Dua
Belas…
Sore itu,
Najwa menelusuri jalan seorang diri. Setelah kabur dari sisi Nicky, cewek ini
tak berniat untuk langsung pulang. Jalan yang mulai tampak macet, menemani
langkah Najwa yang tanpa arah.
‘Apa
gue udah salah ngomong ya ke kak Nicky?’ tanya Najwa untuk dirinya sendiri.
Najwa
yang begitu kepikiran dengan Nicky, sampai tak sadar kemana kakinya melangkah.
Hingga akhirnya, ada seorang gadis kecil, yang menubruknya. Buku yang di bawa
anak itu hingga terlepas dari tangannya.
“Maaf
ya, dek.” Kata Najwa sambil memungut buku milik anak itu. Tapi Najwa tak
langsung mengembalikannya. Ia tertegun menatap cover buku tersebut. Sebuah buku
cerita rakyat asli Indonesia. Anak itu hanya memperhatikan Najwa tanpa berani
meminta bukunya. Najwa membuka halaman terakhir. Di balik sampul belakangnya
ada sebuah tulisan. Vendi, Venda, Najwa, Zaquan.
Anak
itu tertunduk kala mendapati Najwa yang menatap ke arahnya. “Maafin aku, kak.”
Ucap anak itu pelan.
Najwa
merendahkan posisi berdirinya. “Kamu dapat buku ini dari mana?” tanya Najwa
sambil menggenggam tembut tangan anak itu.
Belum
sempat anak itu menjawab, Riyu muncul. “Najwa.”
Najwa
kembali menegakkan badannya. “Lo ngapain di sini?”
“Nicky
tadi telpon gue. Dia nyuruh gue…” Kata-kata Riyu berhenti menggantung.
“Hei!”
teriak Najwa ketika anak itu berhasil merebut buku dari tangan Najwa yang
sedikit lengah. Najwa sendiri tak berniat mengejar.
“Dia
siapa, Na?”
“Gak
tau. Tapi anak itu bawa buku yang pernah gue sumbangin melalui kak Nissa.”
“Yang
gue denger sih, buku itu di beli sama seseorang yang berniat membuka taman baca
buat anak-anak jalanan yang nggak sekolah.”
Najwa
tertegun. “Itu impian kak Vendi.” Ujarnya lemah.
“Hah?”
Riyu melebarkan matanya. “Lo gila, apa? Kalo emang kak Vendi pengen bikin taman
baca juga, kenapa buku-buku lo malah di sumbangin ke Nissa?”
Najwa
melanjutkan langkah ke arah yang berlawanan seperti tujuan awalnya. “Itu
gara-gara gue bête sama kak Vendi.”
Riyu
tertawa sambil mengikuti langkah Najwa. “Lo tuh, aneh tau gak?” ia tak habis
pikir dengan sepupunya ini.
“Nggak.”
Sambar Najwa.
Riyu
masih menertawai sikap sepupunya yang satu ini. “Sekarang lo nyesel kan?”
Najwa
berhenti dan berbalik menghadap Riyu yang berjalan sedikit di belakangnya. “Gue
lagi kacau. Dan jangan lo tambah kacau!” kata Najwa sewot.
“Yaudah,
mending sekarang kita pulang.” Ajak Riyu meski masih belum bisa mengendalikan
tawanya.
@@@
Nicky
dan Ricky sampai di rumah dalam waktu yang bersamaan. Masing-masing turun dari
kendaraan mereka.
“Nick,
Najwa mana? Lo juga nggak ngajak Ivo, Rick?” tegur Vicky yang muncul dari arah
dapur kepada kedua kembarannya.
Nicky
dan Ricky berhenti dan saling melempar pandang. Mereka pun dengan kompak
mengangkat bahu lalu menaiki tangga dan berpencar di atas menuju kamar
masing-masing.
“Kenapa,
Vick?” tegur Nissa yang menyusul dari arah dapur.
Vicky
menghela napas. “Kayaknya jangan hari ini, Nis.” Kata Vicky pasrah.
Nissa
menyusul Vicky menuju meja makan. Mereka duduk di sana. Ternyata mereka berdua telah
menyiapkan sebuah makan malam special untuk mereka nikmati bersama Nicky dan
Ricky juga.
“Sekarang
atau nanti, makanan-makanan ini tetep harus di makan kan, Vick?” Kata Nissa
lembut sambil menyentuh lengan Vicky yang diletakkan di meja. Cewek itu berusaha
menenangkan Vicky. “Gak mungkin mereka nggak laper, ini udah habis maghrib, dan
bentar lagi waktunya makan malam.” Nissa berusaha membuat Vicky tak merasa
sendirian. “Kita tunggu bentar lagi. Kalo belum pada keluar juga, kita samperin
ke kamar mereka.” Usul Nissa yang langsung di setujui Vicky.
@@@
Seusai mandi dan berganti pakaian, Ricky
duduk di kursi belajarnya. Ia sedikit memikirkan Nicky ketika bertemu saat baru
sampai tadi. ‘Apa Najwa baik-baik aja?’ gumam Ricky seorang diri. ‘Gak biasanya
Nicky bersikap dingin kalau ada yang menyinggung masalah Najwa.’ Beribu
pertanyaan berkecamuk di benaknya. Tiap kali Nicky terlihat jauh dengan Najwa,
ia selalu tiba-tiba teringat cewek itu. Dan selalu ada niat licik untuk merebut
Najwa dari kembarannya.
Ricky
membuka laci meja di hadapannya dan mendapati sebuah kotak hitam kecil mirip
tempat cincin. Ia lantas mengeluarkan benda itu dan membuka tutupnya.
Terlihatlah isi di dalamnya. Sebuah bros kecil berwarna perak. Ricky sempat
mencari tahu tentang benda itu. Ternyata terbuat dari emas putih yang tak di
jual di sembarangan tempat. Bros itu ia temukan di jok mobilnya sepulan pesta
ulang tahun Winny. Tak ada orang lain yang menumpangi mobilnya sebelum ia
temukan bros itu kecuali Nicky, Ricky dan Nissa. Tapi tak mungkin cewek itu. Kemungkinan
besar itu milik Ivo. Karena cewek itu yang pergi bersamanya ke pesta Winny dan
bros seperti itu lebih sering di gunakan oleh wanita berjilbab.
Ricky mengeluarkan benda cantik itu dan
memperhatikan tiap detailnya. Banyak yang tak bisa ia mengerti. Detik ini ia
bertekad untuk kembali mendekati Najwa. Namun sedetik kemudian, justru wajah
pemilik bros tersebutlah yang berkelebat di pikirannya.
Viola? Ricky menggeleng. Sudah tak ada
tempat di hatinya untuk cewek itu. Meski ia sedikit merasa bersalah telah
mempermainkan Viola dengan mengaku sebagai Nicky.
@@@
Nicky sendiri nggak kalah kacaunya
dengan Ricky. Terlebih setelah ia tahu bahwa Najwalah yang selama ini
menghancurkan harapan-harapan indahnya bersama Venda. Ia sendiri bingung harus
bersikap seperti apa. Marahkan? Atau justru sebaliknya. Karena tak bisa
dipungkiri, bahwa Najwalah yang sebenarnya selama ini ia cari.
Nicky memungut jam tangan yang baru saja
ia dapatkan dari Najwa di meja belajarnya. Lalu cowok ini menyandarkan badannya
di sandaran tempat tidur. Ia memperhatikan tiap detailnya.
“Nggak salah lagi.” Ujar Nicky yakin.
Pintu tiba-tiba menjeblak terbuka, dan
Vicky muncul di baliknya. Nicky langsung menyembunyikan jam tersebut di bawah
bantal.
“Makan dulu, Nick. Cewek gue udah
capek-capek nyiapin tuh buat kalian.” Kata Vicky yang tanpa menunggu respon
langsung meninggalkan kamar Nicky.
Nicky masih diam di tempat. “Cewek gue?”
Nicky mengulangi yang dikatakan Vicky. “Apa gue nggak salah denger?” Ujarnya
sambil berfikir. Nicky tak mempercayai apa yang ia dengar. “Vicky udah punya
cewek? Siapa?”
Nicky tak akan mendapatkan jawaban jika
ia masih diam di sana. Cowok ini akhirnya keluar dan mendapati Vicky yang
berjalan menjauhi kamar Ricky lalu menuruni tangga. Ricky pun muncul dari dalam
kamarnya.
“Vicky udah punya cewek, Rick?” tanya
Nicky yang masih penasaran.
Ricky hanya mengangkat bahu lalu
berjalan menuju tangga dan diikuti oleh Nicky. Bukannya gak tau, tapi cowok ini
masih belum tau pasti tentang jawaban yang tadi Nicky tanyakan.
Nicky dan Ricky duduk berseberangan
dengan Nissa dan Vicky.
“Jadi, ini perayaan jadian kalian?”
Vicky dan Nissa malu-malu dengan
pertanyaan Ricky. Tak satu pun dari mereka yang sanggup menjawab.
“Kayaknya nggak perlu di jawab, Rick.”
Kata Nicky dengan tatapan menyapu hampir seluruh sisi meja. “Makanan-makanan
ini udah membuktikan.” Ujarnya penuh kekaguman.
“Setuju.” Balas Ricky singkat. “Makanan,
bisa di bilang istimewa bukan karena harga, jenis, atau jumlahnya. Tapi karena
suasana hati pembuatnya.” Kata Ricky lagi, yang di respon dengan tawa
orang-orang di sekitarnya.
“Udah deh.” Kata Vicky menyudahi.
“Bercanda mulu. Kapan makannya? Laper nih.” Keluhnya mengalihkan.
Mereka bersamaan memulai makan malam.
“Kayaknya seru nih, kira rayain
kebahagiaan bareng-bareng.” Usul Nissa di sela-sela makan mereka. “Sama Najwa
dan Ivo juga.”
Mendengar nama Najwa dan Ivo di sebut,
Nicky dan Ricky sedikit menghentikan aktifitas mereka. Ricky melirik Nicky dan begitu
juga sebaliknya.
“Kayaknya Nicky sama Najwa aja deh.
Mereka kan udah jadian.” Kata Ricky yang terlihat kalah.
“Lo juga.” Protes Nicky pada Ricky.
“Kali aja diem-diem lo udah jadian sama Ivo. Lo sempet nungguin dia kan di
bawah tangga gedung kelas dua?”
Kepergok seperti itu, Ricky tak bisa
membalas.
Nissa tertawa pelan, diikuti pula dengan
Vicky. “Gue ikut bahagia kok kalo kalian udah jadian beneran.” Kata cewek itu.
Nicky menyandarkan badannya di kursi. Ia
terlihat kurang merespon baik perkataan Nissa. Masih terlalu runyam hal-hal
yang berkecamuk di pikirannya. Ricky sendiri tak ingin terlalu membahas lebih
lanjut tentang hubungannya dengan Ivo.
Vicky menyudahi makannya lalu menenggak
air minum. “Mulai lagi.” Ucapnya pelan bahkan nyaris tak terdengar.
Nissa sendiri menangkap sesuatu yang
mengganjal hati Nicky dan Ricky. “Kalian kenapa sih?” tanya cewek itu mewakili
Vicky yang sudah tak ingin ambil pusing dengan kasus asmara dua kembarannya
itu.
Nicky mengangkat alis. “Kita ikut
bahagia atas kalian kok. Ya nggak, Rick?” ia minta persetujuan Ricky yang
langsung di setujui oleh cowok itu.
Nissa terlihat pasrah karena bukan itu
yang ia maksud. “Terserahlah.” Cewek itu di buat frustasi. Lalu lebih memilih
memindahkan piring-piring kotor untuk ia cuci.
@@@
Najwa membuka pintu pagar untuk
mengeluarkan motornya. Cewek ini juga telah menggunakan helm. Tak di duga, ia
justru menemukan Nicky yang duduk santai di atas motornya sambil mendengarkan
music melalui handsfree. Cewek itu
mendekati Nicky dan menarik benda yang menggantung di telinga cowok itu. Karena
percuma saja ia mengajak bicara kalau benda itu masih di sana. Nicky pun
menoleh.
“Kirain masih marah?” ledeknya.
Nicky menegakkan badan sambil menarik handsfree dari telinganya satu lagi.
“Emang.” Jawabnya singkat.
“Oh… yaudah sana berangkat.” Cewek itu
tak ingin buang-buang waktu dengan meninggalkan Nicky. Namun tangannya di
tahan. Najwa berbalik tepat ketika Nicky turun dari motornya.
“Yaelah, apa ruginya sih berangkat sama
gue? Tinggal duduk aja, juga.” Protesnya sebelum Najwa berkomentar apa-apa.
Najwa melepaskan tangannya pelan. “Gimana,
ya?” ujarnya sedikit menggoda Nicky dengan mengulur waktu.
Nicky pun bereaksi. Meski tak dengan
kata-kata, bahasa tubuhnya sudah mewakili bahwa ia mengancam cewek itu.
“Oke.” Kata Najwa cepat-cepat. Ia
sendiri sudah tak punya banyak waktu untuk meladeni Nicky yang gak akan cepat
menyerah. “Karna lo maksa.” Lanjut cewek itu yang tak ingin terlihat kalah. Dan
Nicky hanya tersenyum di buatnya. “Zaq!” teriak Njawa kala melihat adiknya
muncul. “Kalo mau sekolah bawa motor gue aja.”
“Lo sendiri?” tanya Zaquan yang balas
berteriak.
“Tukang ojek yang jemput gue ganteng
soalnya. Sayang kalo gak di tumpangin.” Kata Najwa yang tanpa merasa bersalah,
mengatakan Nicky seorang tukang ojek. Begitu berbalik, ia mendapati Nicky yang
melotot ke arahnya.
“Jadi gue Cuma tukang ojek?” protesnya.
“Tapi kan ganteng.” Najwa tetap tak mau
terlihat bersalah.
“Tetep aja…”
“Udah telat.” Sambar Najwa memotong
kata-kata Nicky. “Nanti lagi kalo mau ngajakin berantem.”
Nicky tak bisa menghalangi Najwa yang
memaksanya untuk menaiki motor. “Liat aja nanti.” Ancamnya.
@@@
Di waktu yang bersamaan, Vicky dan Ricky
menerima sms yang sama dari Nicky. Kala itu Vicky baru keluar dari ruang OSIS dan
Ricky habis membeli minum di kantin.
TWINS…
temuin gue di apart. Tanpa cewek kalian. Sekarang. Habis nganter Najwa pulang,
gue langsung ke sana.
“Habis nganter kamu pulang, aku langsung
ke apart ya.” Kata Vicky meminta izin ke Nissa yang menyusulnya ke sana. “Si Nicky
ngajak ketemuan sama gue dan Ricky doank.”
Nissa pun tersenyum. “Oke.” Ujar cewek
itu singkat tanpa bertanya apa-apa lagi.
Di tempat lain, Ricky juga tak sengaja
bertemu dengan Ivo. Cewek itu tersenyum padanya. Dan tanpa paksaan, senyum
Ricky pun perlahan mengembang. Perlahan, ia pun berjalan mendekati Ivo.
“Duluan ya, kak.” Cewek itu terus
berlalu sebelum Ricky sempat mendekat.
Ricky tersenyum pahit menatap arah
perginya Ivo. “Itu yang lo mau kan, Rick?” ia menyalahkan dirinya sendiri.
Semakin menyakitkan ketika Ivo tak sedikitpun menoleh. Ricky pun tak ingin
merasakan sakit yang lebih dalam dengan membalikkan badannya.
@@@
Vicky dan Ricky sampai di apartmen dalam
waktu yang hampir bersamaan. Ketika membuka pintu, mereka mendapati Nicky
tertawa seorang diri kala menyaksikan kartun ‘tom and jerry’.
Ricky melempar badan di sofa usai
meletakkan tasnya di lantai. “Tumben lo nonton film gituan.” Komentarnya.
Nicky masih tertawa. “Tau nih, ketularan
Najwa.”
Vicky muncul dari dapur sambil menenteng
gelas. “Ada sms terror dari pelaku lagi?” tanya cowok ini sebelum ada perang
batin lagi antara dua kembarannya itu.
“Udah gak bakal ada terror lagi. Udah
ketauan siapa pelakunya.” Kata Nicky namun tatapannya tetap ke layar televisi.
Ricky menegakkan posisi duduknya dan
Vicky langsung menjatuhkan diri ke samping Nicky. “Siapa?” tanya mereka
bersamaan saking terkejutnya.
Nicky yang berada di tengah, melirik dua
kembarannya secara bergantian. Ia meraih remot tivi dan mematikannya. “Peneror
itu adalah Viola.” Nicky berucap sedramatisir mungkin.
Belum habis keterkejutan Vicky dan Ricky
kala Nicky menceritakan pertemuannya dengan Rio, Aloy dan Viola bersama Najwa
kemarin.
“Aloy?” Tanya Ricky memastikan.
Nicky hanya mengangguk bembenarkan
pertanyaan Ricky.
Ricky dengan tatapan menyelidik. “Waktu
lo sama Najwa ketemu anak-anak ‘black inject’ itu, gak ada sms ancaman dari
Viola.”
“Oh itu.” Nicky langsung mengerti maksud
Ricky. “Aloy nggak ada di lokasi. Jadi dia nggak tau gue sama Najwa di sana.”
Ricky dan Vicky diam.
“Oiya, belum selesai.” Kata Nicky yang
membuat dua kembarannya langsung ambil sikap. Tak ada yang ingin ketinggalan
cerita sedikit pun. “Orang yang selama ini udah ngancurin semua kencan gue sama
Venda, nggak lain adalah…” Nicky sengaja menggantungkan kata-katanya guna
membuat Vicky dan Ricky semakin penasaran.
“Rio?” Tebak Vicky saking penasarannya.
Namun Nicky menggeleng.
“Riyu?” giliran Ricky yang berspekulasi.
“Lo lagi.” Protes Nicky. “Kagak ada yang
mengenai sasaran jawaban lo berdua.”
“Yaudah, terus siapa?” desak Ricky
semakin tak sabar dengan rasa penasarannya.
“Najwa.” Kata Nicky cepat-cepat dengan
sedikit malas untuk mempercayai kenyataan itu. Dan sebelum Ricky atau Vicky semakin mendesaknya, Nicky memutuskan untuk
bercerita tentang pengakuan Najwa. Meski masih terlontar kata-kata tak percaya
dari mulut dua kembarannya itu.
“Tapi, lo masih jadian kan?” pertanyaan
Vicky membuat Ricky kontan menoleh.
Nicky sendiri tak berani melirik Ricky,
karena ia tau cowok itu pasti akan bereaksi demikian. Dan Vicky juga agak
sedikit merasa bersalah, meski ia tak berniat meralat atau pun minta maaf
kepada kembarannya yang satu itu.
“Lo tetep sama Najwa, kan?” tanya Ricky
di luar dugaan.
Nicky dan Vicky menoleh, bahkan Vicky
hingga mengubah posisi duduknya agar bisa menatap Ricky.
Nicky sibuk berfikir. Ia menatap ke arah
lain. Cowok ini masih ragu dengan perasaannya. Nicky ingat, pernah suatu waktu,
ia pulang ke rumah dengan kondisi basah kuyup.
“Lo
kenapa, Nick?” Tegur Vicky setengah panic sambil bangkit dari sofa kala itu.
Nicky berusaha
menahan emosinya. “Apa lagi kalo bukan ada yang ngerjain acara date gue sama Venda?” Balas Nicky kesal.
“Lagi?” tanya
Ricky terkejut yang tiba-tiba muncul dari pintu dapur. Ia sendiri saat itu
masih merokok. “Korek donk.” Pintanya tanpa rasa berdosa. Tapi tak ada yang
mengabulkannya.
“Lo, lagi!”
Tegur Vicky memarahi Ricky. Namun kembarannya yang satu itu tak putus asa, ia
merogoh tiap kantong di pakaiannya. Dan Ricky pun tersenyum puas kala menemukan
benda yang ia maksud.
Nicky melempar
ranselnya ke lantai dan masih penuh dengan emosi. “Sumpah! Siapa pun orangnya,
bakal gue abisin!” gumamnya sambil mengepalkan tangan.
“Kalo dia
cewek?”
Nicky melirik
tajam ke Ricky. “Gue gak peduli!” ancamnya.
Nicky menghela napas. Ia sangat sadar
dengan apa yang pernah diucapkannya.
“Lo boleh tarik lagi semua ucapan lo
kok.” Usul Ricky yang seolah tau dengan apa yang dipikirkan Nicky.
“Ricky benar.” Vicky menyetujui. “Lo gak
harus ngelakuin itu.”
“Najwa harus tetep dapet balasannya.”
Kata Nicky yang teguh pada pendiriannya.
@@@
Pagi itu ketika hendak berangkat
sekolah, Nicky mendapati Ricky dan Vicky memasuki satu mobil, milik Vicky.
Nicky yang melihat dari kaca spion motornya langsung menoleh.
Vicky dan Ricky sama-sama membuka kaca
mobil dan mengeluarkan kepala mereka untuk menegur Nicky.
“Lo ngapain lagi sih, Nick?” Tegur
Ricky. Karena cowok itu beserta motor merahnya menghalangi mobil Vicky yang
hendak keluar.
“Buruan jalan. Motor lo ngalangin mobil
gue.” Vicky ikutan menegur Nicky.
“Kalian satu mobil?” Nicky malah balik
bertanya. Karena hal langka di antara mereka ke sekolah dengan berkendara
bersama.
“Kalo lo mau ikutan gabung juga boleh
kok, Nick.” Protes Ricky.
Nicky yang tak ingin memperpanjang
urusan dengan dua kembarannya itu, langsung melarikan diri bersama motor sport
kesayangannya tersebut.
Di dalam mobil, Vicky dan Ricky saling
berpandangan dan masing-masing tersenyum puas. Vicky pun perlahan menjalankan
mobilnya.
Tujuan utama mereka bukanlah sekolah
mereka tercinta, SMA Deportivo. Melainkan rumah Nissa. Vicky langsung membawa
masuk mobil ke dalam garasi. Bersama Ricky, cowok itu langsung keluar. Ternyata
selama perjalanan, mereka mempersiapkan diri dengan mengenakan jaket.
“Ayo cepet.” Teriak Nissa dari luar
rumah.
Vicky dan Ricky setengah berlari
menghampiri cewek itu. Ternyata di sana telah siap dua buah motor sport seperti
milik Nicky. Namun masing-masing berwarna hijau dan biru.
Riyu
juga telah berada di sana. Di atas motor berwarna hijau. Ia menyerahkan sebuah
helm ke Ricky yang langsung naik ke boncengan. Sedangkan motor yang satu lagi
dikendarai Vicky bersama Nissa.
Lima menit menjelang bel. Ricky, Vicky,
Nissa dan Riyu baru sampai. Vicky dan Riyu langsung membawa motor yang mereka
kendarai menuju lapangan parkir khusus motor tentunya. Mereka sengaja
memarkirkan motor sedikit lebih dalam, sehingga cukup jauh dengan posisi terparkirnya
motor Nicky. Mereka melihat motor merah yang sudah taka sing lagi itu ketika
melintas.
Di
sana Soraya dan Ivo juga telah menunggu. Dua cewek ini juga naik motor.
Tentunya jenis motor yang bisa dikendarai cewek yang mengenakan rok.
“Kalian
masuk kelas duluan.” Usul Vicky sambil membuka jaket. “Gue sama Ricky mau naro
jaket dulu di mobilnya Agha. Tuh anak udah nungguin dari tadi.”
Tanpa
komentar, Riyu menyodorkan jaketnya ke Ricky karena cowok itu sudah mengulurkan
tangan. Setelah jaket sudah ada di tangan Ricky dan Vicky. Mereka semua
menjalankan perintah sesuai rencana.
Usai
Ricky dan Vicky meletakkan jaket-jaket mereka di bagasi mobil Agha, cowok itu
langsung mengunci mobilnya dan berpamitan untuk terlebih dulu masuk kelas.
Vicky
sendiri siap melangkah, namun tangannya di cekal Ricky. “Apaan lagi?”
Protesnya.
Ricky
langsung melepaskan tangan Vicky sambil mengawasi sekitar. Lalu ia melepas jam
tangannya. “Tukeran tempat.”
“Nggak.”
Vicky menolah mentah-mentah. Ia langsung berniat menghindar, namun Ricky
kembali mencekal tangannya.
“Plis…”
Pinta Ricky penuh kesungguhan. “Gue galau lama-lama deket Nissa. Apa lagi
setelah tau kalian jadian.” Ucapnya sedikit frustasi.
Vicky
menertawai sodaranya yang langsung di balas Ricky dengan tatapan nelangsa.
“Makanya, buruan tembak tuh si Ivo.”
Ricky
terlihat sedikit salahh tingkah namun pura-pura terkejut. “Gila lo. Bisa mati
anak orang.” Ujarnya sok polos.
Vicky
semakin geli menertawai Ricky. Karena baru kali ini ia melihat kembarannya yang
satu itu tertangkap tengah benar-benar salah tingkah.
“Intinya,
mau ngasih nggak nih?” omel Ricky. “Kalo nggak mau, yaudah. Gue mau masuk
kelas. Dan gue gak jamin keamanan Nissa.” Ancamnya sambil siap melangkah.
“Oke.”
Kata Vicky cepat-cepat sambil melepas jam tangannya sebelum Ricky bena-benar
pergi karena cowok itu mengancamnya dengan nama Nissa.
Setelah yakin penampilan mereka
benar-benar telah berubah, dua anak kembar ini langsung menuju kelas.
Ketika melewati depan kelas Nicky, cowok
itu tepat tengah melihat ke arah jendela. Dan Nicky hanya tersenyum geli
mendapati Vicky berjalan menuju kelas Ricky dan berpenampilan layaknya playboy
satu itu. Karena tak mungkin ia tak mengenali siapa yang melintas di depan
kelasnya barusan.
Ini sudah hari ke dua setelah
terbongkarnya pelaku terror itu. Dan sudah selama itu pula Viola yang sekelas
dengan Nicky tidak masuk sekolah. Inginnya cowok ini tak begitu ambil pusing
perihal absennya Viola. Namun Nicky tetap harus mempersiapkan diri dari
serangan Viola yang bisa terjadi di luar dugaan. Takut cewek itu bersikap nekat
lagi.
@@@
Najwa turun dari boncengan motor Nicky
ketika cowok itu menghentikan kendaraannya di depan rumah cewek ini.
“Dua minggu lagi lo UAN, berarti bakal belajar
intensif donk?”
Sebenarnya Nicky enggan untuk menjawab.
Karena ia akan mengalami fase di mana berkurangnya waktu untuk bersama Najwa.
“Pulangnya bisa ampe maghrib kan tuh?”
tanya Najwa lagi karena cowok di depannya tak kunjung memberikan jawaban. “Gue
gapapa kok kalo harus ke sekolah sendiri. Biasanya kan juga gitu.” Ujar Najwa
berusaha pengertian.
“Nggak ada!” kontan Nicky menoleh. Ada
sebuah ancaman di mata cowok ini. “Lo tetep gue jemput. Gue bisa nganterin lo
pulang sebelum masuk kelas tambahan.”
“Yaelah, gak usah sok pembalap deh.”
Ujar Najwa merendahkan Nicky. “Lo pikir jarak sekolah sama rumah gue bisa
dengan kepleset nyampe?”
Nicky berusaha mencerna istilah yang
tadi Najwa gunakan untuk mendeskripsikan jarak antara rumah cewek itu dan
sekolah mereka. Namun belakangan, ia membenarkan juga perkataan Najwa.
Sedangkan ia saja jika menjemput Najwa di rumahnya memang harus melewati jalan
yang berlawanan dengan arah yang biasa cowok ini lalui menuju sekolah. Itu
artinya, Nicky memang sedikit putar balik.
“Oke, gini aja. Lo boleh bawa motor
sendiri.” Ujar Nicky sedikit mengajukan
penawaran. “Tapi tetep berangkat bareng gue.” Lanjut Nicky sebelum cewek itu
melakukan selebrasi kegembiraannya. “Kita konvoi.” Jelasnya.
Najwa membatalkan niat untuk
jejingkrakan.
“Kecewa ya gak bisa bener-bener lepas
dari gue?” sindir Nicky penuh dengan kemenangan. Ia menstater motornya sambil
mengedipkan sebelah mata untuk meledek cewek itu. “Oiya, besok ada rencana
kemana?”
“Gak ada.” Jawab Najwa ketus.
Nicky tersenyum puas. “Bagus…” pujinya.
Ia sama sekali tak terpengaruh dengan tampang bête yang disajikan Najwa sore
itu. “Karena kalo pun lo udah punya rencana, gue bakal tetep ngegagalin acara
lo itu.” Ancamnya tanpa rasa bersalah.
“Maksud lo?”
“Gak bakal separah yang udah lo lakuin
ke gue dan Venda kok.” Kata cowok ini dengan santainya.
“Oh…” Najwa melipat tangan di depan
dada. “Mau balas dendam ceritanya?” tantangnya.
Nicky memutar kunci kontak untuk
mematikan mesin motornya. Ia menghela napas panjang. “Bisa gak sih sekali aja gak
berfikir jelek ke gue?” pintanya.
“Terus?”
“Makanya lo dengerin dulu.”
Najwa menoleh ke arah lain. Namun Nicky
tak berkecil hati. Karena kalau pun cewek itu marah, Najwa masih tetap akan
menghargai orang yang berbicara padanya.
“Besok kan Sabtu, tuh.” Nicky tetap
biacara meski Najwa tak menatapnya. “Nah, pagi jadwal gue PM di sekolah.
Siangnya kita jalan.”
“Kalo gue gak mau?”
Nicky sama sekali tak terpengaruh dengan
ucapan Najwa. “Sorenya gue mau ngajak lo nonton ‘proliga’ di Senayan. Tapi gue
mau kita berangkat dari siang. Jadi, sekalian cari makan dulu.” Lanjut Nicky
seolah tak terjadi apa-apa. Namun ia tau Najwa tak akan menolak diajaknya
menyaksikan turnamen voli terbesar di Indonesia bertajuk ‘proliga’ tersebut.
Najwa pun diam dibuatnya.
Nicky kembali menyalakan mesin motornya.
“Gue balik ya.” Pamit cowok itu. Segera Nicky meninggalkan Najwa yang masih tak
bicara sepatah kata pun. Ia tak ingin tambah merusak suasana hati cewek itu.
@@@
“Gak ada kontak fisik sama sekali.”
Lapor Riyu yang dari tadi memantau aktifitas Najwa dan Nicky dari jauh
menggunakan teropong. Teropong tersebut hasil dari pinjam paksa ke Naura,
adiknya Nissa pagi tadi.
Vicky mengambil alih pengamatan. “Yaah…
si Nicky pergi.” Kata Vicky kecewa. Ia menurunkan teropong dari matanya. “Terus
gimana nih, Ri?” tanya Vicky pada Riyu yang masih berdiri disampingnya.
“Mau gimana lagi?” kata Riyu pasrah.
“Berarti Nicky gak melancarkan serangan hari ini.”
Mereka kompak terdiam. Suasana pun
terasa sangat sepi. Gak ada suara game yang sejak tadi dimainkan Ricky atau pun
gumaman para cewek yang menurut dua orang ini gak jelas juntrungannya.
Vicky dan Riyu kompak berbalik. Betapa
terkejutnya mereka mendapati cewek-cewek itu—Nissa, Soraya dan Ivo—tidak berada
di sana. Tersisa Ricky yang membaringkan badan di atas motor sambil menutup
wajahnya dengan jaket.
Vicky mendekati kembarannya dan menarik
jaket yang menutupi wajah Ricky. “Kok lo malah tidur?” tegurnya. “Cewek-cewek
pada kemana?”
Ricky pun bangkit meski kini masih duduk
di atas motor yang tadi pagi di kendarai Riyu. Ia melirik jam tangan yang sudah
menunjukkan pukul setengah empat sore, lalu sedikit mengusap mukanya. “Walau
udah sore, tapi matahari masih lumayan panas. Kalian gak ngerasa apa?”
protesnya. “Tuh, mereka di sana.” Ricky menunjuk sebuah saung dekat lapangan di
seberang mereka.
Vicky
dan Riyu mengikuti arah yang ditunjuk Ricky. Para cewek lagi pada ngadem.
“Masih
mending gue tetep di sini nemenin kalian.” Sambar Ricky sebelum dua orang itu
menyalahkannya. “Eh, nih motor Ivo apa Soraya?” tanya Ricky menunjuk motor yang
terparkir di antara dua motor sport.
“Ivo.”
Ujar Riyu singkat.
Ricky
hanya mengangguk sesaat. “Ayo balik.” Ajaknya. Ia bangkit dan pindah duduk di
atas motor matik itu. “Vick.” Panggilnya.
“Apa?”
“Abis
nganter Nissa, lo jemput gue di depan perumahannya Ivo ya.” Pinta Ricky yang
langsung di turuti kembarannya yang satu itu. Jelas, maksud Ricky adalah ia
yang akan mengantar Ivo pulang.
Vicky
dan Riyu pun mengikuti Ricky yang mulai membawa motor ke arah cewek-cewek itu
berada.
@@@
Sabtu siang, Vicky dan Ricky baru pulang
dari kegiatan PM di sekolah. Mereka dalam mobil masing-masing. Nicky telah
menunggu di sana masih membawa tas ranselnya. Vicky keluar dari mobilnya yang
berada tepat di belakang mobil Ricky. Untuk kegiatan pendalaman materi, pihak
sekolah memang membebaskan urusan pakaian. Jadi, mereka tidak perlu mengenakan
seragam sekolah atau pun satu jenis pakaian yang telah ditentukan. Asalkan
masih pada koridor kesopanan.
“Pinjem mobil, donk.” Pinta Nicky kepada
siapa saja. Karena memang hanya ia yang meminta dibelikan motor di banding dua
kembarannya yang lain. Jadi, Nicky sudah tak punya jatah untuk kendaraan roda
empat itu.
“Pake mobil gue aja tuh.” Kata Vicky
berbaik hati dan langsung masuk ke dalam rumah. Lagi pula, mobilnya masih
berada di luar dari pada mobil Ricky yang berhenti tepat di depan pagar.
“Thank’s, Vick.” Teriak Nicky.
Vicky yang mendengar hanya mengacungkan
jempol kanannya tanpa menghentikan langkah atau pun menoleh.
“Mau kemana lo, Nick?” tanya Ricky
curiga. Gelagat yang di tunjukkan Nicky menarik perhatian Ricky.
“Cuma mau nonton aja sama Najwa.”
“Nonton apaan? Kebakaran?” tebak Ricky
asal.
Sayup-sayup Vicky mendengar Nicky
menyebut nama Najwa. Dan itu yang akhirnya berhasil membuat cowok ini berhenti.
Ia sedikit bersembunyi di balik tiang penyangga rumah untuk mendengarkan
percakapan antara dua kembarannya itu.
“Gila lo.” Protes Nicky yang dibalas
tawa oleh Ricky. “Nonton apa lagi yang gak bisa bikin Najwa nolak ajakan gue
kalo bukan proliga?”
Ricky diam. Itu artinya, Najwa akan
bersama Nicky? Batinnya. “Itu kan sore, sekarang aja baru jam satu.” Ricky
membuat Nicky berfikir lagi.
Tapi bukan Nicky namanya kalo nggak
mempersiapkan jawabannya. “Mau makan sekalian jalan dulu lah.” Ujarnya
tersenyum sok malu sambil menjawil gemas pipi Ricky yang langsung menjauhi
badannya dari jangkauan Nicky. “Udah ya, Najwa udah nungguin nih.” Kata Nicky
dan langsung pergi menuju mobil Vicky.
Ricky mengikuti langkah Nicky melalui
kaca spion.
“Ssttt…” seseorang berdesis.
Ricky mencari-cari sumber suara.
Ternyata itu Vicky yang melakukannya sambil berlari kecil menuju pintu
penumpang lalu masuk dan duduk di sebelah Ricky. Tanpa mengisyaratkan apapun,
Ricky sudah mengerti apa yang akan di katakan Vicky. Ricky membawa mobilnya
mengikuti Nicky.
“Oke… cepet ya… gue tunggu di gerbang
perumahannya Najwa.” Kata Vicky kepada seseorang melalui telepon lalu
mengakhiri pembicaraannya.
Setelah sampai di lokasi yang Vicky
maksud, dua cowok kembar ini langsung turun dan menyeberang menuju gerbang
perumahan. Di kejauhan, Juna pun berjalan ke arah berlawanan.
“Ada
apaan lagi sih sama Nicky?” Tanya Juna heran sambil terus berjalan. Mereka
bertemu tepat di tengah jalan.
“Nanti
kita certain.” Kata Ricky.
“Kita
pinjem mobil lo dulu, ya. Soalnya mobil Ricky gak cukup kalo rame-rame.” Lanjutnya
Vicky.
“Lho?
Emang siapa lagi yang ikut? Mobil lo kemana?”
Ini
lah rencana mereka berdua, Ricky dan Vicky. Mereka sengaja mengikuti kembarannya
menggunakan mobil lain agar Nicky tak terlalu curiga. Bukan hanya sampai di
situ, sebuah taksi berhenti di belakang mobil Ricky.
Vicky
menoleh. “Tuh sama mereka.” Tunjuknya dengan gerakan kepala. Dari dalam taksi
muncul Riyu, Nissa, Ivo dan Soraya. “Mobil gue di bawa Nicky.” Tambah cowok ini
menjawab pertanyaan Juna.
Juna
sendiri tertawa dan tak habis pikir dengan temannya yang kembar tiga itu.
“Sekalian double-double date, donk?”
ledeknya.
Vicky
ikut menertawai. “Apaan sih lo?”
“Maksudnya
tuh ada empat pasangan. Cuma gue bingung ngasih istilahnya.”
“Bisa
aja lo.”
Ricky
terlihat menghindar dengan pura-pura sibuk bersama ponselnya sambil berjalan
menuju mobil milik Juna. ‘Kenapa orang-orang seolah berharap gue bisa beneran
jadi sama Ivo?’ batinnya.
@@@
“Bawa mobil kak Vicky?” Komentar Najwa
ketika menemukan Nicky sudah menunggunya di luar rumah.
“Yaa… maklum aja. Di antara kita bertiga
kan Cuma gue yang nggak punya mobil.” Kata Nicky sok terlihat prihatin.
Tapi bukan Najwa namanya kalo gampang terpengaruh
dengan tampang polos Nicky yang di buat-buat. “Sok melarat tampang lo.” Protes
cewek ini sambil memutar di mobil menuju pintu penumpang.
Nicky hanya tersenyum bangga.
@@@
Lokasi pertama yang dituju Nicky dan
Najwa adalah sebuah café. Ricky yang menyetir, hanya memarkirkan mobilnya di
pinggir jalan.
“Lama deh pasti.” Tebak Nissa sambil
berdecak kesal. Vicky yang duduk di depan, langsung membalikkan badan untuk
bisa melihat ceweknya yang duduk di kursi tengah bersama Riyu.
“Kalian laper kan? Kita bungkus makanan
biar bisa makan di mobil aja gimana?” saran Vicky yang langsung di setujui.
Namun
Ricky berinisiatif untuk pergi memesan makanan. “Gue aja.”
Tak
lama Ricky pun kembali dan ia tercengang karena posisi duduk sudah seratus
persen berubah. “Apa-apaan nih?” Protesnya sambil membuka pintu tengah. Ivo
yang duduk di tengah semakin merapatkan badannya ke pintu seberang.
Ricky
melirik tajam ke Vicky yang duduk di kursi belakang bersama Nissa. Mereka
tengah mendengarkan music di satu handsfree.
Lalu beralih ke Riyu yang asik melihat foto yang ditunjukkan Soraya kepadanya.
“Riyu!
Balik ke tempat semula.” Tegurnya setengah memerintah.
Riyu
menoleh enggan. “Gak ada.” Tolaknya mentah-mentah. “Kalo lo yang nyetir, gue
jamin pulangnya anak-anak langsung kena serangan jantung.”
“Kak
Riyu jangan ngomong gitu, akh.” Protes Ivo terdengar ngeri. Namun lebih
mengerikan baginya adalah tatapan Ricky yang kurang bersahabat.
“Iya
gue cabut omongan gue.” Riyu langsung mengalah. Ia menatap Ricky yang masih
berdiri di luar. “Udeehhh… buruan masuk. Kagak laper, apa? Keburu Nicky keluar
nih.” Protesnya setengah menakut-nakuti.
Dengan
terpaksa Ricky mengorbankan harga dirinya. Selain itu, di luar juga panasnya
gak kira-kira. Dan percuma aja ia meminta posisi duduk kembali seperti semula.
Sampe ngancem mau ngebakar mobil pun, gak akan ada yang ngalah. Kecuali Ivo.
Tapi cewek itu juga gak bisa berbuat banyak.
“Dalam
suasana kayak gini, masih sempetnya pada pacaran.” Gerutu Ricky pelan sebelum
masuk ke dalam mobil.
“Ngomong
apa lo barusan?” tegur Vicky memastikan pendengarannya tak salah. Yang lain
juga pasti mendengarnya, meski hanya Vicky yang berani menyinggung.
Ricky
yang udah duduk, lantas menoleh ke Vicky yang duduk dibelakangnya. “Dalam
suasana kayak gini, masih sempetnya pada pacaran.” Tak di duga Ricky justru
memperjelasnya.
“Tuh
Ivo nganggur.” Vicky menyambar kotak makanan yang disodorkan Ricky kepadanya.
“Ajakin aja pacaran.” Ledeknya.
Riyu,
Soraya dan Nissa sontak tertawa puas atas penindasan mental yang di terima Ricky
dari kembarannya sendiri.
Dua
lawan empat. Bukan, tapi satu lawan empat. Ivo tak mungin membantunya membalas
dendam. Biar gimana pun, Ricky memang tak mungkin untuk membalas dengan cara
apa pun.
@@@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar