Lima…
“Di
depan situ kak.”
Atas
permintaan Najwa, Nicky menghentikan motornya tepat di depan sebuah warung
pinggir jalan yang menjual gado-gado. Najwa pun bergegas turun dari boncengan
motor Nicky.
“Kakak
mau?”
Nicky
segera menggeleng atas penawaran Najwa. Tanpa ingin memaksa, cewek ini langsung
menghampiri sang pedagang dan memesan seporsi gado-gado.
Tak
lama, Najwa kembali dengan sepiring gado-gado di tangannya. Ia pun menggeret
sebuah kursi plastic untuk didudukinya.
“Beneran
nih, gak mau?” Najwa menawari Nicky sekali lagi.
Jawaban
Nicky tetap sama. Ia sama sekali tak sedikitpun memiliki minat dengan makanan
yang akan disantap Najwa.
“Yaudah,
gue makan dulu bentar ya.”
Nicky
hanya mengangguk sambil memperhatikan gerak-gerik Najwa ketika makan. Cewek itu
benar-benar sangat menikmati. Tak peduli dengan kondisi warung yang sangat
sederhana itu dan terletak di pinggir jalan.
‘Venda
dan keluarga bener-bener down to earth benget.
Padahal orang tua mereka bukan orang sembarangan. Tapi mereka masih mau buat
makan di pinggir jalan.’ Kata Nicky dalam hati atas kekagumannya terhadap
keluarga Najwa. ‘Gue emang gak suka liat siswa yang pamer kekayaan orang
tuanya, tapi gue sendiri juga gak pernah makan di tempat kayak gini. Jangankan
beli, buat ngelirik aja, nggak.’ Ujar Nicky yang duduk di atas motornya, ia
semakin tak melepas pandangannya ke Najwa.
Sadar
dirinya jadi pusat perhatian Nicky, Najwa pun akhirnya mendongak. Namun Nicky
sama sekali tak terlihat kaget atau mengalihkan pandangannya.
“Ditawarin,
gak mau… tapi kok ngeliatin terus sih?” tanya Najwa curiga. Sesaat, ia
menghentikan aktivitas makannya.
“Emang,
enak banget ya makanannya?” Tanya Nicky ragu-ragu sekaligus penasaran.
Najwa
tersenyum. Atau lebih tepatnya, ia menahan tawa. Gak aneh juga dengernya,
seorang Nicky bertanya seperti itu. “Sebenernya tuh enak banget. Tapi, kalo
kakak mau, cobain punya aku aja dulu.” Najwa menyodorkan piringnya.
Nicky
tampak ragu, antara menolak atau menerima.
“Maaf
ya, kak.” Najwa menarik kembali piringnya. “Bukannya gak sopan. Tapi yang aku
liat, kayaknya kakak gak pernah makan ini deh. Jadi takutnya gak suka.”
Nicky
sebenernya salah tingkah, namun ia selalu bisa menyembunyikan ekspresinya yang
satu itu. “Iya sih.” Nicky membenarkan perkataan Najwa. “Bumbunya sama kayak
yang di siomay gitu gak?” tanya Nicky lagi yang masih penasaran.
“Sebenernya
hampir sama sih, Cuma bedanya ini lebih manis.”
Nicky sudah tak bisa
menahan rasa pernasarannya terhadap makanan yang unik dimatanya. “Beneran, gue
boleh nyobain punya lo?” ujarnya sambil menunjuk ke atas piring Najwa yang
isinya hanya tinggal setengah.
Najwa langsung mengangguk
gembira. Dengan penuh semangat, Najwa menyodorkan piringnya yang langsung
diterima Nicky.
“Enak gak?” tanya Najwa
ragu-ragu setelah Nicky menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.
Nicky masih menikmati,
namun ekspresi wajahnya yang datar sangat tidak bisa di gambarkan. Najwa
semakin takut mendengar hasilnya.
“Kok enak, ya?” Kata Nicky
akhirnya.
“Hah?” Najwa menatap Nicky
dengan ekspresi tak percaya.
“Beneran, Na. Ini enak.”
Nicky berusaha meyakinkan. Ia pun turun dari atas motornya. “Kira-kira, masih
ada gak ya?” ujarnya sambil melihat ke arah etalase.
“Ini porsi terakhir, kak.”
Kata Najwa sambil menunjuk piring yang masih dipegang Nicky. “Tapi kalo kakak
mau, yaudah abisin aja.”
“Serius?” tanpa menunggu
respon dari Najwa, Nicky segera pelahap isi dalam piring itu hingga habis.
“Doyan apa leper, kak?”
ledek Najwa.
“Dua-duanya.” Jawaban
Nicky membuat keduanya tertawa. “Kayaknya gue punya menu makanan favorit baru
nih. Tapi, ada dua kekurangannya.”
“Apaan tuh?” Nicky
berhasil membuat Najwa penasaran.
“Satu, kurang banyak. Dua,
kurang pedes.”
“Gue gak begitu suka
pedes, sih.” Sahut Najwa yang membuat Nicky tiba-tiba diam. “Kenapa, kak?”
tegurnya.
“Gapapa.” Kata Nicky
cepat-cepat, kemudian ia membawa piring kosong itu kepada penjualnya sambil
membayar makanannya. “Ayo. Gue anter lo pulang sekarang.” Kata Nicky sambil
naik ke atas motornya dan mengenakan helmnya.
“Lo udah telat buat
latihan futsal, ya?”
“Nggak kok. Lagian, hari
ini tuh jadwalnya gue main voli, bukan futsal.”
‘Voli?’ batin Najwa.
“Disekolah, kan? Gue ikut ya.” Pintanya.
Nicky menoleh penuh tanda
tanya. “Mau ngapain? Di sana tuh gak ada cewek. Nanti lo malah bête sendirian.”
Nicky memperingatkan.
“Gue males balik cepet. Di
sana juga bakal ada Riyu kok. Di kan lagi latihan panjat dinding.” Najwa tak
mau kalah.
Nicky tak berani, bahkan lebih
tepatnya tak ingin menolak permintaan Najwa. Entah kenapa, Najwa seolah memberi
warna baru di hidupnya setelah ia gagal memiliki Venda yang notabene adalah
kakak kandung Najwa.
“Tapi pulangnya tetep sama
gue! Nggak sama Riyu!” Kata Nicky setengah mengancam.
“Oke.” Kata Najwa sebelum
naik ke atas motor Nicky.
Tanpa diduga, Najwa sama
sekali tak protes dengan ancaman Nicky. Cewek itu justru sangat terlihat tak
keberatan. Padahal sempat beberapa kali Najwa selalu protes dan menolak meski
Nicky telah menggunakan cara yang cukup telak bagi seorang cewek.
“Kok diem. Ayo buruan.
Ntar telat lho!” Najwa mengingatkan karena Nicky tak segera menjalankan
motornya.
Nicky tersadar dari
lamunannya. “Iya, tapi kita ke minimarket dulu nyari minum.”
@@@
Begitu sampai kembali ke
sekolah, Nicky mengajak Najwa ke lapangan voli. Sudah ada beberapa orang di
sana sedang melakukan pemanasan. Di tepi
lapangan ada kursi panjang yang dikelilingi tas-tas siswa yang akan bermain
voli. Najwa duduk di salah satu sisi yang tak begitu banyak terdapat tas.
Nicky begitu meletakkan
tasnya sembarangan ke aspal, langsung melepas dasi dan kemeja seragamnya yang
kemudian dilempar ke atas tasnya.
“Kak! Lo mau ngapain?!”
protes Najwa ketika tak sengaja melihat Nicky yang seenaknya melepas ikat
pinggang dan menurunkan resleting celananya.
“Apaan sih?” balas Nicky.
“Lo pikir gue mau show off depan lo gitu?” ledeknya sambil menurunkan celana
panjangnya yang menyisakan celana olahraga pendek yang biasa ia kenakan jika
berolahraga. Tanpa menunggu Najwa memprotesnya lagi, Nicky segera melemparkan
celananya ke atas tas dan berlari menuju lapangan.
“Dasar cowok! Gak pernah
bisa rapih.” Keluh Nalula setelah melihat tumpukan pakaian di atas tas Nicky.
Tanpa pikir panjang, segera ia membereskan semuanya.
Sambil melipat seragam
milik Nicky, Najwa melempar pandangan berkeliling. Tak jauh dari lapangan voli,
ada segerombolan anak yang sedang berlatih panjat dinding. Najwa menangkap
sosok Riyu berada di antaranya. Setelah urusannya dengan seragam Nicky selesai,
Najwa pun mendekati Riyu.
“Riyu.”
“Eh, kok masih di sini?
Belom balik?” Tanya Riyu sambil pemanasan. Ia juga sudah mengganti seragam
sekolahnya.
“Males ah di rumah. Sepi.
Paling Cuma ada Zaquan doank.”
Belum sempat membalas, ada
seorang cowok menghampiri mereka. “Mau nyoba manjat, Na?” tanya cowok itu.
“Lo kenal sama Yeriko,
Na?” Tanya Riyu.
“Kita sekelas.” Jawab
Najwa singkat, kemudian menoleh ke Yeriko. “Makasih, Yer. Gue gak bawa celana
soalnya.” Tolaknya.
Disela-sela obrolan
mereka, bola voli yang sedang dimainkan Nicky dan kawan-kawan melayang ke arah
Najwa. Spontan, ia sedikin melompat dan mengangkat kedua tangannya ke atas
untuk menghalau bola. Penempatan posisi yang bagus. Bola pun jatuh dan memantul
di depan Najwa.
“Tolong lempar bolanya,
Na.” Teriak Vicky dari dalam lapangan.
‘Vicky?’ ujar Nalula dalam
hati. Ia mengenali itu Vicky karena baju yang dikenakannya berbeda dengan Nicky
seperti yang sempat dilihat Najwa. Karena Nicky juga berada di sisi lain
lapangan yang ditempati Vicky.
Najwa memukul bola dengan
cara serve, seperti yang biasa dilakukan seorang pemain voli sebelum memulai
permainan.
@@@
Nissa baru saja keluar
dari sebuah minimarket. Ia langsung masuk ke dalam mobil dan menstaternya.
Setelah mencobanya beberapa kali, mesin tetap tak mau menyala.
“Duuh… mobil gue kenapa
sih?” keluhnya. Nissa yang sedikit frustasi, langsung keluar dari mobilnya dan
menelepon Nicky.
Sudah ketiga kalinya Nissa
melakukan panggilan, namun tak satu pun ada yang direspon. “Nick, lo di mana
sih?” ujarnya cemas. Sekali lagi… tapi tetap tak ada jawaban.
“Coba gue telpon Vicky
deh.” Kata Nissa sambil mencari nama Vicky di daftar kontak hapenya. Semuanya
nihil. “Lo berdua pada kemana sih?” sesaat, Nissa meyandarkan badannya di
mobil.
“Apa gue coba telpon Ricky
aja?” Tanya Nissa ragu pada dirinya. “Tapi kan gue gak tau tuh anak udah balik
ke Jakarta apa belom.” Ujarnya. “Apa salahnya dicoba.” Nissa meyakinkan diri.
“Aaarrgghhh… gak aktiv!”
omelnya.
Tiba-tiba sebuah motor
sport berwarna hijau berhenti di depan Nissa. Sang pengendara membuka kaca helmnya.
“Hey… masih inget gue?” tanya cowok itu yang ternyata adalah Vendi, kakaknya
Najwa.
Nissa memandang Vendi
ragu, ia ingat pernah bertemu dengan cowok ini. Tapi ia lupa pernah mengenalnya
di mana.
Vendi membuyarkan lamunan
Nissa. “Lo temennya Vicky yang di SMA Deportivo itu, kan?” kata Vendi kemudian.
“Iya.” Ujar Nissa yang akhirnya
inget kalau pernah bertemu Vendi di sekolahnya. “Kak Vendi ya?” tebaknya. Kala
itu Vendi adalah orang yang akan membeli semua buku-buku bekas yang dikumpulkan
Nissa dan teman-temannya dari perpustakaan sekolah. Dan mereka bertemu saat
Vendi mengambil buku-buku tersebut.
Vendi hanya tersenyum
sambil mengangguk. “Lagi ngapain di sini?”
“Gak tau nih, mobil aku
gak bisa distarter.” Kata Nissa. “Udah nyoba nelpon temen buat minta bantuan,
gak ada yang ngerespon.” Lanjutnya.
“Boleh aku liat gak?”
Vendi meminta izin.
“Ya udah kak liat aja.”
Ujar Nissa tanpa ingin buang-buang waktu sambil menyodorkan kunci mobilnya.
Semenit kemudian, Vendi
keluar dari dalam mobil Nissa. “Aku rasa akinya aja yang bermasalah. Kamu
tunggu di sini ya.” Kata Vendi yang kemudian kembali naik ke motornya.
“Mau kemana kak?”
“Nyari aki baru buat mobil
kamu. Bentar aja kok. Apa kamu mau ikut?” Vendi menawari.
“Iya deh, aku ikut.” Kata
Nissa yang langsung menyambat tasnya dari dalam mobil. ‘Dari pada nunggu di
sini sendirian.’ Pikirnya sambil naik ke atas boncengan motor Vendi.
@@@
Nicky tau-tau sudah berada
di belakang Nissa dan menarik tangan cewek itu yang sedang asik ngobrol sama
Yeriko dan beberapa anggota ekskul panjat dinding. Tanpa Riyu di sana.
“Apaan sih, kak?” omel
Nissa.
“Ikut gue main voli
gantiin Juna, tuh anak kakinya keseleo.” Kata Nicky yang tanpa meminta
persetujuan terlebih dahulu, menarik tangan Najwa ke dalam lapangan.
Najwa hanya bisa pasrah.
Karena percuma aja nyoba kabur dari Nicky yang udah terlanjur memaksa. Lagian,
permintaan Nicky kali ini juga gak begitu susah kok. Hanya mengajak bermain
voli.
“Tapi gue jadi libero aja,
ya.”
Nicky hanya mengangguk
menanggapi permintaan Najwa. Kemudian ia beralih ke sisi lapangan yang lain,
meninggalkan Najwa yang berada satu lapangan dengan Vicky.
Nicky yang melakukan
serve, langsung mengarahkan bola ke Najwa. ‘Mau ngetes kemampuan gue?’ gumam
Najwa dalam hati. Sedetik kemudian, Najwa berhasil mengembalikan bola ke
lapangan Nicky.
@@@
“Kak, maksud lo apaan sih
ngelakuin ini?” tanya Najwa ketika Nicky baru naik ke atas motornya. “Kalo
emang pengen kenalan sama ngedeketin tuh gak usah pake ngancem-ngancem gitu.”
Nicky tak bisa menjawab.
“Mana hape lo?” pinta
Najwa sambil menyodorkan tangan kanannya.
Nicky semakin bingung.
“Buat apa?”
“Lo ga butuh nomor hape
gue, gitu?” kata Najwa sekenanya. “Dari pada lo susah-susah nyari. Untung gue
punya inisiatif. Lagian, gue tunggu dari hari pertama lo gangguin gue, eh,
nggak minta-minta juga.”
Nicky tercengang mendengar
perkataan yang keluar dari mulut Najwa. Ia melipat tangannya di depan dada.
“Kenapa lo punya pikiran kayak gitu?” tanya Nicky dengan tatapan menyelidik.
Najwa mengangkat bahu.
“Tapi kayaknya bentar lagi gue bakal punya banyak musuh nih.”
“Musuh?” Nicky mengulangi
perkataan Najwa. “Lo di apain sama gerombolan cewek-cewek itu?” sambar Nicky.
Gantian Najwa menatap
Nicky bingung. Ia hanya menggeleng.
“Pokoknya, kalo sampe ada
yang berani macem-macem sama lo, lapor ke gue!” kata Nicky dengan nada
mengancam.
“Lo serem juga ya, kak?”
kata Najwa dengan tatapan ngeri.
“Makanya! Lo jangan
macem-macem sama gue!” ujar Nicky lagi sambil memakai helmnya. “Ayo cepet
naik!” perintahnya.
Baru Najwa akan menuruti perintah
Nicky, tiba-tiba saja Riyu datang dan menarik tangan Najwa. Nicky belum sempat
berkomentar karena Riyu terlanjur memeluk Najwa.
“Na… gue seneng banget…”
Kata Riyu girang.
“Kenapa sih?” Tanya Najwa
heran yang masih dalam pelukan Riyu.
Riyu melepaskan pelukannya
dan kini ganti menempelkan kedua tangannya di pipi Najwa. “Ntar malem, gue
kerumah lo ya.” Kata Riyu masih dengan nada gembira. Matanya pun menyiratkan
kebahagiaan. “Awas kalo lo pergi!” ancamnya, tapi tak terdengar menyeramkan.
Nicky sendiri tak bisa
melarang Riyu bersikap seperti itu ke Najwa. Ia hanya terpaku menyaksikan
pemandangan di depan matanya.
“Lo baru jadian, ya?”
Tebak Najwa.
Riyu tak menjawab, ia
hanya sanggup kembali mendekap tubuh Najwa.
“Riyu!”
Teriakan seseorang
membuyarkan selebrasi Riyu. Seorang cewek berdiri tak jauh dari sana menatap
Riyu dengan ekspresi kecewa. Ketika Riyu berbalik, cewek itu justru pergi
menjauh.
“Soraya!” teriak Riyu
sambil mengejar cewek tadi. “Tunggu!”
“Tuh cewek pasti salah
paham.” Kata Nicky yang kemudian menstater motornya. “Ayo cepet naik, kita
harus nolong Riyu.”
Najwa langsung menuruti
perintah Nicky.
Tak jauh dari pintu
gerbang, Riyu berjalan kembali dengan langkah gontai. Nicky langsung
menghentikan motor dan membiarkan Najwa turun untuk mendekati Riyu.
“Riyu, lo gapapa, kan?”
tanya Najwa khawatir.
“Gapapa.” Jawab Riyu tanpa
melihat ke arah Najwa. “Udah sana lo balik, bentar lagi maghrib.” Ia menoleh ke
Nicky. “Tolong anterin Najwa pulang ya, Nick.” Pinta Riyu sambil berjalan
pergi.
“Riyu.” Najwa mencekal
tangan Riyu.
“Apaan sih, Na! Lepasin
tangan gue!” Bentak Riyu sambil menepis
tangan Najwa.
“Tunggu gue di rumah lo
nanti malem.” Teriak Najwa yang tak kembali berusaha menahan langkah Riyu. Ia
justru mendekati Nicky dan naik ke atas motornya. “Ayo pulang.”
“Apa gak mau ngikutin Riyu
dulu?”
“Riyu gak bakal
macem-macem kok.” Kata Najwa yang seolah mengerti apa yang difikirkan Nicky.
“Biarin aja ntar malem gue yang ke rumah dia.”
Nicky tak berani protes.
Najwa pasti lebih tau cara menghadapi Riyu yang seperti tadi.
@@@
Dylan yang baru saja
selesai mandi, melihat ponselnya yang tergeletak di atas tempat tidur. Ada dua
pesan masuk. Salah satunya dari Najwa.
Dyl, anak2 black inject ada acara ngumpul lagi, kapan?
Najwa sendiri baru saja
sampai rumah. Ketika tengah mengambil minum di dapur, ia merasakan ponselnya
bergetar. Dylan membalas pesannya.
Ntar malem pengajian di rumah Aloy jam 8. Besok latihan sepatu
roda di lapangan deket rumah Kenny jam 6 pagi. Minggunya nonton anak-anak
pramuka lomba di SMA Rosengard jam 7 ngumpulnya di rumah Rama.
Najwa garuk-garuk kepala
membaca isi pesan balasan dari Dylan. “Sebenernya black inject itu klub motor,
pengajian, sepatu roda apa kumpulan pramuka penegak sih?” pikirnya keheranan.
Yaudah. Jemput gue ke semua acaranya.
@@@
Ivo mendorong troly
belanjaannya ke meja kasir. Suasana supermarket yang ramai membuat cewek
berjilbab ini harus rela mengantri. Cukup lama menunggu, Ivo iseng-iseng
memandang berkeliling. Sampai akhirnya, pandangannya berhenti kepada seseorang
yang kini berdiri dibelakangnya.
“Kak Ricky?”
Yang ditanya malah
bengong.
Ivo tersenyum. “Jelas aja
kakak gak kenal aku.” Kata Ivo. “Tapi anak-anak se-Deportivo sih gak mungkin
gak kenal kakak.”
Ricky tersenyum. Jadi gak
enak hati banyak yang kenal. Batinnya. “Nama kamu siapa?” tanya Ricky akhirnya.
“Inggita Voni Odelia. Tapi
panggil aja Ivo, kak.”
“Panggilan kamu terbentuk
dari inisial nama lengkap kamu donk, ya?” Ricky terlihat takjub.
Ivo mengangguk dan entah
kenapa membuat Ricky sedikit kagum melihat sosok di hadapannya.
“Kakak Cuma belanja itu
aja?” tegur Ivo kepada Ricky yang hanya menenteng setengah lusin minuman
kaleng.
“Iya.” Jawab Ricky. “Gak
niat beli apa-apa, soalnya bis yang kaka tumpangin tiba-tiba mogok di halte
depan. Yaudah, sekalian aja mampir.” Jelasnya.
“Kamu sendirian?” tanya
Ricky ketika tiba giliran Ivo untuk membayar belanjaannya.
“Berdua, tapi tadi mama
dapet telpon suruh cepet-cepet pulang. Tante aku dateng katanya.”
“Nanti tungguin gue bayar
dulu sebentar ya.” Pinta Ricky ketika Ivo telah selesai.
@@@
Tepat jam 8 malam, Dylan
udah nongol di depan rumah Najwa. Ia hanya mengklakson mobilnya satu kali
sebelum Najwa muncul dari balik pagar lalu masuk ke dalam mobil.
“Lo mau kemana, Na?” Tanya
Dylan yang melihat Najwa membawa tas ransel yang biasa ia gunakan untuk
sekolah.
“Pulang dari rumah Aloy,
anterin gue ke rumah Riyu ya.” Pinta Najwa. “Gue mau nginep di sana.”
Dylan hanya mengangguk dan
tak berkomentar apa-apa lagi.
Lima menit berlalu, Najwa
baru menyadari kalau Dylan hanya mengenakan celana jeans tiga perempat dan kaos
biru polos. “Katanya pengajian di rumah Aloy, tapi kenapa pakaian lo kayak
gitu?” Protes Najwa.
“Tadi kan gue Cuma bilang
pengajian di rumah Aloy, bukan berarti anak-anak balck inject juga yang ngaji.”
Dylan membalas protes dari Najwa.
Najwa tercengang mendengar
jawaban Dylan. “Terus, ngapain lo pada kesana? Emang pengajian apaan sih?”
Najwa mengintrogasi.
“Syukuran. Soalnya besok
kakaknya Aloy mau nikah.” Jawab Dylan enteng sebelum akhirnya memarkirkan
mobilnya di depan sebuah rumah. “Kita ke sini ya buat makan-makan. Apa lagi?”
Najwa memandang keluar
jendela. Sudah banyak mobil yang berjejer di sekitar sana. “Tapi belom ada yang
tau kan kalo gue ikut ke sini?” tanya Najwa khawatir.
“Blom sih. Lo aja minta
jemputnya mendadak.”
“Bagus.” Puji Najwa.
“Jangan bilang siapa-siapa. Gue tunggu di dalem mobil.”
“Kalo lo gak turun,
ngapain juga minta gue jemput ke sini?” protes Dylan.
“Gue Cuma penasaran aja,
apa anak-anak black inject sama sekali gak ada yang tau keberadaan ka Vendi?”
“Makanya lo turun dulu.
Jadi lo bisa mastiin sendiri.”
Najwa tetap pada
pendirian. “Gue cukup mastiin semua dari dalam sini.”
Dylan menyerah. Ia tak
bisa memaksa Najwa. “Oke. Tapi kalo ada apa-apa, segera lo telpon gue.” Kata
Dylan. Setelah Najwa menangguk, Dylan pun segera keluar dari mobil.
@@@
Ricky membantu membawakan
barang belanjaan Ivo hingga parkiran. “Makasih ya kak udah mau bantuin.” Kata
Ivo setelah Ricky menutup bagasi belakang mobilnya.
“Iya sama-sama.”
Ivo masuk ke dalam
mobilnya dan langsung membuka kaca jendela. “Kakak pulang naik apa?”
“Nyantai aja, banyak taksi
kok di depan.”
Ivo mengangguk tapi tak
segera pergi. Ia sibuk mencari-cari sesuatu. “Kok gak ada ya.” Gumamnya pelan.
Tapi sikap Ivo membuat Ricky mencurigai sesuatu.
“Nyari kartu parkir?”
tebak Ricky.
“Iya kak.” Kata Ivo
kemudian menepuk dahinya. “Ya ampun, berarti kebawa pulang sama mama.” Ivo
mulai panic.
“Tenang aja.” Ricky dengan
santainya membuka pintu mobil Ivo. “Sini, biar gue yang bawa mobil lo sampai
depan.”
Ivo pun menurut sambil
pindah duduk di jok sebelah.
Entah apa yang dikatakan
Ricky kepada petugas hingga ia berhasil meloloskan mobil Ivo. Ketika berbelok
Ricky langsung menepi dan mengehntikan mobil yang dikendarainya.
“Kok berenti kak?” Protes
Ivo. “Karena kakak udah nolongin aku dua kali, jadi sekalian aja aku anter
kakak pulang.”
“Jangan. Biar gue yang
nganterin lo. Kasih tau aja di mana alamatnya.” Kata Ricky sambil kembali
menajalankan mobil. “Cewek gak baik nyetir malem sendirian.”
Ivo tak bisa menolak.
Selama perjalanan, mereka lebih banyak saling diam. Atau terkadang Ivo yang
memberanikan diri bertanya seputar keseruan Ricky bersama dua kembarannya.
“Tapi jangan bilang-bilang
ya. Gue, Nicky sama Vicky kalo kepepet suka tukeran tempat. Gue nyamar jadi
mereka, atau mereka yang nyamar jadi gue.”
Ivo sangat serius dan
antusias menanggapi cerita Ricky. Pengalaman yang tidak semua orang bisa
merasakan. Ivo sendiri tak sanggup membayangkan kehidupan kakak kelasnya yang
kembar tiga itu.
“Kebiasaan orang tua gue
tuh kalo anaknya ngelakuin kesalahan yang udah cukup fatal, mereka pasti
masukin kita ke pesantren. Gak terlalu lama juga sih.”
“Semua udah pada pernah
ngerasain?” tanya Ivo. Bukannya usil mau tau urusan orang, tapi Ivo bener-bener
di bikin penasaran.
“Sebenernya Vicky doank
yang gak pernah dimasukin pesantren. Jadi tuh dulu pas satu SMA, gue pernah
berantem. Pihak sekolah ngelapor ke ortu gue. Vicky tuh penasaran pengen
ngerasain juga di pesantren. Kebetulan gue ada kompetisi basket, jadilah dia
yang gantiin gue. Tapi kita ketauan kalo tukeran posisi. Gara-gara nilai
ulangan matematika Vicky yang digantiin Nicky jelek. Tau sendiri Nicky lemah di
matapelajaran itu. Yaudah, malah kita bertiga bener-bener di masukin
pesantren.”
Ricky menghentikan mobil.
“Gue nganterin lo sampe
sini aja ya.” Kata Ricky yang sedetik kemudian membuka pintu.
Ivo baru sadar ketika
Ricky menutup pintu. Ia segera turun dan menghampiri Ricky. “Maaf ya kak, aku
keasikan dengerin cerita kakak.”
Ricky hanya tertawa
menanggapinya. “Gapapa kok. Kapan-kapan gue cerita lagi. Dan maaf ya, gue Cuma
nganterin lo sampe gang aja.”
“Harusnya aku yang
berterima kasih karena kakak udah banyak nolongin aku sampe nganterin pulang
juga.”
“Santai aja. Mending lo
cepetan pulang deh. Takut ada yang liat lo dianterin pulang sama cowok.” Kata
Ricky yang kemudian pergi dari sana.
“Hati-hati ya, kak.”
Teriakan Ivo mengiringi langkah Ricky.
@@@
Dylan mencari alasan di
depan teman-temannya yang sedang ngumpul untuk menengok Najwa di mobilnya. Ia
langsung panic begitu tau Najwa sudah tidak ada di sana. Segera, Dylan
menghubungi ponsel Najwa.
Najwa sendiri sudah berada
di pinggir jalan tak jauh dari pintu gerbang perumahan Aloy yang ternyata masih
satu perumahan juga dengan Ivo. Hanya beda blok.
“Halo…” Kata Najwa
menjawab telpon dari Dylan.
“Na, lo dimana?” tanya
Dylan khawatir.
Najwa menyadari
kesalahannya. “Iya maaf gue pergi gak bilang-bilang. Gue udah lagi nunggu taksi
buat ke rumah Riyu kok. Lo tenang aja.”
“Iya, tadi tuh…” Dylan menggantungkan
kata-katanya setelah mendapati Aloy yang kini di belakangnya. “Nanti gue telpon
lo lagi.” Bisiknya ke ponsel, kemudian memutuskan telponnya ke Najwa.
Najwa sendiri tak
berkomentar apa-apa karena taksi yang ditunggunya sudah tiba. Ia segera membuka
pintu berbarengan dengan tangan seseorang. Begitu menoleh, Najwa mendapati
Ricky tersenyum padanya.
“Hai…” Kata Ricky dengan
wajah pucat dan napas yang tersengal-sengal.
Najwa yang khawatir
melihat Ricky berpegangan kuat pada badan taksi untuk menahan berat badannya,
segera menarik Ricky masuk ke dalam taksi bersamanya. Begitu taksi mulai
bergerak, perlahan Ricky bersandar di pundak Najwa hingga akhirnya ia tak
sadarkan diri. Seketika Najwa panik dan segera melarikan Ricky ke rumah sakit.
Setibanya di rumah sakit,
setelah Ricky masuk ke dalam UGD, Najwa diminta untuk mengisi data diri pasien.
“Itu tadi siapa? Kak
Nicky, kak Vicky apa kak Ricky?” gumam Najwa seorang diri membuat kepanikannya
bertambah. “Gue gak sempet liat jam tangannya.” Keluhnya.
Najwa berinisiatif mencari
kontak seseorang di ponselnya. “Tuh kan, gue gak punya nomornya kak Nicky!”
omelnya. “Bego banget sih, kenapa tadi gak maksa minta? Kak Nicky juga kenapa
gak ngingetin?”
Tanpa sadar, Najwa justru
menghubungi Riyu. Nomornya gak aktiv. “Ya iya lah gak aktiv, Riyu lagi galau.”
Tak lama, seorang perawat
menghampiri Najwa dan menyodorkan sebuah dompet dan ponsel milik Ricky.
“Alhamdulillah. Makasih ya, sus.” Ujar Najwa di tenagh kepanikannya.
“Siapapun lo, maaf ya, gue
buka dompet lo tanpa izin.” Kata Najwa bicara sendiri kepada dompet Ricky. Ia
tak berani bersikap kurang ajar menggeledah barang milik orang lain. Focus
Najwa hanya pada sebuah kartu pelajar yang segera di keluarkannya.
“Ricky Airlangga.” Najwa
membaca nama pemilik kartu pelajar tersebut. “Ya ampun, itu kak Ricky?”
Najwa merasakan sebuah
benda bergetar dalam genggamannya. Ternyata ponsel Ricky. Ada sebuah panggilan
masuk dan tertera nama Vicky di layarnya. Najwa akhirnya bisa kembali bernapas
lega. Namun sebelum Najwa sempat menjawab panggilang Vicky, ponsel Ricky
langsung mati kehabisan batere.
“Aduhh… lowbath, lagi.”
Najwa kembali lesu. Tapi ia tak kehabisan akal dengan menukar sim cardnya
dengan sim card ponsel Ricky.
Najwa
mencari nama Vicky di kontak ponselnya. Jelas saja menggunakan simcard Ricky
yang di pasang di hapenya.
“Kak,
ini Najwa. Kak Ricky masuk rumah sakit. Kakak cepetan kesini ya.” Kata Najwa
tanpa buang waktu begitu Vicky menjawab panggilannya.
@@@
Riyu
mengetuk pintu di rumah Najwa. “Najwa… Zaquan…” teriaknya dari luar.
Tak
lama pintu terbuka dan Zaquan yang muncul. “Kenapa?”
“Najwa
mana?” Riyu bertanya tapi sambil menerobos masuk tanpa menunggu Zaquan menjawab
pertanyaannya.
Begitu
sampai di depan kamar Najwa, Riyu mengetuknya dengan tidak sabar. “Na… buka…
kemana lo? Katanya tadi mau ke rumah gue? Gue tungguin kok lo gak
dateng-dateng? ”
“Kalian
tuh apa-apaan sih?” tanya Zaquan herah yang kini sudah berdiri di belakang
Riyu. “Najwa gak ada.” perkataan Zaquan membuat Riyu menatapnya tajam. “Dia bilang
sama gue mau nginep dirumah lo.”
“Apa?”
Riyu hanya ingin memastikan ia tak salah mendengar.
“Dia
udah keluar dari jam delapan.” Kata Zaquan lagi. “Malah sampe bawa ransel
segala.” Lanjutnya dengan suara enteng.
“Tapi
Najwa gak kerumah gue!”
“Mana
gue tau…” ujar Zaquan sambil seenaknya berjalan meninggalkan Riyu di depan
kamar Najwa.
Riyu
cukup merasa kesal dengan sikap Zaquan terhadap Najwa. Untuk mengurangi rasa
penasaran, Riyu membuka pintu kamar Najwa yang tak terkunci. Tak ada
siapa-siapa di sana. Ia mencari hingga kamar mandi, dan hasilnya pun sama.
Najwa tak ada di kamarnya.
Dengan
sedikit gusar, Riyu menekan nomor Najwa dari ponselnya. “Aarrgghh…! Masih gak
aktiv!” geramnya sambil berjalan mengikuti jejak langkah Zaquan.
Riyu
mendapati Zaquan yang dengan santainya bersandar di sofa sambil menonton tivi
dan menenggak sekaleng softdrink. “Heh!” Riyu menarik bagian leher kaos yang
dikenakan Zaquan menggunakan kedua tangannya hingga Zaquan berdiri. “Kakak lo
entah di mana sekarang! Tapi lo masih bisa santai-santai kayak gini di rumah?”
“Hei…
tenang bro…” Zaquan merespon Riyu dengan santai. Meski bisa saja Riyu tiba-tiba
menghajarnya.
“Lo
masih berani nyuruh gue tenang?” bentak Riyu.
Zaquan
malah melengos dan menyepelekan amukan Riyu. “Terus gue harus nyuruh lo ngapain?”
“Gimana
kalo kalo apa yang dialamin Venda kejadian juga sama Najwa?” Riyu semakin kesal
dengan sikap Zaquan.
“Itu
bukan urusan gue. Najwanya aja yang bego nolak Rio. Jelas-jelas Rio anak orang
kaya. Sok jual mahal.” Zaquan malah menyalahkan Najwa.
Riyu
benar-benar harus mengeluarkan kesabaran ekstra. Demi menghindari hal-hal yang
tidak diinginkan, Riyu lebih memilih pergi meninggalkan Zaquan.
@@@
Najwa menunggu di dalam kamar tempat
Ricky dirawat. Ia tertidur di sofa sambil mendekap ranselnya. Hampir setengah
12 malam, Nicky dan Vicky baru datang. Mereka langsung membangunkan Najwa.
“Na…”
Nicky menepuk pelan pundak Najwa.
Vicky
langsung duduk di samping ranjang tempat Ricky berbaring. Mata Vicky memerah
mendapati salah seorang kembarannya terbaring di rumah sakit dengan selang
oksigen mengitari wajah Ricky.
Najwa
mengerjap-ngerjap. Entah sudah berapa lama ia di sana dan tertidur. Najwa
memegangi kepalanya yang terasa pusing.
“Ayo,
Na… gue anter pulang.” Kata Nicky pelan.
Najwa
menggeleng. “Gue niat nginep di rumah Riyu, tapi karena udah malem, gue di sini
aja boleh kan?” Pintanya.
Nicky
tampaknya tak tega menolak permintaan Najwa. “Terserah deh.” Ia hanya mengehela
napas dan menyandarkan badannya di sofa. Tepat di samping Najwa.
Najwa
pun tersenyum pada Nicky penuh rasa terima kasih.
“Gimana
ceritanya kamu bisa ketemu Ricky?” tanya Vicky yang kini sudah berada di
samping Najwa hingga membuat cewek itu berada di tengah-tengah.
“Aku
Cuma gak sengaja rebutan taksi di depan gerbang perumahannya Ivo. Terus, karena
liat kondisi kak Ricky kayak gitu, aku langsung tarik dia masuk ke dalem
taksi.” Ujar Najwa sambil gantian menoleh ke kedua orang di kanan dan kirinya.
“Sejak
kapan dia gak sadarin diri kayak gini?” tanya Vicky lagi.
“Gak
lama setelah kita masuk ke dalam taksi.” Jawab Najwa. Baik Vicky ataupun Nicky
tak ada yang bereaksi setelah itu. “Emang kak Ricky sakit apa sih?”
“Ricky
perokok berat.” Nicky yang menjawab, membuat Najwa menoleh ke arahnya.
“Sebenernya paru-paru Ricky udah gak kuat.”
“Kenapa
gak dilarang sih?” omel Najwa, kali ini ia menatap Vicky penuh penyalahan.
“Eh,
lo pikir?” Balas Nicky hingga membuat Najwa menoleh kembali padanya. “Kita gak
ada yang usaha bikin Ricky berenti ngerokok?” Nicky terdengar tak sabar.
Najwa
langsung mingslep mendengar bentakan Nicky.
Beruntung
di sana ada Vicky yang menjadi penengah. “Udah deh, Nick. Najwa tuh gak tau
apa-apa.”
“Maaf
ya, Na.” ujar Nicky penuh rasa bersalah.
“Gapapa.
Gue ngerti kok.”
Suasana
malam yang hening membuat ruangan terasa sangat sepi karena tak satupun dari
mereka yang bicara. Ricky sendiri belum bereaksi apa-apa.
“Tapi
kak Ricky masih bisa sembuh kan?” kata Najwa akhirnya, terdengar sedikit
khawatir.
“Bisa,
kalo dia mau ngurangin bahkan berhenti ngerokok.” Vicky memberikan secercah
harapan.
“Emang
selama ini kak Ricky sanggup ngabisin berapa batang rokok sehari?” Najwa
penasaran.
“Dua
sampe tiga bungkus.”
“Hah?”
Najwa tercengang. “Gila, apa?”
“Baru
tau kalo Ricky gila?” celetuk Nicky tepat dibelakang Najwa.
Najwa
tak berkomentar karena Vicky lebih dulu mengambil alih pembicaraan. “Waktu kita
kelas satu SMA, Ricky pernah punya pacar. Cewek itu firstlovenya, tapi bukan berarti sekaligus pacar pertamanya juga.”
Kata Vicky memulai cerita. “Awalnya cewek itu pernah bilang kalo dia gak suka
sama cowok perokok. Tapi ternyata, semua bohong. Dia malah selingkuh dibelakang
Ricky dengan cowok yang bisa dibilang perokok juga.
“Sampai
akhirnya berita itu didengar Ricky.” Vicky masih melanjutkan ceritanya. “Ricky
yang awalnya gak pernah ngerokok, mulai belajar ngerokok dan berjanji, kalo dia
gak akan berhenti ngerokok kalo dia belom bener-bener dapet cewek yang lebih
baik dari cewek itu dan bisa menghilangkan sakit hatinya.”
“Apa
itu juga awal mula kak Ricky jadi playboy kayak sekarang?” tanya Najwa lagi
yang merasa sudah cukup jauh menyelami kehidupan kakak kelasnya itu. Jadi, gak
ada salahnya kalo ia ingin menyelam lebih dalam lagi.
“Yupz…”
suara Nicky yang terdengar. Ia ingin ambil bagian dalam bercerita. “Karena Jasmin
udah selingkuh sama sepupu kita sendiri.”
“Sepupu?”
Najwa mengulangi perkataan Nicky. “Siapa?”
“Rio.”
Jawab Vicky singkat.
“Rio
mana nih?”
“Wiryo
Airlangga. Mantan lo.” Kata Nicky setengah menyindir.
“Hah?
Kalian sepupuan?” Najwa semakin tak percaya. “Kok bisa?”
“Heran,
ya?” Nicky balik bertanya. “Sama! Kita juga heran kenapa bisa sepupuan sama
orang kayak gitu. Gak adik, gak kakak, sama aja!” Nicky ngomel sendiri.
“Eh,
tunggu deh.” Najwa seolah teringat sesuatu. “Dari mana lo tau kalo Rio mantan
gue?” tanya Najwa dengan tatapan menyelidik terhadap Nicky.
Nicky
yang tak siap dengan pertanyaan Najwa, menatap Vicky meminta pertolongan. Namun
Vicky tak membantu apa-apa. Mereka berdua malah saling melempar tanggung jawab.
“Kak…
pliss…” Najwa memandang Vicky dan Nicky bergantian. “Gue sekarang udah masuk ke
dalam kehidupan kalian. Jadi tolong jangan sembunyiin apa-apa dari gue.”
Vicky
akhirnya mau untuk bercerita. Dimulai dari kedekatan antara Nicky dan Venda.
Lanjut ketika Venda meminta Nicky untuk menjaga Najwa. Hingga Ricky yang suka
pada Najwa.
@@@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar