Tiga…
Nissa keluar dari mobil dengan cukup tergesa-gesa.
Hari ini ia sedikit terlambat. Namun langkahnya terhenti sesaat ketika
menyadari mobil yang terparkir di samping mobilnya bukanlah mobil milik Vicky
atau Ricky yang seperti biasa ia lihat.
Nissa melirik jam
tangannya. Satu menit lagi bel. “Vicky
sama Ricky tumben belom dateng?” namun ia sendiri tak punya cukup banyak waktu
mengurusi hal itu. Nissa setengah berlari menuju kelasnya. Begitu melintasi
parkiran motor, kembali ia menghentikan langkahnya. “Nicky juga gak ada?” Nissa
dalam keheranan besar. Motor besar dengan warna merah dan paling mencolok,
tidak terparkir di sana.
Bel
akhirnya berdering ke seantero sekolah. Tak ada waktu, Nissa hanya sempat untuk
meletakkan tasnya di kursi panjang di depan-depan kelas dan berlari ke lapangan
untuk upacara.
Di
sana Nissa bertemu Riyu. “Eh, tumben lo telat?” Tegurnya. “Pasti nonton bola
semaleman!” Tebaknya.
“Chelsea
lawan Arsenal semalem seru banget.” Ujar Nissa penuh semangat.
“Dasar
lo ye! Itu kan ampe jam 2 pagi?” Tapi Riyu sama sekali tak heran dengan Nissa
yang pecinta sepakbola. “Posisi lo jadi protocol udah ada yang nempatin tuh.”
“Hah?
Yang bener?” Tanya Nissa masih penuh semangat sambil berusaha melihat keadaan
tak jauh dari tiang bendera.
“Ngapain
juga gue boonk? Lo sih, telat.” Ujar Riyu sambil berbalik.
“Bagus
deh.” Nissa tambah keliatan hepi banget. “Eh, tunggu tunggu tunggu.” Nissa
mengejar Riyu yang sudah bergabung dengan teman sekelasnya di barisan.
“Tritwins belom dateng ya?” (Tritwins yang dimaksud Nissa adalah Nicky, Ricky,
dan Vicky).
“Mana
gue tau?” balas Riyu sedikit sewot. “Emang gue emaknya?”
Nissa
memutar bola matanya. Dan tanpa komentar, bergabung dengan teman sekelasnya
yang bersebelahan dengan kelas Riyu.
@@@
Ketika
jam istirahat, Nissa bersandar di depan kelasnya. Ia harap-harap cemas sambil
berusaha menelpon seseorang. Berulang kali ia menghubungi nomor yang sama.
Namun hasilnya sama.
“Nick, aktivin donk
hapenya.” Keluhnya. Sampai akhirnya, ada seorang cewek melintas di depannya.
“Viola.” Teriak Nissa hingga cewek itu berbalik mendekatinya.
“Kenapa? Kok panic gitu?”
“Nicky masuk gak?”
Viola menggeleng. “Kenapa
nih? Kangen ya?” ledeknya.
“Bukannya gitu.” Nissa
langsung menepis pandangan Viola. “Gue heran aja. Hari ini tuh Ricky juga gak
masuk.”
“Ricky gak masuk?” Viola
mengulangi ucapan Nissa. “Vicky gimana? Coba lo telpon deh.” Viola memberi
saran.
“Udah. Tapi gak ada satu
pun yang aktiv. Kalo Vicky gue gak tau deh.” Ujarnya pasrah. Sampai akhirnya ia
melihat Riyu dari kejauhan. “Riyu…!” Nissa berteriak sambil melambai agar Riyu
menyadari ia memanggilnya.
“Vicky ada di kelas?”
Viola yang bertanya ketika Riyu sudah berada diantanya dirinya dan Nissa.
“Di kelas?” Riyu ditanya
malah balik nanya. “Masuk sekolah aja, nggak.”
Nissa menghela napas. “Tuh
kan bener, tritwins gak masuk.” Ujarnya lemah.
“Kok bisa?” Riyu
mengernyitkan dahi. “Tumben banget tuh anak tiga kompakan bolosnya.”
“Yaudahlah, lo tenang
aja.” Viola berusaha menenangkan Nissa sambil mengusap lembut lengan temannya
itu. “Mereka pasti punya alasan kok untuk ini.”
“Riyu!” Najwa berteriak
dari belakang Riyu.
Riyu berbalik dan cukup
terperangah melihat Najwa tiba-tiba muncul sudah dengan seragam SMA Deportivo.
“Eh, elo Na? Udah di sini aja? Perlu bantuan gue?”
“Eh, Riyu, siapa nih?”
tanya Viola dengan tatapan terganggu karena kehadiran Najwa. “Anak baru itu ya?
Adik kelas kita, kan? Kok gak sopan sih manggil lo gak pake ‘kak’?” tuduhnya
sambil memberi tekanan ketika menyebut ‘kak’.
Najwa langsung menyadari
kesalahannya. “Iya kak. Maaf.” Sedetik kemudian, ia sudah menggeret Riyu pergi
dari sana.
“Ya udah lah, gue mau
nengokin anak madding dulu.” Kata Nissa akhirnya sambil melangkah pergi.
@@@
“Kalo minta temenin
keliling sekolah tuh bilang donk. Jangan maen tarik kayak gini.” Riyu menggoda
sepupunya itu.
“Penting banget gitu?”
balas Najwa jutek.
“Ya, itu sih terserah lo
aja. Tapi gue Cuma mau ingetin, walau sebenernya gue sendiri juga gak enak ngedengernya.”
Riyu terdengar ragu. “Kalo di lingkungan sekolah, coba biasain panggil gue
‘kak’. Tapi diluar itu, suka-suka lo deh.”
“Iye.” Jawab Najwa
singkat.
Mereka sampai di kantin
dan duduk di meja kosong. Beberapa orang curi-curi pandang memperhatikan Najwa
yang hanya duduk berdua dengan Riyu. Dan cukup ampuh untuk membuat Najwa tak
nyaman.
Najwa mendekatkan wajahnya
ke Riyu. “Heh? Lo udah punya cewek ya? Kok mereka ngeliatin gue sinis gitu?”
Najwa bertanya dengan suara pelan.
“Gue belom punya cewek,
tapi kalo fans…” Riyu menjawab dengan santai seolah tak terjadi apa-apa. “Banyak…”
“Yee… Narsis dahsyat lo!”
celetuk Najwa sambil mendaratkan satu jitakan kepada Riyu.
“Aduh.” Riyu meringis
kesakitan. “Sadis banget sih lo?”
“Bodo!” Ujar Najwa cuek.
“Oke.. oke..” Riyu tak
ingin melanjutkan. “Ada apaan lo nyari gue?” Tanya Riyu akhirnya, masih sambil
mengelus kepalanya yang tadi dijitak Najwa.
Najwa menghela napas.
“Udah dapet kabar tentang ka Vendi? Temen kalian kan banyak yang sama juga.
Masa satu pun gak ada yang tau sih?”
“Gue udah berusaha tanya
sana sini kok. Mereka juga udah gue peringatin buat ngabarin kalo ada yang liat
dimana Vendi. Tapi ampe sekarang belom ada hasilnya.”
Najwa merasa tak ada
harapan. “Ntar malem gue nginep di rumah lo ya?” pinta Najwa.
“Heh? Yang bener aja?”
Wajah Riyu terlihat keheranan.
“Kenapa? Gak boleh?” Najwa
balik bertanya dengan nada mengancam.
“Woelah, sensi amat sih?”
balas Riyu. “Lagian, tumben aja.”
“Ortu gue ke Kalimantan
selama sebulan. Yaa… rumah gue sepi lah. Atau nggak, lo yang nginep di rumah
deh.” Kata Najwa penuh semangat, kali ini terdengar sedikit merayu.
“Tapi kan masih ada
Zaquan.”
Najwa menyandarkan
badannya. Seketika semangatnya hilang kala mendengar Riyu menyebutkan nama
Zaquan. “Intinya, mau apa nggak?” Najwa hanya ingin memastikan tanpa ingin
membahas adiknya.
“Yaudah, terserah lo aja.”
Riyu hanya bisa mengalah.
“Nah, gitu donk.” Ujar
Najwa membuat Riyu gemas setengah idup terhadapnya. Kemudian berdiri. Namun
Riyu berhasil mencekal tangan Najwa.
“Lo pulang ama siapa
nanti?” Tanya Riyu. Biar gimanapun sikap Najwa terhadapnya, Riyu sama sekali
gak bisa dendam terhadap sepupunya yang satu ini.
“Ya sama lo lah, Riyu. Apa
gunanya gue punya sepupu satu sekolah gini.” Ujar Najwa sekenanya.
Riyu langsung melepas
cengkeramannya terhadap tangan Najwa. Ia tak bisa mengiyakan permintaan Najwa,
tapi ia juga gak tega untuk menolaknya juga.
“Yaudah deh terserah lo
aja.” Kata Najwa kemudian berbalik. “Jangan nyesel kalo ampe ‘bread talk’
melayang ya.” Lanjutnya sambil melangkah.
Sontak Riyu menatap
langkah Najwa. “Sial! Ngancem gue pake ‘bread talk’.”
@@@
Ricky dan kedua
kembarannya masih berada di Bandung. Seperti kebiasaannya, Ricky pagi ini
sedang menikmati sebatang rokok ketika Vicky menghampirinya di tepi balkon
kamar yang mereka tempati bertiga.
Vicky yang membawa dua
gelas susu, memberikan salah satunya ke Ricky. “Apa jadinya ya, Deportivo tanpa
tritwins?” ledek Vicky, seraya membayangkan suasana sekolah tanpa mereka
bertiga.
Ricky tertawa. “Pasti
bakal heboh parah.” Ia menimpali. “Bisa jadi Nissa udah pasang berita di madding.”
Lanjutnya, tapi kemudian terdiam. “Eh, tritwins apaan?” tanya Ricky dengan
tampang polos.
“Tritwins tuh panggilan
buat kita bertiga.” Jawab Vicky.
“Emang? Sejak kapan? Siapa
yang ngasih nama gitu? Kok gue gak tau?” Ricky nyerocos masih dengan tanpang
sok polosnya.
“Yee… kemana aja sih lo?”
“Eh, Nick.” Ricky
berteriak ketika mendapati Nicky keluar dari kamar mandi sambil mengusap-ngusap
rambutnya menggunakan handuk. “Lo tau tritwins?”
“Tritwins?” Nicky
mengulangi. Ketika ia memastikan Ricky mengangguk, Nicky menghampiri ke balkon.
“Tau. Nissa yang bikin, kan? Itu kan panggilan buat kita bertiga.”
“Kok gue baru tau ya?”
Nicky tertawa. “Lo gimana
sih? Seantero sekolah tuh udah pada tau kali.” Ujarnya sambil mengambil gelas
dari tangan Vicky dan menghabiskan isinya yang tinggal setengah itu.
“Maklum lah, doi terlalu
sibuk sama profesinya sebagai playboy.” Vicky ikut menambahi. Namun Ricky sama
sekali tak mau ambil pusing perihal ledekan kedua kembarannya ini.
Suasana hening sesaat.
“Rick.” Ujar Nicky akhirnya
setelah beberapa saat terdiam. Ricky pun menoleh. “Cewek anak SMA Priority yang
lo taksir itu, namanya Najwa Ferdinan?”
Ricky tak langsung
menjawab. Ia justru kembali teringat kejadian yang sudah hampir setengah tahun
berlalu.
Ketika sekolahnya mengadakan sparing melawan sekolah Najwa.
Saat itu, Najwa yang bermain voli mewakili sekolahnya, benar-benar bermain
cantik dan sangat menyita perhatian Ricky. Kala itu Ricky yang juga menjadi
atlit basket untuk sekolahnya, baru keluar dari toilet sehabis berganti
pakaian. Ricky yang tergesa-gesa tak begitu memperhatikan langkahnya, menabrak
seorang cewek yang tak lain adalah Najwa hingga cewek itu terjungkal.
“Eh, maaf gue gak sengaja.” Kata Ricky yang langsung membantu
Najwa dengan menarik tangannya.
“Iya gapapa. Maaf juga aku gak liat.” Najwa membalas ucapan
Ricky sambil membersihkan celananya.
“Rick. Buruan.” Teriak seseorang dari kejauhan.
“Iya.” Ricky meneriakinya balik. Ia kembali menatap Najwa.
“Gue duluan ya.” Ujarnya lagi sebelum pergi. Ketika berbelok, Ricky
menyempatkan diri berhenti dan berbalik. Meski hanya sedetik, Ricky cukup puas
kembali melihat Najwa yang kini berlajan ke arah berlawanan dengannya. Kejadian
itu berhasil membuatnya tersenyum salah tingkah.
“Heh? Bengong lagi, lo?”
Suara Vicky membuyarkan lamunan Ricky.
Ricky tertawa dan telihat
salah tingkah dipergoki seperti itu oleh Vicky dan Nicky.
“Jadi bener?” Nicky hanya
ingin memastikan sesuatu.
“Bener apanya?” Ricky
balik bertanya. Masih terlihat cukup salah tingkah. Namun ia berusaha menyembunyikannya
dengan pura-pura kembali menikmati rokoknya.
“Gak usah berlagak sok
polos gitu lo, boy.” Vicky benar-benar memanfaatkan kegugupan Ricky untuk
meledeknya.
“Seperti apa permintaan
Venda.” Kata Nicky cukup serius. Ia tak terpengaruh provokasi Vicky untuk
mojokin Ricky. Namun Ricky masih belum merespon. “Udah saatnya lo ngedeketin
cewek itu.”
“Maksudnya?” Vicky justru
yang balik bertanya. “Lo mau nyuruh Ricky buat ngapain?”
Tatapan Nicky lurus ke
arah Ricky. “Gue mau lo jadi gue buat ngejagain Najwa.”
Ricky akhirnya menoleh.
Vicky ikut tercengang mendengarnya.
“Gue gak mau.” Ucap Ricky
tegas.
“Kenapa?”
“Itu amanat Venda buat lo.
Kalo sampe dia tau kita tukeran tempat, gue yakin dia bakal kecewa berat. Apa
lo tega kalo itu sampe beneran terjadi?” Gantian, Ricky yang membuat Nicky
terdiam.
Ricky sadar akan niat baik
yang ditawarkan Nicky. Untuk mengurangi rasa bersalahnya terhadap Nicky, ia
mendekati salah satu kembarannya itu dan memegang pundaknya.
“Gue ngehargain niat baik
lo.” Ujar Ricky lagi. “Tapi gue mau pake usaha gue sendiri buat ngedeketin
Najwa.”
Vicky merengkuh pundak
kedua kembarannya itu. Ia menatap Nicky. “Nick, lo gak usah khawatir sama
kembaran kita yang playboy satu ini. Bukan rintangan berarti buat dia kalo Cuma
dihalangin sama lo.” Kali ini Vicky bicara sambil menengok ke Ricky.
Ricky balas menatap Vicky.
“Kayaknya lo seneng banget nyebut gue ‘playboy’?”
“Hah?” Vicky tak berani
membalas ucapan Ricky.
Nicky sendiri akhirnya
tertawa sejadi-jadinya menyaksikan ekspresi Vicky yang sulit digambarkan dan
tampang Ricky yang menatapnya bingung. “Gak usah dimasukin hati ucapannya si
Vicky. Soalnya itu kan udah takdir lo, bro.” kata Nicky sambil memukul pelan
salah satu lengan Ricky.
“Sial!” Gumam Ricky sambil
mengacak-ngacak rambutnya. Kembali salah tingkah.
@@@
Bersama Najwa, sepulang
sekolah Riyu mengendarai motornya menuju SMA Priority. Ia langsung menuju
lapangan parkir.
“Lo yakin?” Tanya Riyu
ragu ketika Najwa turun dan menyerahkan helmnya ke Riyu..
“Ini salah satu usaha gue
buat ketemu ka Vendi.” Ujar Najwa meyakinkan. “Lagian, mustahil banget kalo gak
ada satu orang pun yang tau dimana
keberadaan ka Vendi.”
Riyu masih diam.
“Lo mau tetep di sini apa
nemenin gue ke dalem?” tanya Najwa lagi.
Mau gak mau, akhirnya Riyu
turun dan mengikuti kemanapun langkah Najwa. Mereka mengarah ke lapangan
basket. Di sana ada beberapa siswa laki-laki yang latihan.
“Dylan!”
Najwa meneriaki salah satu dari mereka yang sedang berjalan ke pinggir
lapangan.
“Najwa?”
cowok itu mendekati Najwa.
“Sibuk
ya?”
“Gue
gak nyangka kalo lo beneran dikeluarin Cuma gara-gara mukul Rio.” Kata Dylan
penuh kecewa ketika melihat Najwa dengan seragam barunya. “Sumpah, kalo Rio
bukan anak dari orang yang berpengaruh di sekolah ini, udah gue habisin tuh
orang.”
“Udah
lah.” Najwa berusaha menenangkan Dylan yang terlihat cukup emosi.
“Tapi
gue sama anak-anak beneran gak rela lo dikeluarin dengan cara kayak gini.” Ujar
Dylan lagi.
Najwa
tersenyum. “Justru gue seneng lagi, jadi gak perlu ketemu sama kak Rio.”
Dylan
tertawa. “Bener juga.”
“Eiya,
Lan. Kenalin nih sepupu gue.” Najwa menunjuk Riyu.
“Hei…
Dylan.” Ujar Dylan sambil menyodorkan tangannya.
“Riyu.”
Balas Riyu.
“Gue
yakin, semua pasti udah tau berita yang menimpa kedua kakak gue.” Kata Najwa
kembali melanjutkan maksudnya.
“Iya.
Lo pasti mau nyari tau tentang ka Vendi?” tebaknya.
“Apa
udah ada kabar?”
Dylan
menggeleng. “Anak-anak ‘black inject’ (sebuah klub motor yang diikuti Vendi)
juga gak ada yang tau.”
“Gak
tau apa gak mau ngasih tau?”
Dylan
tersentak. “Sumpah, gue gak tau.” Ucapnya buru-buru.
“Iya
iya… gue bercanda. Tapi kalo ada kabar dari kak Vendi, segera kasih tau gue
ya.” Ujar Najwa lagi sambil menunggu Dylan mengangguk. Lalu ia memantau suasana
di dalam lapangan. “Kak Aloy.” Teriaknya.
Seseorang yang mengenakan
seragam basket nomor 7 yang berada di dalam lapangan menoleh. Ia melambaikan
tangan begitu tau siapa yang memanggilnya. “Hey, Na.”
“Makin cakep aja lo.”
Balas Najwa sedikit menggoda.
Aloy langsung terlihat
salah tingkah di sambut ledekan rekan-rekannya yang lain.
“Kok Aloy doank? Gue juga
donk.” Teriak salah seorang lagi.
“Kagak akh. Pendekin dikit
dulu tuh rambut.” Balasan Najwa yang terakhir membuat pecah tawa
teman-temannya. Ia kembali menoleh ke Dylan yang masih berdiri dihadapannya.
“Gue balik ya.”
“Oke. Sering-sering main
kesini ya.”
Najwa mengangguk menyambut
permintaan Dylan. “Oy, Frans.” Teriak Najwa lagi kepada cowok yang tadi. “Lo
cakep kok. Itu pun kalo mata gue gak salah liat ya.” Najwa cekikikan melihat Frans
melempar bola basket ke arahnya.
@@@
“Berarti langsung ke rumah
lo aja dulu.” Kata Najwa ketika mereka sampai di parkiran.
“Najwa.”
Najwa dan Riyu menoleh
bersamaan ke arah sumber suara.
Itu Rio. “Kok kamu ada di
sini?” tanyanya penuh semangat.
Najwa mengangkat bahu.
Cukup malas baginya menghadapi seseorang yang benar-benar sangat ingin
dihindarinya. Ia meraih helm yang disodorkan Riyu.
“Oh… jadi kamu kesini Cuma
buat nunjukin ‘pacar’ baru kamu?” ujar Rio begitu menyadari orang lain yang
berada di antara mereka.
‘Suka-suka deh mau ngomong
apa.’ Ujar Najwa hanya dalam hati. Begitu Riyu menyalakan mesin motornya, tanpa
pamit, Najwa naik dan pergi bersama Riyu.
“Najwa. Jangan pergi
dulu.” Teriak Rio setengah berlari mengejar motor Riyu.
Najwa menoleh dan hanya
menggoda Rio sambil melambaikan tangannya tanpa meminta Riyu menghentikan
motornya.
@@@
Hari kedua tritwins gak
masuk sekolah. Nissa juga masih sedikit terlihat tak tenang. Bagaimana tidak?
Ini sudah hampir hari keempat ia tak bisa menghubungi ponsel Nicky.
Jam istirahat pertama.
Setelah membereskan alat-alat tulisnya, Nissa langsung mengeluarkan ponsel dan
tak henti-henti untuk menghubungi Nicky. Setelah beberapa kali hasilnya sama,
Nissa akhirnya putus asa. Ia hanya mengirimi sebuah pesan yang bisa dipastikan
langsung terpending.
Lo dimana, Nick? Sumpah gue khawatir tritwins gak ada. pliss
langsung hubungin gue setelah lo terima pesan ini…
Benar saja. Pesan itu
terpending. Nissa hanya sanggup menghela napas. Ia memasukan ponselnya ke saku
kemeja sekolahnya dan melangkah keluar. Di ambang pintu Nissa berpapasan dengan
salah satu cowok teman sekelasnya yang melintas. Namanya Erwan.
“Er…” tegurnya.
“Kenapa Niss?”
“Ada kerjaan ga?”
“Hah? Kerjaan?” Erwan
sedikit terkejut dan balik bertanya. “Kerja part time gitu maksudnya?”
“Eh, bukan bukan bukan.”
Nissa langsung meralat ucapannya. “Sorry salah ngomong, maksud gue, kali aja lo
lagi ngapain gitu, yang bisa gue bantuin.”
Erwan tampak berfikir.
Sedikit ragu sepertinya.
“Itu buku apaan?” Tanya
Nissa karena melihat Erwan membawa tumpukan buku-buku. “Trus mau lo bawa
kemana?”
“Oh, ini buku-buku di
perpustakaan yang udah jarang dibaca. Kata Vicky, ada orang yang mau bayarin
semua ini. Sekarang sih mau gue taro di secretariat OSIS dulu.” Jelasnya.
“Vicky? Dia udah masuk?”
mata Nissa terlihat berbinar.
“Gak ada.” Erwan
menggeleng dan memudarkan senyum Nissa.
Nissa menghela napas.
‘Yaudah lah.’ Batinnya. Kemudian Nissa memperhatikan tiap sudut tumpukan buku
yang dibawa Erwan itu. “Kok rata-rata buku cerita sama buku pengetahuan buat
anak-anak sih? Emang perpus kita ada buku kayak gitu ya?” Tanya Nissa heran.
“Ya nggak lah, Nis. Ini
sih baru gue ambil dari perpusnya anak SD. Banyak banget.” Keluh Erwan. “Belom
lagi perpus anak-anak SMP.”
Nissa memperhatikan
sekitar. “Lo sendiri aja gitu?” Ia bertanya karena hanya ada Erwan seorang yang
membawa tumpukan buku seperti itu.
“Alan sama Juna lagi di
perpus SMP. Kalo yang laen, entahlah. Lo tau sendiri, kalo disuruh kayak gini
pada banyak alasan. Tapi kalo urusan seneng-senengnya pada semangat ’45 deh.”
Kata Erwan sambil menggeleng memaklumi kebiasaan teman-temannya. “Harusnya gue
bareng Vicky. Tapi lo tau sendiri tuh anak dari kemaren ngilang. Jadi, yaa…
Gitu deh.”
“Dasar emang ketua OSIS
gak bertanggung jawab.” Omelnya. “Yaudah sini deh, gue yang bantuin.”
Erwan mengangguk senang
menyambut niat baik Nissa dan mengajaknya menuju ruang secretariat OSIS.
15 menit kemudian, Erwan
dan Nissa telah kembali menuju ruang secretariat OSIS dengan masing-masing
membawa tumpukan buku. Kebetulan Najwa sempat melintas dan melihat barang
bawaan Nissa dan Erwan. Ia memperhatikan hingga matanya mengikuti langkah kedua
orang itu hingga mereka menghilang ke dalam ruangan.
“Permisi kak.” Kata Najwa
yang nekat memasuki ruangan.
Nissa dan Erwan menoleh
ketika meletakkan buku-buku itu di salah satu sudut ruangan bersama tumpukan
buku-buku yang lain.
“Ada apa? Kamu nyari
Vicky? Sayangnya dia gak masuk tuh, dek.” Ujar Nissa lembut.
“Nggak kok kak.” Najwa
menunjuk tumpukan bukau yang berada dibelakang Nissa dan Erwan berada.
“Buku-buku itu mau diapain kak? Aku tadi sempet liat covernya yang atas, buku
cerita buat anak.”
Erwan langsung mengerti
maksud Najwa. “Ini buku-buku yang udah jarang dibaca di perpus SD. Rencananya
ada yang mau bayarin semua buku ini.”
“Dirumah aku punya banyak
buku cerita yang udah gak pernah tersentuh lagi. Aku bawa kesini aja ya?” Tanya
Nissa penuh semangat. “Tapi tenang aja, aku gak akan minta uang hasil penjualan
buku itu kok.” Lanjut Najwa segera, ketika melihat Erwan dan Nissa saling
tatap.
“Kamu serius?” Nissa
bertanya hanya untuk memastikan.
Najwa pun mengangguk
mantap membuat Nissa dan Erwan terlihat sumringah.
“Oiya, nama kamu siapa?”
tanya Erwan.
“Najwa kak.”
“Aku Erwan. Dan ini Nissa.”
Kata Erwan sambil menunjuk Nissa yang masih tersenyum bahagia. “Kamu bisa bawa
buku-buku itu besok? Soalnya orang itu mau kesini besok.”
“Oke. Sip.” Jawab Najwa
bersemangat seraya mengacungkan kedua ibu jarinya. “Kalo gitu, aku permisi dulu
kak.”
“Kita langsung ketemuan di
sini ya.” Teriak Nissa mengiringi langkah Najwa.
@@@
“Nissa tadi SMS gue, dia
nanyain lo mulu tuh.” Kata Vicky sambil duduk di samping Nicky yang sibuk tivi.
“Telpon gih.” Vicky menyodorkan ponselnya karena ia tau, hape Nicky yang sebelumnya
dibawa Ricky tertinggal di apartmen.
Ragu-ragu Nicky melirik
jam. Pukul 3 sore, akhirnya ia menyambar ponsel Vicky. Sedetik kemudian, Nicky
sudah menempelkan ponsel itu ke telinganya.
Nissa yang baru saja masuk
ke dalam mobilnya mencari hapenya yang bergetar di dalam tas sambil berharap
kalau Nickylah yang menghubunginya. Tertera nama ‘vicky tritwins’ di layarnya.
Itu cukup membuatnya kembali tak bersemangat.
“Hallo…” Sapanya pelan.
“Lemes amat lo, Nis?”
Suara orang di seberang
telepon membuat Nissa menegakkan badannya. “Nicky?” sontak, semangatnya
langsung kembali.
“Ternyata lo bisa ngenalin
gue juga ya walau lewat telpon.” Nicky memuji tebakan Nissa yang langsung tepat
sasaran. Biarpun kembar, cara Nicky, Vicky atau pun Ricky ketika menelpon Nissa
jelas sangat berbeda. 180 derajat.
Nissa sama sekali tak bisa
menyembunyikan kegembiraannya. “Lo kemana aja, Nick? Sumpah gue khawatir banget
hape lo empat hari gak aktiv. Lo dimana sekarang? Vicky sama Ricky kenapa gak
masuk juga? Lo baik-baik aja kan?” Nissa langsung menghujani Nicky dengan
pertanyaan- pertanyaan tanpa henti. Membuat Nicky harus sedikit menjauhkan
ponsel dari telinganya.
Nicky menatap kedua
kembarannya seolah meminta tolong. Namun Vicky dan Ricky hanya tertawa
menanggapi penderitaan Nicky.
“Udah ngomongnya?” Tanya
Nicky karena dirasa suara Nissa mulai melemah. “Gak capek apa lo?”
“Belom.” Ucap Nissa tegas.
“Suruh Ricky cepet pulang. Besok kita ada ulangan Kimia. Sama bilangin ke
Vicky, buku bekas yang mau dijual udah kekumpul banyak. Besok bakal nambah lagi
dari anak kelas satu yang nyumbangin buku pribadinya. Dan lo…”
“Gue juga?” Nicky memotong
kata-kata Nissa yang jika dibiarkan, bisa tak berhenti selama dua jam.
“Tugas Biologi yang
kemaren udah lo kirim belom?”
Nicky terlihat berfikir
dan langsung teringat sesuatu. “Tugas Biologi gue?” Ia bertanya pada Vicky
namun tanpa suara. Vicky yang mengerti langsung mengangguk. “Oh, itu? Udah
donk.” Jawab Nicky penuh percaya diri.
“Bagus lah. Yaudah. Lo
cepetan balik deh.” Pinta Nissa.
“Iya. Paling besok” Kata
Nicky sedikit ragu. “Lo gak mau tanya kenapa gue pergi?”
“Pastilah gue bakal tanya.
Tapi setelah lo balik. Dan jangan berusaha menghindar. Oke? Ntar gue telpon
lagi. Gue buru-buru. Daaa…”
Nissa yang tiba-tiba saja
memutuskan telponnya membuat Nicky cukup terkejut. Sedetik kemudian, ia
menghela napas dan bersandar di sofa. Lega rasanya bisa terlepas dari ceramahan
temannya yang satu itu.
“Nissa ngomong apa aja?”
Tanya Ricky yang begitu penasaran karena ekspresi wajah Nicky tadi yang hanya
bisa diam.
“Katanya kalian besok ada
ulangan Kimia?”
Mata Ricky terlihat
melebar. “Astaga.” Ia menepuk dahi. “Gue kan udah daftar acara MURI buat rekor
pemukulan drum terbanyak. Acaranya kan di Bandung, dan besok pula. Gue gak
mungkin bolak-balik ke Jakarta.”
Nicky memandang Vicky
meminta solusi. “Kayaknya terpaksa salah satu dari kita buat gantiin posisi
Ricky.”
“Tapi jangan gue.” Vicky
menolak. “Besok gue ada ujian olahraga. Dan siangnya bakal ketemuan sama orang
yang mau bayarin buku-buku bekas dari sekolah kita.”
“Jadwal olahraga lo sama
Kimia gue kan barengan, Vick.” Kata Ricky.
“Yaudah, berarti gue yang
gantiin lo.” Ujar Nicky pasrah sambil menoleh ke Ricky. “Tapi, gue mau pas
kimia, lo yang jadi Ricky.” Kata Nicky lagi, kali ini fokusnya untuk Vicky.
“Jadi, lo yang bolos?”
Nicky mengangguk.
“Apa gak bakal ada yang
curiga?” Hanya Vicky yang terlihat masih sangat ragu.
“Kita ngelakuin ini bukan
untuk pertama kalinya, kan?” Nicky menunggu kedua kembarannya mengganguk.
“Lagian, kalaupun ada yang curiga, paling-paling si Nissa doank. Dia juga gak
bakal rese kok.”
Vicky akhirnya mengangguk.
“Bener juga sih.”
“Kalian ikhlas kan
ngelakuinnya?” Tanya Ricky yang merasa sedikit tak enak hati telah menyusahkan
kedua kembarannya.
“Lo tenang aja. Kalo bukan kita yang nolong,
siapa lagi.”
Ricky tersenyum mendengar
jawaban Nicky. “Thanks ya lo berdua.” Saking senengnya, Ricky memeluk Nicky dan
Vicky bersamaan.
“Tumben lo bertiga akur?”
celetuk Luna yang tiba-tiba saja muncul.
@@@
Riyu jadi menginap di
rumah Najwa. Mereka juga berangkat ke sekolah sedikit lebih pagi. Ternyata,
buku-buku yang terkumpul dari rumah Najwa cukup banyak. Sehingga hari ini
terpaksa Riyu mengendarai mobil. Dengan bantuan dua orang siswa yang tak
sengaja melintas, Najwa dan Riyu langsung membawa buku tersebut ke ruang
secretariat. Dan tak di duga, ternyata Nissa dan Erwan sudah berada di sana.
“Makasih ya.” Kata Riyu
begitu dua orang tadi usai membantunya.
“Banyak banget? Ini buku
pribadi kamu?” Tanya Nissa yang terlihat takjub menatap tumpukan buku yang
dibawakan Najwa.
“Lumayan, kak.” Jawab
Najwa sedikit tersipu. “Tapi sebagian aku juga dapet dari adenya Ri… eh,
maksdunya kak Riyu.”
Nissa dan Erwan memandang
Riyu dengan tatapan menyelidik.
Riyu menghela napas. “Lo
berdua jangan mikir yang macem-macem dulu.” Ia memang harus mengatakan yang
sebenarnya. “Nyokap gue sama nyokapnya Najwa tuh adik kakak kandung. Jadi kita
sepupuan.”
Nissa tertawa menanggapi
pikiran negativnya. “Oke. Makasih banyak ya, Naj.”
Najwa mengangguk.
“Sama-sama kak. Aku juga seneng kok ngelakuin ini.”
Tiba-tiba Nissa teringat
sesuatu. Ia mencari cari isi dalam tasnya.
“Kenapa, Nis?” tanya
Erwan.
“Hape gue.” Tak lama,
Nissa terlihat menepuk dahinya. “Ketinggalan di mobil, gue ambil dulu ya.”
Nissa segera berlari meninggalkan ruangan itu.
@@@
Nissa baru saja menutup
pintu mobilnya setelah sebuah mobil masuk dan terparkir di sebelahnya. Matanya
terbelalak melihat mobil yang dikenalinya sebagai mobil Ricky. Nissa langsung
menajamkan mata untuk dapat melihat mobil putih yang diparkirkan di sebelah
mobil hitam tersebut.
“Vicky.” Ujar Nissa penuh
senyum sambil berlari dan langsung memeluk Vicky.
Meski sedikit terkejut
karena Nissa setengah menubruknya, namun Vicky sama sekali tak keberatan. Malah
ia sempat mengelus pundak Nissa sesaat sebelum Nissa melepaskan pelukannya. “Lo
kemana aja sih? Tega ya, gak ada satu pun yang ngabarin gue.”
Vicky tak sempat menjawab,
karena Nissa juga sudah membalikkan badan untuk memastikan siapa yang berdiri
di belakangnya.
Dan… Nissa yang terkejut,
langsung memeluk orang itu. “Rick…” Nissa tak melanjutkan kata-katanya sambil
melepas pelukkannya. Ia merasakan sesuatu yang janggal meski orang itu tadi
sempat membalas pelukannya.
Nissa menatap Ricky dari
ujung kaki hingga kepala. Sepatu, ikat pingang, jam tangan, ransel. Keseluruhannya
berwarna hitam. Warna yang mengidentikan sebagai Ricky. Ia benar-benar menatap.
Ketika sampai ke mata, Nissa dua kali lipat menajamkan penglihatannya.
Vicky yang berdiri sedikit
dibelakang Nissa, mempersiapkan diri untuk menghadapi sebuah kemungkinan yang
sedikit dikhawatirkannya.
Nissa sedikit terbelalak.
“Nicky lo…”
“Shit!” Umpat Vicky sambil
mendekap mulut Nissa sebelum cewek itu berkata yang lain lagi sambil membawanya
ke antara mobil Ricky dan mobilnya.
Nicky mengikuti sambil
memastikan suasana sekitar. “Sssttt…” desisnya sambil menempelkan jari telunjuk
ke bibirnya. “Jangan keras-keras.”
“Ternyata bener ya, lo
emang bisa ngenalin satu per satu antara kita bertiga.” Kata Vicky yang telah
melepaskan dekapannya. “Tapi, kok bisa sih?” tanya Vicky terlihat heran.
“Eh, percuma donk gue
kenal kalian dari jamannya kita masih bayi?” Nissa membela diri. “Dan selama
sekolah, kita sama sekali gak pisah.” Lanjutnya, kali ini ia menoleh ke Nicky.
“Lagian, gak mungkin juga Ricky seberantakan ini.” Nissa menunjuk ke bagian
bawah kemeja Nicky yang keluar dari celana.
“Tuh kan? Gue bilang juga
apa? Rapihin tuh seragam lo.” Vicky menyalahkan Nicky yang tak mau mendengar
ucapannya.
“Walaupun lo udah pake
atribut pribadinya Ricky, tapi pasti gak kepikiran buat tukeran parfum juga,
kan?”
Nicky langsung mencium
kerah seragamnya. “Iya.” Ucapnya sambil nyengir. “Kadang lo pinter juga ya.”
Nicky yang terlihat gemas, merangkul pundak Nissa.
“Baru tau lo?”
Nicky melepaskan
rangkulannya. “Baru dipuji dikit, udah narsis.” Celetuknya dengan suara pelan.
Namun tetap saja, baik Nissa ataupun Vicky dapat mendengarnya.
Nissa tertawa. “Yaudah..
yaudah.. terus sekarang tuh si Ricky kemana?”
“Masih di Bandung.” Vicky
yang menjawab.
“Bandung?” Nissa
mengulangi perkataan Vicky. “Dimasukin ke
pesantren lagi?” Tebaknya.
“Nggak. Dia masih ada
acara lagi di sana. Paling besok juga udah masuk sekolah lagi.”
Nissa mengangguk tanpa
ingin bertanya apa-apa lagi.
“Eh, katanya ada anak baru
ya? Masuk di kelas berapa?”
“Anak kelas dua. Tepatnya
di kelas mana, gue juga kurang tau tuh.” Nissa mencurigai sesuatu kala Vicky
dan Nicky saling lempar pandangan. “Kenapa emang?”
“Ha? Gapapa kok.” Vicky
langsung menepis pikiran-pikiran lain dari Nissa.
“Cakep ga?” Tanya Nicky
iseng, membuat Nissa menatapnya tajam.
Tapi kemudian Nissa
tersenyum. “Ternyata barang-barangnya Ricky juga bisa bikin pemakainya jadi
playboy, ya?” ledeknya.
@@@
Bel pergantian jam
berbunyi. Nicky yang duduk sebangku,
mendekati wajahnya ke Nissa. Ia membisikkan sesuatu. “Sekarang pelajaran
apa?”
“Kimia. Ricky ada ulangan
lho.” Nissa mengingatkan.
“Iya ngerti. Gue mau
keluar dulu sebentar.” Kata Nicky yang langsung pergi tanpa menunggu Nissa
meresponnya.
Tak sampai lima menit,
Nicky telah kembali dan langsung duduk di samping Nissa. Ia memperhatikan
suasana mejanya. “Tumben si Nicky mejanya rapih.”
Nissa yang semula sibuk
menulis, langsung menghentikan aktifitasnya dan menoleh ke Nicky. “Lo Vicky?”
Nissa yang telah mengetahui hal sebenarnya, bertanya dengan berbisik.
Vicky mengangguk.
“Ngapain lo kesini?
Bukannya kelas lo lagi pelajaran olahraga? Kalian ada penilaian kan?” semua
pertanyaan Nissa hanya dijawab dengan anggukan oleh Vicky. “Tapi…”
“Sssttt…” Vicky mendesis
sebelum perkataan Nissa bisa menimbulkan kecurigakan teman-teman sekelasnya.
Nissa mengerti. “Berarti
si atlit sinting itu…?”
Tanpa harus menunggu Nissa
menyelesaikan kalimatnya, Vicky kembali mengangguk.
“Dasar ya kalian bertiga!”
@@@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar