Empat…
Jika
Ricky masih berada di Bandung, dan Vicky berada di kelas Nissa untuk mengikuti
ujian Kimia, berarti yang kini berada di lapangan untuk mengikuti pelajaran
olahraga adalah Nicky. Keliatan, ketika bermain futsal bersama teman-teman
sekelasnya Vicky, Nicky terlihat paling menonjol dan mengusai permainan.
Ketika
pelajaran berakhir, Nicky berjalan menepi hampir seperti berbarengan dengan
Riyu. Mereka sama-sama menuju kantin, kemudian mencari kursi kosong sambil
membawa minuman.
“Lama-lama,
permainan lo bisa sebanding sama Nicky juga ya, Vick?” kata Riyu yang hampir membuat
Nicky tersedak.
Tapi
akhirnya Nicky sudah bisa menguasai diri. “Nggak juga kok.” Kata Nicky
merendah, seperti yang biasa Vicky lakukan. “Nicky tetep lebih jago dari gue.”
Sekalian muji diri sendiri juga. Kesempatan. Kapan lagi? “Mungkin karena gue
sering main bola sama dia juga. Jadi lama-lama permainan gue lumayan terasah.”
Beruntung.
Riyu sama sekali gak curiga.
“Eh,
lo tau gak, anak baru itu masuk ke kelas mana?”
Kedatangan
siswa baru di pertengahan semester seperti ini memang cukup menjadi sorotan.
Jadi tak mencurigakan juga Nicky mengetahui hal tesebut. Meski selama dua hari
ia absen masuk sekolah.
‘Najwa
masuk kelas mana ya? Bego banget sih gue ampe gak tau. Kepikiran buat nanya
aja, nggak.’ Batin Riyu.
Dirasa
tak mendapat jawaban, Nicky berdiri. “Yaudah kalo lo gak tau. Gue mau ganti
baju dulu, ya. Gerah.” Kata Nicky sambil melangkah pergi.
@@@
Jam
istirahat pertama. Nicky hanya meletakkan kaos olahraganya ke dalam tas Vicky,
kemudian kembali keluar dengan kemeja seragamnya yang belum dikancingkan satu
pun. Sementara dasinya dibiarkan menyangkut seenaknya di leher. Nicky setengah
berlari menuju ruang kelas dua yang berada di lantai atas. Beberapa siswa dan
siswi di sana menatap Nicky heran. Pemandangan langka seorang Nicky yang kini
kelas tiga berada di daerah kelas dua. Termasuk Ricky juga. Kerena mereka pasti
mengira kalau Nicky itu Ricky.
Nicky
yang merasa menjadi pusat perhatianpun menghentikan langkahnya. “Kenapa? Ada
masalah? Gak boleh gitu gue kesini?” tanya Nicky cukup galak. Sikap-sikap yang
biasa ditunjukkan seorang senior yang cukup berkuasa terhadap juniornya.
Namanya
juga adik kelas yang hormat, atau lebih tepatnya takut terhadap kakak kelas.
Mereka rata-rata langsung mingslep dan menyingkir pura-pura tak mengetahui
keberadaan Nicky. Intinya, cari aman aja.
Nicky
sendiri tak mau ambil pusing. Tujuan ia kesana memang bukan untuk cari ribut
sama para juniornya.
Kini Nicky
telah berada di ambang pintu kelas 2ips4. Suasana kelas yang semula riuh,
langsung hening begitu tau Nicky yang mejeng di depan kelas mereka.
“Mana
anak baru yang namanya Najwa Ferdinan?” Tanya Nicky. Meski nadanya tak tinggi,
tetap saja membuat seluruh penghuni kelas itu hanya sanggup menggelengkan
kepala mereka.
“Maaf
kak. Dia gak di kelas ini.” Kata seorang anak perempuan sambil menunduk.
“Terus,
di kelas mana?”
Anak
itu melirik teman disampingnya. Beberapa anak kembali menggeleng. “Dia di kelas
ipa. Tapi tepatnya saya kurang tau.” Kata anak itu lagi.
Tanpa
berterima kasih atau apalah, Nicky pergi. Seluruh anak di kelas tadi kompak
bernapas lega.
Nicky
kembali melakukan hal yang sama ketika memasuki kelas 2ipa1. Tapi mereka hanya
menunjuk ke arah belakang Nicky. Namun Nicky sama sekali tak mengerti
maksudnya.
“Lo
semua ngapain sih?” Nicky mulai kesal karena merasa di permainkan. “Gue kan
Cuma nanya, anak baru yang namanya Najwa itu yang mana?”
“Saya,
kak.”
Nicky
berbalik. Najwa telah berdiri dibelakangnya. Jika tak sekuat tenaga menahan,
tubuh Nicky bisa terlihat goyah. Ia tekejut, terpaku, terpana, terpesona…
‘Venda?’
Ucap Nicky dalam hati.
“Kakak
cari saya?” Kata Najwa mengulangi.
Nicky
langsung tersadar. “Temuin gue diparkiran mobil jam istirahat kedua.” Hanya itu
yang dikatakan Nicky sebelum pergi.
Seluruh
mata mengikuti langkah Najwa yang berjalan ke kursinya. “Cowok tadi itu siapa
sih?” Najwa bertanya kepada Ivo, cewek berjilbab yang juga teman sebangkunya.
“Itu
kak…” Ivo tak melanjutkan ucapannya, ia justru menoleh ke Inka yang duduk
dikursi belakangnya. “Lo tadi liat gak dia pake jam warna apa?”
Inka
mencoba mengingat-ingat. “Yang gue liat sih, putih. Tapi gue juga gak yakin.”
Ucapnya ragu. “Kak Vicky kok penampilannya berantakan kayak kak Nicky gitu,
sih?” Inka justru balik bertanya. “Terus, jutek pula ngomongnya.”
“Kak
Nicky tuh gak masuk, motornya aja gak ada.” kata Rhea ikutan, teman sebangku
Inka.
“Apa mungkin itu kak
Ricky?” Inka mencoba menerka-nerka. “Kali aja mereka iseng tukeran posisi.”
“Aduuhh… kalian ngomongin
apa sih?” Keluh Najwa menyaksikan omongan kedua temannya yang sedikitpun tak
bisa ia mengerti. “Vicky… Nicky… Ricky… siapa mereka? Nama kok pada Cuma beda
huruf pertamanya aja, kayak anak kembar.”
“Emang mereka kembar…”
Ujar Ivo dan Inka bersamaan.
“Hah?” Najwa pasang
ekspresi tak percaya. “Tiga-tiganya?”
Ivo, Inka dan Rhea
menggeleng kompak.
“Terus, gimana cara bedain
mereka?” Tanya Najwa lagi. Ia sedikit terlihat ngeri.
“Lo liat aja deh
barang-barang yang mereka pake.” Kata Rhea. “Kayak jam, ikat pinggang, ransel,
mungkin sepatu juga, intinya apapun itu, kalo didominasi warna putih, berarti
itu Vicky. Kalo hitam biasanya Ricky yang pake. Nah, kalo Nicky sukanya merah.”
Selama Rhea menjelaskan,
Najwa mendengarkan sebaik mungkin sambil berusaha menghafal antara warna dan
pemiliknya. “Duuhh… ribet amat?” Keluhnya.
@@@
Istirahat kedua. Najwa
buru-buru keluar kelas ditemani Ivo, Inka, dan Rhea teman-teman sekelasnya.
Sebelum memutuskan untuk turun, Inka mengajak teman-temannya melihat situasi
dari tepi balkon.
“Itu… itu…” Kata Rhea yang
heboh sambil menunjuk ke bawah. “Kak Ricky…”
Najwa, Inka dan Ivo
melihat ke arah yang ditunjuk Rhea. Yang paling jelas terlihat adalah jam
tangannya yang bewarna hitam. Jelas itu Ricky—yang sebenarnya adalah Nicky—yang
berjalan menuju parkiran mobil.
“Aduuhh… sebenernya tuh lo
punya salah apa sih ke kak Ricky?” Inka mulai terdengar ketakutan. “Coba
inget-inget deh, soalnya gak mungkin seorang Ricky Airlangga mau capek-capek
nemuin lo langsung ke kelas. Walau playboy, tapi kalo udah marah sangarnya bisa
ngelebihin kak Nicky, tau.”
Najwa menggeleng. Kemudian
ia menegaskan kembali pandangannya ke Nicky. Ia juga mencoba mengingat wajah Nicky
ketika mereka bertemu di depan kelasnya pas jam istirahat pertama tadi.
“Gue inget.” Gumam Najwa,
membuat ketiga temannya mengerubungi penuh minat. “Gue pernah ketemu dia
beberapa kali.”
“Kapan? Dimana?” Desak
Rhea penasaran.
“Beberapa hari yang lalu,
gue pernah berantem rebutan buku gitu di toko buku.”
“What? Terus, dia
marah-marah gak?” Ivo mewakili keterkejutan dua temannya yang lain.
“Marah?” Najwa yang heran
balik bertanya. “Nggak juga sih, soalnya gue keburu gak butuhin buku itu lagi.
Ya udah, gue kasih aja ke tuh orang.”
“Berarti bukan itu. Ada
lagi gak?”
“Ada… waktu itu…”
“Udah deh.” Inka memotong
ucapan Najwa. “Mending lo cepet samperin aja tuh anak. Keburu ngamuk. Kalian
mau liat kak Ricky ngacak-ngacak ruang kelas kita?” Inka menakut-nakuti.
“Iya iya iya bener.” Kata
Ivo cepat-cepat sambil menarik tubuh Najwa. Diikuti Inka dan Rhea.
Najwa pun terpaksa
melangkahkan kakinya. Jujur aja, perkataan teman-temannya tadi tuh sedikit
bikin Najwa ngerasa ngeri. Seseram itu kah keberadaan Ricky dan dua twins nya?
‘Ternyata ada yang lebih parah ya dari pada kak Vendi?’ batinnya. Najwa yang
hampir sampai tangga, berhenti dan berbalik.
Ketiga temannya hanya bisa
menyemangati Najwa dari jauh sambil tetap menyuruhnya pergi. Mau gak mau deh,
Najwa tetap harus pergi.
@@@
Parkiran mobil sudah di
depan mata. Najwa bukan semakin tenang, justru ia semakin takut dan hanya bisa
meremas kedua tangannya. Tak ada siapapun di sana kecuali penjaga sekolah.
Najwa sempat berfikir untuk kabur. Jika Nicky kembali menyatroni kelasnya, ia
bisa berdalih… ‘Tadi gue udah ke parkiran, tapi lo nya yang gak ada…’ tapi
sekali lagi, Najwa memperhatikan sekelilingnya. Masih tak ada siapapun. Aman.
Najwa cepat-cepat berbalik.
“Mau kemana, lo?”
Teriakan seseorang
mengejutkannya. Suara itu berasal dari arah belakangnya. Itu berarti, mau gak
mau Najwa harus kembali berbalik. Ia sedikit tertunduk dan hanya memperhatikan
jam tangannya. Warna hitam!
“Lo pikir gue Cuma mau
ngerjain lo doank buat nyuruh dateng kesini?”
Najwa memberanikan diri
melihat Nicky yang kini bersandar di belakang mobil terdekat. Dua jari kanan
Nicky mengapit sebatang rokok. Jelas saja itu hanya pelengkap sandiwaranya
sebagai Ricky. Karena diantara mereka bertiga, hanya Ricky yang merokok.
“Gue Nicky… dan mulai
sekarang lo…”
“Maaf kak.” Dengan halus,
Najwa menyelak perkataan Nicky. “Walau saya anak baru, tapi setau saya,
bukannya kak Nicky itu identik sama warna merah ya? Dan katanya hari ini dia
juga gak masuk.”
Skak mat! Nicky hampir
membongkar identitas aslinya. ‘Berani juga nih anak!’ batin Nicky. Tapi bukan
Nicky namanya kalo kalah begitu saja, apalagi sama adik kelas, anak baru pula.
Stay cool. Nicky berusaha tampak tenang.
“Sama aja. Kalaupun gue
pake barang milik Ricky, toh gak bakal ada yang bisa bedain juga kalo
sebenernya gue Nicky.” Nicky benar-benar mengatakan kebenarannya. Tapi itu bukan
masalah. Gak akan ada yang benar-benar tau ataupun curiga.
‘Benar juga.’ Pikir Najwa.
Warna hanya sebagai identitas pembeda aja. Najwa udah gak mau komentar apa-apa
lagi. Tugasnya sekarang hanya diam, mendengarkan, bicara jika diminta, selesai,
dan cepat-cepat pergi dari Nicky. Simple.
“Dengerin perkataan gue
baik-baik.” Perintah Nicky.“Mulai detik ini… lo berada di bawah pengawasan
Nicky.”
Mata Najwa terlihat
melebar. ‘Apa maksudnya?’ ia hanya bisa memprotes di dalam hati.
“Inget! NICKY…” Nicky
mengulangi kemudian pergi meninggalkan Najwa yang masih terpaku di tempatnya.
@@@
Di kejauhan, Vicky melihat
Nicky yang berjalan tergesa-gesa ke arahnya. Yang paling menyita perhatiannya
adalah sebatang rokok di tangan Nicky. “Lo ngerokok? Sejak kapan?” Hardik Vicky
begitu Nicky telah berada di hadapannya.
Cepat-cepat Nicky membuang
puntung rokok yang baru terbakar sedikit dan menginjak hingga apinya mati.
“Nggak, Vick. Gue Cuma gak mau ada yang curiga aja kalo ada yang liat Ricky gak
ngerokok pas jam istirahat.” Ujar Nicky yang leluasa berbicara karena suasana
sekitar sedikit sepi. “Dari tadi tuh rokok Cuma gue pegangin doank.”
Oke. Vicky percaya, karena
Nicky memang gak ngerokok. Namun masih ada satu hal yang mengganjal di hatinya.
“Tapi gimana caranya lo nyalain rokok itu?” Tanya Vicky penuh selidik.
Nicky memutar bola
matanya. “Lo pikir Ricky doank gitu di sekolah ini yang ngerokok?” Nicky
membalas perkataan Vicky.
“Iya juga sih” Kata Vicky
akhirnya tanpa minta penjelasan lagi.
@@@
Bel pulang sekolah. Najwa
merapihkan peralatan sekolahnya. Ivo yang telah selesai langsung berdiri.
“Lo balik sama siapa, Na?”
“Gue sama Riyu, Vo.” Jawab
Najwa.
“Eh, gue duluan ya.” Kata
Inka sekalian pamit mewakili Rhea.
“Yaudah, gue juga.” Ivo
ikutan.
“Tunggu deh.” Najwa menghentikan
langkah teman-temannya. “Kalo kak Ricky nyariin gue, bilang kalian gak tau ya.”
Pinta Najwa setengah memohon sambil menempelkan kedua telapak tangannya.
“Sipp.” Rhea mengacungkan
kedua ibu jarinya.
Ivo dan Inka mengangguk,
lalu meninggalkan Najwa.
@@@
Ketika menuju parkiran
motor, Najwa tak sengaja melihat Vicky dari kejauhan. “Itu kak Ricky bukan,
ya?” Najwa menjamkan pandangannya sambil menerka-nerka. “Tapi kok pake
kacamata? Terus…” Najwa terpaku pada jam di tangan kiri Vicky. “Putih…” Gumamnya.
“Berarti itu bukan Ricky. Tapi gimana cara gue mastiin kak Ricky udah pulang
apa belom? Dia ke sekolah naik apa, juga gue gak tau.”
Tapi entah apa yang
membuat Najwa justru mengikuti kemana Vicky pergi. Sepanjang perjalanan, banyak
orang yang menyapa Vicky, dan Vicky sendiri balas merespon hal yang sama.
“Ramah juga tuh orang.”
Najwa memuji. “Beda sama yang tadi!”
Kali ini Vicky terlihat
masuk ke dalam mobilnya. Najwa menunggu di balik pohon sambil memperhatikan
sekitar. Takut Nicky tiba-tiba muncul. Mobil Vicky perlahan terlihat bergerak
menuju gerbang.
“Akhirnya dia pergi juga.”
Kata Najwa setelah menghela napas.
“Heh!”
Najwa dikejutkan oleh
tangan seseorang yang tiba-tiba menyentuh pundaknya. ‘Semoga itu bukan kak
Ricky.’ Najwa yang ketakutan hanya dapat berdoa dalam hati. Kemudian ia
berbalik.
“Riyu…!” teriak Najwa.
“Apa-apaan sih lo?” protesnya.
“Lo yang apa-apaan, Na!”
Riyu membalas perkataan Najwa. “Ngapain lo di sini?” Tanya Riyu, namun matanya
menangkap mobil Vicky tepat ketika baru berbelok.
“Nggak ada.” Kata Najwa
cuek sambil pergi dari sana. “Ayo pulang.”
Begitu Riyu menoleh,
tenyata Najwa sudah cukup jauh melangkah. “Tunggu, Na.” Riyu langsung mengejar.
Mereka masuk ke dalam
mobil Riyu. Ketika tengah memasang sabuk pengaman, Najwa merasakan pintu
disebelahnya terbuka. Jelas saja, karena ada seseorang yang membukanya dari
luar.
“Jadi lo pulang sama
Riyu?”
Najwa menoleh. “Kak
Ricky?” Ia sedikit tersentak.
“Kok bisa?” Tanya Nicky
dengan tatapan menyelidik.
“Rick, Najwa tuh sepupu
gue.” Riyu yang menjawab.
“Bener gitu?” Nicky yang
ingin memastikan, menatap Najwa penuh harap.
“Iya, kak.” Najwa
membenarkan.
“Oke. Gue ngikutin kalian
dari belakang.” Hanya itu yang dikatakan Nicky sebelum menutup pintu.
“Tunggu.” Riyu membuat
Nicky membatalkan niatnya. “Lagian, emang kenapa sih, Rick?” Tanya Riyu yang
heran melihat sikap janggal yang ditunjukkan Nicky. “Kok lo aneh gitu sikapnya
ke Najwa.”
Najwa menahan napas. Jelas
Riyu bertanya-tanya, karena ia sama sekali belum cerita tentang Nicky yang
tiba-tiba muncul di kelas dan mencarinya. Najwa masih was was karena cerita
teman-temannya. Satu yang mampu ia harapkan, Nicky tak bertindak nekat terhadap
Riyu.
“Sory, Najwa sekarang
dalam pengawasan gue. Ada suatu hal yang ngeharusin gue ngelakuin ini. Gue
harus mastiin dia aman.”
“Iya, tapi kan gue…” Riyu
siap memprotes sebelum akhirnya Nicky memotong ucapannya.
“Gue tau dan gue percaya
sama lo. Tapi gue harus tetep mastiin semuanya sendiri.” Tanpa menunggu apa-apa
lagi, Nicky membanting pintu disamping Najwa dan membuat cewek itu terlonjak.
“Na, ada apaan sih
sebenernya?” Tanya Riyu berharap penjelasan.
Najwa hanya mengangkat
bahu. Terang saja, karena ia sendiri tak mengerti maksud dari Nicky bersikap
demikian terhadapnya.
Riyu pun tak ingin
memaksa. Ia melihat dari spion, mobil Nicky bergerak begitu mobilnya melintas.
Najwa sendiri hanya bisa pasrah dengan keadaan ini.
@@@
Keesokan harinya, Nissa
terlihat baru saja turun dari taxi ketika ia melihat motor Nicky melintas dan
memasuki gerbang. “Akhirnya, balik ke jatidirinya sendiri tuh anak.”
Tin… tin… Nissa terlonjak
dan hampir saja memaki pengendara mobil di belakangnya jika ia tak segera
mengenali mobil itu. Sang pengendara itu menurunkan kaca mobilnya.
“Nis, minggir donk.” Kata
Vicky yang penuh senyum. “Lo mau, gue tabrak?” ledeknya.
“Yee… dasar lo!” Nissa
hanya tertawa.
“Eh, tunggu ya, gue parkir
dulu sebentar.” Kata Vicky. Tak lama, ia menepati janjinya kembali ke tempat
Nissa berdiri sekarang.
“Hari ini Ricky masuk
gak?”
Vicky tak menjawab
pertanyaan Nissa. Ia justru menyodorkan sebuah amplop putih berlogo sebuah
rumah sakit. “Nitip ini. Bilang aja kalo Ricky sakit.”
“Hah!” Mata Nissa
terbelalak. “Ricky sakit? Sakit apa? Dia dirawat juga? Terus keadaannya gimana?
Dia gak menderita…” Nissa tak melanjutkan kata-katanya karena keburu Vicky
mendekap mulutnya.
“Sssttt…” Vicky mendesis
di telinga Nissa. “Ricky gak sakit, lo tenang aja.” Vicky berhasil membuat
Nissa diam. “Surat ini fiktif. Jadi kalo ada yang nanya, bilang aja gitu.”
Nissa mengangguk menurut. “Bagus…” Vicky melepaskan dekapannya.
“Gila, ya.” Keluh Nissa.
“Kalo aja gue gak kenal lo bertiga kayak apa, males juga gue ngelakuin ini.”
Vicky hanya tersenyum
menanggapi kata-kata Nissa.
@@@
Najwa baru saja sampai
ketika bertemu Rhea di bawah tangga. Mereka berjalan bersama menuju kelas
sambil mengobrol.
“Hari ini lo gak bareng
Riyu kan?” tanya Nicky yang sudah berada di kursi Ivo ketika Najwa baru duduk.
“Kak Ricky? Ngapain di
sini?” Tanya Najwa dengan nada sedikit jutek.
“Nicky…” Kata Nicky sambil
menunjukkan jam tangannya yang berwarna merah. Hari ini memang ia sudah tak
menggantikan Ricky. “Bukan Ricky.”
“Ya terserah deh. Suka-suka
kakak aja mau jadi siapa?” omel Najwa yang membuat teman-teman sekelasnya
menoleh. Menurut sejarah, belum ada siswa SMA Deportivo yang berani melawan
Nicky dan kedua twinsnya. Apa lagi seorang cewek.
Bukannya gak ada yang
berani, tapi yang ada mereka terpesona sama tritwins ini dengan segala
kelebihan dan kekurangan mereka. Gak ada satu pun yang bisa mengelak charisma
yang dimiliki Nicky, Vicky dan Ricky.
Seperti biasa, Nicky tak
akan menunjukkan kekalahannya. Ia berdiri sambil membereskan beberapa buku
pelajaran yang sempat dibacanya sambil menunggu Najwa datang. “Pulang sekolah,
gue yang nganter.” Ujar Nicky seenaknya lalu pergi.
Najwa hanya mampu
bersandar lemas di bangkunya.
@@@
Ternyata benar, ketika pulang
sekolah dan Najwa baru sampai di parkiran, Nicky sudah mejeng di atas motornya
yang terparkir tepat di samping motor Najwa.
“Kakak ngapain di sini?
Ngikutin aku ya?”
“Ikh, ge-er! Ini tuh motor
gue.”
‘Terserah.’ Batin Najwa.
Ia mengeluarkan kunci dari dalam tasnya. Najwa sedikit melirik ketika Nicky
memain-mainkan sesuatu di tangannya. Busi motor. Najwa mengkerutkan dahinya,
dan mencurigai sesuatu. Ia melihat ke bagian bawah motornya. Benar saja, busi
itu milik motor Najwa. Ia kembali turun dari motornya dan berdiri di depan
Nicky yang sudah mengeluarkan motornya.
“Maksud lo apa sih kak?”
Nicky menaikkan kaca
helmnya. “Gue kan udah bilang mau nganterin lo balik.” Kata Nicky lembut. “Udah
ayo cepet naik.” Perintahnya sambil mengisyaratkan Najwa untuk naik ke
boncengan motornya.
“Kalo gue ikut lo pergi,
apa kabarnya sama motor gue?”
“Udah deh lo tenang aja,
gak bakal ada yang berani nyentuh motor lo.” Kata Nicky enteng. Ia menstater
motornya. “Ayo cepet naik.” Perintah Nicky lagi, kali ini sedikit terdengar
maksa.
“Kalo gue gak mau?” Najwa
menantang.
“Ini tuh udah sore,
sekolah juga udah sepi. Mau lo, dorong motor sendirian? Deket-deket sini gak
ada bengkel.” Nicky seolah berusaha terdengar menakut-nakuti.
“Gue bisa urus diri gue
sendiri.” Najwa tak mau terlihat lemah dan kalah. Harga diri seorang cewek nih.
“Sekarang, tolong balikin busi motor gue.” Najwa menyodorkan tangan untuk
meminta barang miliknya yang disembunyikan Nicky.
“Gue mau latihan futsal di
GOR, tapi waktunya masih cukup kok kalo Cuma nganterin lo pulang, dan gue juga
tau jalan pintas ke sana.” Nicky belum menyerah.
Tapi Najwa pun tetap pada
pendiriannya. “Gue Cuma mau busi motor gue balik.”
“Gue gak bisa ninggalin lo
sendirian, kecuali ada Riyu. Tapi gue tau Riyu udah balik.”
“Selama ini kan kita gak
saling kenal.” Najwa mulai kesal. “Anggap aja sekarang keadaannya tetap sama.
Jadi lo gak perlu khawatirin gue.”
Nicky merasakan ponselnya
bergetar. Satu pesan masuk. “Oke.” Kata Nicky akhirnya setelah memasukkan
kembali ponselnya ke saku celana. “Hari ini lo bisa lolos. Tapi besok, jangan
harap.” Ancamnya sambil mengeluarkan barang yang sejak tadi diminta Najwa mati-matian.
“Minggir!” bentaknya.
“Sabar… sabar…” Najwa
hanya bisa menguatkan diri sendiri.
@@@
Pagi hari, ketika Najwa
siap berangkat sekolah, seseorang terdengar mengetuk pintu kamarnya. ‘Itu pasti
Zaquan.’ Batinnya. Pagi ini Najwa sama sekali tak ingin mendapat gangguan dari
adiknya itu sedikitpun. “Apaan? Masuk aja.” Teriaknya sambil memasang dasi di
depan cermin riasnya.
Pintu terbuka. Zaquan
bersandar di ambang pintu. “Ada temen lo tuh.” Katanya.
“Temen?” Najwa mengulangi
pertanyaan Zaquan sambil melirik adiknya. “Riyu maksud lo?”
“Kalo Riyu sih bukan
temen. Gimana sih lo?” protes Zaquan.
“Iye bener.” Kata Najwa
akhirnya. “Terus, siapa? Masa lo gak kenal?”
“Lo kan baru pindah
sekolah. Itu temen lo di Deportivo.”
Najwa terlihat cuek.
Mungkin aja itu Ivo, Rhea, atau Inka. Pikirnya.
“Itu cowok yang tempo hari
nganterin lo surat.” Lanjut Zaquan sambil pergi.
“What?”
@@@
Najwa berlari keluar
rumah. Ada sebuah mobil asing terparkir di depannya. Dan sang pengendara
bersandar di sisinya sambil menenggelamkan kedua tangan ke dalam saku celananya.
“Kak Nicky? Lo ngapain di
sini? Dan dari mana lo tau rumah gue?”
“Nicky?” Cowok itu balik
bertanya sambil mengedarkan pandangan kesekililingnya. “Dimana?”
Berkacamata, dan jam
tangan, ikat pinggang, serta sepatu yang semuanya berwarna putih. Najwa penepuk
dahi. Jelas saja, itu Vicky, bukan Nicky. “Maaf kak, aku pikir…”
“Nicky?” Vicky menebak isi
pikiran Najwa. Ia tertawa mendapati Najwa menganggung dengan pandangan penuh
rasa bersalah. “Tuh anak kesiangan. Jadi, dia nyuruh gue buat jemput lo.”
Najwa masih diam. Atau
bingung lebih tepatnya. ‘Mau aja di suruh-suruh.’ Ledek Najwa dalam hati.
“Udah, ayo cepet. Nanti
telat.” Ujar Vicky lembut. Dan entah kenapa, Najwa menuruti tanpa mampu protes
sedikitpun.
@@@
“Kata Zaq, kakak yang
pernah nganterin surat ke rumah aku ya?” Tanya Najwa ketika mereka sudah ada di
dalam mobil Vicky.
Vicky tak langsung
menjawab. “Hmm…” ia menoleh ke Najwa sesaat. “Lo masih inget gue?” Tanya Vicky
ragu.
“Kita yang pernah ketemu
di toko buku kan?”
‘Dia bener-bener Cuma
inget kejadian di toko buku aja. Padahal kan gue sama Ricky sempet ketemu juga
sama dia.’ Kata Vicky dalam hati.
“Kakak ketemu kak Vendi di
mana?” tanya Najwa penuh harap, kalo Vicky akan memberikannya titik terang
tentang keberadaan Vendi.
Vicky tersentak. “Vendi?
Vendi siapa?” Ia balik bertanya.
“Kakak jangan bohong sama
aku! Kalo kakak gak kenal kak Vendi, gimana caranya kakak bisa dapetin surat
itu untuk kakak kasih ke aku?”
Vicky menggaruk belakang
kepalanya. “Waktu itu gue gak sengaja ketemu seorang cowok yang minta tolong
buat ngasih surat itu. Dan dia ngasih alamat yang gue tanyain ke lo pas lari
pagi di taman.”
“Hah? Taman? Jadi lo…”
“Iya.” Ujar Vicky seolah
mengerti apa yang Najwa pikirkan. “Lupa?”
Najwa mengangguk membuat
Vicky menertawainya. “Kok ketawa?”
“Gue
heran aja. Lo lupa kalo sempet ketemu gue di taman, tapi kenapa lo gak pernah
lupa kalo ketemu Nicky di toko buku?” Ledeknya. “Ampe rebutan buku juga kan?”
“Masa
sih?” Najwa terlihat salah tingkah.
“Oiya,
ada yang mau gue tanyain. Kenapa waktu itu lo gak mau jujur tentang rumah lo?”
“Maaf
ya kak, bukannya gak mau jujur. Tapi gak tau kenapa, tiba-tiba aku tertarik
banget sama perumahan itu. Padahal aku juga udah pernah ke daerah itu, tapi
kemaren aneh aja.”
Vicky
hanya manggut-manggut menanggapi cerita Najwa. Mereka telah sampai di parkiran
sekolah.
Najwa
tak buru-buruk keluar dari dalam mobil Vicky. “Kakak gak marah?”
“Marah
untuk apa?”
“Karena
aku udah bohong.”
“Kakak
sempet liat mobil kamu masuk gerbang perumahan kamu yang sebenarnya, tapi gak
tau kenapa, kakak gak ngerasa dibohongin.”
‘Syukur
deh.’ Batin Najwa.
“Gak
usah dipikirin.” Vicky mengacak lembut rambut Najwa. “Turun yuk.” Ajaknya.
Begitu
menoleh, Najwa mendapati Vicky telah keluar dari mobil.
@@@
Tanpa
diduga, Ivo, Inka dan Rhea sudah menunggu Najwa di dekat tangga. Meski masih
pagi, tapi gossip Najwa yang berangkat bersama Vicky sudah gempar ke seantero
sekolah.
“Lo
hebat. Dia kan ketua OSIS, danton pula. Pinter, baik, ramah, tegas. Pokoknya
perfect deh. Makanya dia selalu masuk peringkat satu di jajaran tujuh cowok
beken di Deportivo.” Ujar Rhea penuh semangat dan tak habis-habisnya mengagumi
Vicky.
“Tapi
cowok lo kan juga masuk, Rhe.” Keluh Inka. “Masa lo sama sekali gak muji dia
sedikitpun?”
“Siapa?
Aga?” Rhea balik bertanya. “Cuma peringkat tujuh, gitu.” Ujarnya menyepelekan.
“Lumayan
kali, Rhe. Dari pada lo manyun.” Ledek Ivo.
Rhea
diam. “Iya juga sih?” kata Rhea akhirnya. “Tapi gue heran, kenapa kak Nicky gak
pernah lolos ya? Padahal kan ketuanya kak Nissa, dan mereka juga deket pula.”
Ivo
dan Inka mengangkat bahu dengan kompak. Dan Najwa… hanya bergantian memandang
teman-temannya.
Mendengar
Rhea menyebut nama Nicky, Inka teringat masalah yang dialami Najwa terhadap
ancaman Nicky. “By the way… Kak Nicky kagak ngamuk gitu, liat lo berangkat
bareng Vicky?”
“Mungkin
dia belom liat kali.” Ivo meralat ucapan Inka.
“Liat
gak liat, kak Nicky juga pasti bakalan tau.” Rhea ikutan. “Secara… berita
tentang tritwins tuh paling gampang nyebar.” Rhea melirik Najwa yang sejak tadi
menjadi pendengar yang baik bagi ketiga temannya. “Lo kok diem aja sih? Kak
Nicky udah gak gangguin lo lagi, kan?”
“Kata
siapa?” Pertanyaan Najwa membuat ketiga temannya melotot penasaran. “Kemaren
sepulang sekolah, dia udah nyopot busi motor gue.”
“Apa?
Gusi?” Inka mengulangi.
“Busi!”
balas Ivo dan Rhea kompak.
“Iya
maaf, gue kan gak ngerti.” Inka mengakui kesalahannya.
“Terus,
lo balik gimana? Kelas kita kan pulang paling akhir, pasti sekolah juga udah
sepi deh.” Kata Ivo yang terlihat khawatir mendengar cerita Najwa.
“Lo
tenang aja, kalo Cuma urusan masang busi motor tuh gue udah bisa kok.” Ujar
Najwa membanggakan diri. “Buktinya, gue baik-baik aja kan sekarang?”
“Berarti
percuma ya, gue nyabut busi motor lo.”
Najwa,
Ivo, Inka dan Rhea menoleh ke arah sumber suara. Dari bawah tangga. Semakin
lama, sosok itu semakin jelas.
“Kak
Nicky…” gumam mereka bersamaan dengan suara pelan.
“Hey…”
Kata Nicky yang berusaha ramah. “Gue Cuma mau mastiin, kalo Vicky udah jemput
lo selamat sampai sekolah kok.” Kata Nicky sambil berbalik. Namun ia langsung
kembali dan berdiri tepat di depan Najwa.
Ivo,
Inka dan Rhea yang gemeteran, saling menggenggam tangan satu sama lain.
“Gue
salut sama lo.” Kata Nicky membuat Najwa tak berani menatapnya, meski sudah
sebisa mungkin ia tak ingin membuat Najwa takut terhadapnya. “Jarang, ada cewek
yang mau ngerti tentang mesin motor.” Kata Nicky sebelum akhirnya mengacak
rambut Najwa dengan gemasnya seperti yang dilakukan Vicky tadi. “Pulang sekolah
gue tunggu di parkiran. Jangan berusaha kabur meski melalui Riyu sekalipun.”
Ancamnya, kemudian pergi.
Setelah
memastikan Nicky benar-benar tak berada di sekitar mereka dalam jarak dekat,
Rhea dan kawan-kawan akhirnya bisa bernapas lega.
“Gila
ya tuh cowok!” kata Rhea kesal.
“Udah
lah gapapa.” Najwa menenangkan. “Dia gangguin gue nya Cuma diluar jam sekolah
aja kok.” Najwa hanya ingin teman-temannya tak ikut merasa tertekan dengan
ancaman Nicky terhadapnya.
Dengan
susah payah, Najwa menarik tangan teman-temannya untuk kembali ke kelas.
@@@
Setelah
bel pulang berbunyi, Nicky jadi orang kedua yang keluar kelas setelah sang guru
tentunya, dan langsung melesat ke kelas Najwa. Beberapa orang kembali
mengintainya. Tiba-tiba ada segerombolan cewek yang menghalangi langkahnya.
“Kakak
kok jadi sering ke daerah kelas dua sih?” tanya salah satu dari mereka.
“Apa
kakak naksir sama anak baru itu?” Tanya yang lainnya lagi.
“Atau
jangan-jangan kalian udah jadian?”
“Patah
hati deh kita semua.”
“Terus
nasib anak-anak Nickylovers gimana donk, kak?”
“Iya,
kak. Anggotanya udah banyak lho?” tanya mereka lagi bergantian.
“Hah?
Nickylovers apaan tuh?” Nicky balik bertanya.
“Nickylovers
tuh nama kesatuan fans kak Nicky di SMA Deportivo ini.” Kata cewek yang pertama
bertanya.
“Gitu
ya?” Nicky garuk-garuk kepala.
Cewek-cewek
itu udah pada gak menodong pertanyaan ke Nicky, tapi mereka semua setia
menunggu Nicky menjawab semua pertanyaan-pertanyaan itu dengan tatapan penuh
harap.
Nicky
malah menjadi salting dibuatnya. ‘Dalam suasana kayak gini, gue butuh Ricky
buat ngadepin cewek-cewek aneh itu.’ Doa Nicky dalam hati. “Emang kenapa kalo
misalnya gue jadian sama anak baru itu?” Tanya Nicky iseng.
“Kita semua tuh gak rela
kak.” Jawab beberapa dari mereka hampir berbarengan.
“Eh, tapi kan masih ada
Vicky sama Ricky.” kata Nicky lagi.
“Beda kak.” Kata cewek
tadi. “Kak Ricky tuh playboy.”
“Iya… ceweknya banyak…”
Sahut cewek yang satu lagi.
“Kalo kak Vicky terlalu
kalem.”
“Dia juga terlalu sibuk
sama ekskul dan OSIS.” Satu persatu dari mereka saling mendukung.
“Tapi kan gue galak?
Preman sekolah… pakaian gue berantakan…” Nicky berusaha menjatuhkan imejnya.
“Tapi kak Nicky tuh
keren…” Kata mereka lagi. Entah siapa yang berbicara.
“Kak Nicky tuh jago
berantem… itu yang bikin kita ngefans sama kakak.”
“Diantara tritwins yang
lain, kakak yang paling the best deh…”
Nampaknya usaha Nicky
mempermalukan diri gagal total. Ini bener-bener cara terakhir untuk membebaskan
diri dari kepungan cewek-cewek itu. ‘Gak ada cara lain.’ Pikirnya.
Nicky mengehela napas
sebelum akhirnya mengeluarkan jurus pamungkas. “Heh! Terus kenapa kalo gue
pacaran sama anak baru itu? Masalah buat kalian! Gue juga gak peduli sama
fanbase yang kalian bikin! Atur aja diri kalian masing-masing!” Kata Nicky galak,
tanpa membiarkan satu dari cewek-cewek itu berani protes.
Berhasil… mereka diam.
Saling merapatkan diri satu sama lain.
“Dan mulai sekarang,
jangan coba-coba ngusik kehidupan pribadi gue! Termasuk Najwa! Awas aja kalo
sampe gue denger salah satu dari kalian ada yang nyentuh Najwa seujung kukupun!
Bakal berhadapan sama gue!” Amcamnya. “Ngerti kalian?!”
Mereka dengan kompak
mengangguk tanpa ada yang berani bersuara. Aksi nekat cewek-cewek itu menjadi
sorotan beberapa anak yang ada di sana.
“Termasuk kalian semua
yang adai di sini!” Ancam Nicky lagi sambil mengedarkan pandangan. “Minggir!”
perintah Nicky hingga membuat cewek-cewek di depannya secara otomatis bergeser
dan memberi jalan untuk Nicky.
@@@
Di kelas 2ipa1 hanya
tersinya Najwa dan ketiga teman dekatnya. Adegan ketika Nicky membentak
cewek-cewek yang menamai diri ‘nickylovers’ itu terjadi tepat di depan kelas
mereka. Itu pula yang menyebabkan cewek-cewek ini tetap tinggal di kelas hingga
Nicky yang bisa dipastikan akan membawa paksa Najwa pergi.
“Masih inget ancaman gue
yang tadi pagi, kan?”
Benar saja. Nicky kini
sudah mejeng di ambang pintu sambil menenggelemkan kedua tangan ke dalam saku
celananya. Memang ini yang sejak tadi ditunggu empat sahabat ini. Najwa, Ivo,
Inka dan Rhea berdiri berbarengan.
“Tenang aja kak.” Kata
Rhea santai, karena Najwa sudah memperingatkan mereka untuk tidak takut
menghadapi Nicky. “Najwa gak lupa kok sama ancaman kakak itu. Iya, nggak?” Rhea
menoleh ke arah teman-temannya.
Ivo dan Inka mengangguk.
“Makanya itu, kita tunggu
di kelas.” Sahut Inka.
“Soalnya kita yakin kakak
pasti bakal nyusul ke sini karena takut Najwa kabur.” Ivo ikutan bicara. “Iya,
kan?”
“Justru kita mau bantuin
kakak buat mastiin Najwa gak bisa kabur.” Kata Rhea lagi.
Mereka melangkah mendekati
Nicky.
“Kita duluan ya, Na.” Kata
Ivo diikuti Inka dan Rhea. Setelah pamit, mereka meninggalkan Najwa dan Nicky
di depan kelas.
“Yuk.” Ajak Nicky sambil
berjalan beberapa langkah.
“Gue mau lo anter pulang,
tapi dengan satu syarat.” Pinta Najwa yang masih berdiri di tempatnya.
Nicky menoleh.
“Gue mau kita cari makan
dulu. Gue laper.” Kata Najwa.
“Oke.” Jawab Nicky enteng
sambil kembali berjalan.
Najwa mulai mengejar.
“Tapi tempat sama menu makanannya gue yang nentuin.” Teriaknya.
“Terserah” Balas Nicky
sambil terus berjalan.
@@@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar