Berita
perampokan di bank malam itu langsung terdengar cepat hingga kantor polisi
setempat. Penyergapan dipimpin oleh Park Seungho, salah satu anggota polisi
terbaik yang dimiliki kota itu.
Perampokpun
berhasil diringkus dan dijebloskan ke penjara. Namun naas, sorang wanita
terkena tembak di dada kirinya. Tersangka utama langsung ditujukan pada Choi
Seungho karena hanya ia yang menodongkan senjata terdekat ke arah wanita
tersebut yang juga langsung dilarikan ke rumah sakit.
@@@
Donghae
dan Sungmin memasuki ruangan ayahnya, Lee Jinki, seorang kepala polisi yang
terkenal sangat bijaksana. Ketiga putranya juga mengikuti jejak sang ayah,
namun Jonghyun masih dalam masa pelatihan.
“Aku
sudah dengar tentang kasus penembakan seorang wanita bernama Kim Soo In.
Bagaimana keadaannya?” cecar Jinki sebelum dua putranya sempat duduk.
“Choi
Seung Ho dinyatakan bebas karena terbukti jenis peluru yang ia gunakan berbeda
dengan peluru yang bersarang pada tubuh wanita tersebut.” jelas Sungmin
menjawab pertanyaan ayahnya. “Korban pun masih bisa terselamatkan, namun pelaku
penembakan yang sebenarnya belum bisa kita temukan.”
Lalu
Jinki melirik ke Donghae, putra ke-duanya yang terlihat sibuk dengan pikirannya
sendiri. “Ada yang mengganjal di pikiranmu, Donghae?” tegurnya.
Donghae
pun mendongak. “Menurut keterangan dari rumah sakit, peluru tidak menembus
terlalu dalam sehingga korban pun bisa diselamatkan. Itu artinya, pelaku
penembakan berada pada jarak yang cukup jauh. Karena peluru pasti terkena efek
hambatan angin.”
Jinki
terlihat mengangguk bangga dengan analisis anaknya.
“Bukankah tepat di
seberang bank tersebut adalah sebuah hotel?” Tanya Sungmin menerka-nerka. “Mungkin
saja pelaku menembak dari sana?”
@@@
Rumah Sakit…
Seorang
perawat paruh baya masuk ke dalam ruang rawat pasien, membuat sang pasien
menatapnya heran. Karena baru beberapa menit yang lalu perawat tersebut
meninggalkan tempat itu.
“Ada
sesuatu suster?” Tanya sang pasien yang umurnya terpaut beberapa tahun di bawah
sang perawat.
“Ketika
membantumu mengganti pakaian, aku melihat sebuah lambang aneh di punggungmu.”
Kata perawat itu pelan agar tak ada yang mendengarkan pembicaraannya.
Sang
pasien yang tak lain adalah Kim Soo In, terkejut mendengar apa yang dikatakan
perawat tersebut dan berusaha sebisa mungkin untuk tak terlihat mencurigakan.
“Itu hanya tato biasa.” Jawabnya.
“Aku
tau itu lambang anggrek hitam. Siapa kau? Kenapa bisa kau memilikinya juga?”
Tanya perawat itu tak tanggung tanggung.
“Kau
sendiri siapa? Hanya orang tertentu yang mengetahui bahkan memilikinya. Dan apa
maksudmu mengatakan aku memilikinya ‘juga’?” Soo In balik bertanya dengan
memberi penekanan pada kata ‘juga’.
“Kau
Whitney?” tebak suster itu dan Soo In hanya menggeleng. “Berarti kau Roslin?”
tebaknya lagi, namun kali ini tepat sasaran. “Aku Voletta.” Kata suster Song
Hyera—sesuai dengan nama pada name tag di seragamnya—tak lama setelah Soo In
mengangguk. “Kapan kau bercerai?”
“Sekitar
19 tahun yang lalu.”
“Berarti
setahun lebih dulu dari ku.” Ujar Hyera sedih. “Tapi aku tau kau istri terakhir
Hyukjae setelah aku.”
“Ku
dengar, ia juga telah menikah lagi dan mereka masih bersama hingga sekarang.”
Pernyataan
Soo In membuat mata Hyera melebar. “Lagi?” Soo In hanya mengangguk lemah.
“Dasar laki-laki gila.” Maki Hyera. “Jaga anakmu baik-baik, jangan sampai
mereka bertemu dengan ayahnya tak tak bertanggung jawab itu. Terutama anak
perempuan mu.” Ujar Hyera mengingatkan sebelum akhirnya pergi dari ruangan itu.
Hyera terkejut karena ada seseorang anak laki-laki menghalaginya di depan
pintu.
“Apa
maksud pembicaraan kalian?” sergah Kibum yang langsung mengintimidasi mata
ibunya yang terbaring di ranjang. “Ibu bilang ayah meninggal 19 tahun yang lalu
karena kecelakaan.”
Hyera
segera menyeret Kibum masuk lalu menutup pintu. “Dia Trevor anakmu?” Tanya
Hyera setelah kembali ke sisi Soo In.
“Namaku
Kim Kibum, bukan Trevor.” Protes Kibum pada Hyera yang seenaknya mengganti nama
orang lain.
Hyera
pun memakluminya. “Kau tak mengerti, sayang.”
“Kalau
begitu, beritahu apa yang harus ku mengerti.” Paksa Kibum.
“Aku,
Hyera, dan ada satu orang wanita lagi adalah mantan istri dari orang yang
sama.” Soo In mulai bercerita.
“Siapa
dia?”
Soo
In menggeleng. “Dia orang yang sangat berbahaya. Kalian tak boleh menemuinya.”
Kibum
diam. Dia memang tak bisa melawan apapun yang dikatakan ibunya. “Tapi, aku
boleh tau apa maksud nama ‘Trevor’?” Tanya Kibum hati-hati, karena ia sungguh
penasaran mengapa Hyera memanggilnya dengan nama tersebut.
“Itu
hanya nama samaran agar identitas kalian tak mudah dilacak.” Hyera yang
menjelaskan.
“Apa
Haesa juga memilikinya?”
Soo
In yang mengangguk. “Namanya ‘Fleur’. Tapi ku mohon jangan sampa adik mu tau.”
@@@
Cheondung
melepas celemeknya lalu bergegas menuju pintu belakang café tempat ia bekerja.
Sesampainya di sana, ternyata sudah ada seorang gadis manis yang menunggunya.
“Aku
butuh pekerjaan tambahan.” Kata Haesa setelah Cheondung duduk di sampingnya.
“Aku
ngerti, kau pasti butuh biaya lebih untuk perawatan ibumu. Akan ku usahakan
untukmu.” Cheondung memberanikan diri merangkul Haesa. “Setelah kak Yong Hwa
datang, kita sama-sama menjenguk ibumu, ya?” hiburnya membuat seulas senyum
menghiasi wajah sendu Haesa.
“Tapi
jangan sampai kakakku tau.” Pinta Haesa dan Cheondung pun mengangguk. Suasana
hening sesaat, hingga suara benda jatuh tak jauh dari sana membuyarkan pikiran
Haesa dan Cheondung.
“Siapa
kau?” Tegur Cheondung.
Perlahan,
orang tersebut melangkah mendekati Haesa dan Cheondung. Haesa menjamkan
penglihatannya karena ia merasa kenal dengan orang tersebut. “Sung Sandeul?”
tebaknya.
“Haesa?”
balas orang itu yang umurnya kira-kira sepantaran dengan Haesa.
“Kalian
saling kenal?” Tanya Cheodung dengan ekspresi bingung.
Haesa
menoleh. “Dia teman ku sewaktu belajar mua
thai di tempat pak Jung Young Woon.” Jelas Haesa.
“Maaf,
bukan maksudku menguping pembicaraan kalian, tapi ku dengar kau membutuhkan
pekerjaan?” kata Sandeul sambil menatap intens ke arah Haesa.
@@@
Sandeul
membawa Haesa ke sebuah rumah besar. Ketika memasuki ruang tamu, mereka
menemukan beberapa orang yang seperti menunggu di sana. Orang pertama yang
menarik perhatian Haesa adalah seorang pemuda yang ia kenali sebagai kakak dari
Cheondung, Yong Hwa.
“Sudah
ku bilang kan, aku pasti berhasil menemukannya.” Kata Sandeul membanggakan
diri.
“Ayolah
Sandeul. Mana mungkin gadis manis seperti dia kita libatkan dalam misi ini.”
Protes Chulyong, kakak tertua Sandeul.
“Misi?”
Tanya Haesa menuntut penjelasan.
“Dia
memang orangnya.” Sergah Byunghae, ayah Sandeul sambil berdiri menghampiri
Haesa dan Sandeul. “Kami sudah memperhatikanmu sejak lama. Dan hanya kau yang
bisa melakukan ini.”
Keluarga
Sung Byunghae adalah keluarga pemburu. Dalam artian, mereka seperti detektif
yang khusus mencari agensi rahasia pembunuh bayaran. Mereka juga bekerja sama
dengan kepolisian setempat. Salah seorang anak dari kepala polisi Lee Jinki,
Jonghyun juga bergabung dengannya. Target perburuan terbesar mereka adalah Spencer
(tentu saja itu adalah nama samaran). Seorang pembunuh bayaran professional
yang kini bahkan telah memiliki agensi sendiri. Namun hingga kini belum ada
berita tentangnya setelah ia menghilang 19 tahun yang lalu.
“Ku
dengar, anaknya baru kembali dari London.” Byunghae menoleh dan menatap penuh
harap ke mata Haesa. “Aku membutuhkanmu untuk menemukannya.” Pintanya.
“Kenapa
harus aku?” Mohon Haesa.
“Kau
bukan orang sembarangan. Kau juga menguasai satu ilmu bela diri, dan kau tidak
akan mudah dicurigai karena kau anggota terbaru di sini.” Lanjut Byunghae
meyakinkan Haesa.
“Tuan,
siapa nama anaknya itu?” terdengar pertanyaan dari mulut Jonghyun yang sejak
tadi terdiam.
“Russel.”
Jawab Byunghae singkat.
“Lagi-lagi
nama samaran.” Keluh Sandeul.
@@@
“Yong
Hwa.” Teriak Haesa mengejar Yong Hwa ketika meninggalkan rumah keluarga Sung
Byunghae.
Yong
Hwa pun berbalik. “Bukankah kau temannya Cheondung? Ada apa?” Tanya Yong Hwa
dengan tatapan datar.
“Sejak
kapan kau terlibat di sini?” Haesa balik bertanya, namun Yong Hwa terlihat tak
ingin membahas itu. “Apa Cheondung tau?” Tanya Haesa lagi tak menyerah.
Yong
Hwa kembali melanjutkan langkah, dan Haesa pun mengikutinya. “Cheondung bahkan
juga terlibat di sini.” Kata Yong Hwa santai membuat Haesa membelalakkan mata.
“Tapi statusnya adalah anggota bebas. Atau sebut saja dia kaki tanganku.
Cheondung hanya akan beraksi atas perintah bahkan bersama dengan ku. Dia tidak
terlibat jauh seperti anggota yang kau temui tadi. Makanya ia tak mengenal
Sandeul.” Jelas Yong Hwa sebelum Haesa bertanya lebih jauh.
Haesa
diam, namun ia sibuk dengan pikirannya sendiri.
“Kau jangan heran. Ibuku
dan tuan Byunghae saudara tiri. Jadi kami masih satu keluarga. Dan telah turun
temurun keluarga kami melakukan hal ini.” Lanjut Yong Hwa. “Tapi bukan berarti
tak ada orang lain yang bergabung. Sebut saja Jonghyun. Dia calon polisi yang
punya obsesi lain untuk menjadi seorang detektif.”
@@@
Waktu
sudah menunjukkan hampir pukul 3 pagi ketika Donghae berlari menelusuri tangga
menuju lantai 4 kantor kepolisian tempat ia bekerja. Begitu sampai, Donghae
yang hendak berbelok sekuat tenaga menghentikan larinya agar sebuah tabrakan
dapat dihindarinya.
“Lee
Donghae?” Tanya seorang gadis yang tadi hampir ditabrak oleh Donghae.
“Jung
Eun Gee?”
Donghae
mengajak Eun Gee bicara perihar keberadaan gadis itu yang berada di kantor
polisi pada jam yang tidak lazim seperti saat ini, gadis itu ternyata temannya
semasa SMA.
“Kakakku
mati terbunuh tengah malam tadi ketika pulang dari bekerja. Aku tak tau siapa
yang tega melakukan itu. Padahal dua bulan lagi ia akan menikah.” Cerita Eun
Gee sedih.
“Jadi,
Jung Han Yoo calon istri polisi Choi Seungho itu adalah kakakmu?”
Eun
Gee hanya mengangguk mendengar pertanyaan Donghae.
@@@
“Ayah…”
teriak Jonghyun dari arah ruang penyimpanan arsip kepolisian. “Data dari tahun
berapa?”
“Aku
tak tau tahun berapa tepatnya, tapi yang pasti kasus 19 tahun yang lalu.” Balas
Jinki dengan teriakan juga.
Jonghyun
mendengus kesal mendengar jawaban ayahnya. “Untuk apa kasus 19 tahun lalu itu
masih dicarinya?” omel Jonghyun seorang diri.
Jonghyun
mengambil setumpuk berkas dari lemari besi dan membawanya ke sebuah meja. Ia
mulai melihat satu-persatu data yang ada. “Ah… ini dia, akhirnya ketemu.”
Ujarnya cerah ketika menemukan apa yang sejak tadi dicarinya dan langsung membawa
berkas tersebut kepada ayahnya.
Tak
lama kemudian, Jonghyun pun kembali ke ruang arsip untuk membereskan arsip yang
tadi sempat ia keluarkan dari lemari. Tak sengaja, ia pun menjatuhkan sebuah
map. Jonghyun langsung memungutnya dan berniat meletakan kembali ke tempat
semula. Namun entah kenapa, ia sedikit penasaran. Lagi pula, tak ada salahnya
juga jika hanya melihat-lihat sebentar. Batinnya.
“Ternyata
isinya hanya kasus anak hilang dari keluarga Park Jung Soo yang tak
terselesaikan.” Kata Jonghyun sambil meletakkan map tersebut ke tempatnya.
Namun sedetik kemudian, ia menarik kembali dan dengan tergesa-gesa membuka map
untuk melihat isinya lebih dalam. “Park Jung Soo memiliki 3 orang anak, Park
Hyun Rae, Park Kyuhyun dan Park Changsun. Dan yang hilang adalah putra
bungsunya.” Gumam Jonghyun. Ia berusaha berfikir keras. “Bukankah Park Hyun Rae
adalah kekasih kak Sungmin?”
@@@
“Maaf,
aku tak tau kau tengah mengalami musibah, aku turut berduka cita.” Kata Haesa
yang siang itu menemui Seungho di kantor polisi.
“Tak
apa. Bukan salahmu.” Kata Seungho sambil berusaha sekuat tenaga untuk
mengukirkan senyum. “Ada apa kau menemuiku? Minho masih diluar kota. Apa dia
menyakitimu?” guraunya membuat Haesa tertawa renyah.
“Kalaupun
Minho menyakitiku, aku akan langsung dengan mudah menghajarnya.” Kata Haesa
bangga.
Seungho
pun akhirnya bisa tersenyum lepas mendengar celotehan Haesa. “Kalau memang
bukan soal Minho. Lalu, ada apa kau mencariku?”
“Aku
hanya ingin berterima kasih, karena kau telah membantu biaya perawatan ibuku.”
Ujar Haesa yang terdengar tak enak hati untuk mengatakannya. “Padahal,
seharusnya kau tak perlu melakukan itu.”
“Kau
kan pacar adikku. Bahkan kau juga seperti adikku. Dan aku akan melakukan apa
saja untuk membantu adikku.”
“Aku
tidak akan melupakan jasa mu.”
@@@
Sebuah
mobil sedan mewah membelah jalanan kota malam itu dengan kecepatan tinggi. Suasana
jalan yang sangat sepi membuatnya leluasa menjadikan jalan raya seperti sirkuit
balap.
“Kenapa aku harus kembali
menjadi pembunuh seperti ini?” teriak pemuda itu yang berada di dalam mobil
seorang diri. Ia pun meneteskan air mata sebelum akhirnya kembali berteriak
frustasi.
Matanya
memandang lurus ke depan dengan tatapan penuh kebencian. Namun fikirannya
melayang jauh dari keberadaannya saat ini. Hingga ia tak menyadari bahwa ada
seorang pengendara sepeda motor yang dengan mudahnya ia hantam hingga terpental
ke pinggir jalan.
Pemuda
itu pun keluar dari mobil untuk melihat keadaan pengendara sepeda motor yang
tadi ia tabrak dan langsung memeriksa denyut nadinya. “Syukur kau masih hidup.”
Ucap pemuda itu sambil memainkan jari di atas keypad ponselnya dan menoleh ke
berbagai arah. Tak ada seorangpun di sana. “Maaf, aku tak bisa membawamu ke
rumah sakit. Namun sebentar lagi akan ada ambulance
yang akan menolongmu.” Ujarnya lagi sebelum meninggalkan lokasi, seolah
sang korban dapat mendengar suaranya.
@@@
Cheondung
berlarian di koridor rumah sakit sambil mencari-cari sesuatu. Ia sempat
melewati sebuah lorong, namun kemudian dia berhenti dan berbalik. Ada seseorang
yang ia kenal di ujung lorong itu.
“Haesa?”
tegur Cheondung sambil perlahan mendekat.
Haesa
mendongak dengan wajah yang basah karena air mata. “Cheondung…” dalam sekeja,
Haesa sudah tenggelam ke dalam pelukan Cheondung. “Semalam Kibum kecelakaan.”
Lirihnya sambil menahan isak.
Cheondung
tak sanggup berkata-kata. Ia hanya mengusap lembut pungguh Haesa untuk membantu
menenangkan sahabatnya. Perlahan, Cheondung mengangkat wajah Haesa agar bisa ia
lihat. “Bagaimana dengan ibumu?” tanyanya sambil mengapus lembut air mata yang
masih mengalir di pipi Haesa.
Haesa
menggeleng dan menggigit bibir bawahnya. “Kondisi ibu menjadi parah setelah
mendengar kakak kecelakaan.”
@@@
Jonghyun
mengetuk pintu kamar Sungmin. “Masuk…” terdengar suara Sungmin dari arah dalam.
Jonghyun pun membuka pintu dan melangkah masuk.
“Ada
apa?” Tanya Sungmin yang kala itu tengah bersantai di ranjangnya sambil membaca
buku.
“Aku
hanya ingin bertanya…” kata Jonghyun sebelum duduk di tepi ranjang Sungmin.
Sungmin menegakkan badan sambil menutup buku yang sejak tadi dibacanya. “Apakah
nama ayah dari kekasihmu itu adalah Park Jung Soo?” lanjutnya mengutarakan hal
yang ingin ia tanyakan.
“Iya.”
Jawab Sungmin singkat sambil mengangguk pelan.
“Siapa
nama adiknya yang bungsu?”
Sebenarnya
pertanyaan Jonghyun cukup janggal di telinga Sungmin. Karena untuk apa adiknya
mempertanyakan hal tersebut. “Park Taemin.” Namun Sungmin tetap menjawabnya.
Jawaban
Sungmin tak memuaskan untuk Jonghyun. Lantas, ia pun kembali mengajukan
beberapa pertanyaan lagi. “Selain Taemin, apa ia punya adik lagi?”
Habis
sudah kesabaran Sungmin. “Untuk apa kau menanyakan hal itu?” tegurnya.
“Jawab
saja dulu, nanti aku beri tau alasannya.” Jonghyun pun tak menyerah.
“Namanya
Park Kyuhyun.” Sungmin pun akhirnya mengalah dengan menjawab pertanyaan
Jonghyun yang tadi sempat terhambat. “Ada lagi yang ingin kau tanyakan? Kalau
tidak, kau boleh meninggalkan tempat ini.” Ujar Sungmin dengan bahasa formal
layaknya mereka ketika berada di lingkungan kerja lalu kembali melanjutkan
aktifitas membacanya yang tadi sempat sedikit mengalami gangguan.
“Apa
dia memiliki adik yang bernama Park Changsun?”
Sungmin
tersentak, perlahan ia kembali menutup bukunya sambil menatap Jonghyun intens.
“Dari mana kau tau itu?” Tanya Sungmin curiga.
“Ternyata
benar?” Jonghyun kembali sibuk dengan pikirannya sendiri. “Changsun hilang
sejak 19 tahun yang lalu dan hingga sekarang kasus belum terselesaikan.”
Gumamnya.
“Apa?
Adik kak Hyun Rae hilang? Sejak 19 tahun yang lalu?”
Jonghun
dan Sungmin menoleh bersamaan ke arah pintu. Ternyata Donghae telah berdiri di
sana sejak tadi dan ia pasti mendengar pembicaraan dua orang itu.
“Kenapa
kasus itu harus tenggelam begitu saja? Apa ayah dan pihak kepolisian tidak
berusaha membatu mencarinya?” Tanya Donghae lagi sambil masuk dan bergabung
dengan Sungmin dan Jonghyun di atas tempat tidur.
“Ayolah…
kalian harus tau… tuan Jung Soo dan pihak kepolisian sudah sepakat untuk
menutup kasus tersebut. Sangat sulit untuk melacak keberadaan penculik bayi
Changsun.” Kata Sungmin memberi pengertian untuk dua adiknya.
“Ya
sudah. Kau simpan saja informasi tersebut.” Ujar Donghae sambil menepuk pundak
adiknya.
“Ku
minta pada kalian, jangan sampai kasus tersebut kembali mencuat. Park Jung Soo
bukan orang sembarangan. Karena bisa saja itu mengancam keselamatan orang
banyak.” Sungmin kembali mengingatkan sebelum Donghae dan Jonghyun meninggalkan
kamarnya.
@@@
Dering
sebuah ponsel memecah keheningan malam di sebuah apartmen mewah kala itu. “Kenapa
mereka harus mengganggu ku lagi secepat ini…!” marah pemuda itu dari balik
selimutnya. Dengan malas, ia pun menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhnya
lalu turun dari tempat tidur menuju meja rias tempat ponselnya tergeletak.
Tertulis nama ‘Mathew’ di layarnya.
“Halo…”
“Lee Joon…” kata seseorang di seberang sana.
“Ada projek besar untuk mu. Dan aku sudah mengirimnya melalui e-mail. Tapi
ingat, jika kau tidak melakukan tugasmu dengan baik, ibu mu dalam bahaya.”
Lanjut orang tersebut yang sedetik kemudian memutuskan sambungan telepon.
“Halo…! Halo…!” teriak Joon tanpa mendapat respon.
Dengan kesal ia pun membanting ponselnya hingga pecah di beberapa bagian. “Apa
dia tidak memiliki pekerjaan yang lebih berguna dari pada menyuruhku membunuh
orang lagi?” omelnya, lalu memaksa diri memasuki kamar mandi.
Pemuda
bernama Lee Joon tadi adalah pemuda yang sama yang menabrak Kim Kibum malam
itu.
@@@
Meski
biaya perawatan untuk ibunya telah di tanggung oleh Seungho, namun Haesa harus
tetap bekerja keras untuk membiayai perawatan Kibum yang hingga kini belum
sadarkan diri.
Seperti
biasa setiap malam, Haesa akan menemui Cheondung di tempat kerjanya lewat pintu
belakang. Begitu sampai, ternyata Cheondung yang lebih dulu menunggunya.
“Aku
telah mendengar semua dari kak Yong Hwa.” Kata Cheondung memulai pembicaraan
tak lama setelah Haesa duduk. “Ku rasa ada sesuatu dalam dirimu yang bahkan kau
sendiri tak mengetahuinya.”
“Kau
pernah mendengar nama Russel?”
Cheondung
menggeleng. “Sangat sulit mencari orang dengan menggunakan nama samaran seperti
itu.”
@@@
Lee
Joon mempersiapkan diri di ruang kerjanya. Di atas meja, laptopnya masih
menyala dan terpampang jelas 3 wajah orang yang akan menjadi target bunuhannya
malam ini. Dua orang laki-laki dan satu orang perempuan. Sung Chulyong, Sung
Hyo Min dan Sung Sandeul. Mereka adalah anak kandung dari Sung Byunghae.
Sung Byunghae adalah pemilik agensi yang
bertugas memburu para pembunuh bayaran. Jika ia berhasil menangkap salah satu
dari kita, keberadaan mu akan berada dalam bahaya. Bunuh satu persatu anggota
mereka. Mulai dari anak perempuannya : Sung Hyo Min. Jelas sebuah tulisan
yang memuat keterangan atas gambar dari tiga orang tersebut.
“Ternyata
musuh terbesar seorang pembunuh bayaran seperti kami adalah mereka. Aku akan
menghabisinya dengan tanganku sendiri.” Ujar Joon untuk meyakinkan dirinya.
Dengan
peralatan canggih yang dimilikinya, Joon pun meninggalkan ruangan. Tak lama setalah
Joon menutup pintu, sebuah e-mail kembali masuk dalam akunnya.
@@@
Haesa
meninggalkan tempat ia bertemu Cheondung karena temannya itu harus kembali
bekerja. Ia pun berbelok di sebuah persimpangan sempit, lalu memungut ranselnya
yang tergeletak di sana. Haesa memang sengaja meninggalkan ranselnya di sana
karena ia tak ingin Cheondung mengetahui bahwa ia telah menjual apartmennya
untuk biaya perawatan Kibum di rumah sakit.
Di
ujung sana adalah batas akhir jalan sempit tempat Haesa berada sekarang. Haesa
menghentikan langkah hanya beberapa meter sebelum ia keluar dari gang sempit
tersebut karena ia mendengar suara kaki orang yang berlari. Belum sempat ia
berbalik, seseorang datang dan menghantam tubuhnya. Mereka jatuh bersamaan
hingga tubuh pemuda itu menindih tubuh Haesa yang lebih kecil.
“Maaf.”
Pemuda itu segera bangkit. “Kau baik-baik saja?” Tanya Joon sambil membantu
Haesa berdiri.
“Hei…!
Berhenti…!” tiga pria yang tadi mengejar Joon mun muncul.
Joon
segera siaga sambil berdiri menghalangi Haesa sebagai upaya melindungi gadis
itu.
“Menyerahlah
Joon…” kata pria bernama Kyung Jae.
Dua
pria di belakang Kyung Jae saling berbisik dan menatap Haesa melalui cahaya
remang-remang yang menerangi jalan sempit itu. “Bukankah itu Fleur?” Tanya
Sunghyun, salah satu dari mereka.
“Fleur?”
Jaeseop mengulagi perkataan temannya.
Meski
pelan, namun Joon dapat mendengar suara Jaeseop karena tempat itu sangat sunyi.
Perlahan Joon melirik Haesa yang berdiri tegang di belakangnya. ‘Benarkah ia
Fleur?’ gumamnya dalam hati.
“Lebih
baik kita membuat kesepakatan.” Ujar Sunghyun.
Joon
dua kali lipat bersikap waspada terhadap 3 orang itu. “Apa?”
“Serahkan
gadis itu, lalu kau akan kami biarkan pergi.” Tawar Jaeseop.
‘Berarti
dia benar Fleur?’ kata Joon dalam hati. Joon merasakan Haesa meremas jaketnya
sangat kencang. Ia tau gadis ini pasti sangat ketakutan. “Tidak akan.” Tegas
Joon yang sedetik kemudian kabur sambil membawa Haesa lari bersamanya.
“Jangan
lari kalian!” teriak Kyung Jae yang berusaha menghentikan Joon dan Haesa sambil
mengejar mereka.
Joon
dan Haesa masih berlari di dalam gang sempit dan gelap. Beberapa kali Haesa
sekuat tenaga menarik Joon ke arah berlawanan dari jalan yang dipilih Joon.
Tentu saja karena Haesa cukup mengetahui seluk beluk jalan itu. Dan beberapa
menit kemudian mereka pun berhasil keluar dari gang sempit itu.
Joon
masih menggenggam tangan Haesa, lalu membawa gadis itu menyebrangi jalan yang
mulai sepi dari kendaraan. Ternyata mobil Joon terparkir di sana. Joon
membukakan pintu untuk Haesa.
“Kau
bisa tinggalkan ku di sini.” Kata Haesa.
Joon
menatapnya penuh arti. “Kau dalam bahaya.”
“Kalau
begitu tak usah kau pedulikan.” Balas Haesa yang membuat Joon menghela napas
pasrah.
“Berhenti
kau, Joon…!”
Joon
dan Haesa menoleh, ternyata tiga orang yang tadi mengejar mereka muncul dari
gang tempat Haesa membawa Joon keluar dari gang tersebut.
“Cepat
masuk!” perintah Joon sambil menarik paksa Haesa untuk masuk ke dalam mobilnya.
Mereka pun dapat melarikan diri dari kejaran Kyung Jae, Sunghyun dan Jaeseop.
@@@
Pintu belakang tempat
Cheondung bekerja terbuka. “Cheondung! Mana Haesa?” sergah Yong Hwa setelah
adiknya muncul.
“Sudah pulang dari tadi.”
Jawabnya dengan tatapan bingung.
“Kau
tau? Apartmen Haesa kosong. Dia telah menjualnya.” Kata seseorang lagi diantara
mereka. Dia Sandeul.
“Apa?”
kejut Cheondung. “Astaga! Kenapa aku bisa tertipu?” sesalnya. “Haesa sama
sekali tak menunjukan kesulitannya di hadapan ku tadi.” Jelas Cheondung yang
kini mulai kalut.
“Dia pasti menjualnya
untuk biaya perawatan Kibum di rumah sakit.” Kata Yong Hwa menerka-nerka.
“Haesa
dalam bahaya, kita harus segera menemukannya.” Ajak Sandeul kemudian berbalik
dan mengambil langkah.
Cheondung
cepat-cepat mencekal tangan Sandeul. “Apa maksudmu?”
Sandeul
pun berbalik dan menatap Cheondung khawatir. “Anak buah Shin Donghee telah
menemukan siapa itu Fleur.” Jelasnya.
“Fleur?”
Cheondung mengulangi kata-kata Sandeul dengan tatapan tak percaya. “Jadi, Fleur
itu…”
“Haesa
dalam bahaya.” Sambar Yong Hwa seolah mengerti apa yang dirasakan adiknya,
Cheondung.
@@@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar