Jung
Woon, Siwon, Ryeowook dan Sun Woo mulai mengatur strategi untuk menolong
Hyukjae. Ketika mobil van pergi dan hanya meninggalkan satu orang saja yang
berjaga di sana, mereka pun beraksi.
Yang
pertama maju adalah Sun Woo. Ia menyamar menanyakan alamat. Kebetulan di daeran
tersebut memang sangat sepi oleh warga. “Maaf paman, saya sedang mencari
alamat, dan tidak ada siapapu di sekitar sini.” Berhasil. Sun Woo berhasil
membawa pria tersebut hingga keluar gang. Sementara Jung Woon dan Siwon
mengikuti dari belakang. Setelah mendapatkan sedikit celah, mereka pun tak
menyia-nyiakan untuk menyelinap ke dalam gang tersebut.
Hanya
beberapa meter dari sana, mereka menemukan bangunan yang berdiri di tengah-tengah
dan dikelilingi tembok yang cukup tinggi. Beruntung di sana tidak ada orang
lain lagi yang menjaga. Siwon dan Jung Woon dapat segera masuk dengan mudah,
karena pintu juga tidak terkunci. Bangunan hanya terdiri dari satu ruangan. Dan
di sanalah tubuh lemah Hyukjae terbaring. Pria itu masih sadar sepenuhnya,
namun ia tak bisa menggerakan bagian tubuhnya.
“Tuan,
jangan khawatir. Kami teman-teman Joon. Kami akan segera menyelamatkan mu.”
Kata Siwon ketika di hadapan Hyukjae.
Meski
tak bisa melakukan apa-apa, namun terlihat dari mata Hyukjae bahwa pria itu
sangat berterima kasih dengan dua pemuda di hadapannya.
“Hei…!
Siapa kalian!” Siwon dan Jong Woon sontak menegang.
‘Sial. Kami tertangkap.’
Rutuk Siwon dalam hati. Perlahan ia pun bangkit dan berbalik. Seorang pria
berpakaian sama dengan pria yang bersama Sun Woo di luar menodongkan pistol
bergantian tepat ke wajahnya dan Jong Woon.
“Ayolah tuan. Jangan
menggangu waktu santai kita.” Kata Jung Woon seolah meremehkan bodyguard itu.
@@@
“Siwon
dan Jung Woon tertangkap. Segera habisi pria itu.” Kata Ryeowook kepada Sun Woo
melalui monitor yang dihubungkan melalui alat yang digunakan Sun Woo untuk bisa
mendengarkan kata-kata dari Ryeowook.
Sun
Woo melirik pria tersebut yang masih menjelaskan sesuatu padanya. “Terima kasih
telah membantu, paman.” Kata Sun Woo setelah pria itu menyelesaikan
kata-katanya. “Kalau begitu saya permisi.” Lanjut Sun Woo.
Ketika berbalik, Sun Woo
sambil mengambil selembar sapu tangan dari balik saku jaketnya. Ia pun kembali
berbalik dengan cepat dan mendekap pria tadi dari belakang menggunakan sapu
tangan tadi. Seketika, tubuh pria itu melemah hingga akhirnya kehilangan
kesadarannya. Tentu saja karena Sun Woo telah memberikan obat bius di sapu
tangan tersebut.
Sun
Woo menekan sebuah tombol kecil pada benda semacam handsfree yang tergantung pada daun telinganya. “Cepat ke lokasi.”
Perintah Sun Woo kepada Ryeowook. Lalu ia pun segera melesat menelusuri gang
kecil tadi.
@@@
Joon
berkeliling di tengah gelapnya malam untuk mencari keberadaan Haesa. Ia merasa
seolah memiliki tanggung jawab terhadap gadis itu. Pemuda ini pun menajamkan
penglihatannya sambil mengedarkan pandangan melalui kaca mobil. Dengan spontan,
kakinya menginjak pedal rem karena melihat gang sempit di seberang sana, tempat
ia pertama kali bertemu Haesa.
Joon
pun segera menepikan mobil lalu menyeberang. Entah dengan alasan apa ia merasa
Haesa berada di sana. Ketika beberapa meter sebelum Joon sampai, ia pun melihat
seorang pemuda berbelok dan masuk ke dalam gang tersebut juga.
“Sung
Sandeul?” pekik Joon pelan membuatnya tiba-tiba saja teringat dengan pekerjaan
kotornya yang harus ia selesaikan sekarang. Perlahan Joon mengikuti dan menjaga
jarak agar tidak mencurigakan. Ia juga telah menyiapkan pistol dalam
genggamannya. Jika waktunya telah tepat, ia akan segera menghabisi nyawa
Sandeul.
Joon
melihat Sandeul kembali berbelok. “Sandeul?” terdengar suara seorang gadis dari
arah tempat Sandeul berbelok. Joon pun menahan diri untuk tidak menyerang
sekarang, karena saat itu Sandeul tidak sedang sendiri.
“Aku
hanya jalan-jalan. Dan ku dengar Haesa sering menemui Cheondung di sini.
Jadilah aku ke sini.” Kata Sandeul menjawab kebingungan Haesa. Sandeul menatap
Haesa dengan menyiratkan pertanyaan tentang siapa pemuda yang berdiri di
samping Haesa itu.
“Kenalkan,
dia Choi Minho.” Minho dan Sandeul saling berjabat tangan. “Sandeul teman ku
semasa pelatihan mua thai.” Jelas
Haesa sambil menatap Minho. “Dan Minho…”
“Kekasihmu,
kan?” potong Sandeul.
Sementara
di ujung gang tempat Sandeul muncul, Joon dapat dengan jelas mendengar ucapan
orang-orang di sana. Ia pun juga bisa melihat jelas ke arah Sandeul, Haesa dan
Minho karena tempat itu dilengkapi penerangan.
“Sandeul
teman Fleur?” Tanya Joon seorang diri tak mempercayai begitu saja dengan apa
yang dilihatnya.
@@@
“Cepat
pergi, atau aku akan membunuh kalian.” Ancam Soohyun.
“Sebelum
kau membunuh kami, kami lah yang akan membunuh mu terlebih dahulu.” Balas Sun
Woo yang ternyata juga telah medodongkan sebuah pistol di belakang kepala
Soohyun.
Jung
Woon tak menyia-nyiakan kesempatan ketika Soohyun lengah. Ia pun merebut pistol
tersebut dari tangan Soohyun lalu balas menyodorkan pistol ke depan wajah
Soohyun.
Siwon
sendiri langsung bertindak dengan menggotong tubuh Hyukjae seorang diri.
Soohyun pun digiring meninggalkan bangunan tersebut. sementara Sun Woo tak
lepas menatap lekat wajah Soohyun. Ia merasa seperti mengenal orang itu.
Di
luar sana, Ryeowook berdiri di samping pria yang tergeletak tak sadarkan diri
akibat obat bius yang diberikan Sun Woo. Ia pun tersenyum lega melihat Siwon
muncul sambil menggotong tubuh Hyukjae. Namun ekspresinye berubah seketika saat
melihat wajah pria yang digiring oleh Sun Woo dan Jung Woon.
“Kak
Soohyun?” tebaknya dengan mata terbelalak.
“Akh…
ternyata benar?” Tanya Sun Woo memastikan kebenaran apa yang ia pikirkan sejak
tadi. “Pantas saja aku seperti pernah mengenalnya.”
“Kalian
mengenalnya?” Tanya Jung Woon kepada dua adiknya dengan tatapan menyelidik.
“Dia
seniorku dan Sun Woo ketika kami belajar ilmu bela diri.” Jelas Ryeowook.
“Kalian
bereskan orang itu, dan aku akan membawanya ke mobil.” Perintah Jung Woon dan
langsung disetujui dua adiknya.
Namun
ketika baru beberapa langkah, Soohyun memberontak dan berhasil merebut pistol
dari tangan Jung Woon. Sun Woo yang sadar dengan kejadian itu langsung
menyodorkan kembali pistolnya ke arah Soohyun. Namun Soohyun lebih dulu
menodongkan pistol ke wajah Jung Woon.
“Letakkan
senjatamu atau kau mau dia mati?” ancam Soohyun. Tidak ingin mengambil resiko, Sun
Woo pun menuruti dengan melepaskan pistolnya ke aspal lalu mengangkat ke dua
tangannya. Namun di saat yang bersamaan, terdengar satu kali suara tembakan.
Jong
Woon memejamkan matanya, namun ia tak merasakan sakit di bagian tubuhnya yang
manapun. Justru Soohyun lah yang menjerit karena peluru yang melesat keluar
dari pistol yang digenggam Siwon menembus kakinya. Perlahan pria itu pun
tersungkur namun masih dapat sadarkan diri.
“Ayo
cepat.” Jong Woon mengingatkan kembali untuk Ryeowook dan Sun Woo kembali
menjalankan tugas mereka. Sementara ia akan membawa Soohyun ke dalam mobil.
Sun
Woo memungut pistolnya lalu dimasukkan ke dalam saku jaketnya sebelum ikut
membantu Ryeowook membawa pria yang masih pingsan tadi ke dalam gang.
@@@
Beberapa
kali Minho terlihat melirik arlojinya dengan gusar.
“Kau kenapa?” Tanya
Cheondung yang curiga dengan perubahan sikap Minho.
“Aku tak bisa berada di
sini lebih lama lagi.”
Haesa menatap Minho
khawatir. “Kenapa? Apa besok kau akan bertanding?”
“Iya. Besok kami akan bertanding
melawan timnas Indonesia.” Kata Minho berusaha terlihat semangat.
“Waah…” gumam Sandeul
kagum. “Kau pemain sepakbola?”
Minho menggaruk belakang
kepalanya yang tak gatal. “Doakan kami menang ya? Dan kalau sempat, datanglah ke
stadion.” Katanya untuk menutupi kegugupannya.
“Akan ku usahakan.”
Setelah Sandeul berkata,
Minho pun berdiri. Meski sebenarnya ia sangat tak ingin meninggalkan tempat
itu. Terlebih di sana ada Haesa, kekasihnya. Saat Minho bangkit, tangan Haesa
ikut terangkat. Ternyata gelang yang dipakainya tersangkut ke ujung jaket
Minho.
“Sepertinya aku memang tak
diizinkan untuk pergi.” Kata Minho sedih sambil melepaskan gelang Haesa dari
jaketnya. Haesa pun hanya tertawa menanggapinya. Minho membimbing tangan Haesa
untuk gadis itu berdiri.
Sandeul dan Cheondung
terbelalak dengan pemandangan di hadapan mereka. Sontak saja merek pura-pura
sibuk sendiri dan seolah tak melihat bahwa Minho hendak mencium Haesa.
“Nitip salam buat
Baekhyun, katakan juga kalau aku ingin berfoto dengannya.” Perkataan Haesa
seketika membuat Minho mengurungkan niat. Padahan bibir mereka hanya berjarak
beberapa centi lagi sebelum akhirnya bertemu.
“Tak akan ku biarkan.”
Cibir Minho kesal. Namun sedetik kemudian ia kembali tersenyum. “Jaga diri mu.”
Ujar Minho sambil mengacak rambut Haesa. Lalu beralih melirik Cheondung dan
Sandeul. “Kalian tolong jaga Haesa untuk ku.” Pesan Minho sebelum akhirnya
meninggalkan tempat itu.
@@@
Joon
masih setia menunggu di sana. Ia juga melihat ketika Minho mulai melangkah ke
arah tempat ia berada. Joon pun bergerak mencari tempat aman untuk bersembunyi
dari Minho.
Tak
lama Minho pun melintas dan pemuda itu bisa dipastikan tak menyadari kehadiran
Joon. Setelah Minho menghilang dari pandangannya, Joon hendak kembali ke
persembunyian yang sebelumnya. Namun tiba-tiba ada sebuah tangan menggapai
pundaknya.
“Kau
tak akan bisa lolos lagi, Joon.” Ancam sebuah suara di belakangnya.
Joon
digiring keluar dari tempat persembunyiannya. Mereka adalah orang-orang yang memang
tengah mengincar Joon. Kyung Jae, Sunghyun dan Jaeseop. Namun bukan Joon
namanya kalau ia hanya diam saja. Joon pun berontak membuat Kyung Jae
mengeluarkan pistol miliknya.
Adu jotos pun tak bisa
dihindari karena Sunghyun dan Jaeseop tak mau melepaskan Joon begitu saja.
Kyung Jae sudah mengarahkan pistolnya ke tubuh Joon. Namun karena Joon terus
bergerak menghindar, memukul bahkan menendang membuat tubuhnya sesekali
dihalangi tubuh Sunghyun dan Jaeseop sehingga Kyung Jae tak juga mengambil
keputusan menembak. Ia takut mengenai satu dari dua temannya.
Sesekali Joon meraba-raba
jaketnya tapi ia tak dapat menemukan pistolnya yang entah jatuh di mana. Kesempatan.
Kyung Jae menarik pelatuk, dan… DOR! Peluru pun lepas landas. Namun sayang,
yang menjadi korban bukanlah Joon, melainkan Jaeseop yang tanpa sepengetahuan
Kyung Jae mendekat untuk kembali menyerang Joon.
Joon pun segera melarikan
diri dari sana.
@@@
Sun
Woo sibuk dengan laptopnya. Sementara Ryeowook membersihkan luka di kaki
Soohyun yang ternyata hanya terserempet peluru yang dilepaskan Siwon. Lalu Jung
Woon menemani sang ayah, Kang Hangeng yang seorang dokter untuk memeriksa
kondisi Hyukjae. Namun Siwon hanya duduk di sudut ruangan memperhatikan
aktifitas orang-orang yang berada satu ruangan dengannya.
“Sepertinya
selama diculik, Hyukjae diberikan obat pemati saraf. Dia masih mendengar dan
melihat apapun. Namun tubuhnya tidak bisa digerakkan sama sekali. Ia juga tak
bisa berbicara. Tapi aku telah memberikan obat untuk menghilangkan pengaruh
obatnya.” Analisis Hangeng setelah memeriksa kondisi Hyukjae.
“Apa
Tuan Hyukjae masih bisa sembuh?” Tanya Sun Woo setelah aktifitasnya selesai.
Hangeng
menoleh ke anak bungsunya. “Tentu saja.” Katanya cerah. “Namun butuh waktu yang
tidak sebentar karena aku yakin pasti Hyukjae mengalami ini dalam jangka waktu
yang cukup lama.” Ujarnya kemudian.
Suasana
pun hening seketika. Ryewook bangkit karena tugasnya telah selesai. Beberapa
kali sejak membawa Hyukjae dan Soohyun, Jung Woon memang terlihat sering
memperhatikan Soohyun. Lalu ia pun mendekati Soohyun yang duduk di sofa dengan
tatapan menyelidik.
“Sekarang
aku ingat kalau aku juga pernah mengenalmu.”
Soohyun
mendongak dan menatap Jung Woon bingung. “Maksudmu?”
“Kau
Shin Soohyun, kakak kelas ku di SMA.” Ujar Jong Woon yakin. “Kenapa kau menjadi
seperti ini? Bukan kah kau termsuk siswa berprestasi?”
“Seperti
apa maksudmu?” Tanya Soohyun lagi yang masih kurang mengerti dengan maksud
ucapan Jung Woon.
“Kenapa
kau malah membantu Shin Donghee? Kau tau kan siapa dia?” Jung Woon langsung ke
maksud pertanyaannya.
“Aku
tidak membantu. Bahkan dia tidak tau bahwa aku menjadi anak buahnya.” Semua
mata menatap Soohyun yang tengah bercerita. “Posisiku sebenarnya tidak resmi di
sana. Aku hanya ingin membalas dendam ku pada orang itu…” Soohyun menuding
tajam ke arah Hyukjae. “…yang telah membunuh kekasih ku dua tahun lalu.”
“Bohong!”
tegas Siwon namun matanya telah tertuju ke Hyukjae.
Sun
Woo sangat terlihat tertarik dengan pemandangan di hadapannya namun ia tak
berniat untuk terlibat.
Saat
Soohyun bercerita dan menuduh Hyukjae membunuh kekasihnya, Siwon sontak melirik
Hyukjae dan melihat mata pria itu yang seperti menyiratkan sesuatu bahwa bukan
dia yang melakukan itu.
Siwon
ganti menatap tajam Soohyun. “Hyukjae telah berhenti dari pekerjaan kotor itu
hampir 20 tahun, bahkan ia pun menghilang sejak 5 tahun lalu. Dan kemungkinan
terbesar adalah Shin Donghee yang melakukannya bahkan Shin Donghee telah
mengambil alih agensi itu dari tangan Hyukjae.” Jelas Siwon.
“Kau
salah besar jika ingin membalaskan dendam kepada Hyukjae dan keluarganya.”
Lanjut Jung Woon membuat Soohyun tenggelam dalam pikirannya seorang diri.
@@@
Cheondung
menatap Haesa dalam. “Sekarang kau katakan padaku, kau tinggal di mana?” Tanya
Cheondung ketika Minho sudah tidak ada di sekitar mereka.
“Dengar.”
Haesa berusaha setenang mungkin menghadapi Cheondung. “Semalam aku bertemu
seorang pemuda yang dikejar oleh 3 pria. Aku tak kenal satu pun dari mereka.
Namun anehnya, pria yang mengejar itu justru malah menginginkan ku dan akan
melepas kan pemuda itu.” Jelas Haesa.
Sandeul
dan Cheondung dengan seksama mendengarkan tiap kata yang keluar dari mulut
Haesa.
“Tapi
pemuda itu tak menurutinya. Dia malah membawaku lari.” Lanjut Haesa. Lalu ia
menghela napas sejenak. “Maaf aku tak jujur dengan kalian bahwa aku telah
menjual apartmen ku. Dan semalam aku tidur di apartmen pemuda itu.”
“Kau
tidur dengannya?” cetus Cheondung dengan kagetnya.
“Jangan
asal bicara, kau!” kesal Haesa sambil memukul kepala Cheondung. “Dia menyuruhku
menggunakan kamarnya. Dan aku malah diingatkan untuk mengunci pintu. Sementara
dia menempati kamar seperti ruang kerjanya.”
“Kau
masih tinggal di sana?” Tanya Sandeul penuh minat.
“Ku
bilang aku ingin mencari pekerjaan, namun ia tak mengizinkan ku pergi dan malah
menyuruhku bekerja di sana.”
Cheondung
terlihat sesekali masih memegangi puncak kepalanya. “Apa pekerjaan orang itu?”
“Entahlah.
Aku belum tau banyak. Tapi kemarin ia banyak menghabiskan waktu di ruangan
itu.”
“Kalau
begitu, cepat keluar dari rumah itu. Dan aku akan mencarikan mu kamar.”
Perintah Cheondung.
“Tidak.”
Tolak Haesa. “Kalian cukup mengawasi ku dari jauh. Karena sepertinya orang itu
menyimpan sesuatu.”
“Sesuatu?”
Sandeul mengulangi perkataan Haesa. “Apa dia terlihat mencurigakan? Mungkin
saja dia termasuk anak buah dari orang yang kita cari.” Tebaknya.
“Aku
akan mencari tau tentang itu. Dan menurutku, dia juga seperti mencurigai
sesuatu terhadapku. Aku akan tetap di sana dan mengikuti permainannya.”
“Kau
akan tetap sering datang, kan?” Tanya Cheondung khawatir.
“Tentu
saja.” Jawab Haesa pasti. “Oiya, gimana keadaan kakak dan ibu ku? Sepertinya
aku kesulitan untuk ke sana.”
“Masih
seperti yang terakhir kali kau tau. Tapi kau jangan khawatir, Seungho sering menjenguk
ibu mu dan Yong Hwa serta Jonghyun bergantian menjaga Kibum.” Jelas Cheondung
lalu mendekatkan wajahnya ke telinga Haesa. “Kau tau? Mereka punya misi
mengungkap rahasia anak yang hilang 19 tahun yang lalu.” Bisiknya.
Suara
Cheondung sebenarnya cukup keras untuk ukuran sebuah bisikan hingga membuat
Sandeul tertawa kecil karena membayangkan apa saja yang dilakukan Jonghyun dan
Yong Hwa.
@@@
Joon
kembali ke mobil. Lalu ada sebuah pesan masuk di ponselnya yang ia tinggal di
dalam mobil. Dari Mourice (Kang Sun Woo)…
Aku mengirim sesuatu melalui e-mail. Tapi ku
peringatkan kau untuk jangan gegabah mengambil tindakan. Besok aku dan Siwon
akan datang ke sana.
Setelah
membaca isi pesan tersebut, Joon segera melesat kembali menuju apartmennya.
Begitu sampai, ia pun segera ke ruangan yang ia gunakan sebagai kamarnya juga
setelah Haesa berada di sana. Joon duduk di kursi lalu membuka laptopnya.
Beberapa
jam yang lalu, saat keluarga Kang menemukan serta berhasil membawa pergi
Hyukjae, pria yang pingsan akibat obat bius yang diberikan Sun Woo, dibawa
masuk oleh Ryeowook dan Sun Woo ke dalam bangunan tempat Siwon dan Jung Woon
menemukan tubuh Hyukjae.
Setelah
itu, Sun Woo dan Ryeowook membakar bangunan tersebut beserta pria yang masih
pingsan tadi. Secara tidak langsung mereka membunuh pria itu.
Tentu
saja berita yang di dapat Joon tidak seperti kenyataannya. Ia hanya tau bahwa
ayahnya ditemukan mati terbakar di dalam bangunan tersebut dan mayatnya sudah
tak bisa dikenali lagi.
Joon
hanya sanggup mendekap mulutnya untuk menahan tangis. Tak lama ponselnya
bergetar tanda panggilan masuk. Dari Jong Woon. Dengan berat, Joon menjawab
panggilan tersebut.
“Hallo…”
kata Joon dengan suara bergetar.
“Joon,
kami tau kau sangat terpukul. Ku ingatkan sekali lagi, kau jangan gegabah
melakukan tindakan. Kami di sini akan tetap mencari tau keberadaan ibu mu.
Besok Siwon dan Sun Woo akan membantu mu di sana.” Kata Jung Woon panjang
lebar. “Kau dengar aku?” tegur Jung Woon karena Joon tak merespon apa pun.
Klik!
Joon sudah tak sanggup lagi. Ia lantas memutuskan sambungan telponnya.
@@@
Jonghyun
masuk ke dalam ruangan serba putih itu, tempat Kibum di rawat pasca kecelakaan
beberapa waktu lalu. Ternyata Kibum telah sadar, namun kondisinya masih lemah
dan belum diizinkan banyak bicara.
“Kibum?
Syukurlah kau telah sadar.” Kata Jonghyun lega dan Kibum terlihat berusaha
menunjukan senyumnya meski sedikit. “Mana Yong Hwa?” Tanya Jonghyun tak
berperasaan. Jelas saja Kibum hanya memberi tau lewat lirikan ketika Yong Hwa
berada di kamar kecil.
“Kau
sudah di sini?” ujar Yong Hwa ketika baru keluar dan tengah menutup pintu.
Jonghyun
pun berbalik menatap Yong Hwa. “Aku sudah menemukan tanggal lahir Changsun,
bulan Februari.”
Yong
Hwa diam memikirkan sesuatu sambil menatap Jonghyun penuh arti. Jonghyun pun
tersenyum tanda ia mengerti maksud tatapan Yong Hwa.
“Malam
ini kita beraksi.” Cetus Jonghyun.
Jonghyun
dan Yong Hwa sama-sama menyadari bahwa Kibum mengawasi mereka. “Kau tak perlu
tau apa yang akan kita lakukan malam nanti.” Kata Yong Hwa sambil nyengir.
@@@
Haesa
menepati janjinya untuk kembali ke apartmen Joon. Ia melangkah sambil menenteng
sebuah kantong plastic berisi makanan yang sengaja ia bawakan untuk Joon.
Begitu sampai, Haesa langsung menekan bel di depan pintu apartmen Joon. Setelah
beberapa kali, belum ada yang merespon dari dalam.
“Apa
Joon belum pulang?” tebak Haesa namun tangannya iseng membuka knop pintu dan
akhirnya pintu terbuka. “Kenapa tak di kunci?” ucapnya heran. Tapi ia tak
memepedulikan dan tetap bergegas masuk ke dalam ruangan yang masih gelap.
Selagi
melangkah, tangan Haesa yang bebas meraba dinding untuk mencari saklar lampu.
Setelah ruangan terang, Haesa mengedarkan pandangan. Tak ada yang aneh di sana.
Lalu tatapan Haesa tertuju ke ruangan yang biasa di tempati Joon. Haesa pun melesat
ke sana sambil meletakkan makanan yang ia bawa di meja manapun yang terjangkau
oleh tangannya.
Pintu
itu terbuka sedikit. Haesa memutuskan mengintip terlebih dahulu. Dari dalam
terdengar seperti suara orang tengah menangis. “Joon?” teriak Haesa yang
khawatir sambil menerobos masuk.
Tubuh
Joon meringkuk di bawah meja. Ia menangis sambil memeluk lutut dan
menenggelamkan wajahnya di sana.
“Joon
kau kenapa?” Tanya Haesa ketika ikut berjongkok di hadapan Joon. Namun tak ada
respon dari orang yang bersangkutan. “Joon! Ceritakan padaku apa yang terjadi
padamu?” Haesa mulai tak sabar mengguncang-guncangkan tubuh pemuda dihadapannya.
Sementara Joon masih saja enggan untuk mengangkat wajahnya.
“Joon!”
Haesa memaksa Joon menunjukkan wajahnya. Air mata Joon telah membasahi jeans
dan ujung lengan kaosnya. Dan wajah Joon pun terlihat mulai sembap karena telah
lama ia menangis. “Kenapa tak jawab? Kau tak menganggap ku ada?”
Bukannya
menjawab, Joon malah semakin keras menangis. “Joon… aku sekarang teman mu. Kau
bisa menceritakan apapun padaku mulai hari ini.” Kata Haesa lembut sambil
mengusap kedua belah pipi Joon dengan telapak tangannya.
Haesa
menatap Joon yang masih terisak. Ia juga berusaha menahan air matanya agar tak
pecah. Namun sebelum semuanya terjadi, Haesa cepat-cepat menarik tubuh Joon ke
dalam pelukannya. Dan akhirnya, air mata yang sudah payah Haesa tahan pun jatuh
juga.
“Ayah
ku meninggal.” Ujar Joon dengan suara samar membuat Haesa semakin erat
memeluknya.
@@@
Ini
adalah kedua kalinya Jonghyun dan Yong Hwa menyamar dan masuk ke ruang arsip.
Namun nampaknya malam ini mereka tak terlalu mendapatkan hambatan yang berarti.
Mereka
mencari sesuatu di rak arsip yang sama. Setelah beberapa lama, mereka pun
akhirnya menemukan data kelahiran seorang anak laki-laki bernama Park Changsun.
Anak dari pasangan Park Jung Soo dengan Kang Soo Ra.
Jonghyun
mengembalikan data-data yang dipegangnya pada tempat semula dengan sangat tak
bersemangat. “Pantas saja pihak kepolisian sudah angkat tangan. Karena memang
tak ada petunjuk lebih spesifik untuk menemukan anak itu. Apa lagi Changsung
kini pasti sudah dewasa.” Ujarnya putus asa.
“Ayolah…
kenapa kau malah seperti ini. Aku yakin misteri ini pasti akan dapat
terpecahkan.” Yong Hwa berusaha menyemangati. “Kita tinggal cari petunjuk lain
dan menajamkan insting kalau-kalau ada yang mencurigakan yang kita temui di
luar sana.”
“Baiklah…”
ujar Jonghyun pasrah.
Yong
Hwa kembali melanjutkan kegiatannya mengembalikan ke tempat semula. “Apa kau
sudah selesai?” Tanya Yong Hwa setelah meletakkan kembali map terakhir dalam
tangannya.
Jonghyun
pun berbalik dan mengangguk menunjukkan bahwa ia juga telah selesai.
“Ayo
kita pergi dari sini.” Ajak Yong Hwa untuk keluar dari ruangan tersebut.
@@@
Setelah
beberapa saat memeluk tubuh Joon, Haesa pun melepaskan tubuh pemuda dalam
dekapannya. “Maaf karena tadi aku meninggalkan mu sendiri…” ujar Haesa merasa
bersalah sambil menyeka air mata yang sempat sedikit membasahi pipinya.
“Tak
apa.” Joon mengangguk dan tangisnya pun telah berhenti. “Tapi kau kembali ke
sini?”
“Apa
kau tak tau bahwa mencari pekerjaan itu tidak mudah? Aku sudah mendapatkannya,
jadi aku akan berusaha untuk mempertahankan pekerjaanku. Apa lagi aku mendapat
majikan baik hati seperti mu.” Kata Haesa ceria dan berusaha agar keceriaannya
menular ke Joon.
Joon
pun tersenyum samar. ‘Tapi kau tak tau apa pekerjaan ku yang sebenarnya.’ Gumam
Joon dalam hati.
“Aku
tau kau pasti belum makan?” tebaknya penuh perhatian membuat Joon mengangguk
seperti anak kecil. Haesa semakin merasa bersalah dengan perlakuannya tadi.
“Kalau begitu, ayo ikut aku.” Ajak Haesa yang tak sungkan menarik tangan Joon.
Pemuda itu pun pasrah mengikuti langkah kaki Haesa.
@@@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar