“Di mana
rumah mu? Biar ku antar pulang.” Tanya Joon sambil tetap berkonsentrasi
menyetir.
Cukup lama Haesa diam. “Kau boleh
menurunkan ku di mana saja.”
Joon
menoleh dengan sangat terkejut. “Apa maksud mu? Ini udah malam. Aku akan
mengantar mu pulang.” Usaha Joon dengan suara lembut . “Kau jangan khawatir,
aku tidak akan menyakiti mu.”
“Kau
tau, aku sudah tidak memiliki tempat tinggal?” tegas Haesa. “Dan sepertinya,
aku juga tak akan peduli jika kau akan menyakitiku.” Lanjutnya yang terdengar
frustasi.
Haesa
kembali membuat Joon terkejut. Namun pemuda ini berusa menanggapi setenang
mungkin. ‘Bagaimana bisa ia tidak memiliki tempat tinggal?’ Tanya Joon seorang
diri.
Setengah
jam kemudian, mereka sampai di sebuah apartmen mewah. “Ikut dengan ku.” Ajak
Joon tanpa menunggu persetujuan Haesa, pemuda itu menarik tangan Haesa keluar
dari mobil.
Mereka
akhirnya sampai di depan pintu apartmen. Joon membukanya setelah menekan
password. Begitu membuka pintu, Joon langsung masuk dan menyalakan lampu. Lalu
ia berbalik karena di rasa Haesa tidak mengikutinya. Benar saja, karena gadis
itu masih diam mematung di luar pintu apartmen Joon.
“Cepat
masuk.” Lagi-lagi Joon harus melakukan sedikit pemaksaan untuk Haesa.
Setelah
menutup pintu, Joon pun segera melesat ke dalam kamar yang memang hanya ada
satu di sana. Tak lama ia keluar sambil membawa pakaian ganti untuknya serta
selimut dan bantal.
“Kau
bisa pakai kamar ku.” Kata Joon sebelum melangkah ke ruang kerja yang berada di
sebelah kamarnya. Joon mengurungkan niat untuk masuk, ia kembali menatap Haesa
yang masih berdiri di tempatnya. “Jangan lupa kunci pintu kamar sebelum tidur.”
Lanjutnya sambil tersenyum.
Sejak
pertama bertemu, baru itu Joon menunjukkan senyumnya.
@@@
Joon
menutup pintu dibelakangnya. Lalu melempar barang-barang bawaannya ke atas
karpet sebelum akhirnya menuju meja kerja tempat laptopnya bertengger. Joon
duduk di kursi sambil membuka jaket yang sejak tadi ia kenakan. Hal pertama
yang menarik perhatiannya adalah e-mail yang sebenarnya sejak tadi masuk ke
dalam akunnya. Sebuah pesan dari Kang Jung Woon.
Ternyata ayahmu memiliki anak selain dirimu. Tapi kami baru
menemukan dua orang. Namanya Trevor dan Fleur dari istrinya yang bernama
Roslin. Mereka sekarang sedang mengejar keluarga nyonya Roslin. Terutama Fleur,
karena ia anak perempuan satu-satunya. Kalau kau bertemu dengannya, tolong jaga
dia. Ini fotonya…
Joon membuka link foto
yang diberikan temannya. Ternyata benar apa yang dikatakan orang-orang yang
tadi mengejarnya. Foto yang terpampang itu adalah wajah Haesa.
Joon
meraih ponselnya dan mencari kontak dengan nama ‘Jerome’, yaitu nama samaran
untuk Jung Woon.
“Dia
mengancam akan menyakiti ibuku jika aku tak menuruti mereka.” Hardik Joon
ketika telponnya mendapatkan jawaban.
Jung
Woon menatap nanar di luar jendela tempat dirinya berada.
“Aku
tak tau lagi apa yang bisa aku lakukan.” Keluh Joon terdengar frustasi.
“Aku
akan bekerja keras untuk menyelamatkan ibu dan mencari ayahmu.” Hanya itu yang
bisa dikatakan Jong Woon.
Joon
mematikan sambungan teleponnya.
@@@
Jonghyun terlihat sedang
jogging pagi itu ketika ia melihat tiga orang tertidur di bangku taman. Karena
merasa familiar, Jonghyun pun memutuskan untuk mendekati mereka. Benar saja,
tiga pemuda itu adalah Yong Hwa, Sandeul dan Cheondung.
“Kalian,
ayo bangun…” kata Jonghyun sambil mengguncang-guncangkan tubuh tiga temannya
itu. “Yong Hwa… Hei, Sandeul… Cheondung ayo bangun.”
Yong
Hwa pun mengerjap-ngerjap. “Jonghyun?”
“Kenapa
kalian bisa sampai tertidur di sini? Apa yang kalian lakukan semalam?” cecar
Jonghyun.
“Kami
mencari Haesa.” Sandeul yang menjawab.
Yong
Hwa pun menceritakan perihal kejadian yang di alami Haesa.
@@@
Joon
membuka mata karena silau terkena pantulan sinar matahari yang menembus jendela
ruang kerjanya. Perlahan Joon bangkit dan keluar dari ruangan itu.
“Kau
sudah bangu?” tegur Haesa dari arah dapur. “Maaf aku membuat dapur mu kotor.
Aku hanya lapar. Tapi nanti pasti aku akan membersihkannya.” Kata Haesa
cepat-cepat. “Oiya, aku juga masakan sesuatu untuk mu sarapan. Dan ku harap kau
menyukainya.” Lanjut Haesa sebelum akhirnya kembali dengan aktifitasnya.
Joon
hanya mampu memandangi Haesa dari kejauhan. ‘Apa gadis manis sepertinya tidak
keberatan memiliki saudara pembuhun seperti ku?’ kata hati Joon. ‘Astaga…
bahkan tak bisa dipercaya bahwa semalam ia terdengar frustasi.’
“Joon?
Ada apa?” tegur Haesa karena melihat Joon yang masih terpaku di tempatnya.
“Dari
mana kau tau nama ku?” Tanya Joon heran, karena sejak semalam ia tak merasa
menyebut namanya.
“Aku
hanya dengar dari pria yang mengejar kita semalam.” Kata Haesa menjawab
kebingungan Joon. “Kau tidak keberatan kan aku juga memanggilmu Joon?”
“Tidak.
Namaku memang Joon.”
@@@
“Aku
juga punya berita bagus untuk kalian.” Bangga Jonghyun. Semua menatap Jonghyun
penuh minat. “Ternyata ada sebuah kasus anak hilang 19 tahun lalu yang hingga
kini belum terselesaikan.”
“Sepertinya
kau sangat menaruh minat untuk menjadi seorang detektif?” komentar Cheondung
yang tiba-tiba kehilangan minat menanggapi cerita Jonghyun.
Jonghyun
berusaha tak terpancing amarahnya. “Ayolah, ini pasti akan sangat menyenangkan
untuk pemula seperti kita.” Rayunya. “Kalian pasti tak akan bisa menebak dari
keluarga mana anak ini berasal.” Lanjut Jonghyun yang tak kehabisan akal untuk
menarik perhatian teman-temannya.
“Paling
anaknya Lee Hyukjae, bahkan dia sendiri hingga kini juga tak ada beritanya.”
Sandeul juga terlihat kurang tertarik. “Sudahlah, tak akan ada habisnya cerita
tentang Hyukjae.”
Jonghyun
benar-benar tak mempedulikan komentar miring dari siapapun saat itu. “Dia
adalah anak dari… Park… Jung… Soo…” jelas Jonghyun dengan nada yang
dibuat-buat.
“Apa?”
sontak membuat Cheondung, Yong Hwa dan Sandeul terkejut.
“Maksudmu?
Adiknya Park Hyun Rae yang berpacaran dengan kakak mu itu, Jong?” Tanya Sandeul
yang kali ini sangat terlihat antusias.
“Kyuhyun
kakak kelas ku sewaktu SMA.” Kata Yong Hwa.
“Taemin
adik kelas ku, bahkan dia pernah naksir dengan Haesa.” Cheondung tak mau kalah
bahwa ia juga mengenal salah satu dari anggota keluarga Park Jung Soo tersebut.
“Anaknya
yang hilang laki-laki atau perempuan?” Tanya Yong Hwa yang semakin penasaran.
“Laki-laki,
namanya Lee Changsun.” Jawab Jonghyun pasti. “Dan menurut informasi yang ku
dapat, Changsun seumuran dengan Sandeul.”
Sandeul
kini sibuk dengan pikirannya. “Ah, sepertinya aku tak pernah mendengar nama
orang yang bernama Changsun. Bahkan teman-teman sekolah ku juga tak ada yang
bernama Changsun.”
“Bisa
saja dia berganti nama.” Cheondung menebak-nebak. “Karena menurut ku, kejadian
itu sudah sangat lama. Jadi bisa saja penculik ingin menghilangkan jejak anak
tersebut dari orang tuanya. Atau, jika penculik justru menitipkan Changsun di
panti asuhan, ia pasti tidak akan meninggalkan Changsun beserta nama asli bayi
tersebut.”
Jonghyun
menjentikkan jari mendengar analisis yang diutarakan Cheondung. “Kau benar.”
Pujinya sambil menepuk pelan pundak Chendung, tapi Cheondung malah terlihat
kurang nyaman dengan perlakuan Jonghyun terhadapnya.
“Lalu,
bagaimana kalau kita mulai menyusun rencana untuk menemukan Changsun?” Saran
Sandeul. “Aku mulai bosan mencari Lee Hyukjae dan gerombolannya.” Keluhnya.
“Aku
juga berfikir sama seperti mu.” Kata Jonghyun yang bisa dipastikan sangat
mendukung saran dari Sandeul. Lalu melirik penuh arti ke Yong Hwa. “Ibu mu
seorang perawat di sebuah rumah sakit, kan?”
Yong
Hwa mengangguk pasti.
“Kita
coba cari cara mencari informasi di sana. Karena menurut data, rumah sakit tempat
ibu mu bekerja itu adalah tempat di mana Changsun dilahirkan.” Jonghyun memulai
rencana.
“Tunggu…”
potong Cheondung dan terlihat ada sesuatu yang janggal menurutnya. “Park
Changsun dan Lee Hyukjae hilang dalam waktu yang hampir bersamaan, sekitar 19
tahun yang lalu. Meski kemungkinannya kecil, tapi bisa saja hilangnya mereka saling
berkaitan?”
Jonghyun,
Yong Hwa dan Sandeul saling melempar pandang dan sibuk mencerna bahkan menerka
analisis yang dilakukan lagi oleh Cheondung.
@@@
“Aku
akan keluar mencari pekerjaan.” Kata Haesa di sela-sela sarapan bersama Joon.
Joon
mengehentikan aktifitas sarapannya. “Maaf, aku tak bisa membiarkan mu pergi.”
Kata Joon santai.
“Kenapa?”
“Ada
hal yang mengharuskan ku memastikan kau dalam keadaan aman.” Lanjut Joon dengan
cueknya sambil kembali makan.
“Hei…!”
tegur Haesa. “Aku masih punya keluarga. Ibu dan kakak ku sedang terbaring di
rumah sakit. Aku membutuhkan uang untuk biaya perawatan mereka.”
Joon
kembali terdiam. Namun sedetik kemudian, ia sudah bisa kembali mengendalikan
diri. “Kalau kau mau, kau bisa bekerja di sini. Dan aku akan membayarmu untuk
itu.” Kata Joon dengan suara dingin tanpa melirik sedikitpun ke arah Haesa.
Tak
lama, Joon mendongak karena Haesa bangkit dari kursinya menuju dapur dan
membawa serta piring kotor yang tadi ia gunakan untuk sarapan. Hanya dengan
melihat cara berjalannya, Joon sudah bisa menebak bahwa saat ini Haesa pasti
kesal dengannya.
@@@
Yong
Hwa dan Jonghyun keluar dari sebuah ruangan lengkap dengan seragam perawat
sebagai penyamaran. Tak lupa, mereka juga mengenakan masker sebagai pelengkap
untuk menutupi sebagian wajah mereka. Jonghyun yang berdiri di depan Yong Hwa
melihat keadaan sekitar. Setelah kondisi dirasa aman, Jonghyun langsung
menegakkan badan dan melangkah senormal mungkin untuk mengurangi kecurigaan
orang-orang sekitar.
Yong
Hwa dan Jonghyun sedikit saling berbincang untuk mengalihkan pandangan
orang-orang yang mereka temui. Mereka pun melewati beberapa kamar. Dan di salah
satu kamar, seorang pemuda baru saja keluar dari sana. Namun Jonghyun dan Yong
Hwa tak mempedulikan seolah kejadian itu memang biasa terjadi.
Tapi ada satu hal yang
mereka tak sadari. Pemuda itu justru sama sekali tak tertipu dengan penyamaran
Yong Hwa dan Jonghyun. Ia memperhatikan dengan seksama dua orang yang baru saja
melintas di depannya. Terutama Yong Hwa, entah mengapa pemuda itu seolah sangat
mengenalnya.
“Yong Hwa…?” tebaknya.
Jonghyun dan Yong Hwa pun
sontak menegang. Jonghyun pun mengisyaratkan untuk Yong Hwa agar tak
terpengaruh hingga akhirnya berhenti. Mereka tetap terus berjalan, namun itu
sangat mencurigakan.
Yong Hwa tiba-tiba
berhenti karena seseorang menangkap pundaknya. Perlahan, Yong Hwa pun berbalik,
dan Jonghyun pun ikut tegang dibuatnya.
“Heechul?” kata Yong Hwa
dengan mata terbelalak.
“Ternyata benar kau?” kata
Heechul hendak menangkap masker yang digunakan Yong Hwa. Namun buru-buru
dihalangi oleh Jonghyun yang malah menarik Heechul ke tempat yang sedikit
tersembunyi.
“Apa yang kalian lakukan
di sini?” tegur Heechul.
Jonghyun dan Yong Hwa
kompak menekankan jari telunjuk mereka ke bibir masing-masing untuk membuat
Heechul diam sambil sesekali melihat keadaan sekitar.
“Kau juga kenapa ada di
sini, kak?” balas Yong Hwa tak mau kalah.
“Apa Cheondung tak memberi
tau mu? Pacarku semalam hampir menjadi korban pembunuhan.” Sergah Heechul yang
sedikit kesal dengan Yong Hwa yang tak lain adalah adiknya.
Justru Jonghyun yang
sangat tercengan mendengar perkataan yang keluar dari mulut Heechul. “Jadi,
Sung Hyo Min adalah kekasihmu?” Tanya Jonghyun untuk memastikan.
Heechul menatap Jonghyun
heran. “Dari mana kau tau itu?” selidiknya. Lalu kembali beralih ke arah Yong
Hwa.
“Aku anak kepala polisi
Lee Jinki.” Ujar Jonghyun bangga. “Dan hanya ada satu kasus yang masuk ke dalam
laporan kepolisian tadi malam.” Lanjutnya.
Heechul tak membalas
perkataan Jonghyun. “Kalian belum menjawab pertanyaan ku.” Tagihnya.
“Kami tidak punya banyak
waktu, nanti akan ku ceritakan semua padamu.” Kata Yong Hwa berjanji.
“Oke, kalian boleh pergi.”
Ujar Heechul yang sangat tak di sia-siakan oleh Yong Hwa dan Jonghyun.
@@@
Bukankah apartmen yang kau tempati adalah
apartmen peninggalan ayah mu? Apa kau tidak menemukan apapun yang bisa
dijadikan petunjuk atas keberadaan ayah mu?
Joon
termenung membaca pesan dari seorang temannya yang tinggal di luar negeri, Kang
Siwon. Matanya menatap lurus ke dalam layar laptop. ‘Apa mungkin di sini ada
petunjuk?’
@@@
Sungmin
sedang bersandar di kursi ruang kerjanya saat Donghae tiba-tiba muncul. “Apa
ada yang kau pikirkan?” Tanya Donghae karena melihat wajah kakaknya yang cukup
kusut siang itu.
“Entahlah…”
Kata Sungmin sambil menegakkan badannya. Donghae pun perlahan masuk dan duduk
di kursi depan meja Sungmin. “Kau sendiri?” balasnya.
“Ku
rasa pelaku lebih dari satu orang.” Mulai Donghae.
Sungmin
menatap adiknya bingung. “Kasus mana yang sedang kau bicarakan?”
Donghae
sedikit mendekatkan tubuhnya ke tepi meja. “Tentu saja tentang pembunuhan itu.”
Kata Donghae dengan wajah serius. “Apa kau tidak curiga?”
“Apa
yang harus dicurigakan?” Tanya Sungmin yang terlihat tak tertarik dengan topic
yang diusung Donghae. “Dan apa yang membuat mu curiga?” balasnya. Dongahe tak
menjawab. “Aku sedang tidak ingin membahas kasus itu. Kalo memang ada yang kau
curigai, kau bisa coba ceritakan ke Jonghyun. Dia pasti akan merespon mu dengan
baik.” Saran Sungmin dengan maksud yang tak lain adalah membuat Donghae pergi
dari hadapannya.
@@@
Jonghyun
dan Yong Hwa berhasil menyelinap ke dalam ruang arsip. Mereka mencari data
sekitar 19 tahun yang lalu.
“Apa
dari dokumen yang kau temui di kantor polisi itu tak ada penjelasan tentanng
tanggal lahir Changsun?” Tanya Yong Hwa ketika Jonghyun baru memulai aksinya.
Dengan
segera Jonghyun menepuk keningnya dan merutuki kebodohannya. “Itu tak
terfikirkan oleh ku.” Sesal Jonghyun.
Setelah
hampir 15 menit mereka di sana, belum juga membuahkan hasil. “Ku rasa kita
lanjutkan pencarian lain waktu. Dan kau masih punya kesempatan untuk melihat
kembali data-data tentang Changsun.” Saran Yong Hwa.
“Baiklah…”
dengan kecewa Jonghyun menyetujui.
@@@
“Joon…”
panggil Haesa dari luar pintu ruangan yang ditempati Joon sambil sedikit
menggedor pintunya. Namun tak ada respon sedikitpun dari dalam.
Selang
beberapa lama, Haesa masih tetap melakukan hal yang sama. Namun kali ini karena
telah cukup lelah, Haesa pun sampai duduk bersandar pada daun pintu. “Joon… kau
tak mungkin mati, kan? Ayo jawab aku…” kata Haesa masih tetap berusaha.
Sementara
di dalam, Joon menarik selimutnya. Ternyata sejak tadi ia tertidur hingga tak
medengar panggilan Haesa.
“Joon… kalau sekali lagi kau tak menjawab,
aku akan memanggil polisi dan mengatakan kau telah mati…” ancam suara dari
luar.
Joon cepat-cepat menegakkan badannya. “Apa dia
sudah gila?” gumamnya sambil melangkah menuju pintu. “Aku belum mati…” kata
Joon sambil membuka pintu. Ia tak tau jika Haesa bersandar di sana hingga gadis
itu terjungkal ke belakang. Sontak Joon pun tertawa keras. “Apa yang kau
lakukan?”
Haesa
tercengang melihat pemandangan di hadapannya. “Kau tertawa?” tanyanya kagum.
Dalam
sekejap, Joon pun berhenti tertawa. “Apa kau pikir aku robot yang tak bisa
tertawa?” balas Joon tajam.
“Tidak,
bukan itu maksud ku.” Haesa langsung gelagapan merasa bersalah. Joon
mengulurkan tangan untuk membantu Haesa. “Ini pertama kalinya ku lihat kau
tertawa.” Mendengar itu, Joon membatalkan niat untuk menolong Haesa dan pergi
begitu saja dari sana.
Haesa
pun segera bangkit dan mengikuti Joon yang mengarah ke dapur. “Apa yang kau
lakukan di dalam? Sejak tadi aku memanggilmu.” Kata Haesa sambil bersandar di
tepi meja makan.
Joon
menenggak air minumnya. “Aku tertidur dan tak mendengar kau memanggil, maaf.”
Ujarnya datar tanpa menoleh ke Haesa sedikitpun, lalu kembali menghabiskan sisa
air dalam gelasnya.
“Pantas
saja.” Keluh Haesa lemah sambil menghela napas.
Joon
memperhatikan sekitar. Ruangan di sini cukup rapih. Setidaknya lebih baik dari
pada yang ia ketahui terakhir kali.
“Joon…
tak bisakah kau membukakan pintu dan mengijinkan ku keluar sebentar.” Pinta
Haesa.
“Kau
mau keluar? Tunggu sebentar.” Joon bergegas kembali ke dalam ruangannya. Tak
lama ia kembali sambil memakai jaket dan menenteng kunci mobilnya. Ketika
sampai di pintu keluar, Joon berhenti dan berbalik karena merasa Haesa tak
dibelakangnya. Benar saja, Haesa masih terpaku di tempatnya. “Kenapa masih di
sana? Ayo… apa kau tidak lapar? Kita akan makan malam di luar.” ajaknya.
Dengan
enggan Haesa pun menyusul. ‘Sebenarnya bukan itu maksud ku…’ keluhnya dalam
hati.
“Waah…
aku melupakan sesuatu. Tunggu di sini.” Kata Joon tiba-tiba. Kembali ia
bergegas ke ruang kerjanya.
Haesa
mengikuti arah langkah Joon. Ketika melihat pemuda itu menghilang di balik
pintu, Haesa langsung menoleh ke arah pintu yang tak di tutup kembali oleh
Joon. Sontak, gadis ini pun tersenyum licik. “Maaf kan aku, Joon. Tapi aku
janji aku akan pulang ke sini.” Ujarnya, lalu segera pergi dari sana.
@@@
Sementara
itu, Joon masuk ke dalam ruang kerjanya dan meraih ponsel yang tergeletak di
samping laptop. Sekilas, Joon melirik ke layar laptopnya, dan ia langsung
menegaskan pandangan karena melihat sebuah pesan masuk ke dalam akun e-mailnya.
Dari Shin Dong Woo…
Aku tau semalam kau gagal. Tapi malam ini,
aku tak mau dengar hal itu terjadi lagi. Ku tegaskan sekali lagi. Jika kau
gagal, kau pasti sudah tau akibatnya, kan? Ini foto Sung Sandeul untuk
mengingatkan mu.
Joon menutup layar laptopnya dengan cukup marah.
“Tak bisa kah kau membiarkan ku istirahat malam ini saja, hah?!”
Joon
mencari kontak dengan nama ‘Nathan’ pasa ponselnya lalu menekan tombol panggil.
“Keadaan di sini cukup gawat. Aku akan
menghubungi mu lagi nanti.” Klik. Sambungan langsung terputus.
“Hallo…! Ryeowook…!” teriak
Joon frustasi. Tapi percuma saja, karena orang yang tadi ia telpon benar-benar
memutuskan sambungannya. Joon menghela napas untuk menenangkan diri. Lalu ia
teringat dengan Haesa dan segera melesat keluar. Ia terbelalak melihat pintu
tertutup. Joon memeriksa pintu kamar yang ditempati Haesa. Namun gadis itu tak
berada di sana. Kemudian ia menelusuri tiap sudut ruangan di dalam apartmennya
yang tak terlalu besar. Joon hendak berteriak untuk memanggil Haesa, namun ia
segera tersadar karena ia tak mengetahui nama Haesa yang sebenarnya.
“Akh… siapa nama asli
Fleur?” ujarnya frustasi namun tak melanjutkan mencari di dalam rumah karena ia
sadar Haesa memang telah meninggalkan apartmennya. “Sial… aku kecolongan…” Joon
segera keluar dari apartmennya.
@@@
Sementara
itu di kota berbeda, empat orang bersaudara tengah dalam perjalanan mengejar
sebuah mobil yang melaju cepat di hadapan mereka. Siwon yang menyetir terlihat
sangat berkonsentrasi. Sementara itu, dua orang yang duduk di kursi
belakang—Ryeowook dan Sun Woo—bertambah panic karena ponsel Ryeowook mendapat
panggilan dari Joon.
“Siapa?”
Tanya Jung Woon yang duduk di samping Siwon.
“Joon…”
Ryeowook dan Sun Woo menjawab kompak.
Jung
Woon menjulurkan tangan meminta ponsel milik adiknya. “Biar aku yang bicara.”
Ryeowook pun menyodorkan ponselnya. “Keadaan di sini cukup gawat. Aku akan
menghubungi mu lagi nanti.” Dengan cepat Jung Woon mematikan panggilan lalu
mengembalikan ponsel milik Ryeowook.
“Sudah
saat nya Joon mendapatkan kembali miliknya.” Kata Siwon di tengah-tengah ia
mengemudi.
@@@
“Donghae?”
tegur Eun Gee ketika melihat Donghae masuk ke dalam cafenya.
“Eun
Gee? Kau di sini juga?” balas Donghae.
“Tidak…”
Eun Gee menggeleng. “Ini café milik keluarga ku.” Kata Eun Gee membuat Donghae
takjub.
“Apa
kau sedang sibuk?” Tanya Donghae basa basi.
“Aku
hanya main saja. Tidak ada yang harus ku kerjakan. Semuanya telah diurus oleh
adikku.” Kata Eun Gee.
“Kalau
begitu, apa kau keberatan menemaniku makan malam?” pinta Donghae, dan tak di
sangka Eun Gee malah menerima ajakannya.
“Silahkan
menikmati pesanan.” Kata sang pelayan sambil meletakkan makanan di hadapan
Donghae dan Eun Gee. Saat itu, pelayan yang mengantarkan makanan adalah
Cheondung.
“Terima
kasih.” Kata Donghae.
“Hmm…
Cheondung.” Panggil Eun Gee ketika pemuda itu meninggalkan mereka. Cheondung
pun berbalik.
“Ada
yang bisa saya bantu lagi?” Tanya Cheondung dengan bahasa formal karena
berhadapan dengan anak dari pemilik café tempat ia bekerja.
“Kalau
Jinyoung kembali, suruh dia menunggu ku ya.”
Cheondung
mengangguk. “Baik. Saya permisi.”
“Maaf
ya. Pihak kepolisian belum bisa mengungkap pembunuh kakak mu itu.” Kata Donghae
tak lama setelah Cheondung pergi.
“Tidak
apa.” Kata Eun Gee lirih. “Aku akan sabar menunggu.”
@@@
“Siapa
itu?” Tanya Sun Woo perihal seorang pria yang di bawa beberapa orang dari
sebuah mobil van yang sejak tadi mereka ikuti.
Siwon
langsung mengambil teropongnya untuk melihat lebih jelas karena jarak mereka cukup
jauh. “Astaga! Tuan Hyukjae?” pekik Siwon terkejut karena pria tersebut adalah
orang yang memang sejak lama di cari. Tak terkecuali oleh keluarga mereka.
Tubuh
Hyukjae yang lemah di bawa masuk ke dalam sebuah gang oleh tiga orang
berseragam seperti ‘bodyguard’.
“Jadi
selama ini tuan Hyukjae diculik oleh Shin Donghee? Bukan melarikan diri?” Jong
Woon sama terkejutnya dengan kenyataan yang dialami Hyukjae.
“Kita
harus beri tau Joon.” Ujar Ryeowook seorang diri sambil mengeluarkan ponselnya
untuk menghubungi Joon, namun Sun Woo segera menghalangi pergerakan tangan
kakaknya.
“Jangan.
Joon akan semakin dalam bahaya. Setelah kita berhasil menyelamatkan tuan
Hyukjae, lebih baik kita merawatnya hingga Joon benar-benar bebas dari
perangkap Shin Donghee.” Saran Sun Woo yang langsung dituruti oleh Ryeowook
hingga pemuda itu membatalkan niat untuk menghubungi Joon.
“Sun
Woo benar. Lebih baik Joon tidak tau kalau ayahnya telah kita selamatkan. Dan
kalian bersikaplah seolah-olah masih belum bisa menemukan keberadaan tuan
Hyukjae.” Kata Siwon melengkapi saran dari adiknya. “Tuan Hyukjae, bersabarlah.
Sebentar lagi kami akan menyelamatkan mu.”
@@@
Haesa
berhenti sambil mengatur napasnya karena ia berlari dari apartmen tempat Joon
tinggal hingga sampai di depan gang kecil yang gelap namun akan membawanya
menemui Cheondung.
“Ternyata
apartmen Joon sangat jauh dari sini…” ujarnya terengah-engah sambil kembali
berjalan masuk menelusuri gak sempit itu. Sepanjang jalan Haesa terus
berpegangan tembok agar tubuhnya tak limbung.
Haesa
terus saja melangkah ketika hampir beberapa meter lagi ia sampai di pintu
belakang café Cheondung bekerja. Ia bahkan tak terlalu memperhatikan bahwa saat
itu Cheondung tak sendiri. Ada seorang pria bertubuh tinggi dan cukup atletis
bersama sahabatnya itu.
“Haesa?”
pemuda itu yang pertama menyadari kehadiran Haesa.
“Minho?”
ujar Haesa pelan, bahkan nyaris tak terdengar.
Pemuda
bernama Minho pun berdiri, diikuti Cheondung yang juga berdiri. Haesa berbalik
seolah hendak pergi dari sana. Namun pergerakan Minho lebih cepat hingga ia
dapat menjangkau tangan gadis tersebut.
“Apa
kau tak ingin bertemu dengan ku?” Tanya Minho dengan tatapan rindu.
Haesa berbalik sambil
menunduk. Ia tak sanggup menatap Minho. “Maaf.” Kata Haesa pelan sebelum
akhirnya menghempaskan diri ke dalam pelukan Minho.
“Ehm…” tegur Cheondung
membuat Minho dan Haesa menoleh. “Sepertinya kalian butuh waktu untuk berdua.
Aku harus kembali ke dalam.” Kata Cheondung kemudian berbalik.
“Cheondung…” panggil Haesa
membuat Cheondung berhenti lalu berbalik. “Bisakah kau membawakan ku sesuatu?
Aku lapar…” pinta Haesa.
“Oke…” jawab Cheondung singkat
lalu kembali ke dalam.
@@@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar