Rabu, 26 Februari 2014

PERFECT LOVE (chapter 8)



Author              : Annisa Pamungkas (@nniissaa11)
Main Cast          : B.A.P (Yongguk, Himchan, Daehyun, Youngjae,
  Jongup, Zelo [Junhong])
Support cast     : A-Pink (Chorong, Bomi, Naeun, Eun Ji, Namjoo,
                          Hayoung), G.Na (Soloist), B2ST (Doojoon), BtoB
Genre               : romance, family, brothership
Length              : chapter

***

        “Yookyung, aku pulang ya.” Himchan berpamitan setelah mengantar kekasihnya pulang.
        Yookyung justru tampak menahan lengan Himchan, tepat sebelum cowok itu berbalik. “Kok tumben sih buru-buru banget? Masuk dulu, ya? Kita tadi bahkan nggak jadi jalan, loh.”
        Himchan tampak kurang bersemangat. “Aku ganti lain waktu. Ada kerjaan yang harus aku selesain. Sekolah sebentar lagi ngadai ujian. Dan mungkin malam minggu besok aku nggak bisa nemuin kamu dulu,” jelas Himchan sekaligus meminta pengertian pada kekasihnya itu.
        “Ya udah,” kata Yookyun pendek. Jelas cewek itu kecewa dengan keputusan kekasihnya.
        “Aku pulang dulu,” kata Himchan sekali lagi sebelum benar-benar pergi dari sana menggunakan sepeda motornya. Semangatnya sedang turun untuk tetap bersama kekasihnya itu.
        “Himchan!” panggil Yookyung yang seolah nggak rela pacarnya pergi begitu saja dari sana. Namun Himchan tetap memacu motornya seakan tak mendengar teriakan Yookyung.
        Beberapa saat kemudian, Himchan sampai di rumahnya. Jongup yang juga tampak baru sampai, langsung membukakan kembali pintu pagar untuk kakaknya tersebut. Setelah Himchan memasukkan motornya, Jongup kembali berniat menutup pintu pagar dan matanya jatuh pada rumah Bomi yang tepat berada di depan rumahnya. Ada sebuah mobil yang baru saja tiba di sana dan Eunkwang tampak memunculkan diri.
        Hicmhan sempat mengintip dari balik punggung adiknya apa yang sedang dilihat Jongup. Lalu setelah ia juga melihat bahwa ada seorang pemuda bertamu ke rumah Bomi, Himchan segera balik badan dan melesat masuk ke dalam rumah. Himchan bahkan menutup pintu sedikit lebih keras hingga sukses membuat Jongup terlonjak di tempat.
        “Mas Himchan kenapa, sih?” seru Jongup karena bisa dipastikan memang kakaknya yang melakukan hal tersebut.

***

        Youngjae berada di depan pintu sebuah apartmen. Ia menekan bel beberapa kali dan menunggu di bukakan pintu oleh seseorang dari dalam. Jantungnya berdegup dua kali kebih cepat. “Sial. Kenapa gue deg-degan gini sih?” gerutunya dalam hati.
        Nggak lama kemudian, pintu terbuka dan Ilhoon memunculkan diri di sana. Ia menatap Youngjae dari atas ke bawah. “Cari siapa?”
        Youngjae menghirup udara dalam-dalam sebelum menjawab. “Eun Ji ada?”
        Sementara di dalam, Eun Ji ternyata menyusuli adiknya ke pintu. “Siapa, Hoon?” serunya, namun ia langsung tersentak mendapati Youngjae di sana. Buru-buru Eun Ji menarik tangan Ilhoon. “Jangan suruh dia masuk!” perintah Eun Ji sambil memaksa adiknya untuk kembali masuk ke dalam.
        Youngjae juga nggak hanya tinggal diam. Ia menahan pintu yang berusaha di tarik Ilhoon. “Kalo lo mau transkrip nilai itu balik, jangan usir gue!” seru Youngjae dan terkesan sedikit mengancam.
        “Transkrip?” ujar Ilhoon sambil menoleh ke tempat Eun Ji berada. Namun kakaknya itu nggak memberikan jawaban apapun. Kemudian Ilhoon menoleh ke Youngjae. “Jadi, transkrip nilai kak Eun Ji…” Ilhoon sontak kehilangan kata-kata. “Mas, tolong balikin dong.”
        “Gue bakal balikin. Tapi gue perlu bicara sama Eun Ji,” pinta Youngjae. Ia menunggu Ilhoon membujuk Eun Ji.
        “Yaudah, tapi…”
        “Hanya berdua,” sela Youngjae sebelum Eun Ji sempat menyelesaikan kalimatnya. “Gue mohon.”

***

        Di kamarnya bersama Daehyun, Jongup tampak membongkar isi laci-laci di meja belajarnya. Ia bahkan sudah memeriksa ransel sekolahnya. Namun benda yang ia cari belum juga ketemu. Dan nggak lama kemudian, tampak Daehyun yang baru saja sampai.
        “Ya ampun Jongup!” pekik Daehyun melihat kondisi kamarnya yang sedikit berantakan. “Kamu ngapain, sih?”
        “Nyari kartu memori. Masalahnya itu punya Zelo,” kata Jongup tanpa menoleh sedikitpun pada Daehyun.
        “Kartu memori?” ujar Daehyun pelan. Ia seperti teringat sesuatu.

Flashback…
        “Punya flashdisc nggak, Dae?”
        Daehyun yang sedang mengerjakan tugas kuliahnya, langsung menoleh ketika ada seseorang yang berbicara kepadanya. Ternyata Yongguk yang hanya menyembulkan kepalanya di balik pintu. “Waah… kebawa Bomi, mas. Jongup mungkin punya.”
        “Mas aja yang nyari,” sela Yongguk saat Daehyun sudah berinisiatif untuk bergerak ke tempat meja belajar Jongup berada. Yongguk membuka laci teratas. Dan ia menemukan sebuah kartu memori yang biasa di gunakan pada kamera. “Cuma ada ini.” Yongguk menunjukkan benda yang ada di tangannya. “Pinjem bentar aja, kok.”
Flashaback end…

        “Dipinjem sama mas Yongguk, Jong.”
        Mendengar ucapan Daehyun, sontak saja Jongup menghentikan kegiatannya sesaat lalu menoleh ke tempat Daehyun berdiri di dekat pintu. “Mas Yongguk?” tanya Jongup memastikan.
        Daehyun hanya mengangguk cepat.
        “Kok bisa?” ujar Jongup pelan. Sedikit kurang bisa mempercayai kalau barang berharga milik Zelo ada di kakak tertuanya. Belum sempat Daehyun mejawab, Jongup sudah lebih dulu melesat pergi ke luar kamarnya.

***

        Kini Youngjae dan Eun Ji duduk berhadapan di sofa apartmen Eun Ji. Setelah membuatkan minuman tadi, Ilhoon pamit ke luar dan meninggalkan kakaknya di sana bersama Youngjae.
        “Kedokteran bukan jurusan yang lo pengen, ya?” tanya Youngjae memulai pembicaraan.
        “Untuk apa lo nanya hal itu?” balas Eun Ji ketus tanpa mau menatap Youngjae sedikitpun.
        Youngjae meremas tangannya yang saling bertautan setelah mendengar perkataan Eun Ji. “Oke, gue ganti pertanyaannya. Kenapa waktu itu lo bikin gue terjebak di antara cewek-cewek nggak penting di kampus?”
        Eun Ji meringis sesaat mendengar pertanyaan Youngjae yang tentu saja membuatnya mengingat akan ciuman mereka di kelas kosong.
        “Lo marah sama gue karena waktu itu gue nggak ngasih lo tempat sembunyi dari cowok tadi?” lanjut Youngjae dan langsung di jawab anggukan oleh Eun Ji. “Lo ketakutan banget ketemu dia?”
        Kali ini Eun Ji memaksakan diri mendongak, meski hanya sesaat. “Apa lo punya cita-cita jadi wartawan?” sindirnya karena Youngjae selalu melemparinya pertanyaan.
        Youngjae mengukir senyum tipis. Eun Ji cewek unik yang pernah ia temui. “Gue minta maaf untuk hal itu,” ujarnya tulus. Jika mengingat kejadian di taman tadi, Youngjae sangat merasa bersalah pada Eun Ji.
        “Gue maafin asal lo nggak ngeganggu Naeun dan Daehyun lagi.”
        “Apa Naeun sangat berarti di hidup lo?”
        Eun Ji menghela napas, kasar. “Naeun sahabat gue. Dan gue nggak mau dia merasakan hal yang sama seperti yang gue terima dari Minhyuk. Jangan pernah memaksakan cinta lo ke Naeun. Karena gue akan menjadi orang pertama yang ngelawan lo.”
        “Minhyuk? Cowok yang tadi?” seru Youngjae dengan tatapan meremehkan meski Eun Ji nggak melihat itu. Justru itu menjadi keuntungan baginya. Dengan begitu, Youngjae bisa leluasa menatap wajah Eun Ji. “Kenapa lo nggak ngelawan dia duluan?”
        “Di taekwondo, Minhyuk dua tingkat di atas gue.”
        Mendengar itu, Youngjae sontak menelan ludahnya. “Gila? Eun Ji nguasain taekwondo? Beneran bisa abis gue di hajar kalo ngelanggar tetep ngedeketin Naeun.” Namun cowok itu tetap memasang ekspresi tenang. “Kalo gitu, gue juga nuntut permintaan maaf dari lo,” kata Youngjae terdengar nggak mau kalah.
        “Youngjae, gue minta maaf untuk masalah lo di kejar-kejar cewek kampus waktu itu,” ujar Eun Ji menyesal.
        “Gue maafin. Asal, lo mau jadi cewek gue.”
        Sontak Eun Ji menatap Youngjae tajam. “Nggak!” tolak Eun Ji. “Karena lo udah berani nyium gue!”
        Dalam hati, Youngjae tampak puas dengan reaksi Eun Ji. “Dan gue udah nolongin lo lepas dari Minhyuk tadi.”
        “Jelas-jelas Daehyun…”
        “Apa Daehyun bakal tau kalo nggak karena gue yang nyari dia?” tanya Youngjae dengan nada datar. Namun secara nggak langsung itu menegaskan kalau dialah yang telah menyelamatkan Eun Ji.
        Eun Ji bungkam. Kali ini ia sama sekali nggak bisa membalas perkataan Youngjae.
        “Gue rasa sekarang kita impas. Nggak ada dendam, dan nggak ada syarat apapun dari kita masing-masing.” Setelah berkata, Youngjae kemudian berdiri. “Gue pamit pulang.”
        “Transkrip nilai gue!” seru Eun Ji yang sontak membuat langkah Youngjae terhenti. Cowok itu berbalik dan mendapati salah satu tangan Eun Ji menengadah ke arahnya.
        Dengan jahilnya Youngjae justru menyalami tangan Eun Ji. “Besok aja di kampus. Dan lo, nggak boleh nyamain gue sama Minhyuk. Kalo ketemu, gue nggak mau liat lo nunduk. Atau…” Youngjae sengaja menggantungkan ucapannya sementara Eun Ji berusaha menarik tangannya yang digenggap erat oleh Youngjae. Perlahan Youngjae mendekatkan wajahnya ke wajah Eun Ji. “Atau gue bakal nyium lo lagi,” desisnya semisterius mungkin.
        Sedetik kemudian, Youngjae benar-benar melangkah pergi dari apartmen Eun Ji. Cewek itu lalu terduduk di sofa dan matanya tertuju pada gelas minuman Youngjae yang sudah kosong. “Kapan Youngjae ngabisin minumnya?” pikir Eun Ji. Jelas saja cewek itu nggak memperhatikan Youngjae karena ia sibuk mengalihkan tatapannya dari cowok tadi.

***

        Jongup mengetuk pintu kamar kakaknya. “Mas Yongguk, mas Himchan,” serunya dari luar.
        “Masuk aja, Jong.” Terdengar teriakan suara Himchan dari dalam, dan setelah itu barulah Jongup berani menerobos masuk. Hanya ada Himchan sendiri di sana tengah bersandar di kursi belajarnya.
        “Mas Yongguk belum pulang, ya?” tanya Jongup memastikan meski ia memang nggak melihat kakak tertuanya di sana.
        “Iya,” jawab Himchan pendek. Ia bahkan bicara dengan posisi membelakangi Jongup.
        Jongup memang sudah mencurigai kakaknya menyimpan sesuatu sejak tadi. Namun ia belum berani menelisik lebih dalam lagi. Perlahan Jongup melangkah masuk karena memang ada benda yang ingin ia cari di sana. “Mas Himchan tau mas Yongguk bawa-bawa kartu memori gitu nggak?”
        “Iya, tapi nggak tau ada di mana. Mas Yongguk yang nyimpen,” kata Himchan datar. Masih dengan posisi membelakangi adiknya itu. “Cari aja di mejanya mas Yongguk,” lanjutnya.
        Jongup menghembuskan napas seraya berpikir. Ia sedikit segan menggeledah barang-barang milik Yongguk.
        “Jong!” terdengar suara Daehyun dari luar. “Gue mau ke rumah Bomi sebentar. Dia sakit,” seru Daehyun yang tentu saja suaranya sampai terdengar di telinga Himchan.
        “Ya udah, mas. Nanti aku nyusul,” balas Jongup yang masih berada di ambang pintu kamar Himchan.
        Sementara Himchan sendiri sebenarnya cukup terkejut mendengar perkataan Daehyun tadi. Namun ia nggak ingin menunjukkan kekhawatirannya pada Bomi dan lebih memilih mempertahankan egonya jika menyangkut tentang cewek itu.
        “Aku nunggu mas Yongguk pulang aja deh, mas. Aku juga mau langsung nyusul mas Daehyun,” putus Jongup lalu meninggalkan Himchan di sana.
        Setelah terndengar pintu tertutup, barulah Himchan berbalik lalu menghela napasnya, berat. Nggak berapa lama, Himchan memutuskan bangkit lalu ke luar kamar. Ia menuju jendela dan mengintip Jongup yang baru melewati pagar dari sana. Tepat ketika ibunya juga muncul. Himchan tetap mempertahankan posisinya dan sedikit mengabaikan kedatangan ibunya.
        “Kamu nggak ikut nengokin Bomi?” tegur G.Na. Wanita itu memang cukup ramah terhadap Bomi. Mungkin karena ia nggak memiliki anak perempuan, dan ia memang sudah mengenal Bomi sejak cewek itu masih kecil.
        “Hmm,” hanya itu kata yang terucap dari bibir Himchan. Ia kemudian balik badan dan memilih kembali ke dalam kamarnya.
Terkadang ia iri dengan perhatian ibunya pada Bomi melebihi anaknya sendiri. Jika Bomi sakit, G.Na akan sedikit memberikan perhatian pada cewek itu. Namun sebaliknya pada ke empat anak laki-lakinya itu. Meski demikian, biasanya Bomilah yang menggantikan posisi G.Na membantu merawat Yongguk, Himchan, Daehyun dan Jongup jika mereka sakit.
Himchan membaringkan tubuhnya ke atas kasur sambil meletakkan ke dua tangannya di bawah kepala. Matanya menatap kosong langit-langit kamar. Mood-nya sedang buruk akhir-akhir ini. Dan ingatannya melayang ke kejadian tadi sore saat ia menjemput Yookyung di halte dekat kampus Bomi juga. Ia bahkan bertemu Bomi di sana. Andai tidak ada Yookyung, mungkin Himchan sudah menyeret paksa Bomi untuk ikut pulang dengannya.

***

        Di depan rumah Bomi masih ada mobil Eunkwang. Namun karena memang nggak pernah memiliki masalah apapun dengan cowok itu, Daehyun tetap melesat masuk ke kediaman Bomi tersebut.
        “Bomi, ini gue Daehyun,” teriaknya saat melewati pintu utama.
        Dari arah dalam, tampak Eunkwang memunculkan diri untuk menyambut kedatangan Daehyun. “Bomi di dalam, Dae.”
        Daehyun hanya mengangguk sebelum melangkahkan kaki ke dalam. Nggak lama, Jonguppun tiba di sana dan langsung saja menyusul kakaknya menuju kamar Bomi.
        “Bomi nggak mau makan, nih. Tolong bujukin dong,” kata Eunkwang melapor.
        Daehyun duduk di tepi ranjang Bomi. Sementara mata cewek itu tampak terpejam dan wajahnya sedikit pucat. Daehyun menggenggam tangan Bomi yang terasa hangat di kulitnya.
        “Dae,” panggil Eunkwang sampai Daehyun menoleh. “Nitip Bomi ya, gue harus balik ke café.”
        Daehyun mengangguk cepat. “Iya, mas.”
        “Aku antar ke depan,” kata Jongup yang kemudian menemani Eunkwang meninggalkan kamar Bomi.
        Sesaat setelah Eunkwang pulang, Bomi mulai membuka matanya. Jongup juga sudah kembali ke sana. “Eukwang udah pulang?” tanya Bomi sambil berusaha bangkit, namun Daehyun menahannya.
        “Gue jemput Naeun buat nemenin lo malam ini, ya?” tawar Daehyun karena nggak mungkin jika hanya ia yang di sana. Sementara Bomi hanya tinggal di sana sendiri.
        “Nggak usah, Dae. Kasian Naeun,” tolak Bomi.
        “Gue udah hubungin Naeun. Tinggal ngejemput dia aja, kok. Gue pergi dulu, ya.” Kemudian Daehyun berdiri tanpa bisa dicegah. “Temenin Bomi dulu,” kata Daehyun pada Jongup. Adik bungsunya itu hanya mengangguk cepat.
        Jongup kemudian duduk di samping Bomi yang sudah memaksakan diri untuk duduk dan bersandar di kepala tempat tidur. Jongup memberanikan diri merangkul Bomi karena cewek itu sudah ia anggap seperti kakaknya sendiri. Jongup bahkan menyandarkan kepala Bomi ke pundaknya, merasakan hangatnya tubuh Bomi.
        “Mba lagi mikirin apa, sih?” seru Jongup lembut. Curiga kalau Bomi sedang memiliki masalah yang melibatkan Himchan, meski Jongup juga sadar bahwa Himchan juga memiliki masalah yang nggak mungkin ia ceritakan padanya.
        “Mendingan dijutekin Himchan dari pada ngeliat dia jalan sama cewek lain,” ujar Bomi lirih.
        Mendengar itu, Jongup justru semakin mengeratkan pelukannya. Ia hanya bisa menghela napas, berat. Apa yang ia takutkan terjadi. “Kalo aja mas Himchan bukan kakak aku, mungkin dia udah aku hajar,” canda Jongup yang sukses membuat Bomi terkekeh pelan.

***

        Himchan masih berbaring di dalam kamarnya. Kemudian terdengar suara motor Yongguk yang sontak membuatnya bangkit seketika dan langsung melesat menemui kakaknya itu. “Mas, di cariin Jongup. Dia nanyain kartu memori yang kemarin,” kata Himchan saat ia bertemu Yongguk di ruang tengah.
        Yongguk mengangguk cepat. “Suruh ambil di kamar,” ujar Yongguk yang kemudian kembali melanjutkan langkah ke kamarnya.
        Tanpa berpikir dua kali, Himchan melangkahkan kaki ke rumah Bomi. Setidaknya ada sedikit alasan untuk dia bisa sampai ke sana. Pintu rumah Bomi sedikit terbuka. Himchan sempat mengintip ke dalam, namun tidak ada siapapun yang ia lihat. Himchan memang hampir tidak pernah menginjakkan kaki ke sana.
        “Jong?” seru Himchan pelan. Namun nggak ada jawaban. Himchan meyakinkan diri untuk semakin ke dalam karena ia sempat melihat sandal Jongup di luar. Dan itu artinya, Jongup masih di sana. “Jong?”
        “Mas Himchan?” teriak Jongup memastikan karena sayup-sayup ia mendengar suara kakaknya itu. Ia juga sama sekali nggak merubah posisinya yang masih merangkul tubuh Bomi yang sedikit lemas itu.
        “Nggak mungkin mas Him…” suara lemah Bomi terhenti karena melihat sosok Himchan muncul di ambang pintu kamarnya.
        Himchan sendiri hanya mampu meneguk ludahnya setelah melihat pemandangan di hadapannya tersebut. Jongup bahkan masih merangkul Bomi. “Mas Yongguk udah pulang tuh,” kata Himchan akhirnya. Itu memang alasan terbesar ia datang ke sana.
        Jongup menatap Himchan aneh. Ia lalu memeriksa ponselnya yang ada di dalam saku. Dalam keadaan aktif. “Kenapa nggak nelpon atau sms aja? Biasanya juga gitu,” ujar Jongup polos.
        Himchan harus buru-buru memutar otak. Ia juga sempat melirik Bomi yang sama sekali nggak terpengaruh dengan keberadaannya di sana. “Pulsanya abis. Udah, cepetang pulang dulu,” putusnya yang tiba-tiba sedikit salah tingkah. Himchan kemudian bergegas balik badan dan melangkah pergi.
        Dengan lembut, Jongup menarik tangannya yang melingkar di pundak Bomi. “Jongup ambilin minum lagi, ya? Pulangnya nanti aja kalo mas Daehyun udah dateng,” putus Jongup yang kemudian melangkah ke luar kamar Bomi.

***

Pagi itu, cahaya matahari mulai menerobos celah-celah kecil jendela yang masih tertutup gordain di sebuah kamar. Seorang cewek berusaha menetralisir cahaya yang menembus retina matanya. Cewek itu Chorong. Ia terkesiap mendapati dirinya berada di ruangan asing tersebut. Chorong semakin merapatkan selimut yang menutupi tubuhnya karena ia merasakan sesuatu yang aneh telah terjadi.
        Nggak lama, terdengar pintu kamar mandi di dalam kamar itu terbuka. Chorong buru-buru menoleh dan mendapati Changsub memunculkan diri di sana. Cowok itu hanya mengenakan handuk sebatas pinggang. Ia sempat melirik Chorong sekilas, kemudian beralih ke lemari pakaian.
        “Ini apartmen gue. Gue cuma mau bikin lo mulai terbiasa. Setelah nikah, kita bakal tinggal di sini,” seru Changsub tanpa menoleh karena ia sibuk mengganti pakaiannya.
        Mendengar itu, Chorong menitihkan air mata. Memang sudah terjadi sesuatu yang buruk semalam. Nyeri di sekujur tubuhnya yang membuktikan bahwa Changsub telah melakukan hal yang dilarang itu padanya.
        Isakan tangis Chorong terdengar sampai telinga Changsub hingga membuat cowok itu menghentikan kegiatannya sesaat lalu menoleh ke tempat Chorong berada. “Bulan depan kita bakal nikah. Dan itu bentuk tanggung jawab atas apa yang semalem aku lakuin ke kamu.” Changsub kembali meneruskan kegiatannya tanpa mempedulikan tangisan Chorong yang semakin terdengar memilukan.
        Changsub menghembuskan napasnya, kesal. Namun ia tetap melangkahkan kaki ke tempat tidur tempat Chorong berada. Changsub duduk di tepinya. “Aku mau ke kantor. Kalo mau pulang, aku udah nyiapin supir buat nganter kamu,” ujarnya lembut. Kemudian ia mendekatkan tubuhnya ke tubuh Chorong dan berniat menciup pipi cewek itu. Namun Chorong justru semakin memperbesar jarak antara dirinya dan Changsub tanda ia menolak. “Aku pergi,” kata Changsub mengalah. Dan akhirnya cowok itu hanya mengusap lembut rambut panjang Chorong.
        Setelah Changsub benar-benar meninggalkan tempat itu, Chorong semakin nggak bisa menghentikan tangisannya. “Yongguk…” lirih Chorong mengingat kekasih yang sangat dicintainya itu. “Maafin aku.”

***

        Zelo mendongak saat tangan seseorang terulur di hadapannya. Ada sebuah kartu memori di atas telapak tangan orang itu. Jongup menatap penuh arti ke arah Zelo. “Janji gue yang kemarin,” jelasnya.
        Dengan enggan Zelo meraih benda itu. Lalu kemudian ia memeriksa ranselnya dan mengeluarkan sebuah amplop coklat ke hadapan Jongup. “Uang lo.”
        Jongup menghembuskan napasnya, kasar. Ia juga nggak langsung menerima amplop itu. “Gue ikhlas kok ngelakuinnya sebagai bentuk tanggung jawab dari gue.” Jongup sudah berniat kembali ke tempat duduknya, namun Zelo juga sudah lebih dulu menahan pundak Jongup.
        “Ambil,” putus Zelo yang bahkan sudah memberikan paksa amplop tersebut ke tangan Jongup. “Siapa tau nanti lo ngelakuin kesalahan lagi ke gue,” ujarnya asal.
        Jongup sudah ingin membuka mulut, namun langsung di bungkam oleh suara bel tanda masuk. Belum lagi Himchan yang menjadi guru pertama di kelas itu sudah memunculkan diri. Hari itu Himchan akan mengajar kelas seni. Dengan terpaksa Jongup kembali ke tempatnya di samping Sungjae.
        Himchan berdiri di depan kelas. Raut wajahnya datar, namun nggak mengurangi ketampanannya. “Sebelum kita mulai. Alangkah baiknya berdo’a menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Berdo’a mulai,” serunya yang langsung dituruti murid-murid di kelas itu yang kompak menundukkan kepala.
        Zelo juga menundukkan kepala, namun ia tidak bisa berdo’a dengan khusyuk. Hayoung belum berada di sampingnya. Bahkan nggak ada tanda-tanda kehadiran cewek itu di kelas.
        “Zelo, ke mana Hayoung?” tegur Himchan.
        Zelo sedikit tersentak. Ia bahkan nggak sadar kalau Himchan sudah selesai memimpin do’a sejak beberapa saat lalu. “Saya kurang tau, pak.”
        “Ya sudah, kita mulai saja materi hari ini,” ujar Himchan yang kemudian mulai menjelaskan materi pelajarannya hari itu.
        Diam-diam Jongup mengawasi Zelo yang cukup merasa kesepian karena ketidakhadiran teman semejanya itu. Jongup bahkan sampai menopang wajahnya dengan satu tangan sambil menatap minat ke tempat Zelo. “Andai lo tau kalo Hayoung suka sama lo,” gumam Jongup dalam hati.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar