Senin, 16 Juli 2018

-BEAUTIFUL MONSTER (1)-



Author          : N-Annisa [@nniissaa11]
Cast                :
·        Son Chaeyoung
·        Adachi Yuto
·        Kang Hyunggu (Kino)
·        Jung Wooseok
·        Lee Hangyul
·        and other
Genre                        : School Life, Romance, Drama

***
~Gangnam Street
            Perkelahian 3 pemuda dengan seorang gadis tidak terhindari. Preman tersebut membawa gadis tadi ke salah satu sudut kota yang lebih sepi. Meski masih menggunakan seragam SMA, gadis itu bisa mengimbangi perlawanan dari 3 orang sekaligus. Pemuda yang menyerang gadis itu juga terlihat masih muda, hanya saja salah satu dari mereka sudah tidak menyerang dan lebih memilih sedikit menjauh. Namun itu hanya preman-preman pinggir jalan yang hanya bermodalkan nekat. Gadis itu sendiri bisa dengan leluasa berkelahi karena di balik rok pendeknya, ia menggukanan celana panjang ketat berwarna kulit.
            “Ampun. Kami hanya di suruh.” Salah satu pria dengan rambut sedikit gondrong itu berlutut di depan gadis tadi sambil menangkupkan kedua tangannya. Memohon agar gadis itu berhenti. Salah satu temannya yang masih tersungkur di aspal, ikut mendekat dan melakukan hal yang sama. Sementara satu pemuda lainnya masih berdiri.
            Gadis berambut panjang itu menahan kepalan tangannya di udara. “Apa yang menyuruh kalian itu salah satu siswi SMA Paradise?”
            “Laporkan kami saja pada polisi.” Pemuda yang masih berdiri terdengar bersuara. Membuat semua orang sontak menoleh padanya.
            “Kasus ini rasanya tidak bisa dilaporkan pada polisi.” Gadis itu memungut ranselnya yang tergeletak di aspal. Mencari sesuatu dan mengeluarkan selembar kertas kecil seperti kartu nama. Saat menengok, gadis itu bisa melihat dengan jelas wajah pemuda yang masih berdiri. “Kogyeol sunbae?”
            “Iya.” Pemuda yang disebut Kogyeol itu membenarkan.
            “Pantas saja kalian sedikit longgar melawanku. Jika bukan kalian, mungkin 6 bulan lalu aku sudah mati.” Gadis itu diam sesaat. “Sunbae, berhentilah dari pekerjaan ini.”
            Kogyeol mengangguk pelan. “Maka dari itu, laporkan saja kami ke polisi.”
            “Tidak!”
            “Jangan!”
            Dua pemuda lain memprotes ucapan Kogyeol sambil kembali memohon pada gadis itu. Si gadis tadi menghela napas. “Kalau kalian sudah benar-benar berhenti, datanglah ke restoranku. Kalian bisa bekerja di sana.” Ujarnya sambil memberikan sebuah kartu nama pada Kogyeol lalu balik badan sambil berjalan. Gadis itu melihat sobekan di bagian lengan seragamnya. “Harus pesan seragam baru lagi.”

***

~Tokyo, Jepang
            “Kalau aku pergi, berjanjilah untuk tetap bahagia. Kau juga harus berhasil bertemu dengan ibumu.”
            Pemuda itu meletakkan bucket bunga di atas sebuah makam milik gadis yang ia cintai satu tahun belakangan. Minatozaki Sana. Permintaan terakhir gadis itu selalu terbayang dipikirannya. Dibalik punggungnya, pemuda bertubuh tinggi itu menggendong sebuah ransel besar.
            Seusai dari pemakaman, pemuda itu langsung menuju bandara. Ia akan meninggalkan Tokyo dengan tiket ditangannya, tujuan Seoul. Dengan memakai kacamata hitam, pemuda itu menaiki tangga pesawat.
            “Tugasku menjaga Sana sudah selesai. Kini aku harus mencari ibu dan Yasuo onii-chan.”

***

~Camp Muay Thai Khun
            “Maaf aku terlambat.” Gadis dengan celana training pendek dan kaos tanpa lengan itu berlari menghampiri pelatihnya. Ruang latihan sudah ramai dengan para pemuda berlatih Muay Thai. Seluruhnya laki-laki. Kecuali gadis itu.
            Pria bertubuh besar itu berbalik dan mendapati gadis tadi menunduk sambil melilitkan perban pada tangannya. “Son Chaeyoung.”
            Mendengar namanya disebut, Chaeyoung menghentikan kegiatannya.
            “Kenapa kau terlambat?”
            “Ini semua kesalahanku. Aku siap menerima hukuman.”
            “Kenapa kau terlambat?” Tuan Khun, pelatih Muay Thai di sana mengulangi pertanyaannya dengan nada pelan namun sedikit memberikan penekanan.
            “Adikku sakit.”
            Tuan Khun menghukum Chaeyoung dengan berlari mengelilingi area atau mereka menyebutnya camp yang terbilang cukup luas. Hampir seperti lapangan basket. Setelah itu, Chaeyoung berlatih bersama rekan-rekannya yang lain.
            Hampir 2 jam berlalu setelah gadis itu melakukan beberapa kegiatan. Chaeyoung akhirnya menyingkir. Tenggorokannya terasa kering. Di dekat dispenser, terlihat seorang pemuda yang langsung melambaikan tangannya begitu melihat Chaeyoung mendekat. Pemuda itu bernama Hangyul.
            “Kenapa terlambat?” Hangyul bertanya sambil menyodorkan segelas air pada Chaeyoung.
            Chaeyoung sedikit mencari tempat untuk duduk. “Dongju lebih rewel kalau sakit.”
            Hangyul hanya mengangguk mengerti. “Nanti akan aku bawakan stroberi untuk Dongju. Dongju sangat menyukai stoberi, kan?”
            Chaeyoung tertawa pelan. “Itu Dongmyung.”
            Hangyul meringis. “Sulit sekali mengingat tentang adik kembarmu itu.” Lalu tatapan Hangyul jatuh pada pagian atas lengan kiri Chaeyoung yang saat itu menggunakan pakaian tanpa lengan. “Apa itu membuatmu trauma?”
            Mengerti maksud arah ucapan Hangyul, Chaeyoung tidak langsung menoleh. Tatapannya justru tertuju pada paha dan betisnya saat ia duduk bersila seperti sekarang ini. Ada cukup banyak luka goresan. Bahkan ada bekas jahitan di dekat dengkulnya. “Sudah setengah tahun. Lagi pula hal seperti ini sudah biasa.”
            “Tapi ini tidak biasa bagiku. Itu penganiayaan. Harusnya kau laporkan pada pihak sekolah.”
            “Yang ada mungkin aku yang dikeluarkan.”
            “Dari pada kau dapat perlakuan seperti ini? Hanya gara-gara senior kelas 3 itu mendekatimu. Padahal kau tidak salah.”
            Chaeyoung tertawa sambil memukul pelan lengan Hangyul. “Tidak ada sekolah di daerah sini yang meliburkan siswanya pada Sabtu dan Minggu.”
            Hangyul akhirnya menyerah. “Oke aku mengalah.”
            Mereka hening sesaat sampai akhirnya Chaeyoung kembali bersuara. “Kau tahu kenapa aku bisa selamat dari pengeroyokan 6 bulan lalu itu.”
            Hangyul melirik dengan tatapan khawatir. “Sudahlah. Jangan ingat-ingat kejadian itu lagi, yang penting sekarang kau selamat.”
            “Kogyeol sunbae salah satu diantara mereka.” Chaeyoung tidak menyerah. Ucapannya membuat Hangyul melebarkan mata, terkejut. “Kemarin malam, 3 preman menyerangku lagi. Dan Kogyeol sunbae salah satunya.”
            “Kogyeol sunbae? Senior kita di Muay Thai?” Hangyul bertanya untuk memastikan.
            Chaeyoung mengangguk pasti.
            Hangyul mengacak rambutnya, frustasi. “Bukankah kau sudah benar-benar menjauhi Yugyeom sunbae? Kenapa mereka masih …” Hangyul tidak sanggup melanjutkan kata-katanya.

***

            Son Chaeyoung. Gadis berusia 16 tahun. Saat ini duduk di kelas 1 SMA Paradise. Chaeyoung memiliki adik kembar, laki-laki. Son Dongmyung dan Son Dongju yang memiliki kepribadian sedikit berbeda. Dongmyung sangat lembut dan perhatian. Sementara Dongju sedikit nakal dan sulit diatur. Chaeyoung juga masih memiliki 1 kakak laki-laki yang lebih tua sekitar 8 tahun darinya bernama Son Dongwoon.
            Orang tua mereka meninggal karena kecelakaan sekitar 3 tahun lalu. Tuan dan Nyonya Son meninggalkan sebuah restoran yang cukup besar dan kini ditangani oleh Chaeyoung bersama dua adik kembarnya. Sementara Dongwoon kini sibuk bekerja di dunia entertainment.
            Setiap pulang sekolah, Chaeyoung menghabiskan waktu di restorant hingga malam. Chaeyoung sendiri sudah cukup bisa diandalkan untuk memimpin restoran. Tentu Dongwoon juga masih tetap mengawasi. Lalu ketika akhir pekan, Chaeyoung sibuk berlatih Muai Thai. Alasannya memilih olahraga keras itu karena ia sadar ia harus bisa melindungi diri sendiri. Juga karena camp pelatihannya cukup dekat dengan rumah dan buka pada Sabtu dan Minggu.
            Dongmyung dan Dongju kini duduk di bangku kelas 3 SMP. Mereka juga rajin membantu di restoran. Dongmyung tertarik untuk urusan dapur. Sementara Dongju pintar mengatur keuangan. Diusia muda, mereka sudah bisa membiayai hidup mereka sendiri karena keadaan. Ditinggal kedua orang tua sekaligus.

***

            Malam itu terlihat seorang gadis tampak turun dari sebuah taksi. Ia turun di depan gerbang sebuah bangunan rumah mewah di kawasan tersebut. Setelah membayar dan membiarkan taksi tersebut pergi, gadis tadi tampak balik badan sambil merogoh sesuatu dari saku celananya. Dua buah anak kunci yang terangkai menjadi satu. Dilihat dari luar, tampak bagian rumah sudah tampak gelap. Sementara di luar pagar tinggi yang didominasi bahan kayu tersebut tidak terlalu terang karena lampu jalanan tidak terlalu menyorot kebagian itu. Gadis itupun mencoba membuka gembok pagar melalui elah kecil pagar.
            “Ssstt!”
            Kemudian terdengar seseorang berdesis. Saat menoleh ke belakang, tampak seseorang berpostur cukup tinggi dengan pakaian serba hitam, lengkap dengan hoodie menutupi kepala dan sebuah masker yang juga hitam menutupi bagian hidung sampai mulutnya. Gadis itu tampak panik dan berusaha secepat mungkin membuka gembok pagar rumahnya yang justru semakin sulit di buka.
            “Tidak perlu takut. Aku hanya ingin mengatakan sesuatu.”
            Mendengar suara pemuda itu, tidak membuat gadis tadi menjadi lebih tenang.
            Pemuda itu menatap dari ujung kaki hingga kepala. Semua barang yang menempel pada gadis itu adalah barang-barang mahal dengan merk terkenal. Dan style yang dikenakanpun cukup berani dengan celana pendek dan pakaian serba ketat.
            “Aku tidak akan mengatakan pada siapapun yang aku lihat sekarang bahkan kau baru pulang dari klab, kan?”
            “Apa maumu? Dan siapa kau?” Terdengar nada marah dari bibir gadis itu dengan napas memburu karena menahan takut.
            “Kau pasti tau siapa aku.”
            “Dokyeom?”
            “Aku tau preman yang menyerang siswi kelas 1 itu adalah ulahmu. Dan jika kau ingin aku tetap diam, jangan usik hidupku. Jangan pernah mencantumkan namaku di madding. Jika tidak, kau akan tau akibatnya.”
            Pemuda yang disebut bernama Dokyeom tadi bicara dengan nada mengintimidasi. Kemudian ia balik badan dan meninggalkan gadis itu sendiri yang akhirnya bisa bernapas lega.

***

~SMA Paradise
            Di salah satu sudut sekolah, tidak jauh dari pintu utama gedung, terpampang madding besar yang juga madding utama yang berada di sekolah. Setiap bulannya isi madding akan diperbaharui. Termasuk pula bulan ini yang bertepatan dengan awal masuk semester dua tahun pelajaran. Namun masih ada satu bagian madding yang masih kosong.
            Pagi itu salah seorang siswa bertubuh tinggi melintasi koridor penuh madding tersebut sambil memperhatikan satu-persatu isi madding. Setelah sampai di ujung koridor, siswa bernama Jung Wooseok itu terus berjalan. Namun hanya beberapa langkah akhirnya ia berbalik, tepat di depan bagian madding yang masih kosong.
            “Aneh.” Wooseok bergumam pelan. Pemuda itu mengecek tanggal pada jam tangan digitalnya. “Apa karena sehabis liburan?”
            “Waah sudah diperbaharui ternyata.”
            Wooseok melirik ketika mendengar suara tidak jauh dari tempatnya berdiri. Beberapa siswa yang juga baru sampai tampak mengerubungi madding dan antusias melihatnya. Mereka adalah siswa dari kelas 3. Terlihat dari jumlah garis pada bagian lengan jas mereka. Wooseok tidak mengalihkan tatapan dari senior-seniornya tersebut. Sampai akhirnya tatapan Wooseok terhenti di salah satu pemuda yang juga secara tidak sengaja sedang melirik ke arahnya. Itu adalah Kim Yugyeom. Lalu saat pandangan Yugyeom akhirnya jatuh pada bagian madding yang masih kosong, Yugyeom memisahkan diri dari kerumunan dan mendekat ke tempat Wooseok berada.
            “Apa ini artinya kita bebas?”
            Mengerti maksud ucapan Yugyeom, Wooseok menggeleng pelan. Membuat Yugyeom berekspresi kecewa sambil menghela napas, agak berat. Wooseok menepuk pelan pundak seniornya tersebut. Saat menoleh, Yugyeom mendapati Wooseok mengajaknya pergi dari sana. Tanpa sadar Yugyeompun mengikuti langkah Wooseok menuju ujung koridor dan bersembunyi di balik tembok dan mengawasi madding dari sana.
            “Benar dugaanku.”
            “Sial!” Yugyeom terdengar mengumpat.
            Wooseok mengajak Yugyeom pergi dari sana karena ada siswa dari pengurus madding yang datang. Dan sekarang mereka mengawasi pengurus madding yang semuanya siswi perempuan sedang memasang sebuah poster yang cukup besar pada bagian madding yang sebelumnya masih kosong.
            -DON’T TOUCH THIS BOYS-
          Sebuah tulisan besar terpampang jelas di bagian atas poster yang baru saja terpasang pada dinding madding. Dari jarak jauh seperti itu, Wooseok dan Yugyeom bisa dengan cukup jelas melihat gambar pada poster. Ada sekita 6 foto, dan 2 diantaranya ada foto Yugyeom dan Wooseok.
            “Rasanya aku ingin pindah sekolah saja.”
            Wooseok menepuk pelan pundak Yugyeom. “Sudahlah sunbae. Kita bukan apa-apa di sini.” Wooseok kemudian balik badan dan meninggalkan Yugyeom di sana.
            Sementara itu, tampak Chaeyoung yang baru tiba di sekolah dan melihat ke arah madding sambil berjalan pelan. Melihat-lihat sekilas apa saja yang terpampang di sana. Lalu saat melihat poster berisi 6 foto siswa SMA Paradise tersebut, Chaeyoung memperlambat sedikit langkahnya. Terutama ketika melihat foto milik Yugyeom yang berada di urutan kedua, setelah foto Wooseok. Lalu empat pemuda lainnya yang juga berada dalam foto-foto tersebut adalah Kang Hyunggu (Kino), Lee Junyoung, Cha Eunwoo, dan Lee Hangyul.
            Setelah sudah terlewat beberapa langkah, Chaeyoung tampak berhenti lalu melangkah mundur. Betapa terkejutnya ia saat menemukan foto seseorang yang sangat familiar untuknya. Lee Hangyul. Chaeyoung sampai melebarkan matanya sambil menutup mulut.

***

            “Iya, Oppa. Aku juga merindukanmu.” Chaeyoung bicara sepelan mungkin sambil menutup pintu lokernya dan menekan tombol off  pada layar ponsel. Karena ini jam istirahat, suasana kelas sudah lebih sepi. Setelah memastikan lokernya terkunci, Chaeyoung berjalan meninggalkan kelas.
            Salah seorang gadis yang berada di kelas yang sama dengan Chaeyoung sedikit mencuri dengar semua ucapan Chaeyoung dengan seseorang melalui telepon. Begitu Chaeyoung benar-benar meninggalkan kelas, salah seorang lagi berpindah duduk di samping Dayoung.
            “Kau dengar sendiri kan, Sohee? Dia memanggilnya dengan sebutan ‘Oppa’ dan mengatakan dia merindukannya.”
            Gadis bernama Sohee itu hanya mengangguk membenarkan ucapan Dayoung. “Atau dia diam-diam jadian dengan Yugyeom sunbae?”
            “Ya! Yugyeom sunbae hanya pura-pura mendekatinya.”
            Belum sempat Sohee menimpali ucapan Dayoung, ada seorang gadis yang masuk kelas. Song Yuqi. Melihat kedatangan Yuqi, Dayoung dan Sohee saling sikut. Merasa ada yang janggal, Yuqi menoleh.
            “Apa kau tau kalau Chaeyoung berkencan dengan seseorang? Sepertinya pemuda yang lebih dewasa.”
            Sontak Yuqi membulatkan matanya mendengar pertanyaan Dayoung tersebut. Sebenarnya beberapa minggu lalu, Yuqi melihat Chaeyoung berpelukan dengan pemuda di parkiran restoran milik keluarga Chaeyoung. Pemuda itu bertubuh tinggi dan berpenampilan cukup dewasa. Tidak terlihat seperti anak yang masih duduk di bangku sekolah. Tapi yang pasti, Yuqi tidak mungkin mengatakan hal tersebut.
            “Lagipula itu bukan urusan kita.”

***

            Chaeyoung tampak mengantri untuk mengambil makanan sambil membawa nampan kosong. Sambil menunggu giliran, Chaeyoung mengedarkan pandangan mencari-cari meja kosong dan mencari beberapa teman yang dia kenal. Di ujung sana, tidak jauh dari pintu keluar untuk menuju area outdoor kantin, Chaeyoung melihat Taeeun bersama Hwiyoung dan Yukyung. Lalu tidak lama tampak Yuqi yang baru tiba langsung bergabung ke sana. Begitu selesai mengambil makanan, Chaeyoung berniat bergabung dengan teman-teman sekelasnya tersebut, namun ia tidak langsung duduk.
            “Hangyul di mana?”
            Hwiyoung mengangkat bahu sambil mengaduk-aduk minumannya menggunakan sedotan. Sementara Taeeun, Yuqi dan Yukyung kompak menggeleng. Chaeyoung kemudian mengambil duduk di antara Hwiyoung dan Taeeun.
            Setiap beberapa menit sambil menikmati makan siangnya, Chaeyoung memeriksa jam tangannya. Hangyul tidak juga muncul. Hwiyoung juga sempat menghubungi ponsel Hangyul, namun nomornya tidak aktiv.
            “Aku pergi dulu.” Tanpa menunggu respon dari siapapun, Yuqi tampak berdiri lalu pergi meninggalkan meja.
            Tidak ada yang berani bertanya apa yang terjadi pada Yuqi. Terlebih makanan Yuqi baru tersentuh sedikit. Yukyung juga tampak menjauhkan piring makanannya.
            “Apa ini semua ada kaitannya dengan madding sekolah?” ujar Hwiyoung ketika melihat ada yang aneh pada Yuqi.
            Taeeun melirik ke Hwiyoung. “Cowok-cowok yang tidak boleh disentuh itu?”
            “Ssstt!” Chaeyoung berdesis. “Jangan bicarakan itu di sini,” ujarnya memperingatkan. “Lagipula, sepertinya aku tahu Hangyul di mana. Aku ke sana dulu.” Chaeyong berdiri sambil membawa buah jeruk, roti dan minuman botol miliknya.
            Hwiyoung, Taeeun dan Yukyung menatap punggung Chaeyoung yang semakin menjauh.
            “Aku khawatir pada Chaeyoung.”
Hwiyoung dan Taeeun menoleh bersamaan pada Yukyung yang tadi mengeluarkan suara.
            “Jangan khawatirkan Chaeyoung. Aku justru lebih khawatir pada Yuqi,” kata Hwiyoung dan di setujui oleh Taeeun yang tampak mengangguk.
            Yukyung menggeleng. Nampaknya hanya gadis itu yang berbeda pendapat dengan Hwiyoung dan Taeeun. “Apa kalian tidak tahu jika Hangyul masuk jajaran siswa yang tidak boleh disentuh?”
            “Apa!” Hwiyoung sontak terkejut.
            Taeeun bahkan sampai tersedak minumannya karena terkejut.
            Sementara di sudut lain kantin, tampak 5 pemuda yang nama dan wajahnya terpajang di salah satu madding. Kino, Wooseok, Yugyeom, Eunwoo dan Junyoung. Mereka seperti memiliki meja tersendiri di kantin. Lalu para siswi lain hanya bisa menatap kagum lima siswa tersebut. Namun tersisa satu kursi kosong di sebelah Wooseok.
            Wooseok mengaduk-aduk makanannya dengan tidak minat. Tapi tatapannya lurus ke tempat Yukyung duduk bersama Hwiyoung  dan Taeeun setelah Yuqi dan Chaeyoung pergi beberapa saat lalu. “Aku iri dengan mereka.”
            Eunwoo menendang pelan kaki Yugyeom yang duduk diseberangnya dari kolong meja. Kino dan Jinyoung sontak juga menatap ke tempat Yugyeom berada, di sebelah Wooseok. Saat itu tepat ketika Chaeyoung melewati depan mereka. Yugyeom mendongak, lalu menoleh sedikit. Ia langsung paham maksud dari teman-temannya tersebut.
            “Apa dia juga seperti itu saat latihan Muay Thai?” Tanya Junyoung pada Wooseok yang duduk di depan Kino. Fokusnya saat itu adalah pada Chaeyoung yang selalu menggunakan stocking panjang di balik rok sekolahnya untuk menutupi seluruh bagian kaki.
            Wooseok menggeleng tegas. “Akan ada yang sangat merasa bersalah kalau Chaeyoung tidak menutupi bekas lukanya. Bahkan di bagian lengan masih terlihat jelas.” Wooseok sambil menunjuk lengan kirinya bagian atas untuk mendeskripsikan kondisi Chaeyoung.
            Kino menendang tulang kering Wooseok dari kolong meja. “Jangan diteruskan.” Lirikan mata Kino memberi kode ke tempat Yugyeom berada yang kini bahkan sudah menunduk dan terbungkam. “Dia akan semakin merasa bersalah.”
            “Harusnya aku …”
            Wooseok langsung merangkul pundak Yugyeom. “Sudahlah, hyung. Lagipula saat itu kau anak baru, kan? Dan kau tidak tahu jika foto kita terpajang di madding, maka yang berada dalam bahaya ada siswi perempuan di sini yang dekat dengan kita.”
            Eunwoo menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi. “Perempuan gila. Kalau saja orang tuanya bukan siapa-siapa, mungkin kita tidak akan seperti ini. Pergerakan kita selalu diawasi.”
            Hampir semua mengangguk. Termasuk Junyoung. “Anak kelas 1 itu di mana?” tanyanya mengenai kursi kosong diseberangnya itu.
            “Mungkin terlalu terkejut menghadapi kenyataan.” Kino tampak bicara, namun ia langsung berdiri. “Aku hampir tidak punya nafsu makan lagi kalau di sekolah.” Setelah menenggak sisa air pada gelasnya, Kino balik badan lalu pergi dari sana. Disusul dengan Yugyeom kemudian.

***

~Rooftop SMA Paradise
            Chaeyoung menaiki tangga hingga lantai teratas lalu membuka pintu yang berada di ujung anak tangga. Panasnya siang langsung terasa. Jelas saja, karena Chaeyoung membuka pintu rooftop. Chaeyoung melangkah keluar lalu berbelok ke kiri. Tidak jauh dari sana ada kursi beton panjang yang sedikit teduh karena terhalang tembok bangunan. Ada seseorang yang berbaring di sana sambil menutup mata menggunakan lengannya, sementara lengan satunya lagi memegangi bagian perut.
            “Sudah ku duga kau di sini.” Chaeyoung  mengambil tempat duduk di dekat kepala pemuda itu. “Aku tau kau terkejut karena namamu masuk daftar itu. Tapi itu bukan alasan untukmu tidak makan siang. Ayo cepat bangun.”
            “Tinggalkan saja makanannya di situ. Lalu kau cepat pergi dari sini.” Pemuda itu bicara tanpa sedikitpun merubah posisi berbaringnya. Bahkan ia bisa menebak apa yang dibawakan Chaeyoung untuknya. “Jangan sampai ada yang kembali melukaimu.”
            Chaeyoung sempat berhenti sesaat saat mengambil sesuatu dari dalam saku blazernya. “Setelah aku pergi, pastikan kau makan semuanya.” Setelah itu Chaeyoung benar-benar beranjak pergi meninggalkan sahabatnya sendirian di sana.
            Lee Hangyul, sesuai dengan name tag pada bagian dada jas sekolahnya. Pemuda itu perlahan menyingkirkan tangan yang menutupi matanya. “Akh, perutku.” Hangyul perlahan bangkit sambil meringis dan memegangi perutnya. Saat menoleh, Hangyul menemukan sebungkus roti, sekotak susu, air mineral, buah pisang, dan sebutir obat maag. Melihat semua itu, Hangyul tersenyum tipis di balik rasa perih pada perutnya.

***

~Ruang Kelas 1
            “Sudah baikan?” Tanya Chaeyoung pada Hangyul yang duduk di sebelahnya tanpa menoleh sedikitpun. Mulai hari ini, mereka tidak bisa bersikap akrab seperti biasanya. Hangyul sedang diawasi.
            Merasa ada yang mengawasi, Hangyul mendongak dan menoleh ke arah depan. Di depan sana, dekat dengan papan tulis, Dayoung tidak melepaskan tatapannya pada Hangyul. Gadis itu bahkan tersenyum ketika Hangyul balas menatapnya. Namun tidak untuk Hangyul. Urat bibirnya terasa kaku untuk membentuk senyuman.
            “Iya. Aku baik-baik saja berkat kamu.” Hangyul balas merespon ucapan Chaeyoung tanpa melirik Chaeyoung sedikitpun. Kemudian Hangyul merapihkan buku-buku pelajarannya ke dalam tas. “Nanti aku chat.
            Chaeyoung yang sudah siap dengan ransel dipunggungnya, tampak berdiri. Tepat ketika Hangyul juga berdiri dan langsung pergi begitu berpamitan dengan Hwiyoung dan Taeeun yang duduk di belakangnya. Hangyul meninggalkan kelas melalui pintu bagian belakang kelas. Setelah Hangyul sudah tidak terlihat di balik pintu, Chaeyoungpun melanjutkan langkah. Ia berjalan ke arah depan kelas dan berhenti di samping kursi Yuqi yang tampak masih belum membereskan buku-bukunya.
            “Kau tidak pulang?”
            Chaeyoung dan Yuqi menoleh, ternyata Yukyung sudah berdiri di sisi meja Yuqi yang lain. Yukyung sendiri sudah siap pulang dengan tas ransel dipunggungnya.
            “Kalian duluan saja, aku masih mengerjakan sesuatu.” Yuqi bicara sambil berusaha menyibukkan diri dengan buku-bukunya.
            Yukyung mengambil duduk di kursi kosong sebelah Yuqi. “Jangan khawatir, Chae. Kau duluan saja. Kau kan harus ke restoran.”
            Chaeyoung menatap kedua temannya secara bergantian. Ia lalu menghela napas sebelum akhirnya memutuskan pergi dari sana.

***

            Bel pulang sekolah menggema ke seluruh gedung sekolah. Pak Guru Lee langsung mengakhiri pelajarannya sore itu dan langsung membubarkan kelas. Salah satunya Dayoung yang langsung bergegas memberesken peralatan sekolahnya. Setelah itu melesat meninggalkan kelas sesaat setelah Pak Guru Lee sudah meninggalkan kelas.
            Dayoung berjalan ke arah lift di ujung koridor. Begitu lift terbuka, Dayoung bergegas masuk dan menekan tombol 2. Saat ini ruang kelas 1 berada di lantai 4. Begitu tiba di lantai 2, Dayoung bergegas keluar. Suasana di lantai 2 tampak ramai karena siswa kelas 3 sudah mulai memenuhi koridor setelah meninggalkan kelas. Dayoungpun bergabung dengan kerumunan, lalu berbelok di salah satu kelas. Dayoung mengangguk sopan saat bertemu beberapa seniornya yang meninggalkan ruangan tersebut. Salah satunya ada Yugyeom yang bahkan tidak menoleh sedikitpun ke tempat Dayoung berdiri.
            Sementara di dalam kelas hanya tersisa 2 siswi yang mengisi 2 meja di barisan depan. Jihyo dan Mina.

***

            Hangyul berjalan menaiki tangga menuju halte bus yang tidak jauh dari sekolah. Saat melakukan tap e-money pada pintu masuk halte, sebuah bus baru saja berangkat. Hangyul hanya menatap sebentar, tidak terlalu khawatir melihat kepergian bus tersebut.
            “Bus mu baru saja berangkat.”
            Hangyul menoleh ke arah sumber suara. Ia melihat seniornya, Kino, di sana. “Biarkan saja.” Hangyul lalu mengambil duduk di samping Kino. Tidak lama setelah itu, sebuah bus kembali berhenti. Kino dan Hangyul sama-sama menatap ke arah datangnya bus.
            “Bukankah itu bus-mu, sunbae?” Hangyul menatap Kino yang tidak bergerak dari kursinya.
            “Aku ingin pergi ke suatu tempat.”
            Hangyul hanya mengangguk. Tidak terlalu ingin tahu lebih lanjut ke mana seniornya itu akan pergi. Mereka tidak terlalu akrab. Hanya sekedar saling tahu jika mereka satu sekolah dan Kino adalah seniornya, sunbae dari kelas 2. Suasana halte semakin ramai. Silih berganti orang datang dan pergi. Keluar dan masuk ke dalam bus. Sampai akhirnya, bus yang mereka tunggu-pun tiba. Hangyul dan Kino berdiri bersamaan. Lalu saling melempar tatapan, namun tidak ada yang berkata apa-apa selain berjalan bersama.
            Sementara Chaeyoung juga tampak baru saja melakukan tap di pintu masuk dan langsung menuju tempat tunggu bus. Tepat ketika bus-nya datang. Dan Chaeyoung dengan tatapan bingung melihat Kino berdiri di belakang Hangyul dan mengantri untuk masuk ke dalam bus. Chaeyoung memastikan sekali lagi bus tersebut, lalu melangkah cepat karena bus itu memang bus yang mengarah ke rumahnya.
            Saat Chaeyoung tiba di dalam bus, Kino dan Hangyul tidak sengaja menghadap ke arah pintu dan mendapati Chaeyoung di sana. Gadis itu langsung berjalan ke arah dua pemuda itu. Berdiri di depan keduanya. Bus tidak terlalu penuh, namun mereka sudah tidak mendapatkan kursi untuk duduk.
            “Kalian tidak tahu jika kalian salah naik bus?” Tanya Chaeyoung pada Kino dan Hangyul sekaligus.
            “Tidak.” Baik Kino maupun Hangyul menjawab hampir bersamaan.
            “Lalu?”
            “Aku ingin makan di restoranmu.” Hangyul tampak menjawab lebih dulu dan membuat Kino menatapnya, bingung.
            “Kau mengikutiku?” protes Kino pada Hangyul.
            Hangyul menoleh. “Aku bahkan tidak tahu jika kau juga ingin ke sana, sunbae.”
            Kino lalu tidak merespon ucapan Hangyul lagi. “Kau tidak bersama Yuqi dan Yukyung?”
            Chaeyoung menggeleng tegas.

***

            Setelah memastikan Chaeyoung sudah benar-benar meninggalkan kelas, Yuqi menutup buku yang berada di hadapannya lalu memutar badan ke arah Yukyung yang tampak sibuk dengan ponselnya. Sesaat Yukyung seakan tidak sadar jika kini Yuqi sedang mengawasinya. Akhirnya Yukyung menoleh dengan tatapan serius.
            “Apa?” Tanya Yukyung sambil menurunkan ponselnya.
            Yuqi menatap serius. “Kau tahu sesuatu tentang Chaeyoung?”
            “Sesuatu tentang apa? Alamat rumah? Keluarga? Atau apa?”
            “Tentang pacarnya.”
            Yukyung langsung terdiam. Sesaat tidak bisa membalas ucapan Yuqi. “Pemuda yang dekat dengan Chaeyoung hanya Hangyul, Taeeun, Hwiyoung, Kino sunbae dan Wooseok sunbae, itupun karena Wooseok sunbae satu pelatihan Muay Thai. Kalau dengan Yugyeom sunbae ku rasa sudah tidak ada apa-apa sejak kejadian 6 bulan lalu.” Yukyung bicara sambil kembali memainkan ponselnya. “Kenapa tiba-tiba kau aneh?”
            Yuqi melirik tegas. Seakan tidak terima dengan ucapan Yukyung. Yukyung sendiri balas melirik Yuqi dengan tatapan bingung. “Tidakkah kau merasa kalau justru Chaeyounglah yang aneh?”
            “Aneh dalam hal apa?”
            Yuqi sempat mengawasi sekitar. Takut sekiranya ada orang lain di antara mereka. Yuqi mendekatkan posisi tubuhnya ke arah Yukyung. “Dengar!” serunya sambil berbisik. “Saat Chaeyoung diserang preman, entah itu suruhan siapa, bagaimana mungkin dia bisa baik-baik saja?”
            “Chaeyoung menguasai beladiri.” Terdengar Yukyung sedikit memprotes ucapan Yuqi.
“Preman itu bukan hanya satu orang,” balas Yuqi. “Bahkan lebih dari 5 orang. Dan Chaeyoung tidak luka terlalu fatal.”
“Jadi kau berharap Chaeyoung terluka parah? Atau bahkan lebih parah dari itu?” Yukyung berdiri dengan tatapan kecewa. Yukyung bahkan meremas kuat ponsel ditangannya.
Yuqi sontak ikut berdiri. “Bukan itu. Tapi apa itu tidak aneh? Dia tidak pernah cerita apapun. Bahkan tentang pemuda yang sedang dekat dengannyapun tidak cerita pada kita, kan?”
Yukyung mendesah, pelan. Tidak habis pikir dengan apa yang dipikirkan Yuqi. “Kau sendiri bagaimana? Kau kira aku tidak tahu jika minggu lalu kau pergi kencan diam-diam dengan Kino sunbae.”
Yuqi membekap mulut Yukyung dengan tatapan panik. “Diam. Kau bisa membuatku dalam bahaya.”
            Yukyung menyambar tangan Yuqi dengan sedikit kasar dan melepaskan dari mulutnya. “Bagaimana dengan Chaeyoung kemarin? Bukankah Yugyeom sunbae menanyakan nomor ponsel Chaeyoung padamu? Dan hanya gara-gara itu, Chaeyoung mendapat musibah.”
            “Jadi kau lebih membela Chaeyoung?”
            Yukyung mengusap wajahnya. Mengumpulkan kesabaran untuk menghadapi Yuqi. “Kenapa kau egois sekali? Aku juga akan membelamu.” Tanpa ingin menimbulkan pertengkaran, Yukyung lebih memilih untuk meninggalkan Yuqi di sana.
            Yuqi tidak melepaskan pandangannya terhadap Yukyung sampai gadis itu tidak terlihat lagi sambil memasukan kasar perlengkapan sekolahnya ke dalam tas. “Kenapa Yukyung seperti itu sekarang?”
            Suasana sekolah sudah sepi, terutama pada ruang kelas. Yuqi-pun meninggalkan kelas beberapa saat setelah Yukyung pergi. Yuqi berjalan dengan melangkah sedikit cepat menuju halte bus. Saat mengantri di pintu masuk, Yuqi melihat Chaeyoung di dalam halte sedang menunggu giliran masuk ke dalam bus. Dan di depan Chaeyoung adalah pemuda yang tidak asing baginya, Kang Hyunggu yang lebih suka dipanggil Kino.

***

            “Haiii Dongju!” pekik Hangyul saat mereka bertiga sudah sampai di restoran milik keluarga Chaeyoung. Hangyul mengacak gemas rambut anak laki-laki berseragam SMP yang duduk di dekat meja kasir. Anak laki-laki dengan wajah cantik itu menatap Hangyul kesal.
            “Wah, ini adikmu, Chaeyoung?” Kino menatap gemas anak laki-laki yang masih diganggu Hangyul itu.
            Chaeyoung hanya tertawa melihat Hangyul dan adiknya sambil tertus berjalan. “Iya, tapi itu bukan Dongju.”
            “Dengar itu?” anak laki-laki cantik itu menatap Hangyul, jengkel.
Sementara Hangyul sendiri langsung terdiam mendengar pernyataan Chaeyoung. Setelah beberapa saat mencerna ucapan Chaeyoung tadi, Hangyul akhirnya menyadari sesuatu. Ia salah memanggil nama salah satu adik kembar Chaeyoung ini. “Tapi dia mirip sekali dengan Dongju.” Hangyul tetap berkilah. Setelah itu Hangyul hanya menunjukan deretan giginya sambil balik badan dan menyusul Kino yang sudah duduk di salah satu kursi kosong. Kino yang melihatnyapun ingin melempar Hangyul menggunakan kursi di sana.
            “Kau ke mana tadi siang? Meja milikmu kosong.”
            Hangyul menatap Kino dengan ekspresi bingung. “Meja apa?”
            “Kau masuk daftar itu, kan?”
            “Akh!” Hangyul mengacak rambutnya, frustasi. “Kau sama sekali tidak tahu siapa dalang di balik ini semua? Kenapa kita harus diasingkan? Dan kita tidak boleh berteman dekat dengan anak perempuan di sekolah kita?”
            Kino tidak langsung menjawab karena Chaeyoung datang dengan dua piring cemilan. Dibelakang Chaeyoung ada seorang pelayan yang membantu membawakan nampan berisi minuman dan salad. Kino membantu Chaeyoung menerima piring makanan dan ia letakkan di atas meja. Setelah itu Chaeyoung ikut duduk di kursi di sebelah Hangyul. Hangyul sendiri sudah langsung mengambil sendok dan menyuapkan salad ke mulutnya.
            “Apa itu anak kelas 3? Park Jihyo?” Hangyul yang begitu penasara, mengajukan pertanyaan lagi karena Kino masih belum menjawabnya. “Ibunya kan salah satu wakil kepala sekolah, bidang kesiswaan.”
            Kino menggeleng tegas. “Walau wakil kepala sekolah, Jihyo sunbae tidak segila itu. Pelakunya jelas salah satu anak dari pemilik saham di sekolah kita.”
            Hangyul mencoba berfikir. Siapa kiranya yang anak dari salah satu pemilik saham sekolah. Namun karena tidak menemukan jawaban sama sekali, Hangyul melirik ke tempat Chaeyoung. Sadar sedang diperhatikan, Chaeyoungpun balas melirik ke arah Hangyul.
            “Princess Jepang.”
            Kino terkekeh mendengar jawaban Chaeyoung.
            “Ahh. Myoui Mina.” Pekik Hangyul akhirnya. “Tapi ku dengar, dia sebenarnya tidak memliki garis keturunan Jepang, kan? Hanya saja ayah tirinya memang asli Jepang.”
            “Ah, iya. Aku juga mendengar berita itu.” Chaeyoung mengangguk menyetujui.
            “Kalau sudah tau, kau diam saja? Tidak melawan?”
            “Aku bukan siapa-siapa di sana. Kalau aku melawan, aku mungkin bisa dikeluarkan dari sekolah.”
            “Kalau tidak karena ibuku juga guru di sana, aku mungkin akan pindah sekolah sejak lama.” Kino berujar sambil terus menikmati cemilan pemberian Chaeyoung. Lalu tidak lama tampak pelayan mengantarkan makanan utama berupa sup seafood, nasi, dan kimchi.
            “Sunbae, aku harus bekerja. Dan di kota ini, hanya sekolah kita saja yang meliburkan sekolah di Sabtu dan Minggu. Belum lagi jaraknya tidak terlalu jauh dari restoranku.”
            “Iya iya.” Hangyul memutar matanya, tampak bosan dengan alasan Chaeyoung yang memang tidak pernah berubah. Setiap pulang sekolah, Chaeyoung harus mengawasi restoran sampai malam.
            Kino menghela napas melihat nasib kedua adik kelasnya tersebut. Hangyul juga memiliki masa lalu kelam. Saat berusia 5 tahun, Hangyul ditinggalkan di panti asuhan. Tapi beruntung dua tahun kemudian, Hangyul diadopsi oleh keluarga dari kalangan yang cukup berada.
            “Ah, aku lapar.” Hangyul mengambil sumpit dan mangkuk nasi miliknya sambil bergantian menatap Kino dan Chaeyoung. “Hmm, tapi. Siapa yang akan traktir?”
            “Kau boleh bayar dengan mencuci piring di sini.”
            Kino langsung tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban ajaib dari Chaeyoung. Sementara Hangyul menatap kesal dua orang bersamanya ini sambil menyuapkan nasi ke mulutnya.
            Chaeyoung juga mengambil mangkuk nasi miliknya. “Sudahlah, ayo makan. Aku juga lapar.”
            Mereka akhirnya menikmati makan malam sambil berbincang ringan tentang Hangyul yang cukup terkejut karena mendapati namanya berada di madding sekolah. Itu tandanya tidak bisa sembarangan berinteraksi dengan murid perempuan di sekolah, sampai akhirnya ia kabur ke rooftop sekolah hingga penyakit maagnya kambuh karena tidak makan siang.
            Selama menikmati makan, kening Hangyul senantiasa mengerut, tampak ia tidak bisa berhenti memikirkan sesuatu. “Tapi, kenapa bisa nama Dokyeom sunbae terganti olehku?”
            Kino dengan tegas mengangkat pundaknya. “Entahlah. Dia siswa paling menutup diri. Kudengar dia nyaris tidak pernah terlihat bicara dengan siapapun. Terkecuali untuk hal pelajaran. Mungkin.”

***

           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar