Pulang
sekolah…
Ricky bersandar di pintu mobilnya yang
berwarna hitam. Dikanan dan kirinya juga terparkir mobil berwarna putih dan
merah. Yang putih, udah pasti milik Vicky. Karena begitu sampai, Vicky langsung
melempar ranselnya ke dalam mobil. Dan mobil yang merah, berarti punya Nicky?
Bukan. Itu punya Nissa. Sebelum pergi, ia sempat membuka kaca mobilnya
dihadapan Vicky dan Ricky.
“Vick, ini buku lo.” Ujarnya sambil
menyodorkan sebuah buku setebal novel ‘breaking dawn’. “Makasih ya.”
Namun
Ricky lah yang merebut buku itu diiringi tatapan jahilnya. “Tawaran gue yang
tadi masih berlaku lho, Nis.”
“Ya
ampun, aku tersanjung.” Kata Nissa pura-pura manis. “Sekali nggak, tetep
nggak!” Nissa langsung menutup jendela mobil dan pergi dari sana.
“Seneng
banget sih ngeledekin anak orang!” Vicky membela Nissa sambil merebut buku itu
dari tangan Ricky.
Ricky
hanya tertawa tak peduli. Lalu mengeluarkan sebungkus rokok dari saku
celananya. Dengan cukup iseng, Ricky menyodorkan rokok itu ke Vicky. Jelas saja
Vicky menolak mentah-mentah, karena ia tak merokok.
Tiba-tiba
beberapa orang siswa terlihat berlari berhamburan. Ada beberapa orang juga
dibelakang mereka yang terlihat sebagai pengejar.
“Woy!
Jangan lari lo!” Teriak salah satu dari mereka. Begitu melewati Vicky dan
Ricky, ia merebut buku yang gipegang Vicky.
Wajahnya
mirip dengan Ricky dan Vicky. Jelas saja, mereke bertiga kembar dan itu Nicky.
Nicky Airlangga. Preman sekolah. Terkenalnya sih gitu. Gak segan-segan
menghajar siswa, terutama yang pamer harta di depan matanya. Seragamnya sama
sekali gak rapih. Kemejanya berkibar karena tak dimasukan ke dalam celana. Cara
pakai dasinya tak beda jauh dengan Ricky. Lengan seragamnya digulung beserta
lengan kausnya.
“Menurut lo, Nissa kenapa kesel banget sama
Nicky?” tanya Vicky pada Ricky yang tengan menikmati rokoknya.
Ricky
mengembuskan asap rokoknya ke udara. “Gue kan udah bilang, cintanya Nissa
ditolak sama Nicky.” Ujarnya santai.
“Bukannya
selama ini mereka pacaran ya?”
Ricky
tertawa sejadi-jadinya. “Lo kemana aja sih, Vick? Nicky tuh lagi pedekate sama
alumni anak SMA Priority. Beda setahun di atas kita sih.” Keluh Ricky.
Suasana
ricuh di depan gerbang nampaknya mulai reda. Nicky pun perlahan muncul dari
kejauhan, ia berjalan sambil menenggelamkan salah satu tangannya ke dalam saku
celana. Nicky tersenyum kepada kedua kembarannya dengan penuh kemenangan.
“Hai
para kembaranku. Makin cakep aja kalian.” Ledek Nicky sambil berhenti sesaat,
kemudian kembali berjalan.
“Heh!”
Vicky menarik kerah seragam Nicky. “Mana buku gue?” Pintanya.
“Hah?
Buku? Buku apaan?” Nicky balik bertanya.
“Eh,
jangan belagak amnesia mendadak gitu deh!” Vicky mulai kesal. “Tuh buku penting
banget.”
“Oohh…
iya iya iya…” Kata Nicky akhirnya. “Tadi gue pake buat nimpuk.” Lanjut Nicky
tanpa rasa bersalah.
“Terus,
sekarang mana bukunya?” Pinta Vicky lagi, kali ni lebih tegas.
“Kecebur
got.” Jawab Nicky enteng.
“Apa?”
Vicky berteriak cukup histeris. “Gue gak mau tau, sekarang juga lo ganti buku
itu.”
“Iya
gue bakal ganti. Tapi jangan hari ini juga donk. Ntar sore gue mau ketemu
Venda.” Nicky memohon.
“Gue
gak mau tau.”
“Udah
lah, lo tenang aja.” Kata Ricky yang berusaha menjadi penengah. “Urusan Venda
biar gue yang gantiin lo.”
Nicky
melirik kesal ke Ricky yang tak membantu apa-apa.
“Sekarang
gini aja, lo pilih pergi buat cari buku itu, atau gue gak mau bantuin lo
ngerjain tugas Biologi punya lo.” Vicky yang sudah cukup kesal terdengar
mengancam.
Nicky
melirik jamnya. 15.12. ‘Sial!’ umpatnya dalam hati.
“Gue
tunggu sampe jam 5.” Ujar Vicky santai sambil berjalan menuju pintu mobil.
Diikuti Ricky setelah membuang puntung rokoknya.
Nicky
tak punya banyak waktu untuk berfikir. Ia segera menempatkan diri diantara
mobil kedua saudaranya itu dan meminta Vicky dan Ricky untuk membuka kaca mobil
masing-masing.
“Oke.
Gue setuju.” Kata Nicky akhirnya—meski terpaksa—sambil memandang ke Vicky.
“Tulisin judul buku sama nama pengarangnya.” Perintah Nicky, kemudian beralih
ke Ricky. “Gue berniat nembak dia hari ini. So, gue harap lo gak bikin kacau
semuanya.” Nicky memperingatkan.
“Serahin
ke gue.” Ricky tersenyum puas, lalu menyodorkan ponselnya. Sesaat Nicky menatap
penuh tanda tanya. “Lo mau semuanya lancar, kan?”
Nicky
pun akhirnya mengerti. Dengan enggan ia mengeluarkan ponselnya untuk ditukar
dengan milik Ricky. Kemudian kembali menoleh ke tempat Vicky berada. Ia pun
meraih kertas yang disodorkan Vicky.
“Inget!
Jam 5 sore.” Vicky kembali mengingatkan, lalu pergi meninggalkan Nicky. Tapi
Ricky justru menghampiri Nicky sambil menyodorkan kunci mobilnya. Nicky yang
mengerti dengan maksud Ricky, dengan enggan mengeluarkan kunci motornya untuk
ditukarkan dengan kunci milik Ricky. Setelah mendapatkan yang ia inginkan,
Ricky pun berjalan menuju lapangan parkir motor.
“Aarrgghh…!!!”
Nicky kesal sendiri.
Beberapa
orang yang melintas, sontak memandang Nicky dengan tatapan ingin tahu.
“Apa
liat-liat!” teriak Nicky galak sebelum akhirnya masuk ke dalam mobil Ricky.
@@@
Ini adalah toko buku ketiga yang
dikunjungi Nicky seharian ini. Segera ia menanyakan buku yang tengah dicarinya
kepada petugas di sana.
“Ada di sebelah sana, mas.” Ujar mbak
karyawan toko sambil menunjuk salah satu lemari penyimpan buku.
Akhirnya. Nicky pun menghela napas
dan… tanpa pikir panjang, Nicky menyambar buku itu dan langsung membawanya ke
kasir.
Tak ada yang diinginkannya setelah itu
selain pulang. Terang saja, Nicky langsung ke sana sepulang sekolah. Ia pun
masih mengenakan seragam putih abu-abunya.
Begitu
Nicky berada di atas escalator, beberapa cewek anak SMA memperhatikannya sambil
bergumam gak jelas ke teman-temannya yang lain. Suasana itu membuat Nicky
merasa sangat tidak nyaman.
Sebisa
mungkin Nicky berlari menghindari kerumunan cewek-cewek centil itu. Sampai
akhirnya ada insiden kecil terjadi. Nicky menabrak seorang cewek hingga barang
belanjaan mereka sedikit berceceran.
“Maaf
ya, gue buru-buru.” Kata Nicky yang merasa bersalah.
“Iya,
gapapa.” Balas cewek santai.
Mereka
pun berdiri. “Nih.” Nicky menyodorkan tas plastic milik cewek itu yang berhasil
di kumpulkannya.
“Makasih.”
Ujar cewek itu lagi penuh senyum sebelum meninggalkan Nicky.
Sesaat
Nicky terhanyut dalam pesona cewek itu. Namun semua buyar ketika ponselnya
bergetar. Nicky merogoh saku celananya.
“Apaan
lagi sih, Vic?” keluh Nicky ketika menjawab telpon dari salah satu kembarannya
itu.
“Bukunya udah dapet
belom?” Tanya Vicky dari tempat yang berbeda.
“Iya,
udah. Ini juga gue udah mau balik kok.” Jawab Nicky enggan.
“Cek lagi, udah bener
apa belom? Gue gak yakin sama lo.”
“Iya
bawel.” Nicky memutuskan sambungan telponnya. Semula ia berniat langsung pergi
dari tempat itu. Namun rasanya ada yang aneh dengan barang berlanjaannya. “Kok,
agak sedikit lebih berat dari yang tadi, ya?” tanya Nicky seorang diri.
Untuk
mendapatkan jawabannya, Nicky mengikuti saran Vicky untuk memeriksanya. Nicky
membuka tas plastic belanjaannya. “Hah?” Nicky tercengang mendapati isi tas itu
bukan buku yang baru saja ia beli. “Kenapa buku biologi bisa berubah jadi novel
remaja?”
Baru
kali ini sebuah buku pelajaran yang berjudul biologi bisa menjadi sebuah barang
berharga yang tak ternilai harganya bagi Nicky.
Nicky
berlari dengan tekad bisa menemukan cewek tadi lagi. Ia menuju pintu keluar
mall penuh keyakinan bahwa cewek itu juga melintas di sana.
Nicky
menajamkan mata menyapu sekelilingnya mencari cewek itu. Pandangannya berhenti
di atas jembatan penyebrangan yang terdapat tepat di depan gedung mall itu.
Nicky merasa lega mendapati cewek itu menuju halte transjakarta.
Sekuat
tenaga Nicky mengejar. Tak peduli cacian dari beberapa orang yang tak sengaja
tertabrak tubuhnya meski ia telah berteriak minta maaf.
Sesampainya
di halte, Nicky sudah melihat sosok cewek itu menunggu bus datang. Tapi dirinya
justru di hadang petugas.
“Tiketnya,
mas.” Pinta petugas itu.
Nicky
melupakan hal yang berkaitan dengan transjakarta busway, ia harus terlebih
dahulu membeli tiket. Segera Nicky menuju loket penjualan tiket.
“Satu,
mbak.” Kata Nicky sambil mencari dompet di saku celananya, namun pandangannya
sesekali mengawasi cewek tadi.
“Tiga
ribu lima ratus rupiah.” Tegur penjaga loket karena Nicky tak kunjung
menyodorkan uang.
Nicky
menepuk jidat. Ia baru menyadari kalo dompetnya benar-benar terjatuh di kamar
mandi tadi pagi. Saku celana yang lain juga tak menyisakan uang sepeserpun.
Uang terakhirnya sudah ditukar dengan buku biologi. Alhasil, Nicky membatalkan
transaksinya. Dan semakin kalap ketika cewek tadi sudah menaiki bus dan kini
bus mulai meninggalkan halte.
Nicky
mendekati tepi pagar pembatas. “Wooyy…!! Turun lo!! Buku kita ketuker.” Teriak
Nicky sambil melambaikan buku itu ke arah bus. Tak peduli pandangan orang-orang
yang menatapnya.
Nicky
tertunduk. Bus semakin jauh berjalan.
@@@
Sore
itu Vicky lagi menyiram tanaman di halaman rumahnya. Tak lama, sebuah taksi
berhenti tepat di depan pagar.
“Siapa?”
pikir Vicky.
Belum
sempat Vicky menghampiri, Nicky muncul membuka pintu pagar dan bergegas menuju
dalam rumah.
“Bukunya
gimana?” tegur Vicky ketika Nicky melintas. Tapi Nicky tak menjawab.
Begitu
Nicky masuk, Ricky keluar.
Nicky
berlari menuju kamar mandi yang berada dalam kamarnya. Ternyata dugaannya
benar. Dompet kulit berwarna hitam itu tergeletak di lantai kamar mandi. Begitu
Nicky memungutnya, ia kembali keluar.
@@@
“Kok
lo malah beli novel? Buku biologinya mana?” tanya Vicky yang menemukan novel
yang diletakkn Nicky di atas meja ketika kembarannya itu muncul.
“Kenapa
lo naik taksi? Mobil gue mogok? Terus, lo tinggalin di mana?” Ricky melakukan
hal yang sama.
“Buku
biologi ketuker, dompet gue ketinggalan.” Nicky menjawab sambil tetap berjalan.
Ia membuka pintu taksi. “Sekarang gue mau balik ke mall buat ngambil mobil lo.”
Lanjut Nicky kali ini sambil menatap Ricky.
@@@
Pagi
hari, Nicky baru saja memarkirkan motornya di halaman sekolah. Sebuah motor
berhenti di samping motornya. Sang pengandara itu cewek.
Nicky
tercengang ketika cewek itu membuka helmnya.
“Lo
anak SMA ini juga?” tegur Nicky galak.
Itu
cewek yang kemaren tabrakan dan bukunya tertukar dengan Nicky. Namanya Najwa.
“Lo
yang kemaren nabrak gue di mall, kan?” Najwa balik bertanya.
“Bagus
deh kalo lo masih inget. Sekarang, mana buku gue?” pinta Nicky setengah
memaksa.
“Gak
ada di gue.” Ujar Najwa sambil melengos pergi. Tapi Nicky berhasil menahan
tangannya.
“Heh!
Lo tuh anak baru di sini. Jadi jangan macem-macem sama gue.” Nicky sedikit
terdengar mengancam.
“Terus,
ngaruh gitu karna gue anak baru, terus gue harus takut sama lo?” balas Najwa.
“Gak
usah sok jagoan deh. Udah, cepet, mana buku gue?” kata Nicky lagi, kali ini
sedikit memaksa untuk menggeledah tas Najwa.
“Apa-apaan
sih lo, kak!”
“Nicky,
berenti!” teriak Ricky yang diikuti pula oleh Vicky dan Nissa dibelakangnya.
“Rick,
cewek ini yang bukunya ketuker sama gue.” Ujar Nicky sambil menunjuk Najwa.
“Dan dia gak mau balikin. Lo tau kan kalo gue ada tugas buat hari ini?” Nicky
sedikit minta pembelaan dari Ricky.
“Tugas
lo udah selesai kok.” Kata Vicky menyeruak. Ia menyodorkan print out tugas
Nicky dan sebuah buku. Buku biologi yang sempat menjadi barang berharga bagi
Nicky. “Itu buku yang ketuker sama novelnya Najwa.” Lanjut Vicky.
“Kok
bisa ada di lo?” Tanya Nicky penuh curiga.
Nissa
tersenyum dan membuat Nicky semakin curiga dan mencurigai sikap cewek yang kini
berdiri di samping Najwa sambil merangkulnya.
“Semua
yang terjadi di bawah scenario Vicky.” Kata Nissa.
Kecurigaan
Nicky berpindah ke Vicky.
“Semata-mata
supaya lo bisa menghargai sesuatu.” Vicky membela diri.
Dylan,
Riyu dan Erwan muncul. Mereka adalah orang yang kemarin sempat dikejar oleh
Nicky.
“Jadi,
kalian termasuk dalam scenario?” Tanya Nicky memastikan tebakannya benar.
Dylan,
Riyu dan Erwan mengangguk kompak.
Entah
kenapa, Nicky sontak melirik dimana Najwa berada. “Dan lo… Anak baru yang juga
sepupunya Nissa, gitu?”
Gantian,
Nissa dan Najwa yang mengangguk kompak.
“Pantesan
lo berani ngelawan gue.” Nicky baru menyadari sesuatu. “Biasanya anak baru
sopan ke gue.”
“Bukan
sopan! Tapi takut.” Celetuk Ricky.
“Yaiyalah,
takut. Lo galak sih, kak.” Najwa menimpali perkataan Ricky yang membuat Nicky sedikit
salah tingkah.
@@@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar