenin Bomi dulu,” kata Daehyun
pada Jongup. Adik bungsunya itu hanya mengangguk cepat.
Jongup
kemudian duduk di samping Bomi yang sudah memaksakan diri untuk duduk dan
bersandar di kepala tempat tidur. Jongup memberanikan diri merangkul Bomi
karena cewek itu sudah ia anggap seperti kakaknya sendiri. Jongup bahkan
menyandarkan kepala Bomi ke pundaknya, merasakan hangatnya tubuh Bomi.
“Mba
lagi mikirin apa, sih?” seru Jongup lembut. Curiga kalau Bomi sedang memiliki
masalah yang melibatkan Himchan, meski Jongup juga sadar bahwa Himchan juga
memiliki masalah yang nggak mungkin ia ceritakan padanya.
“Mendingan
dijutekin Himchan dari pada ngeliat dia jalan sama cewek lain,” ujar Bomi
lirih.
Mendengar
itu, Jongup justru semakin mengeratkan pelukannya. Ia hanya bisa menghela
napas, berat. Apa yang ia takutkan terjadi. “Kalo aja mas Himchan bukan kakak
aku, mungkin dia udah aku hajar,” canda Jongup yang sukses membuat Bomi
terkekeh pelan.
***
Himchan
masih berbaring di dalam kamarnya. Kemudian terdengar suara motor Yongguk yang
sontak membuatnya bangkit seketika dan langsung melesat menemui kakaknya itu. “Mas,
di cariin Jongup. Dia nanyain kartu memori yang kemarin,” kata Himchan saat ia
bertemu Yongguk di ruang tengah.
Yongguk
mengangguk cepat. “Suruh ambil di kamar,” ujar Yongguk yang kemudian kembali
melanjutkan langkah ke kamarnya.
Tanpa
berpikir dua kali, Himchan melangkahkan kaki ke rumah Bomi. Setidaknya ada
sedikit alasan untuk dia bisa sampai ke sana. Pintu rumah Bomi sedikit terbuka.
Himchan sempat mengintip ke dalam, namun tidak ada siapapun yang ia lihat.
Himchan memang hampir tidak pernah menginjakkan kaki ke sana.
“Jong?”
seru Himchan pelan. Namun nggak ada jawaban. Himchan meyakinkan diri untuk
semakin ke dalam karena ia sempat melihat sandal Jongup di luar. Dan itu
artinya, Jongup masih di sana. “Jong?”
“Mas
Himchan?” teriak Jongup memastikan karena sayup-sayup ia mendengar suara
kakaknya itu. Ia juga sama sekali nggak merubah posisinya yang masih merangkul
tubuh Bomi yang sedikit lemas itu.
“Nggak
mungkin mas Him…” suara lemah Bomi terhenti karena melihat sosok Himchan muncul
di ambang pintu kamarnya.
Himchan
sendiri hanya mampu meneguk ludahnya setelah melihat pemandangan di hadapannya
tersebut. Jongup bahkan masih merangkul Bomi. “Mas Yongguk udah pulang tuh,”
kata Himchan akhirnya. Itu memang alasan terbesar ia datang ke sana.
Jongup
menatap Himchan aneh. Ia lalu memeriksa ponselnya yang ada di dalam saku. Dalam
keadaan aktif. “Kenapa nggak nelpon atau sms aja? Biasanya juga gitu,” ujar
Jongup polos.
Himchan
harus buru-buru memutar otak. Ia juga sempat melirik Bomi yang sama sekali
nggak terpengaruh dengan keberadaannya di sana. “Pulsanya abis. Udah, cepetang
pulang dulu,” putusnya yang tiba-tiba sedikit salah tingkah. Himchan kemudian bergegas
balik badan dan melangkah pergi.
Dengan
lembut, Jongup menarik tangannya yang melingkar di pundak Bomi. “Jongup ambilin
minum lagi, ya? Pulangnya nanti aja kalo mas Daehyun udah dateng,” putus Jongup
yang kemudian melangkah ke luar kamar Bomi.
***
Pagi itu, cahaya matahari
mulai menerobos celah-celah kecil jendela yang masih tertutup gordain di sebuah
kamar. Seorang cewek berusaha menetralisir cahaya yang menembus retina matanya.
Cewek itu Chorong. Ia terkesiap mendapati dirinya berada di ruangan asing
tersebut. Chorong semakin merapatkan selimut yang menutupi tubuhnya karena ia
merasakan sesuatu yang aneh telah terjadi.
Nggak
lama, terdengar pintu kamar mandi di dalam kamar itu terbuka. Chorong buru-buru
menoleh dan mendapati Changsub memunculkan diri di sana. Cowok itu hanya
mengenakan handuk sebatas pinggang. Ia sempat melirik Chorong sekilas, kemudian
beralih ke lemari pakaian.
“Ini
apartmen gue. Gue cuma mau bikin lo mulai terbiasa. Setelah nikah, kita bakal
tinggal di sini,” seru Changsub tanpa menoleh karena ia sibuk mengganti
pakaiannya.
Mendengar
itu, Chorong menitihkan air mata. Memang sudah terjadi sesuatu yang buruk
semalam. Nyeri di sekujur tubuhnya yang membuktikan bahwa Changsub telah
melakukan hal yang dilarang itu padanya.
Isakan
tangis Chorong terdengar sampai telinga Changsub hingga membuat cowok itu
menghentikan kegiatannya sesaat lalu menoleh ke tempat Chorong berada. “Bulan
depan kita bakal nikah. Dan itu bentuk tanggung jawab atas apa yang semalem aku
lakuin ke kamu.” Changsub kembali meneruskan kegiatannya tanpa mempedulikan
tangisan Chorong yang semakin terdengar memilukan.
Changsub
menghembuskan napasnya, kesal. Namun ia tetap melangkahkan kaki ke tempat tidur
tempat Chorong berada. Changsub duduk di tepinya. “Aku mau ke kantor. Kalo mau
pulang, aku udah nyiapin supir buat nganter kamu,” ujarnya lembut. Kemudian ia
mendekatkan tubuhnya ke tubuh Chorong dan berniat menciup pipi cewek itu. Namun
Chorong justru semakin memperbesar jarak antara dirinya dan Changsub tanda ia
menolak. “Aku pergi,” kata Changsub mengalah. Dan akhirnya cowok itu hanya
mengusap lembut rambut panjang Chorong.
Setelah
Changsub benar-benar meninggalkan tempat itu, Chorong semakin nggak bisa
menghentikan tangisannya. “Yongguk…” lirih Chorong mengingat kekasih yang
sangat dicintainya itu. “Maafin aku.”
***
Zelo
mendongak saat tangan seseorang terulur di hadapannya. Ada sebuah kartu memori
di atas telapak tangan orang itu. Jongup menatap penuh arti ke arah Zelo.
“Janji gue yang kemarin,” jelasnya.
Dengan
enggan Zelo meraih benda itu. Lalu kemudian ia memeriksa ranselnya dan
mengeluarkan sebuah amplop coklat ke hadapan Jongup. “Uang lo.”
Jongup
menghembuskan napasnya, kasar. Ia juga nggak langsung menerima amplop itu. “Gue
ikhlas kok ngelakuinnya sebagai bentuk tanggung jawab dari gue.” Jongup sudah
berniat kembali ke tempat duduknya, namun Zelo juga sudah lebih dulu menahan
pundak Jongup.
“Ambil,”
putus Zelo yang bahkan sudah memberikan paksa amplop tersebut ke tangan Jongup.
“Siapa tau nanti lo ngelakuin kesalahan lagi ke gue,” ujarnya asal.
Jongup
sudah ingin membuka mulut, namun langsung di bungkam oleh suara bel tanda
masuk. Belum lagi Himchan yang menjadi guru pertama di kelas itu sudah
memunculkan diri. Hari itu Himchan akan mengajar kelas seni. Dengan terpaksa
Jongup kembali ke tempatnya di samping Sungjae.
Himchan
berdiri di depan kelas. Raut wajahnya datar, namun nggak mengurangi
ketampanannya. “Sebelum kita mulai. Alangkah baiknya berdo’a menurut agama dan
kepercayaan masing-masing. Berdo’a mulai,” serunya yang langsung dituruti
murid-murid di kelas itu yang kompak menundukkan kepala.
Zelo
juga menundukkan kepala, namun ia tidak bisa berdo’a dengan khusyuk. Hayoung
belum berada di sampingnya. Bahkan nggak ada tanda-tanda kehadiran cewek itu di
kelas.
“Zelo,
ke mana Hayoung?” tegur Himchan.
Zelo
sedikit tersentak. Ia bahkan nggak sadar kalau Himchan sudah selesai memimpin
do’a sejak beberapa saat lalu. “Saya kurang tau, pak.”
“Ya
sudah, kita mulai saja materi hari ini,” ujar Himchan yang kemudian mulai
menjelaskan materi pelajarannya hari itu.
Diam-diam
Jongup mengawasi Zelo yang cukup merasa kesepian karena ketidakhadiran teman
semejanya itu. Jongup bahkan sampai menopang wajahnya dengan satu tangan sambil
menatap minat ke tempat Zelo. “Andai lo
tau kalo Hayoung suka sama lo,” gumam Jongup dalam hati.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar