Dua…
Vicky baru saja sampai rumah dan langsung menuju
kamarnya. Ia sempat sekilas melirik ponselnya di atas meja belajar. Ketika
berolahraga tadi, Vicky memang sengaja meninggalkan ponselnya. Vicky melepas
kacamata dan kaosnya yang lumayan basah karena keringat. Ia kemudian meraih
ponselnya. Ada beberapa panggilan tak terjawab dari Nicky.
“Nicky ngapain nelponin
gue?” Vicky bertanya-tanya sendiri. Ia berfikir demikian karena memang bukan
kebiasaan Nicky untuk iseng menelponnya meski sama-sama sedang berada di rumah.
Walau Vicky sempat keluar, Nicky pasti tau kalo ia tak pernah membawa
ponselnya.
Vicky langsung teringat
sesuatu…
Nicky yang baru saja membaringkan tubuhnya di kasur, langsung
dikejutkan dengan suara ponselnya yang tiba-tiba berdering. Di layar tertera
nama ‘VICKY’. Nicky tak menjawabnya, melainkan menatap ke arah Vicky yang
menempelkan ponselnya ke telinga dengan posisi membelakanginya. “Woy!” Nicky
berteriak sambil melempar bantal tepat mendarat di belakang kepala Vicky.
Vicky yang kaget, langsung berbalik dan
mendapati Nicky menunjuk-nunjuk layar ponsel. Di sana masih tertera nama
‘VICKY’. Vicky sendiri akhirnya langsung ingat kalau Nicky dan Ricky tukeran
handphone sepulang sekolah tadi. “Sory gue lupa.” Ucap Vicky sambil nyengir.
Kejadian semalam
menyadarinya. “Ricky?” Vicky berinisiatif untuk langsung balik menelpon Ricky
yang sejak dua hari lalu tak ditemuinya. Artinya, Ricky gak pulang ke rumah.
Vicky menunggu panggilannya di respon sambil berjalan mondar mandir.
“Rick, lo dimana?” Tanya
Vicky panic begitu telponnya di jawab. “Oke! Lo jangan kemana-mana, tunggu
sampai gue dateng!” Vicky memperingatkan sebelum memutuskan telpon.
@@@
Vicky mengetuk salah satu
pintu di sebuah apartmen. Tak lama, pintu terbuka dan seseorang muncul dari dalamnya.
Ricky. Tampangnya terlihat kalut. Ia hanya mengenakan celana bola pendek dan
kaos tanpa lengan.
“Lo abis mabok!” Tuduh
Vicky karena melihat tampang Ricky yang terlihat seperti orang tak tidur selama
3 hari.
“Brengsek lo nuduh gue
kayak gitu!” Ricky tak terima mendengar tuduhan Vicky. “Apa pernah, lo denger
gue minum?”
Vicky tak bisa menjawab.
Jelas saja tidak. Seperti apa pun sikap buruk Vicky, Ricky bahkan Nicky, tak
satu pun dari mereka yang pernah menenggak alcohol. Vicky pun memaksa masuk
dengan sedikit mendorong tubuh Ricky untuk menyingkir.
Apartmen ini milik pribadi
mereka. Biasanya kesini kalo diantara mereka ada yang lagi berantem. Dari pada
‘perang dingin’ di rumah, mending salah satunya ngungsi deh. Atau bisa juga
kalo lagi patah hati, apartmen ini enak buat menyendiri. Meski tanpa alasanpun,
mereka bebas sesuka hati buat ke sini.
“Lo kenapa sih? Ampe gak
pulang dua hari?” Tanya Vicky ketika ia tengah mengambil minuman di dapur.
Sementara Ricky baru saja
membaringkan badannya di sofa. Ia tak menjawab. Sampai akhirnya Vicky kembali
sambil membawa segelas air mineral. Bahkan Ricky kini sudah menutupi wajahnya
dengan bantal.
“Lo gak bakal begini kalo
gak ada apa-apa!” Kata Vicky lagi yang masih berdiri di ambang pintu. Ia sangat
mengerti sifat kedua sodara kembarnya, yang salah satunya adalah Ricky.
Ricky menarik bantal yang
menutupi wajahnya. Ia pun perlahan bangkit. Vicky berjalan dan duduk di samping
Ricky.
“Gue gak kebayang kalo Nicky
yang ngedenger langsung dari tuh cewek.” Ujar Ricky akhirnya, membuat kening
Vicky berkerut. “Bisa ampe bunuh diri kali tuh anak.”
“Beneran gue gak ngerti.
Kemaren lo jadi nemuin cewek yang namanya Venda itu kan?” Desak Vicky.
Ricky mengangguk lemah.
“Terus?”
Ricky menghela napas. “Tuh
cewek lulusan SMA Priority. Satu angkatan di atas kita. Anak dari orang yang
cukup berpengaruh di sana.” Ricky memberi jeda sesaat. Vicky pun tak ingin
buru-buru berkomentar. “Primadonanya anak-anak sana. Sampai akhirnya ada yang
tega ngerjain dia.”
“Ngerjain?” Vicky semakin
penasaran.
“Venda sebenernya juga
punya perasaan ke Nicky, tapi… takdir berkata lain.” Ricky menatap kembarannya
sesaat.
“Dia dijodohin? Atau udah
punya cowok?” Vicky tampak tak sabar.
“Lebih parah dari itu.”
Hanya itu yang dikatakan Ricky sebelum akhirnya beranjak ke dapur.
Vicky segera mengikuti
langkah Ricky. Ia hanya berdiri dan bersandar di ambang pintu.
Ricky menuang air ke dalam
gelasnya. “Venda hamil.” Ucapnya kemudian menenggak minumannya.
“Apa?” Mata Vicky
terbelalak. Ia menegakkan badannya yang semula bersandar. “Kok bisa? Bukan sama
Nicky kan?”
“Gila
lo? Nuduh sodara sendiri kayak gitu.” Ricky tak terima atas ucapan kembarannya
itu. “Lo kira Nicky cowok brengsek, apa?”
“Oke,
sorry.” Vicky menyadari kesalahannya. “Terus siapa yang ngelakuin? Apa lo udah
sempet nembak?”
“Dia
Cuma bilang namanya Kelvin, itu kakak kelasnya waktu SMA.” Kata Ricky. “Pas gue
dateng, tuh cewek langsung meluk sambil nangis. Gue belom sempet nembak apalagi
ngasih tau kalo gue bukan Nicky. Abis itu gue Cuma bisa ngajak dia ke dalem
mobil, dan di cerita semua.”
“Terus,
gimana sama tuh cewek?”
“Venda
pindah ke Bandung. Dia bakal nikah dan tinggal di sana.” Ricky berjalan
melewati Vicky. Obrolan mereka kembali berlanjut ke ruang tivi tadi.
“Kenapa
lo gak langsung cerita ke Nicky?” Vicky masih berdiri di tempatnya tadi.
“Gue
gak tega.”
Pintu
tiba-tiba menjeblak sebelum Ricky sempat melanjutkan certianya. Nicky muncul
dan langsung menghampiri Ricky untuk menghadiahinya sebuah pukulan. Nicky
menarik Ricky hingga berdiri dan didorongnya hingga mepet tembok. Vicky pun
berusaha menahan Nicky yang kini mencengkeram kuat kaos Ricky.
“Kenapa
lo gak ngomong langsung ke gue?! Kenapa harus Vicky duluan yang tau tentang
keadaan Venda?! Kenapa bukan gue?!”
Ricky
yang tersudutkan hanya bisa diam menanggapi kekecewaan Nicky. Ia sama sekali
tak berniat melawan.
“Nick,
udah. Lo salah paham.” Vicky berusaha menengahi. “Ricky pasti punya alasan lain
untuk itu.”
Nicky
menoleh. “Lo gak tau gimana rasanya cewek yang lo sayang ternyata dihamilin
cowok lain. Apa lagi lo tau segalanya dengan cara gak sengaja kayak gue
sekarang!” Nicky langsung melepasnya cengkramannya lalu pergi.
“Nick,
lo mau kemana?”
Nicky
tak mempedulikan teriakan Vicky yang menahannya. Tapi Vicky dan Ricky
berinisiatif untuk mengejar Nicky hingga parkiran.
“Nick,
buka!” Pinta Vicky sambil mengetuk kaca mobil.
Ricky
mendorong tubuh Vicky untuk sedikit bergeser menggunakan badannya. “Nick,
buka!” Ricky juga melakukan hal yang sama pada mobilnya yang kini dikuasai
Nicky. Beruntung usahanya berhasil. “Gue cukup terpukul mendengar pengakuan
Venda. Dan gue punya alasan kenapa gak langsung ngasih tau semua ke lo.”
Nicky
masih diam. Ia sama sekali tak menoleh ketika Ricky bicara. Nicky menyalakan
mesin mobilnya.
Vicky
gantian menggeser tubuh Ricky. “Nick, lo mau kemana?” Vicky punya feeling gak
enak, kalo Nicky bakal ngelakuin sesuatu.
“Cepet
lo berdua naik.”
Tanpa
pikir dua kali, Vicky dan Ricky langsung menuruti perintah Nicky yang beberapa
detik kemudian membawa mobilnya dengan kecepatan tinggi.
@@@
Najwa
yang baru saja keluar dari kamar mandi, dikejutkan dengan hadirnya seorang
cowok yang duduk sambil membaca majalah di tepi tempat tidurnya. “RIYU…!”
teriaknya histeris sambil berlari dan memeluk sepupunya itu.
“Gue
udah denger tentang berita lo dan Rio.” Kata Riyu. “Sorry ya baru sekarang gue
nengokin lo.”
Najwa
melepaskan pelukkannya. Raut wajahnya seketika berubah. “Gak usah bahas kak Rio
lagi deh.” Keluhnya sambil duduk di samping Riyu. “Lagian, lo tuh kemana aja
sih?”
“Gue
abis sparing basket di Bandung.” Riyu seenaknya membaringkan tubuhnya di kasur
Najwa. “Oiya, gue juga denger berita tentang ka Venda.” Tatapan Riyu menerawang
ke langit-langit kamar Najwa. “Tapi yang gue heran, kenapa malah ka Vendi yang diusir?”
Tanya Riyu sambil meletakkan kedua tangannya di atas kepala.
Najwa
menghela napas. “Dulu ka Vendi dan Kelvin pernah sama-sama naksir satu cewek.
Ternyata ka Vendi yang menang. Dan itu awal mula Kelvin sakit hati. Kemudian dia
ngedeketin ka Venda buat sarana balas dendam. Eehh, gak tau kenapa malah jatuh
cinta beneran. Pas nembak, ka Venda malah nolak. Kelvin ngerasa sakit hati
banget karna dibohongin sama ka Venda yang ternyata ngasih harapan kosong.
Endingnya dia nekat ngelakuin hal itu ke ka Venda.”
Riyu
berusaha mencerna kata-kata yang diucapkan Najwa. “Secara gak langsung ortu lo
nyalahin ka Vendi donk?”
“Gak
ngerti deh sama jalan pikiran ortu gue itu.” Najwa menyerah ketika Riyu
membahas perihal orang tuanya.
Pintu
tiba-tiba menjeblak. Zaquan muncul dan langsung duduk di kursi belajar Najwa.
Riyu pun langsung bangkit.
“Nih.” Zaquan menyodorkan
buku tabungan milik Vendi. “Abang lo udah nguras semua tabungannya. Itu alasan
lain dia diusir. Gak tau deh dipake buat apa duitnya.” Perkataan Zaquan
terdengar seolah Vendi bukan kakaknya.
Najwa terbelalak mendapati
saldo akhir di buku tabungan itu adalah nol.
“Oiya, satu lagi.” Lanjut
Zaquan, kali ini sambil berdiri dan merogoh saku celananya. “Tadi pagi ada
cowok yang nagnterin ini.” Ia menyodorkan sebuah amplop.
“Dari siapa?”
Zaquan hanya menggedikkan
bahu. “Tapi…” ia menggantungkan ucapannya sambil menatap Najwa dari atas hingga
bawah.
“Kenapa?” Tanya Najwa
galak karena gak nyaman dengan tatapan Zaquan.
“Hebat juga lo bisa punya
temen secakep cowok tadi. Dan kayaknya, doi bukan berasal dari keluarga
sembarangan.” Ledeknya lalu bersiul. Sedetik kemudian sudah menghilang dibalik
pintu.
“Buka, Naj.” Pinta Riyu.
Najwa pun tak keberatan
untuk Riyu mengetahui privasinya. Amplopnya masih tersegel. Itu artinya Zaquan
gak rese. Meski hubungannya dengan sang adik tak begitu bersahabat, diantara
mereka tak ada yang sampai kurang ajar membongkar privasi satu sama lain.
Sorry ya malem itu kakak gak sempet ngomong sesuatu, dan baru
sekarang ngabarin kamu dan lewat surat pula. Tapi tenang aja, keadaan kakak
baik-baik aja kok. Nitip harta kakak ya. Tuduhan kalo kakak ngabisin duit
tabungan itu salah besar. Kakak juga udah ketemu Venda kok. Dan dia juga udah
tau kalo kaka diusir. Satu lagi, kakak gak bakal pergi jauh dari Jakarta kok.
Kakak berada diantara kamu dan Venda. Jadi, kamu jangan nekat nyari kakak ya.
Awas aja kalo sampe berani! Okeh adikku yang cantik. Tolong bilangin juga ke
Riyu. Dapet tugas berat dari kak Vendi buat jagain kamu.
VENDI… ;)
Riyu
meraih kertas yang disodorkan Najwa. Riyu terlihat geli sendiri membacanya.
Terutama pas bagian amanat untuk dirinya. Namun masih ada satu bagian yang tak
ia mengerti. “Kalo ka Vendi gak ngabisin duit tabungannya, kenapa saldo bisa
nol gitu? Duitnya dikemanain?” Tanya Riyu, kemudian mendongak. Ia sedikit
terkejut mendapati Najwa sudah berganti pakaian.
“Anterin
gue ke bank.” Pinta Najwa sambil meraih ponselnya di atas meja di samping
tempat tidurnya.
Riyu
tak berpindah dari posisinya saat ini. “Ini kan hari Minggu. Bank mana yang
buka?” Riyu mengingatkan tepat ketika Najwa telah memegang gagang pintu.
“Sial.”
Umpat Najwa.
“Lo
belum jawab pertanyaan gue.” Riyu menagih jawaban.
Najwa
membuka pintu dan mengintip sesaat keadaan diluar kamarnya. Takut kalau-kalau
Zaquan kembali mendengar pembicaraannya dengan Riyu seperti tadi. Lalu Najwa
menutup pintu dan kini ia sudah duduk lagi disamping Riyu.
“Lo
lupa ya kalo gue punya tabungan yang Cuma diketahuin sama gue dan ka Vendi.”
Najwa mencoba mengingatkan Riyu sesuatu.
Riyu
akhirnya mengangguk.
“Ka
Vendi pasti udah transfer semua duitnya ke rekening gue.” Kata Najwa dengan
suara pelan. Bisa dipastikan hanya ia dan Riyu yang dapat mendengar. “Sebelum
bokap blokir semuanya, ka vendi cari aman. Karena itu emang udah jadi rahasia
kita sejak lama.”
“Kalo
ka Vendi butuh duit, gimana? Tabungan itu atas nama lo, kan?”
“ATM
nya ka Vendi yang pegang.”
“Handphone…”
“Hape
ka Vendi masuk daftar barang-barang pribadi yang ikut di sita ortu gue.” Najwa
memotong perkataan Riyu.
“Hah?
Gila?”
“Banget…!”
Najwa melanjutkan. “Dan lo mau tau kegilaan apa lagi yang udah dilakukan ortu
gue perihal kak Rio yang sempet gue hajar?”
“Lo
di skors gitu?” Riyu menebak.
“Gak
separah itu kok.” Jawab Najwa santai. “Gue Cuma dikeluarin dari SMA Priority dan
pindah ke SMA Deportivo.”
“Hah!”
Riyu berdiri membuat Najwa sedikit menjauhkan badannya. “Lo bilang dikeluarin
dari sekolah itu, cuma?”
Najwa
mengangguk cepat.
Riyu menepuk
jidat. “Astaga. Berarti lo udah sama gilanya kayak tante Diva dan om Ferdi.”
“Mungkin.”
Balasnya enteng.
Riyu
membiarkan badannya terjatuh di atas kasur. “Tragis banget sih nasib sepupu gue
yang satu ini.” Keluhnya penuh rasa kasian.
“Tragis
lo bilang?” Najwa duduk di tepi tempat tidur. “Harusnya tuh lo ikut bersyukur.
Bukannya malah ngasihanin gue!”
Riyu
melirik tajam. “Eh, sadar gak sih kalo sekolah lo tuh jauh lebih elite dari
pada sekolah gue? Harusnya lo bersyukur bisa sekolah di SMA Priority.”
“Ngapain
juga gue tetep di Priority tapi endingnya bakal tiap hari ketemu kak Rio? Males
banget! Tuh anak pasti ngedeketin gue mulu.”
Riyu
tertawa ngakak. “Iye bener.”
@@@
Mobil
yang dikendarai Nicky masih melaju dengan kecepatan tinggi. Hingga kini mereka
sudah berada di dalam jalan tol. Vicky yang duduk di samping Nicky terperangah
melihat tulisan yang menunjukkan ke arah Bandung. Berarti… “Kita ke Bandung?”
“Udah
telat kalo kita putar balik.” Ucap Nicky dingin.
Vicky
bukan permasalahin kemana mereka akan pergi, tapi lebih ke kondisi Nicky yang
cukup mengkhawatirkan. Sesaat Vicky menengok Ricky yang duduk di kursi
belakang. Gak bisa ngasih solusi. Ricky hanya diam memandang keluar jendela.
Terlalu menikmati pemandangan nampaknya, meski mobil melaju seenaknya.
“Gue
minta dua permintaan.”
Nicky
melirik tajam. “Yakin banget gue bakal ngabulin? Apa untungnya buat gue?”
sedetik kemudian Nicky kembali ke jalan.
“Lo
pasti gak bakal keberatan.” Vicky sangat percaya diri. “Gue bakal nemenin lo
kemanapun. Karena kita juga udah setengah jalan. Tapi…”
“Apa?”
“Pinggirin
mobil sekarang! Gue yang gantiin lo nyetir.”
Permintaan
Vicky ada benarnya. Batin Nicky. Ia pun sangat menyadari kondisinya. “Tapi
janji untuk gak putar balik?” Nicky tak begitu saja meluluskan permintaan
Vicky. Sesaat ia pun menoleh untuk memastikan kondisi Ricky. Masih tetap sama
seperti saat Vicky mengeceknya tadi.
“Apa
gue pernah bohongin lo?” Vicky menantang.
Nicky
melirik ragu. “Oke. Tapi tunggu sampe lo nyebutin permintaan kedua lo.”
Vicky
menghela napas dan menyandarkan badannya di jok. Jam di dasbor menunjukkan
pukul 10 pagi. “Lo gak laper apa? Gue belom sarapan sama sekali nih. Cari
makanan dulu kek. Tega amat ngebiarin dua kembaran lo kelaperan.”
Nicky
langsung menepikan mobilnya dan berhenti mendadak. ia menghela napas dan
menyandarkan badannya. Nicky merasakan sesuatu dalam perutnya. Sejujurnya, ia
juga lapar. “Yaudah, kita ke rest area.” Kata Nicky akhirnya sambil kembali
menjalankan mobilnya.
Vicky
kembali sambil menenteng tas plastic di kedua tangannya. Ia membuka pintu mobil
dan duduk di jok pengemudi. Nicky sudah menempati jok disampingnya. Vicky
menyodorkan salah satu bawaannya pada Nicky. Nicky sendiri langsung
mengeluarkan salah satu box makanan yang ada ditangannya dan menyodorkan ke
Ricky.
“Gue
minta maaf ya, karena gak langsung ngabarin ke lo.” Ujar Ricky sambil meraih
box yang diberikan Nicky. “Yang ada malah gue kabur gak bertanggung jawab.”
“Sorry
juga ya kalo gue tadi sempet ngehajar lo kayak gitu.” Balas Nicky yang juga
menyadari kesalahannya.
Ricky
tersenyum. Vicky pun akhirnya lega mendengar kedua kembarannya itu saling minta
maaf dan memaafkan.
“Tapi,
pasti lo punya alasan kan untuk itu semua?” kata Nicky lagi, kemudian ia
menikmati makanan yang dibawakan Vicky.
“Inget
waktu sekolah kita ngadain sparing voli, basket dan bola sama SMA Priority?”
Ricky balik bertanya.
Vicky
tampak berfikir. “Lho? Apa hubungannya?”
“Gue
sempet naksir sama salah satu pemain voli nya.”
“Masa?
Kok gue gak pernah tau.”
“Bukan
gak pernah tau. Tapi gak pernah inget, soalnya Ricky kan banyak banget naksir
cewek.” Nicky mengingatkan perihat tabiat Ricky yang memang paling banyak
naksir cewek dibandingkan dirinya ataupun Vicky.
“Oiya.”
Ujar Vicky akhirnya.
Dan
Ricky hanya tesenyum menanggapinya. “Tapi bener, cewek ini beda. Pas gue ketemu
Venda, gue langsung keingetan dia. Gak tau kenapa, gue ngerasa mereka mirip
banget. Hanya aja, cewek yang gue taksir ini lebih tomboy.” Ia memberi sedikit
jeda pada ucapannya.
Vicky dan Nicky setia
menunggu sambil menikmati makanan masing-masing.
“Lo
gak niat buat ngedeketin, gitu?” Tanya Nicky karena Ricky sukup lama terdiam, tapi
sama sekali gak menyentuh makanannya. “Cowok kayak lo pasti gampanglah buat
deketin, bahkan nembak.”
“Gue
gak sempet ngedeketin, apa lagi nembak.” Lanjut Ricky. “Inget kan waktu kita
berantem?” Kata Ricky yang tertuju untuk Nicky. “Gue diungsiin sebulan ke
Bandung dan lo ke Bogor.”
Tradisi
unik di keluarga tiga anak kembar ini. Orang tua mereka akan memasukan ketiga
anak kembar ini ke pesantren kalo kesalahan mereka udah kelewatan batas. Lama
waktunya tergantung berat ringannya kesalahan mereka.
“Iya.
Gara-gara kelakuan lo berdua, gue udah kayak anak ilang sendirian di rumah.”
Keluh Vicky yang langsung dihujani tawa Nicky dan Ricky.
“Abis
itu ada turnamen basket dan gue harus ke Semarang. Lanjut gue ikut kompetisi
band di Bekasi. Kapan gue sempet pedekate?”
Gantian,
ekspresi Ricky yang jadi bahan tawaan dua kembarannya.
“Pas
gue balik, eeehhh… anaknya udah jadian sama cowok lain.” Ujar Ricky terdengar
pasrah. “Yaudah, terima nasib deh. Dan terpaksa gue kembali beraksi sama
cewek-cewek seputaran Deportivo aja.”
“Sama
siapa?” Nicky dan Vicky bertanya pada waktu yang hampir bersamaan.
“Rio.
Anak SMA Priority juga. Adenya Kelvin. Cowok yang udah…” Ricky tak sanggup
melanjutkan kata-katanya. Tapi ia yakin dua orang yang ada dihadapannya itu
mengerti apa yang dimaksudkan Ricky tadi.
“Gak
usah diterusin.” Perintah Nicky. Tapi emang gak ada yang niat buat ngejelasin
lebih lanjut kok.
“Itu
alasan kenapa gue juga terpukul mendengar berita Venda.”
“Apa
Venda sama cewek yang lo taksir itu ade kakak?” Tanya Vicky, membuat kedua
kembarannya itu saling pandang.
“Venda
emang punya adik perempuan yang sekolah di Priority juga. Walau gue sendiri
belom pernah ketemu. Tapi kemungkinan itu orang yang sama, kecil. Siswi
Priority kan banyak.” Kata Nicky.
“Gak
tau juga deh.” Ricky mengangkat bahu. “Tapi gak tau kenapa, feeling gue tertuju
sama cewek itu. Apalagi Venda ngungkapin kekhawatiran terhadap adiknya itu. Dan
gue takut kalo ternyata semuanya terjadi.”
“So,
kita jadi ke Bandung kan?” Vicky hanya ingin memastikan. “Kita udah setengah
jalan lho.”
Kini
malah Nicky yang ragu. “Tapi mau nyari Venda kemana?”
Astaga.
Nicky hampir membuat kedua sodaranya melayangkan jitakan. Lantas, kenapa nih
anak ngajak ke Bandung? Sebenernya gak ngajak juga. Nicky hanya ingin pergi.
Nggak harus ke Bandung juga. Mobilnya melaju tanpa arah.
Vicky
masih geregetan. Gak kebayang kalo aja tadi ia gak sempat mengisi perutnya.
Mungkin ia sudah menelan Nicky hidup-hidup.
“Gue
males balik ke Jakarta. Kita kerumah kak Devon aja. Numpang mandi sama minjem
baju. Siapa tau tiba-tiba ketemu Venda di jalan.” Kata Ricky memberi saran
membuat Vicky dan Nicky menatapnya bingung. “Kalian gak mau kan ketemu cewek
dengan pakaian kayak gini? Terutama lo, Nick.” Lanjut Ricky.
Ada
benarnya juga. Secara, diantara mereka bertiga gak ada satu pun yang udah
mandi. Mereka juga hanya mengenakan celana pendek dan kaos. Apalagi Ricky,
kaosnya tanpa lengan.
Vicky
tersenyum. “Gak percuma punya kembaran playboy.”
@@@
Vicky
menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah. Setelah menunggu beberapa saat,
dari balik pintu muncul seseorang. Cowok, usianya hanya beberapa tahun di atas
mereka. Itu yang namanya Devon.
“Lho?
Kalian?” tanya Devon setelah membukakan pintu pagar. “Kok bisa…” Devon tak
melanjutkan kata-katanya karena terpaku dengan pakaian tiga anak kembar
dihadapannya ini.
“Kita
sama sekali gak ada niat buat kesini.” Vicky yang menjelaskan.
“Yaudah
yaudah. Kalian masuk dulu.” Ajak Devon. Ia hanya geleng-geleng menatap Nicky
dan keluarga yang berjalan melewatinya.
@@@
Vicky
keluar ketika mendengar seseorang menekan bel. Vicky yang sudah berganti
pakaian membukakan pintu pagar untuk cewek itu. Mereka saling tatap.
‘Siapa
nih cewek? Kok kayaknya gue pernah kenal.’ Vicky bertanya dalam hati.
“Nicky?”
cewek itu berujar tak percaya.
“Saya…”
belum sempat Vicky menyelesaikan kata-katanya, cewek itu sudah dengan erat
memeluknya.
“Venda?”
tanya seseorang tepat di belakang Vicky.
Seketika cewek itu
melepaskan pelukannya. Ia terbelalak mendapati Nicky yang menatapnya. Ia
menoleh ke arah orang yang baru saja dipeluknya. Betapa terkejutnya ketika
menyadari Vicky yang notabene berkacamata bukanlah Nicky, seseorang yang
dikenalnya.
“Ada apaan nih?”
Venda berbalik memastikan
orang yang kini berada dibelakangnya. Pertanyaan itu keluar dari mulut Ricky
yang tiba-tiba muncul dari luar pagar. Kedua jarinya menjepit sebatang rokok.
Seketika Venda merasakan tubuhnya goyah. Ia memegangi kepalanya.
“Sial!” gumam Ricky yang
merasakan feeling gak enak.
Benar saja, tepat ketika
ia membuang rokoknya yang masih tersisa
setengah, Venda kehilangan kesadarannya. Beruntung, Nicky, Ricky dan Vicky dapat
menangkap tubuh Venda di waktu yang tepat.
@@@
Venda dibaringkan di atas
sofa panjang di ruang tengah tepat ketika Devon juga muncul. Nicky duduk
ditepinya sambil menggenggam kedua tangan Venda.
“Luna mana sih?” Devon
menoleh ke Ricky dan Vicky yang duduk di sofa lain. “Lun… Luna…” teriaknya.
“Iya…” terdengar balasan
teriakan dari lantai atas.
“Bawain minyak angin.
Cepet.” Kata Devon lagi, masih dengan teriakannya.
Tak lama seorang cewek
turun menelusuri anak tangga. “Iya… ini gue bawain.” Luna berdiri menggunakan
lutut tepat di samping Venda. “Ven… Bangun…” ujarnya sambil mendekatkan ujung
botol minyak angin ke depan hidung Venda.
Nicky tak merubah
posisinya.
“Kok bisa kayak gini sih?”
tanya Devon.
“Kayaknya nih cewek kaget
ngeliat kita bertiga.” Ricky yang menjawab.
“Lagian, lo bertiga tuh
mirip banget sih?”
“Gimana sih lo kak?
Namanya juga anak kembar. Jelas mirip. Norak deh?” Sungut Luna.
Tak ada yang kembali
berkomentar, karena Venda akhirnya sadar.
“Kamu gapapa, Ven?” Tanya
Nicky, masih memegangi tangan Venda.
Venda melirik ke Vicky dan
Ricky. Ia seperti minta penjelasan.
“Aku udah pernah cerita
kan, kalo aku kembar?”
Venda mengangguk tepat
ketika ia melihat Ricky yang sedikit melambaikan tangannya. “Tapi aku fikir
Cuma berdua, bukan bertiga.”
Nicky tersenyum. Ia
terlihat lega.
“Gue mau ngerokok dulu ya
di depan.” Ujar Ricky sambil berdiri. Ia melirik Vicky yang menatapnya. Dengan
gerakan mata, Ricky seolah member isyarat untuk Vicky juga pergi dari sana.
“Aduh.” Vicky memegangi
perutnya. Sementara Ricky sudah entah berada dimana. “Tiba-tiba mules, gue
kebelakang dulu ya.” Tanpa minta persetujuan siapapun, Vicky ngeloyor pergi.
“Ya ampun.” Luna menepuk
jidatnya. “Kamar gue kan masih berantakan.” Ia pun juga pergi dari sana.
Tersisa Devon. Nampaknya
ia lagi berusaha mencari cara untuk bisa pergi dari situ tanpa menyinggung
Venda juga Nicky yang kini menatapnya heran.
“Lo gak kuliah?” Nicky
meledek Devon. Ia sadar kalo semua itu inisiatif Ricky yang ingin membiarkan
dirinya berdua dengan Venda. Sedang yang lain, cukup peka menangkap isyarat
yang diberikan Ricky.
Devon terlihat seolah
mendapat inspirasi. “Bener.” Hanya itu yang diucapkan sebelum benar-benar
meninggalkan Nicky dan Venda.
@@@
“Jadi, sore itu cowok yang
nemuin aku, bukan kamu?”
Nicky mengangguk
menanggapi pertanyaan Venda. Ia juga sempat menceritakan alasan mengapa ia
terpaksa mengizinkan Ricky untuk menggantikan posisinya menemui Venda. “Tapi
aku bersyukur karena bukan aku yang mendengar berita itu secara langsung dari
kamu.”
“Kenapa?” Venda menatap
mata Nicky penuh harap.
Nicky balas menatap.
“Karena aku pasti gak akan pikir panjang buat bunuh cowok itu. Bahkan bunuh
kamu juga.”
Venda malah tertawa
menanggapinya. Ia yakin Nicky tak akan serius ketika bilang akan membunuhnya.
Nicky pun ikut tertawa.
“Gimana perasaan kamu
sekarang?”
Nicky ditanya malah diam.
Ia menghela napas sesaat. “Aku gak akan segampang itu ngelupain kamu.” Ucapnya
kemudian. “Aku mencoba ikhlas…” Bibirnya menggoreskan seulas senyum. Senyum
yang benar-benar tulus dari dalam hati. “Anggap aja kita belom jodoh.” Kata
Nicky lagi dengan nada berusaha mencairkan ketegangan.
“Belom?” Venda mengulangi
perkataan Nicky dengan tatapan bingung.
Nicky mendekatkan wajahnya
ke telinga Venda. “Ku tunggu jandamu.” Ucapnya pelan setengah berbisik.
“Apaan sih?” Venda yang
gemas memukul pelan pundak Nicky.
Nicky kembali tertawa
melihat Venda salah tingkah. Kemudian senyumnya memudar seiring perubahan di
wajah Venda. “Kenapa?” Nicky memastikan.
“Gapapa.”
“Bohong.” Balas Nicky.
“Kamu gak bisa nyembunyiin sesuatu dari aku.” Nicky memancing Venda untuk
bicara.
Belum sempat bicara
apa-apa, mata Venda mulai terlihat berkaca-kaca namun diiringi tawanya. “Aku
Cuma kepikiran adik aku yang cewek. Tuh anak sempet ngelakuin hal gila. Dia
nembak kakak kelasnya yang notabene playboy parah di sekolah kita.”
Mendengar Venda menyebut
‘playboy’, Nicky langsung teringat Ricky yang juga termasuk playboy jitu di SMA
Deportivo. “Apanya yang gila, Ven?”
“Dia ngelakuin itu Cuma
buat taruhan sama temennya yang pernah disakitin kakak kelasnya itu. Dan kamu
pasti gak habis pikir sama barang taruhan yang diminta adik aku.”
Nicky terlihat berfikir.
“Tiket nonton.” Lanjut
Venda karena Nicky tak kunjung menjawab.
Nicky mengerutkan dahi.
“Itu wajar lah, Ven.”
Venda menggeleng. “Kamu
pikir, adik aku minta tiket nonton konser boyband Korea yang harganya lumayan
nguras tabungan anak sekolah?”
“Terus apa donk? Film?
Atau konser jazz…”
“Tiket nonton timnas bola.”
Ujar Venda sambil tertawa, namun ia tak bisa menutupi matanya yang masih
berkaca-kaca.
“Terus…?”
Venda menyadari kalau
masih ada hal yang tak bisa ia sembunyikan dari Nicky. “Mereka udah putus. Dan
yang aku khawatirin, kakak kelasnya itu gak lain adiknya Kelvin.”
‘Adiknya Kelvin?’ Nicky berujar dalam hati. Ia
merengkuh pundak Venda yang kali ini benar-benar menitihkan air matanya. Nicky
tersentak dan kembali teringat tentang ucapan Ricky di mobil tadi.
“Gue gak sempet ngedeketin, apa lagi nembak.” Lanjut Ricky.
“Inget kan waktu kita berantem?” Kata Ricky yang tertuju untuk Nicky. “Gue
diungsiin sebulan ke Bandung dan lo ke Bogor.”
“Iya. Gara-gara kelakuan lo berdua, gue
udah kayak anak ilang sendirian di rumah.” Keluh Vicky yang langsung dihujani
tawa Nicky dan Ricky.
“Abis itu ada turnamen basket dan gue
harus ke Semarang. Lanjut gue ikut kompetisi band di Bekasi. Kapan gue sempet
pedekate?”
Gantian, ekspresi Ricky yang jadi bahan
tawaan dua kembarannya.
“Pas gue balik, eeehhh… anaknya udah
jadian sama cowok lain.” Ujar Ricky terdengar pasrah. “Yaudah, terima nasib
deh. Dan terpaksa gue kembali beraksi sama cewek-cewek seputaran Deportivo
aja.”
“Sama siapa?” Nicky dan
Vicky bertanya pada waktu yang hampir bersamaan.
“Rio. Anak SMA Priority juga. Adenya Kelvin. Cowok yang udah…”
Ricky tak sanggup melanjutkan kata-katanya. Tapi ia yakin dua orang yang ada
dihadapannya itu mengerti apa yang dimaksudkan Ricky tadi.
“Gak usah diterusin.” Perintah Nicky.
Tapi emang gak ada yang niat buat ngejelasin lebih lanjut kok.
“Itu alasan kenapa gue juga terpukul
mendengar berita Venda.”
“Apa Venda sama cewek yang lo taksir itu
ade kakak?” Tanya Vicky, membuat kedua kembarannya itu saling pandang.
“Venda emang punya adik perempuan yang
sekolah di Priority juga. Walau gue sendiri belom pernah ketemu. Tapi
kemungkinan itu orang yang sama, kecil. Siswi Priority kan banyak.” Kata Nicky.
“Gak tau juga deh.” Ricky mengangkat
bahu. “Tapi gak tau kenapa, feeling gue tertuju sama cewek itu. Apalagi Venda
ngungkapin kekhawatiran terhadap adiknya itu. Dan gue takut kalo ternyata
semuanya terjadi.”
Ricky yang berniat kembali
ke dalam, tak sengaja mendengar pembicaraan Nicky dan Venda. Ia berdiri tak
jauh dari pintu tempat Nicky dan Venda berada. Terutama ketika Venda mengatakan
adiknya berpacaran dengan adik dari seorang cowok yang udah… Ricky tak ingin
mengingat kejadian yang menimpa Venda.
‘Ternyata benar.’ Batin
Ricky sambil mengepalkan kedua tangannya.
Venda menjauhkan badannya
dari tubuh Nicky. “Aku boleh minta sesuatu dari kamu?” pintanya dengan cukup
berhati-hati.
Nicky mengangguk sambil
menatap lembut ke wajah Venda.
“Vendi di usir dari rumah.
Zaquan gak bisa diharapkan. Aku gak tau siapa lagi yang bisa jagain adik aku.
Aku minta tolong kamu jagain dia selama aku di sini.”
Nicky terlihat sedikit
keberatan. “Gimana caranya? Aku kan gak kenal sama adik perempuan kamu itu.”
“Mulai besok, dia pindah
ke SMA Deportivo, sekolah kamu. Jadi kamu lebih mudah buat ngawasin dia.”
“Oke…” ujar Nicky
terdengar berat, namun ia sama sekali tak bisa menolak permintaan Venda. “Siapa
nama adik kamu?” tanya Nicky lebih lanjut.
“Najwa Ferdinan.”
Ricky masih berada di
tempat yang sama. Dirasakan tubuhnya goyah. Tangannya meraba-raba sesuatu untuk
bisa ia jadikan pegangan. “Dia bener-bener adiknya Venda.” Ujar Ricky pelan.
Tanpa sadar, tangannya menyenggol sebuah vas kecil dan menjatuhkannya.
Suara vas yang pecah
sampai menyita perhatian Nicky dan Venda. Terutama Nicky, karena suara berasal
dari arah depan, ia langsung dapat menduga kalau itu perbuatan Ricky. ‘Tuh anak
pasti udah denger semuanya.’ Batin Nicky.
Vicky yang berdiri di
ambang pintu dapur melihat ketika Venda dan Nicky bergegas keluar. Ia sendiri
sempat sedikit mendengar obrolan terakhir Nicky dengan Venda, dan menduga hal
serupa tentang Ricky.
@@@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar