Sepuluh…
“Lo
bikin apa, sih?” Ricky mengambil sebuah ubi dan mengamati tiap detailnya. “Kue
nastar, ya? Kayak mau lebaran aja.”
Najwa
tersenyum. “Masa gak tau, sih? Itu yang lo pegang, apaan?”
“Ubi.”
“Terus?”
“Kue
nastar dari ubi.” Ricku menjawab sekenanya. “Wah, lo kreatif juga ya?” Ujar
Ricky kagum.
Najwa
tertawa. “Bukan. Ada-ada aja sih, lo. Emang beneran gak tau?”
Ricky
menggeleng. Ia mulai iseng mencomot adonan dan memain-mainkannya.
“Gue
mau bikin kolak biji salak.” Kata Najwa akhirnya.
“Oo…”
Ricky manggut-manggut gak jelas. “Kayak lagi puasa aja.”
“Emang
kalo gak bulan puasa, gak boleh?” Najwa menantang.
Ricky
tertawa. “Siapa juga yang mau ngelarang?” Ia kembali memilin adonan. “Mau ada acara, ya?”
“Gak
ada, si Dylan kangen kolak biji salak katanya. Dia minta gue buat bikini.”
Najwa menjawab tanpa menoleh ke Ricky sedikit pun. Masih banyak adonan yang
harus ia bentuk.
“Jadi,
lo balikan sama Dylan?”
Itu
bukan suara Ricky, melainkan Zaquan yang berdiri di ambang pintu. Najwa menatap
tajam ke mata adiknya. “Apa urusannya sama lo?”
Zaquan
hanya membalas dengan senyuman sinis, lalu pergi meninggalkan Najwa bersama
Ricky.
“Lo
pernah pacaran sama Dylan?” Tanya Ricky iseng. “Tapi kalo gak mau jawab, ya
udah. Gue gak maksa kok.” Ricky buru-buru meralat pertanyaannya karena Najwa
cukup terlihat terganggu dengan perkataan adiknya tadi.
“Yaelah,
santai aja kali. Gue sama Dylan tuh jamannya SMP. Masih bocah banget. Sekarang
malah deket banget.” Tak banyak membuang waktu, cewek itu melanjutkan pekerjaannya.
“Eh, bentuknya gak harus
bulet-bulet gitu, kan?” tanya Ricky mengalihkan pembicaraan. Dilihatnya Najwa
yang hanya mengangguk. Kemudian cowok ini diam sesaat dan berkonsentrasi penuh
terhadap adonan di tangannya. Ia seperti anak TK yang tengah membuat sebuah
prakarya dari lilin mainan. “Kalo bentuk ini boleh gak?”
Najwa
melirik hasil karya Ricky. Total cowok itu membuat tiga bentuk. Yang pertama
huruf ‘I’. Lalu bentuk hati. Dan terakhir membentuk huruf ‘U’. Najwa menertawai
pekerjaan Ricky. Saat mendongak, Ricky sudah tak berdiri di depannya. Cowok itu
sedang membasuh tangannya di wastafel.
“Gue
numpang sholat, ya.” Tanpa menunggu Najwa memberi ijin, Ricky langsung menuju
ruangan yang tak jauh dari dapur dan memang di sediakan untuk beribadah.
Tak
lama, terdengar suara langkah kaki mendekati dapur. Tak mungkin itu Zaquan.
Karena suaranya seperti hak sepatu perempuan.
“Kamu
lagi apa, sayang?”
“Lho?
Mama udah pulang? Kok gak ngabarin dulu? Emang urusannya udah selesai? Papa kok
gak ikut?”
Diva
melipat tangannya di depan dada. Kini ia berdiri tepat di samping putrinya.
“Kamu itu, bukannya peluk mama, malah nanya-nanya gak jelas!”
Cup…
Najwa hanya mencium pipi ibunya lalu nyengir tanpa ada rasa berdosa.
Diva
menemukan adonan hasil karya Ricky yang masih tergeletak di meja. “Mama liat
ada orang lagi sholat. Itu Rio, ya?” Tebak mamanya.
Mendengar
kata ‘Rio’, Najwa berubah jengkel. “Rio?” Najwa mengulangi perkataan ibunya.
“Boro-boro sholat sunnah, yang wajib aja kelewat terus!” celetuknya sambil
menyalakan kompor untuk memanaskan air.
Diva
tak berkomentar mendengar Najwa begitu merendahkan Rio. “Terus? Pacar baru
kamu?”
Najwa
menghela napas. Agak malas juga jawabnya. Beruntung bagi Najwa, karena Ricky
terlanjur muncul.
Melihat
sosok wanita di samping Najwa, Ricky langsung berubah canggung. “Nyokap lo ya,
Na?” Ujarnya sambil menatap Najwa.” Tanpa harus di jawab pun Ricky pasti sudah
tau jawabannya. “Halo tante, saya Ricky.” cowok itu langsung mendekati dan
mencium punggung tangan ibunya Najwa.
“Temennya
Najwa di Deportivo, ya?” tanya Diva ramah.
“Iya
tante, kebetulan saya kakak kelasnya Najwa.” Nampaknya, Ricky tak hanya lihai
memikat hati cewek-cewek di sekitarnya. Untuk urusan cari perhatian ke para ibu
pun, cowok yang satu ini tetap tak kehilangan tajinya. Jelas saja, karena
ibunya Najwa terlihat cukup akrab meladeni Ricky meski ini pertama kalinya
mereka bertemu.
“Oh,
berarti kenal sama Riyu, donk? Dia itu anak adiknya tante.” Lanjut Diva.
“Kenal
kok, Tan. Tapi kita nggak sekelas.” Ricky terus membalas setiap pertanyaan yang
di lontarkan Diva. “Riyu sekelasnya sama Vicky, sodara kembar saya.”
“Ya
ampun, kamu kembar juga?” Diva terlihat takjub. “Kakaknya Najwa juga kembar,
tapi laki-laki sama perempuan. Tante baru ingat, kayaknya kamu temennya Venda,
ya?”
Najwa
dan Ricky saling tatap. Tapi Najwa lebih memilih untuk menghindar. Ia mendekati
kompor dan memasukan gula merah ke dalam panci berisi air mendidih.
“Kalo
itu bukan saya, tan. Tapi Nicky, sodara kembar saya yang satu lagi.” Tanpa menunggu
Najwa, Ricky sudah menemukan jawabannya.
“Kamu
kembar tiga?” Ricky membuat rasa takjub Diva bertambah.
@@@
Vicky
bersama Nissa berada di rumah cewek itu. Mereka tengah menghadapi laptop Nissa
yang sedikit bermasalah dengan programnya. Cukup lama mereka saling diam. Nissa
malah terlihat sedikit cemas.
“Kenapa?
Ada yang mau lo omongin?” Tanya Vicky yang bisa menebak gelagat aneh yang
ditunjukkan cewek disampingnya ini.
“Hah?
Nggak. Itu…” Nissa tampak tak siap dengan pertanyaan Vicky. “Hmm… Lo masih suka
ketemu sama cowok yang namanya Vendi itu?”
Vicky
diam, namun ia tak menoleh.
“Kalo
emang gak pernah ketemu, ya gapapa.” Kata Nissa buru-buru meralat perkataannya.
Cowok
itu akhirnya menoleh. “Lo suka?” Tanya Vicky dengan suara lembut.
Gantian
Nissa yang diam. Cewek itu menggeleng ragu. “Perasaan gue ke Nicky udah habis.”
Dalam
hati, sebenarnya Vicky cukup terkejut mendengar pengakuan Nissa. Ternyata yang
pernah diomongin Ricky benar.
Ricky mengembuskan asap rokoknya ke udara. “Gue kan udah bilang,
cintanya Nissa ditolak sama Nicky.” Ujarnya santai.
“Bukannya selama ini mereka pacaran ya?”
Ricky tertawa sejadi-jadinya. “Lo kemana aja sih, Vick? Nicky
tuh lagi pedekate sama alumni anak SMA Priority. Beda setahun di atas kita
sih.” Keluh Ricky.
“Kalo
ada cowok selain Nicky, Ricky atau pun Vendi yang punya perasaan ke lo, apa ada
kesempatan buat dia?”
Nissa
semakin diam. Ditatapnya cowok yang sudah bertahun-tahun dikenalnya itu. Vicky
pun menatapnya balik lebih dalam. Ada sebuah kesungguhan dari cowok itu.
“Jawab,
Nis.” Pinta Vicky lembut.
“Siapa?”
Vicky menghela napas cukup dalam. “Gue.”
Vicky menghela napas cukup dalam. “Gue.”
Mereka
terjebak dalam suasana seperti itu cukup lama.
“Ehm…”
Vicky
dan Nissa langsung buyar dan kembali ke aktifitas masing-masing setelah
mendengar dehaman dari kakak laki-laki Nissa, Nico.
“Belajar
yang bener, jangan pacaran mulu.” Ledek Nico sambil berlalu membuat Nissa dan
Vicky sambil tersenyum canggung.
@@@
Sudah
hampir setengah sebelas siang ketika Nicky membuka pintu kulkas. Isinya lumayan
masih lengkap. Mulai dari sayuran hingga buah-buahan. Tapi percuma saja. Nicky
tak akan bisa mengolahnya. Dan buah yang menjadi kesukaannya pun sedang tak
tersedia. Cowok itu hanya bisa berdecak kecewa. “Gue makan apaan?” Lalu ia
menuju lemari tempat penyimpanan makanan. Kosong. Mie instan pun tak ada. Orang
tua mereka memang hanya menyediakan mie atau pun makanan lain yang bersifat
instan dalam jumlah yang relative sedikit. Rice
cooker pun tak menyisakan sebutir nasi.
“Gini
nih. Bujangan yang ditinggal pembantu mudik.” Keluhnya seorang diri. “Males
banget makan diluar sendirian.” Tak lama, cowok ini teringat dus susu segar di
dalam kulkas. Dengan sangat terpaksa hanya itu yang bisa ia konsumsi siang ini.
“Mama ke luar kotanya lama banget. Vicky juga, pergi gak ngajak-ngajak!”
Ujarnya sambil mengambil gelas dan mulai menyalahkan orang lain.
Di
saat yang bersamaan, ponselnya yang ia tinggalkan di meja makan berdering.
Nicky menuju meja makan sambil menenteng kotak susu dan gelas. Sebuah panggilan
dari Vicky.
“Kenapa?”
“Eh,
lo punya sidi instalan buat laptop, kan?” tanya Vicky di seberang sana.
Nicky
membatalkan niat menuang susu ke dalam gelas. Karena isinya tak seperti yang
diharapkan. “Lagi di bawa Juna.” Ujarnya sebelum menenggak susu langsung dari
kotaknya.
“Oh…
Yaudah deh.”
“Eehh…
Jangan dimatiin dulu.” Pinta Nicky yang sedikit panic.
“Kenapa?”
“Lo
di mana? Gue laper nih. Temenin gue makan. Males keluar sendiri.”
Vicky
melirik Nissa. Mereka kini tengah berada di meja makan bersama Nico dan juga
adik perempuan Nissa, Naura. Mereka akan mulai makan siang. Agak ngerasa
sedikit bersalah juga sih. Saat ini Vicky di hadapkan dengan berbagai hidangan.
Sementara kembarannya, kelaparan seorang diri di rumah.
“Gue
udah makan.” Vicky terpaksa berbohong. “Lagian, kasian Nissa. Laptopnya belum
selesai gue kerjain. Emang Ricky belom pulang?”
“Dia
lagi sama Najwa. Mana mungkin rela gue ganggu.” Tampang Nicky mulai bête ketika
Vicky menyinggung tentang Ricky.
“Tuh
anak sebenernya mau sama yang mana sih? Najwa apa Ivo?” Vicky ikut kesal perihal
tabiat kembarannya yang playboy satu itu.
Nicky
mengangkat bahu meski Vicky tak akan mengetahuinya. “Tau deh. Gak jelas!” ia
pun mulai malas membahas Ricky.
“Yaudah.
Lagian, kalo males keluar jangan kayak orang susah deh, pesen via delivery bisa kali, Nick?”
Nicky
seolah mendapat pencerahan. “Kenapa gak kepikiran dari tadi, sih?” ia
menyalahnya diri sendiri. “Oke deh.” Tanpa panjang lebar, Nicky memutuskan
panggilan secara sepihak.
Baru
saja mengakhiri telponnya dengan Vicky, ponsel Nicky kembali mendapat sebuah
panggilan masuk. Kali ini dari Viola. Nicky hanya bisa mengernyitkan dahi.
Karena tak biasanya cewek yang satu ini menelponnya.
“Kenapa?”
Sapa Nicky yang sama sekali tak ramah.
“Hai,
Rick. Tadi gue telpon ke nomor lo, tapi Nicky yang angkat, katanya dia lagi
tukeran nomor sama lo. Jadinya, gue telpon ke nomornya Nicky, deh.” Ujar Viola
panjang lebar.
‘Sialan
si Ricky, ngejadiin gue kambing hitam!’ gerutunya dalam hati. “Terus?” Tanyanya
jutek.
“Bisa
ketemu, gak? Gue mau ngebahas yang kemaren lo omongin.” Pinta Viola.
‘Emang
kemaren gue ngomong apaan sama nih anak?’ tanya Nicky seorang diri sambil
mengingat-ingat.
“Gimana?”
Tegur Viola karena Nicky tak kunjung memberi jawaban.
“Boleh.”
“Bener?”
Viola kegirangan setengah mati.
“Tapi
ada syaratnya.”
“Apa?”
ujar Viola tetap penuh semangat.
‘Kesempatan
bagus.’ Sebuah ide licik terbayang di benak Nicky. Ia pun tersenyum nakal. “Bawain
gue makanan.” Pintanya tanpa berperasaan.
“Okeh.
Lo mau gue bawain apa?”
Nicky
tertegun mendengar cewek itu sangat tidak keberatan dan tanpa pikir panjang
akan mengabulkan permintaannya yang sebenarnya memang sangat wajar. Cowok ini
memikirkan makanan apa yang sekiranya ia inginkan. Apa lagi ini sudah hampir
siang. Yang terlintas di benak Nicky justru adalah Najwa. Tapi bukan sekedar
memikirkan cewek itu, melainkan ia teringat dengan makanan yang pernah Najwa
tunjukkan padanya. Gado-gado. Yupz, makanan asli Indonesia itu yang cukup
diinginkannya saat ini. Hanya saja ada sedikit masalah. Nicky lupa, bahkan tak
tau apa nama makanan tersebut.
“Nick.”
Tegur Viola karena cukup lama menunggu Nicky berfikir. “Lo mau gue bawain apa?”
Tanya cewek itu lagi.
Yang
Nicky ingat, makanan itu berisi berbagai macam sayuran hijau. Ada jagung,
kentang, tahu dan tempe juga. “Gue mau salad.” Ujar Nicky akhirnya.
“Oh,
itu aja? Mikirnya ampe lama banget.”
‘Kayaknya
gue salah ngomong nih.’ Kata Nicky dalam hati.
“Udah
itu aja? Gak ada yang lain lagi?”
“Tapi
bukan kayak salad yang lo pikirin.” Ralat Nicky.
Viola
bingung dibuatnya. “Maksudnya? Emang ada salad kayak apa lagi selain salad
sayur sama buah?”
Nicky
malah semakin bingun dengan apa yang ia inginkan. “Itu lho, Vi.” Cowok ini
sedikit memberi jeda dalam kata-katanya. “Salad khas Indonesia.” Kata Nicky
yang seolah baru mendapat inspirasi.
Viola
semakin bingung. “Aduh… gue gak ngerti, Nick. Yang lain aja ya.” Cewek itu
sedikit frustasi nampaknya.
“Gak
mau. Pokoknya lo harus bawain itu ke gue. Kalo nggak, yaudah gue gak mau ketemu
lo.” Nicky setengah memaksa dan mengancam.
“Oke..
Oke..” Viola benar-benar takut Nicky—yang menurutnya adalah Ricky—kecewa.
Sebisa mungkin ia ingin memenuhi permintaan cowok itu. “Jelasin lagi
ciri-cirinya lebih spesifik.”
“Pokoknya
sayuran. Ada jagung, kentang, tahu sama tempe juga. Tapi pake bumbu kacang
gitu, bukan mayonaise.”
“Yaudah.
Gue cariin.” Kata Viola sebelum akhirnya menghela napas dan memutuskan
sambungan teleponnya.
Nicky
pun tersenyum lega.
@@@
Najwa
menuangkan masakannya ke dalam wadah anti panas. Kolak biji salak buatannya
telah selesai dan siap dinikmati. Ia juga telah menyisihkan satu mangkok untuk
Ricky. Isinya jelas saja bentuk dengan hasil karya buatan cowok itu sendiri.
“Lo
gak kemana-mana hari ini?”
“Nggak.”
Jawab Ricky singkat. “Kenapa? Mau gue anterin kemana?” cowok ini menawarkan
diri.
“Bukan.
Lo lagi gak ada kegiatan apa gitu? Soalnya kan lo udah dari pagi di sini.” Kata
Najwa tanpa ingin menyinggung.
“Oh,
itu.” Ujar Ricky yang akhirnya mengerti maksud ucapan Najwa. “Paling ntar sore
Cuma mau main bola aja.”
“Sama
kak Nicky dan kak Vicky juga?”
Ricky
hanya mengangguk.
Tak
lama, Diva muncul. “Na, masakan kamu udah selesai?”
“Udah
kok, ma. Ini baru aja mau di anterin ke rumah Dylan.”
“Bawain
sedikit buat Rio, ya.”
“Ikh,
mama apaan sih?” Najwa kembali kesal tiap mamanya membahas Rio. Cowok yang
sangat ingin dihindarinya. Ketika ia melirik Ricky, cowok itu seolah tak ingin
tau dengan pembicaraan antara ibu dan anak itu.
“Kamu
nggak boleh gitu. Walau kamu gak suka sama Rio, seenggaknya hargai mamanya Rio.
Dia baik banget sama kamu.” Diva langsung berlalu karena tak ingin mendengar
protes dari anaknya lagi.
“Gue
anter lo ke rumah Rio. Biar tuh anak gak bisa macem-macem sama lo.” Kata Ricky
kembali menawarkan diri.
“Yaudah,
abisin makanan lo. Gue ganti baju dulu.” Ujar Najwa kemudian meninggalkan Ricky
sendirian di dapur.
@@@
Najwa
mengetuk pintu, dan Ricky berdiri sedikit di belakangnya. Seseorang membukakan
pintu. Itu Rio yang memandang takjub dengan kehadiran Najwa meski ia juga
menyadari kehadiran Ricky bersama Najwa.
“Lho,
Najwa? Ayo masuk.” Ajaknya yang mempersilahkan Najwa untuk masuk.
“Gue
gak lama-lama. Nyokap lo ada?”
“Di
dapur. Lo masuk aja sana.”
Tanpa
basa-basi, Najwa pun masuk dan meninggalkan Ricky di sana bersama Rio.
“Lo
gak mau masuk ke rumah gue, … ?” Rio tampak menebak-nebak seseorang yang
berdiri dihadapannya kini.
“Lo
gak mungkin lupa sama sepupu sendiri, kan?” kali ini Ricky sedikit kembali
membuat keisengan dan korbannya adalah Rio.
“Nicky?”
Tebak Rio.
Ricky
berdecak kesal. “Kenapa si atlit sinting itu sih yang selalu mendominasi
bersama Najwa?” Protesnya.
“Jadi
lo Ricky?” Rio kembali menebak.
“Kalo
ternyata gue Vicky?” tantangnya.
Rio
tersenyum menandakan ia tak bisa kembali diremehkan. “Kemungkinannya sangat
kecil.”
“Lo
bener.” Kata Ricky akhirnya tanpa semangat.
“Vicky
gak akan bersama Najwa kalau bukan karena perintah atau permintaan dari lo dan
Nicky.”
“Maksudnya?”
“Kok
malah balik nanya? Vicky masih punya perasaan ke Nissa, kan?”
“Hah?”
Ricky cukup terkejut dengan perkataan Rio yang di luar dugaannya. “Nissa selama
ini lebih dekat sama Nicky.” Jelasnya.
“Lebih
dekat, tapi gak menjamin Nicky punya perasaan lebih ke Nissa, kan?” Rio menantang.
Ricky
bukannya tak mau mengakui kebenaran perkataan Rio. Tapi ia masih belum yakin
kalau ternyata Vicky memendam rasa ke Nissa. Karena memang selama ini Vicky
sangat tertutup masalah cewek. Dan bisa saja apa yang di bilang Rio benar
terjadi.
“Oiya.”
Kata Rio lagi karena Ricky yang kunjung merespon ucapannya. “Mulai sekarang, lo
gak perlu capek-capek ngawasin Najwa. Karena gue gak akan ganggu dia lagi.
Bilangin juga ke Nicky. Gue janji. Asalkan…”
Ricky
menunggu perkataan Rio yang sedikit menggantung.
“Kasih
gue kesempatan buat ngomong sama Najwa. Dan gue mohon lo bantuin gue. Karena
selama ini Najwa selalu ngehindarin gue.”
Ricky
menatap Rio dalam-dalam. Ia memang melihat kesungguhan di mata cowok itu. Belum
sempat Ricky membuka mulut, Najwa sudah muncul di ambang pintu.
“Ayo
pulang, kak.” Ajak Najwa sambil tetap berjalan. Tapi tangannya di tahan oleh
Ricky.
“Bentar,
gue mau ketemu nyokapnya Rio dulu.” Tanpa meminta persetujuan Najwa, Ricky
masuk dengan sebelumnya sedikit menepuk pundak Rio.
Najwa
yang sadar di tinggal berdua dengan Rio, hanya berdiri dan memunggungi cowok
yang mati-matian dihindarinya.
“Gue
tau lo marah dan kecewa sama gue.” Kata Rio tanpa mempedulikan Najwa mau
mendengarnya atau tidak. Tapi, memang mau tidak mau, cewek itu pasti mendengar
semua yang dikatakan Rio. “Karena itu gue mau minta maaf dan berterima kasih.”
‘Minta
maaf dan berterima kasih? Apa maksudnya?’ ujar Najwa dalam hati. Cewek ini tak
sejahat itu untuk mengbaikan seseorang yang ingin meminta maaf padanya.
“Gue
minta maaf, pertama karena kehadiran gue yang sempet buat lo nggak nyaman. Dan
kedua, karena lo sampe dikeluarin dari sekolah. Sumpah, itu cukup menyakitkan
juga untuk gue pisah dari lo.”
Ricky
telah kembali dan menunggu Najwa dan Rio di belakang mereka.
Najwa
tetap diam dan mendengarkan tanpa merespon apapun. Ia juga tak merasa bersalah
ataupun merasa bersimpatik dengan Rio.
“Gue
juga mau berterima kasih karena lo udah ngasih tau gue bagaimana rasanya patah
hati.” Rio terdiam sesaat. Ia hanya tersenyum sebagai bentuk penyesalannya. “Itu
sama sekali nggak nyaman.” Cowok ini kembali tertegun. Begitu banyak gejolak
yang bertentangan dalam dirinya. “Gue…”
“Gue
bakal ngehubungin lo nanti.” Najwa menyambar perkataan Rio yang belum selesai
lalu beranjak dari sana.
Rio
dan Ricky langsung bereaksi. Namun Rio sekuat tenaga harus menahan diri.
“Biar
gue yang ngomong sama Najwa.” Kata Ricky sebelum menyusul Najwa.
@@@
“Iya
bentar.” Teriak Nicky dari dalam rumahnya. Ia pun membuka pintu dan mendapati
Viola yang berdiri di baliknya dengan penuh senyum. Sama sekali tak membuat
Nicky terkesan. “Cepet juga lo nyampenya.”
“Gue
bawain pesenan lo.” Kata Viola yang masih tetap tersenyum meski Nicky tak
menyambut hangat kedatangannya.
“Duduk
deh.” Kata Nicky. Tapi cowok ini tak mengajak Viola masuk. Melainkan hanya
duduk di kursi teras.
“Kok
di luar?” protes Viola lembut ketika Nicky sudah terlanjur duduk di sana.
“Bukannya enakkan di dalam?”
“Gue
pantang ngajak cewek masuk ke dalam rumah kalo lagi gak ada orang sama sekali.”
Jelasnya.
Cewek
itu hanya mengangguk tanpa bisa memprotes Nicky lagi. Kemudian ia duduk dan
menyerahkan kotak berisi makanan pesanan Nicky. “Semoga lo suka ya.”
Nicky
membuka tutup box makanan itu. Isinya memang sama persis dengan apa yang dikatakan
Nicky. Namun tak seperti yang diharapkannya.
“Ini
apaan, Vi?”
“Sesuai
yang lo minta tadi.”
Nicky
mendesah kecewa. Tak lama, sebuah mobil berhenti. Ricky dan Najwa pun akhirnya
muncul.
“Oh,
ada tamu?” kata Ricky sambil berlalu. Tangan kirinya menenteng sesuatu. Hanya
sebentar, sebelum akhirnya ia kembali tanpa membawa bungkusan tadi.
Nicky
menahan tangan kembarannya ketika Ricky berjalan di depannya. “Mau kemana lagi
lo?”
“Nganterin
Najwa balik.”
“Nggak
bisa!” kata Nicky tegas.
Ricky
menghentak tangannya hingga terlepas dari genggaman tangan kembarannya itu.
“Apa-apaan sih lo!”
“Lo
yang apa-apaan?” balas Nicky. “Kenapa lo ngorbanin gue ke Viola!”
Mendengar
namanya disebut, Viola bangkit dan menghampiri Nicky. “Maksduhnya apa, Rick?”
Nicky
hanya melirik Viola sesaat lalu kembali menatap Ricky. Ia tak mungkin
menyalahkan cewek itu yang gak tau apa-apa. “Viola nyariin lo, bukan gue! Tapi
kenapa lo malah nyuruh Viola nelpon gue, dan seolah-olah gue tuh elo!” Nicky
benar-benar menumpahkan semua kekecewaannya. Ia merasa di permainkan saudara
sendiri.
“Jadi,
lo bukan Ricky?” Tuduh Viola pada Nicky. “Kenapa lo gak bilang?”
Nicky
menoleh. “Apa gue tega? Lo gak salah apa-apa, Vi.”
“Oke.
Terus, siapa yang minta gue jadi pacar Ricky?”
“Pacar?”
Mata Ricky terbelalak. Ia melirik Nicky dengan tatapan menuduh. Kemudian ia
menatap Viola. “Kapan gue ngomong gitu, Vi? Ketemu lo aja jarang. Terakhir gue
liat lo di perpustakaan, tapi kita nggak ngobrol kan, Vi?” Ricky mengharapkan
pembelaan dari Viola, karena ia memang tak melakukan apa-apa terhadap cewek itu.
“Jadi
yang di perpustakaan, bukan Nicky? Tapi Ricky?” Viola meminta penjelasan.
“Iya,
Vi.” Ricky yang menjawab.
“Maksud
kalian apaan sih?” kekecewaan Viola akhirnya memuncak kepada dua cowok kembar
itu. “Mau permainin gue? Cukup tau gue sama kalian!” ujar Viola sebelum
akhirnya ia pergi dari sana.
“Makanya,
gak usah ribet tukeran tempat.” Kata Najwa setengah menyindir tak lama setelah
Viola pergi. “Gue kan Cuma mau ketemu kak Ricky aja. Jadi runyam gini kan
urusannya.” Cewek itu pun mengikuti jejak Viola setelah ia merebut kunci mobil
dari tangan Ricky.
Di
depan pagar, Najwa berpapasan dengan mobil Vicky yang akan masuk. Cowok itu
bertanya dengan isyarat. Entah kenapa akhir-akhir ini tiap kali bertemu Najwa,
ia selalu merasakan sesuatu hal pasti terjadi antara Nicky dan Ricky.
“Ada
perang dingin kak di dalem. Gue cabut dulu ya.” Kata Najwa sekalian berpamitan.
Ternyata
benar dugaannya. Vicky langsung memasukan mobilnya ketika mobil Najwa berlalu.
@@@
Ketika
dalam perjalanan, Najwa kembali diingatkan ketika ia baru sampai di rumah Ricky
dan mendapati Nicky berdua dengan Viola. Entah kenapa ia cukup sakit
menghadapinya. Meski ia tekan kuat-kuat perasaan itu dan menganggap ‘bisa jadi
yang bersama Viola adalah Vicky, bukan Nicky’. Tapi tetap saja semua tak bisa
merubah kenyataan.
Najwa
menghentikan mobil di depan pagar rumahnya. Di sana ada Zaquan yang berdiri. Ia
pun keluar dari mobil.
“Lo
mau ngapain?” Tanya Zaquan sambil mendekat.
“Buka
pagar. Lagian, gak mungkin juga kan lo mau bukain pagar buat gue?”
Zaquan
menahan tangan Najwa yang baru saja menyentuh pagar. “Gak perlu, gue mau pake
mobil.”
Najwa
hanya mengangkat bahu. Tanpa berkata apa-apa lagi, ia meninggalkan Zaquan
sendiri di sana dan masuk ke dalam rumah.
“Na,
mama mau bicara sama kamu.” Tegur mamanya sebelum Najwa sempat berlalu tanpa
menyadarinya berada di ruang tamu.
Najwa
pun menoleh. “Oh. Maaf, ma. Aku gak tau ada mama. Memang ada apaan?”
“Besok
kamu bisa kembali ke Priority. Rio udah cabut tuntutannya.”
Najwa
melebarkan mata. Rasanya lebih membahagiakan keluar dari SMA Priority dari pada
harus kembali ke sekolah itu. Tanpa komentar, Nawja pun meninggalkan mamanya
dan masuk ke kamar. Ia langsung meraih ponselnya yang tertinggal di atas tempat
tidur. Karena Ricky sudah bersedia untuk mengembalikan sim cardnya, Najwa tak
perlu meng-sms cowok itu untuk bisa mendapatkan nomor ponsel Rio yang ia namai
‘playboy gak penting’.
Cukup
lama Rio untuk menjawab telpon dari Najwa. Karena beribu pertanyaan muncul di
pikiran cowok itu perihal Najwa yang tiba-tiba menghubunginya. Tapi cewek itu
memang sudah janji. Segera, Rio menepiskan pikiran-pikiran aneh karena ia harus
menanggapi positif apapun yang di lakukan Najwa padanya.
“Lo mau
gue maafin lo, kan?” tanya Najwa tanpa basa-basi setelah Rio menjawab
panggilannya.
“Iya
lah, Na. Gak ada lagi yang gue harapin dari lo selain kata maaf.” Ujar Rio
sungguh-sungguh.
Najwa
menghela napas. Udah cukup baginya bersikap dingin ke Rio. Meski ia harus
sedikit memanfaatkan cowok itu. “Oke, gue bakal maafin lo, tapi dengan satu
syarat.”
Semula
Rio terlihat ragu. Tapi memang tak ada lagi yang ia harapkan dari cewek itu.
Apapun yang di minta Najwa, sebisa mungkin ia akan lakukan. “Apa?”
“Tolong
jangan cabut tuntutan lo, karena gue gak mau balik ke Priority.” Kata Najwa
dengan member tekanan ketika ia bilang ‘jangan’.
“Karena
di Deportivo ada Nicky?”
Najwa
nyaris tak bisa menjawab pertanyaan Rio yang di luar dugaannya.
“Oke,
Na.” kata Rio lagi, karena Najwa tak juga bicara. “Dengan atau tanpa karena
Nicky, gue bakal tetap ngabulin permintaan lo.” Rio langsung mematikan
telponnya. Meski sebenarnya cukup berat, tapi ia harus melakukan itu. Ia tak
ingin lebih sakit lagi berlama-lama dengan Najwa di telpon, sedangkan yang ada
pada diri cewek itu bukanlah diirnya.
Rio
benar-benar merasakan jatuh cinta yang tulus pada cewek itu. Tapi ia menyadari,
ini adalah karma dari sikapnya selama ini kepada cewek-cewek lain. Karena itu,
ia siap di sakiti Najwa melalui Nicky ataupun Ricky sekalipun, meski kedua
cowok itu sepupunya sendiri.
@@@
Vicky
menunggu di meja makan. Tak lama Nicky muncul sambil menenteng segelas air
mineral. “Nih, makanan buat lo.” Kata Vicky sambil menyodorkan box makanan
untuk kembarannya yang tengah sedikit kelaparan itu.
Nicky
menerimanya tanpa komentar.
“Kenapa
lagi lo berdua?” tanya Vicky ketika menyadari kehadiran Ricky di ambang pintu.
“Tonjok-tonjokkan, tonjok-tonjokkan sekalian deh lo pada. Mumpung di rumah gak
ada siapa-siapa. Yang penting masalah antara kalian selesai. Gue gak mau kalian
kayak gini Cuma gara-gara cewek.”
Nicky
menghentikan makannya yang tiba-tiba tak berselera, meski isi box-nya hanya
menyisakan sedikit makanan. Ia menyandarkan badan, lalu menenggak hingga habis
seluruh isi dalam gelasnya.
Ricky
sendiri sama sekali tak berniat mendekati kedua kembarannya itu. Ia hanya
berdiri dan bersandar di sana.
“Nicky
pake nama gue buat nembak Viola.” Kata Ricky dengan nada tegas. Ia tak ingin
terlihat kalah.
Vicky
menatap heran ke arah Nicky. “Lo gila?”
“Apa
bedanya sama kembaran lo yang satu itu.” Nicky membela diri, namun ia tak mau
menyebut nama Ricky. “Dia udah jadiin gue umpan buat Viola.”
“Tapi
gue gak mungkin nemuin Viola.”
“Ya
iyalah, lo lagi sama Najwa, mana rela di ganggu.” Balas Nicky lagi setengah
menyindir tanpa sedikitpun menoleh ke Ricky yang berposisi di belakangnya.
Vicky
harus menghela napas cukup panjang. Ia juga harus terus menyabarkan dirinya
sendiri untuk menghadapi perang kedua kembarannya itu.
Ricky
akhirnya mendekat. Ia memilih duduk di samping Vicky.
“Lo
pilih Ivo atau Najwa?” pertanyaan Vicky jelas tertuju ke Ricky tanpa harus
menatap cowok itu terlebih dahulu.
“Lo
udah janji buat ngelepas Najwa.” Kata Nicky yang seolah mengingatkan yang
pernah diucapkan Ricky. Masih tidak menatap cowok itu meski kini Ricky jelas
duduk diseberangnya.
Ricky
menatap Nicky. “Tapi lo gak memperjuangkan Najwa. Lo malah cuek sama tuh
cewek.”
Pandangan
Vicky hampir tak lepas menatap Nicky yang duduk bersebrangan dengannya. “Lo
suka sama Najwa?” tanya Vicky lembut namun terdengar ketegasan dalam nada
bicaranya.
“Itu
cara gue. Dan gue masih terikat janji dengan Venda untuk menjaga Najwa.” Kata
Nicky tak kalah tegas.
“Lo
suka atau nggak?” tanya Vicky lagi meminta kepastian karena Nicky mengatakan
hal yang bukan menjadi pertanyaannya.
Cukup
lama Nicky diam. “Nggak.” Kata cowok itu akhirnya dengan suara pelan, lalu ia
beranjak dari sana meninggalkan Vicky bersama Ricky dalam ketegangan.
“Lo
pilih Ivo atau Najwa?” desak Vicky, karena Ricky juga tadi belum sempat
menjawab pertanyaannya.
“Gue
lebih dulu tertarik dengan Najwa.”
“Ivo
atau Najwa?” Vicky terlihat mulai kesal. Terdengar dari nada bicarannya yang
sedikit lebih keras. Namun cowok ini tak menunggu Ricky untuk menjawab
pertanyaannya.
@@@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar