Lingga membuka pintu studio. Sudah ada
beberapa orang berkumpul di sana. Mereka tengah sibuk dengan alat band
masing-masing.
“Sorry nunggu lama.” Ucap Lingga
sambil menutup pintu di belakangnya.
“Gapapa.” Kata Irham. “Kita juga belum
lama kok.” Sambil menekan-nekan tuts keyboardnya.
Garra juga terlihat sibuk menyesuaikan
stelan gitar listrik di tangannya. Garra sesaat meninggalkan kesibukkannya dan
untuk menoleh ke Lingga. “Sebenernya ada apaan sih lo ngajakin kita ngumpul di
sini?” lalu kembali ke aktivitasnya.
Lingga menarik lengan jaketnya. “Gak
ada apa-apa sih. Gue Cuma masih bête aja sama kejadian kemaren.” Sambil
menggantungkan jaketnya di belakang pintu. “Niatnya sih gue mau ngajakin kalian
bikin band. Itu pun kalo pada gak keberatan. Buat hiburan aja lah.” Lanjutnya.
Tak lupa Lingga mengeluarkan stik drumnya dari dalam tas.
Yang lain saling berpandangan. Saling
menunggu satu sama lain. Saling… melontarkan pertanyaan perihal ajakan Lingga.
Meski hanya dengan isyarat tanpa ada yang bersuara.
“Gue pribadi setuju-setuju aja.” Ujar
Irham akhirnya. “Gak ada masalah.”
Gak butuh waktu lama untuk menunggu
kepastiannya. Semua yang di maksud Lingga mengangguk. Lingga pun merasa cukup
senang, meski tak ditunjukkannya dengan senyum.
“Berarti posisinya udah pas.” Kata
Garra menipali. “Irham sama Hexa di gitar.”
Hexa, anak yang sejak awal sibuk di
sudut ruangan hanya merespon ucapan Garra dengan membunyikan gitarnya. Mungkin
maksudnya hanya menunjukkan kalau ia siap dengan posisi yang di katakan Garra.
Garra menengok ke anak yang sejak tadi
duduk bersila sambil memeluk sebuah bass dan hanya mendengarkan teman-temannya
bicara. “Tegar bisa di bass.” Ujar Garra yang terdengar berat hati
mengucapkannya. “Dan gue…” ia menelusuri setiap tuts di keyboardnya dari kanan
ke kiri hingga memunculkan bunyi dari nada tinggi hingga rendah. “Keyboard”
ucapnya, kali ini penuh semangat.
“Iya, Ga.” Irham menyetujui usul
Garra. “Dan lo bisa jadi drummernya.”
Lingga hanya manggut-manggut
menyetujui usul kedua temannya. Lalu berjalan ke belakang drum.
“Kalo Lingga nge-drum, yang jadi
vocalisnya siapa?” Tanya Tegar dengan polosnya tepat ketika Lingga baru duduk.
Tapi yang ditanyain nih anak emang ada benernya juga.
Hexa mengernyitkan dahi. “Kalian yakin
kalo yang nyanyi di Bintang?” Kali ini Hexa juga ikut andil mengajukan saran.
“Emang Bintang bisa nyanyi?” Tegar
nyeletuk sekenanya.
Entahlah. Lingga juga gak tau. Ia
hanya bisa nontonin teman-temannya adu argument.
“Kayaknya sih bisa.” Jawab Garra ragu.
“Yang ada bisa bikin penonton bubar.”
Irham ikutan nyeletuk diiringi sedikit tawanya. Sebagian juga ikut tertawa.
“Mending lo aja deh Ga, yang nyanyi.”
Garra pasrah dengan pilihan yang ada. “Biar yang nge-drum si Bintang.”
Lingga sama sekali gak yakin dengan
pilihan Garra. “Lo serius?” Tanya Lingga memastikan.
“Nggak.” Balas Garra.
Lingga terlihat langsung memelototi
Garra.
“Ya iya lah gue yakin.” Garra langsung
meralat ucapannya. Ia memang hanya bercanda. Tapi tak disangka pula hingga
Lingga melotot ke arahnya seperti itu. “Udah ayo cepet mulai.” Garra juga
langsung mengalihkan perhatian Lingga.
Setuju gak setuju, Lingga harus
setuju.
“Terus, Bintangnya mana?” Tanya
Lingga. “Kalo tuh anak ga ada, siapa yang mau nge-drum?” bener kan, akhirnya Lingga
setuju.
Suara pintu terbuka. “Gue di sini.”
Kata orang di baliknya. Ternyata itu Bintang yang langsung memunculkan dirinya.
Akhirnya. Tapi, sepertinya. Masalah
selesai. Semua udah siap di posisi masing-masing. Lingga pun telah siap dengan
mic di tangannya. Dan, mulai…
“Tunggu tunggu tunggu.” Tegar
mengambil alih menghentikan seenaknya. Membuat seluruh mata melotot ke arahnya.
“Apaan lagi sih?” Bintang terdengar
sewot.
“Tiap band kan punya nama.” Tegar
berkata dengan polosnya. “Terus, kalo kita apa?”
“Iya juga ya.” Garra yang tadi ikutan
melototin Tegar, jadi ikutan mikir juga. “Tapi apa?”
Lalu. Semua sibuk ikutan pasang
tampang mikir. Kecuali Lingga tentunya.
“Gue udah nyiapin kok.” Jawab Lingga.
“Apa?” Tanya yang lainnya hampir
berbarengan.
“STAR LIGHT.”
“Itu bukannya nama sabun cuci piring
ya?” Ga penting banget yang ditanyain Tegar.
“Udah gak usah di bahas.” Omel Hexa
serius. “Lagian, kenapa harus star light? Kenapa nggak J-rocks, Ungu, ST12,
Lyla, Wali, Changcutters, Cokelat, Nidji. Banyak kan?” Hexa malah ikutan
ngawur.
“Yee lo lagi.” Komentar Irham sambil
nyenggol pundak Hexa. “Semuanya tuh udah ada yang pake.”
“Oohh…” Hexa pasang tampang gak
bersalah sambil nyengir.
Lingga sendiri Cuma bisa ngacak-ngacak
rambut saking bingungnya harus ngapain buat ngadepin orang-orang di depannya
saat ini. “Oke. Biar gue jelasin.” Kata Lingga akhirnya. “Kenapa gue pilih star
light.” Ucapan Lingga bukan sebuah pertanyaan.
“Kenapa?” Tegar langsung nanya balik.
Gak sabaran.
Lingga menghela napas. Sabar… Sabar…
Hanya itu yang dipikirkannya. “Simpel aja sih. Karena terbentuk dari inisial
nama kita masing-masing. Star kan atinya bintang. Gue ambil dari nama si
Bintang.” Lingga sedikit menunjuk Bintang. “Sedangkan LIGHT, disingkat dari
nama gue untuk L nya. Lalu Irham, Garra, Hexa dan Tegar.” Lanjutnya.
Bintang yang lain cuma pasang tampang
sok serius.
“Ngerti?” Lingga memastikan.
Mereka hanya menjawab dengan anggukan.
“Oke.”
“Bagus.” Lingga akhirnya bisa bernapas
lega. “Kita mulai.”
Tanpa ada pertanyaan-pertanyaan lain
lagi, music mulai berjalan. Lingga pun siap dengan mic di tangannya. Mencoba
memahami lagu apa yangakan dinyanyikannya dari music. Tapi yang ada, Lingga
malah tambah bingung.
“Ga, kok lu malah diem sih?” Bintang
menegur Lingga sambil berangsur menghentikan permainan drumnya.
Yang lain ikutan berhenti.
“Apaan lagi sih?” Keluh Garra.
“Musik udah jalan. Tinggal elu aja
yang nyanyi.” Hexa ikutan. “Tunggu apaan lagi?” Kesannya semua nyalahin Lingga.
“Kok jadi gue yang disalahin sih?” Lingga
juga tak terima hanya dirinya yang disalahkan.
“Katanya kita latihan. Kenapa elu malah
diem aja?” Tegar pun tak ingin ketinggalan ambil bagian nyudutin Lingga.
“Sekarang gue yang Tanya.” Lingga
membela diri. “Lo semua mainin lagunya siapa?”
“J-rocks yang ‘hampa hatiku’.” Celetuk
Tegar sekenanya.
“’Hampa hati’ ku sih yang nyanyi
Lyla.” Hexa ikutan.
“Lyla bukannya yang nyanyi ‘biarlah’?”
Tanya Garra dengan tampang sok polos.
“Bukan. Lyla tuh yang nyanyi lagu
‘menunggu’.” Balas Irham yang gak kalah nyawurnya.
“Yang bener tuh ‘menunggu’ lagunya The
Changcutters.” Tegar sok ngebenerin ucapan Irham. “Kalo Lyla yang nyanyi lagu
‘puspa’.” Padahal belum tentu ada yang bener juga.
“Kalo gitu yang nyanyi ‘cari jodoh’,
ST12 donk?” Tanya Garra lagi. Masih dengan tampang sok polosnya.
Niatnya bikin band buat refreshing
karena pertandingan kemaren. Lingga malah dibikin tambah stress gara-gara ulah
orang-orang yang gak jelas juntrungannya ngomongin apa. Untuk sementara, Lingga
memutuskan untuk keluar.
“Lagu ST12 tuh ‘I love you bibeh’.
’Cari jodoh’ lagunya Samson.”
“Ohh. Samson yang nyanyiin ‘jangan
menyerah’ juga kan?”
“Kayaknya bukan Samson deh. Tapi
Kerispatih.”
“Yang ada lagunya Kerispatih tuh
‘lepaskan diriku’.”
Kali ini semakin gak jelas siapa yang
ngomong sok tau kayak gitu. Intinya, ampe Lingga udah balik lagi pun situasinya
masih belom berubah.
“Kalo gitu,” kali ini jelas, itu suara
Garra. “lagunya D’masiv yang mana donk?”
“KATERLALUAN.” Jawab Irham, Tegar, Garra
dan Bintang berbarengan. Terdengar kompak malah.
“Yang keterlaluan tuh lo semua.”
Sambar Lingga gak sabar.
“Ya udah, nyanyi lagu keterlaluan
aja.” Bintang menyarankan.
“Oke.” Yang lain langsung setuju.
Lingga pun dengan terpaksa setuju.
“Dari pada gak jadi.” Ujarnya pelan.
“One.. Two.. Three.. Go..” Bintang
member aba-aba sambil mengetuk-ngetukkan kedua stik drumnya.
Teet.. teet.. teet.. terdengar seperti
suara bel. Bintang dkk tidak meneruskan untuk memainkan alat music mereka.
Karena suara bell tadi menandakan waktu mereka telah selesai.
“Hah?” Lingga tercengang. “Satu jam
abis cuma buat nentuin nama sama lagu doank?” Lingga masih diam di tempatnya
tadi.
“Udah lah.” Garra merangkul Lingga.
“Gak papa kok.”
“Kita masih bisa main lain waktu.” Irham
menimpali sebelum melewati Lingga.
@@@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar