Minggu, 31 Maret 2019

-BEAUTIFUL MONSTER (6)-



Author          : N-Annisa [@nniissaa11]
Cast                :
·        Son Chaeyoung
·        Adachi Yuto
·        Kang Hyunggu (Kino)
·        Jung Wooseok
·        Lee Hangyul
·        and other
Genre            : School Life, Romance, Drama

***

            Kino berjalan memimpin menuju area belakang sekolah. Sementara itu tampak Yuto mengekori Kino dengan tetesan darah yang seolah membentuk jejak langkah mereka. Kino masih berdiri di depan danau buatan, sementara Yuto duduk di salah satu kursi taman yang kosong.
            “Yang ditakutkan akhirnya terjadi.”
            “Tapi aku tidak takut.”
            Kino menoleh cepat, memberikan tatapan membunuh pada Yuto. “Kau tidak memikirkan posisi Chaeyoung?”
            “Aku akan melindunginya.” Yuto berkata dengan tatapan lurus ke depan.
            “Dengan apa?” Kino sampai berbalik dan berdiri di dekat Yuto.
            Yuto mendongak dengan tatapan tak kalah tajam. Suasana hatinya sedangan sangat buruk. “Kalau kalian tidak ingin membantuku, aku yang akan melindunginya sendirian.
            Kino menghela napas, mengalah. Kemudian duduk di sebelah Yuto.
            “Dua minggu lagi Yayasan mengadakan acara, pertemuan para petinggi. Ku dengar mereka akan memesan makanan dari restoran Chaeyoung. Mereka pasti akan membawa anak dan istri. Berarti ayahmu dan Mina juga akan datang.”
            “Aku tahu.”
            Lagi-lagi, Yuto membuat Kino menoleh cepat padanya. “Bagaimana kau…”
            “Aku juga akan datang.” Yuto ikut menoleh dengan tatapan jahil. “Kalau ku ajak Chaeyoung, mau taruhan apa yang akan Mina lakukan?”
            Kino mengalihkan tatapan lagi ke arah lain sambil berfikir. Dari mana Yuto mengetahui berita tersebut? “Sudahlah, aku tidak ada rencana menjadi gila dalam waktu dekat.”
            Yuto terkekeh beberapa saat. Sampai akhirnya keheningan yang menguasai mereka.
            “Apa Mina tahu tentang dirimu?” tanya Kino memecah keheningan.
            Yuto mengangkat bahunya, enggan. “Entahlah. Toh aku juga tidak terlalu peduli.”
            Kino hanya mengangguk menanggapi jawaban Yuto. Lalu tidak lama kemudian terdengar langkah kaki menginjak daun kering yang berserakan di tanah. Suara itu semakin mendekat ke arah dua pemuda ini berada.
            “Sunbae kau…”
            Kino menoleh lalu berdiri, dengan lirikan mata ia menyuruh Chaeyoung untuk duduk di kursi yang ia tempati tadi. Kemudian Kino memilih berdiri di samping Wooseok yang tampak mengulurkan kotak P3K saat Chaeyoung perlahan duduk di samping Yuto yang sama sekali tidak melirik bahkan ketika gadis itu datang.
            Chaeyoung meremas kotak P3K yang kini ada dipangkuannya. “Apa yang kau lakukan…?”
            Tanpa menunggu Chaeyoung menyelesaikan kalimatnya, Yuto sudah lebih dulu menoleh. “Hanya sedikit perlawanan.” Ekspresi wajahnya seakan tidak terjadi apa-apa.
            Sesaat, Chaeyoung sibuk dengan isi kotak ditangannya. Ia membasahi kapas dengan antiseptic, lalu sebelah tangannya terulur menarik tangan Yuto dan mulai membersihkan lukanya. “Sunbae, hentikan semua ini. Jangan membuatku khawatir.”
            Kino dan Wooseok saling sikut, menertawai ucapan Chaeyoung tanpa diketahui gadis itu karena posisi Chaeyoung yang memunggungi mereka. Yuto sendiri mengalihkan pandangannya ke arah lain untuk menyembunyikan ekspresi wajahnya yang terasa panas. Tetap membiarkan Chaeyoung mengobati lukanya.
            Chaeyoung sudah siap dengan sebuah gunting di tangannya. “Aku tau apa yang kalian lakukan.” Gadis itu mengarahkan mata gunting pada dua pemuda di belakangnya tanpa harus susah payah membalikkan badan.
            Dengan satu gerakan, Chaeyoung mengingkat kain kassa yang ia lilitkan di tangan Yuto. Begitu selesai, ia langsung membereskan kotak P3K di pangkuannya. Chaeyoung berdiri dan langsung berbalik dengan tangan yang memegang kotak mengarah pada Wooseok. Karena tadi ia juga mendapatkan benda itu dari Wooseok. Tanpa berkata apa-apa, Wooseok menerima kotak yang diberikan Chaeyoung. Lalu kemudian gadis itu berbalik ke arah lain dan langsung melangkahkan kaki meninggalkan taman, tepat ketika bel masuk berdentang. Meninggalkan tiga pemuda tadi yang tidak langsung bergegas pergi.
            Yuto juga terlihat berdiri sambil memegang tangannya yang sudah terbalut rapih. Mensejajarkan posisi badannya dengan Kino dan Wooseok. Wooseok merangkul Kino dengan tangan yang masih memegang kotak P3K. “Adik kecilku tampak sexy sekali saat sedang seperti itu.”
            Mendengar itu, Yuto tersenyum simpul sambil menatap perban di tangannya. Sementara Kino tampak terkekeh dengan pernyataan Wooseok.

***

            Sore itu, tidak lama setelah bel berbunyi, Yuto segera membereskan perlengkapan sekolahnya sambil sesekali menolak bantuan beberapa teman sekelasnya—terutama siswi perempuan—karena tangannya yang terluka jelas membuat ruang geraknya terbatas.
            Kino menyambar ranselnya sambil berdiri dan berjalan meninggalkan kursinya. “Sudahlah, dia masih memiliki tangan.”
            Yuto menunduk sambil tersenyum tipis. Entah kenapa suasana menjadi berubah setelah ia membuat keributan di koridor sekolah. Mungkin ia harus memeriksa tempat itu lagi setelah ini. Setelah selesai, Yuto langsung menyampirkan ransel ke punggungnya dan menyusul Kino meninggalkan kelas. Suasana koridor sedikit ramai membuat Yuto sesekali berhenti dan mencari celah. Belum lagi tubuh tingginya memungkinkan ia bisa melihat Chaeyoung yang sudah menuruni tangga. Namun setelah anak tangga terakhir, Yuto berbelok dan berhenti sesaat. Madding sekolah yang ia hancurkan sudah tampak kembali rapih meski tidak terlindungi kaca untuk bagian konten ‘siswa yang tidak boleh disentuh’. Namun poster yang ia robek tadi pagi sudah diganti dengan yang baru beserta dengan isinya. Hanya ada 6 nama, tidak termasuk nama milik ‘Adachi Yuto’.
            Tanpa ingin berlama-lama, Yuto langsung bergegas meninggalkan tempat itu. Ia ingin mengejar Chaeyoung yang sudah hampir sampai di gerbang sekolah. Yuto merogok saku celananya dan menemukan sebutir permen di sana dan langsung ia arahkan pada Chaeyoung. Namun meleset, lemparannya terlalu jauh hingga mengenai seseorang yang berdiri tidak jauh di depan Chaeyoung.
            “Yak!” Orang tersebut memekik sambil memegangi bagian belakang kepalanya dan berbalik.
            Chaeyoung yang melihat kejadian itu juga ikut berbalik, memastikan siapa pelaku pelemparan permen pada sosok Hwiyoung tersebut. Pemuda di sebelah Hwiyoung—Taeeunpun itu berbalik. Yuto mempercepat langkah untuk mempertanggung jawabkan kelakuannya.
            “Maaf.” Yuto beberapa kali menunduk dalam. Ia memungut permen yang jatuh tidak jauh dari kaki Chaeyoung. “Aku ingin melemparnya pada Chaeyoung.”
            Hwiyoung sudah mengangkat tangannya yang terkepal. “Berani-beraninya kau ingin mencelakai Chaeyoung.”
            “Hwiyoung hentikan!” pekik Chaeyoung, dibantu dengan Taeeun yang menahan tubuh Hwiyoung. “Dia tidak mungkin ingin mencelakaiku.” Dengan gerakan mata, Chaeyoung memberi isyarat pada Taeeun untuk membawa Hwiyoung pergi dari sana. Ia tidak ingin ada banyak pasang mata memperhatikan mereka lebih lama.
            Diam-diam, Yuto memasukan lagi permen itu pada saku celananya. Lalu ganti ia keluarkan kunci mobil dari saku yang sama dan ia ayunkan tepat di depan wajah Chaeyoung. Sementara ekor matanya mendapati Mina beserta Jihyo tidak jauh dari sana.
            Chaeyoung menatap kunci itu dan Yuto bergantian. “Apa maksud…”
            “Kau!” Pekik Yuto sedikit keras. Sengaja untuk mencari perhatian, terutama Mina yang bisa dipastikan langsung menoleh. “Jangan coba-coba lari lagi dariku. Aku melihatmu menyenggol kaca spion mobilku hingga rusak.”
            Jelas saja Chaeyoung melebarkan mata, karena tuduhan Yuto itu semuanya bohong. “Aku tidak…” Chaeyoung menggantungkan kalimatnya karena tangan Yuto yang lebih dulu menggenggam pergelangan tangannya.
            “Kau harus bertanggung jawab. Ayo ikut aku.”
            Chaeyoung nyaris tidak bisa mengimbangi berat badannya karena tarikan kuat dari Yuto. Sepintas mata gadis itu menemukan Kino dan Wooseok tersenyum jahil padanya. Buru-buru Chaeyoung menunduk, membiarkan rambut panjangnya menutupi sebagian wajahnya. Yuto menariknya sampai ke area parkiran. Mina juga tidak jauh dari sana, memang karena ia juga membawa kendaran ke sekolah.
            Terlihat kaca spion bagian pintu pengemudi yang retak. Yuto kembali mengayunkan kunci mobil ke hadapan Chaeyoung yang sedang fokus memperhatikan retakan kaca spion mobil Yuto.
            “Astaga, Yuto!” Suara keras Mina terdengar memekik. Gadis itu bahkan menubruk pundak Chaeyoung hingga Chaeyoung bergeser dari posisi sebelumnya. “Ada apa dengan mobilmu? Biar aku panggilkan montir. Kau bisa pulang bersamaku. Lagi pula kita tinggal di apartmen yang sama, kan?”
            Yuto seakan sudah memblokir semua kalimat Mina dari telinganya. Yang pemuda itu lakukan adalah membuka pintu pengemudi dan menarik Chaeyoung untuk masuk ke dalam. Tidak lupa ia juga melempar kuncil mobilnya ke paha Chaeyoung yang sudah duduk di dalam kursi.
            Pemuda itu menegakkan badan. Kembali, beberapa pasang mata memperhatikan mereka. Nampaknya mulai sekarang apapun yang ia lakukan, akan menjadi sorotan di sekolah itu. Yuto menoleh ke tempat Mina berdiri. “Kau pikir aku sudi naik ke mobil jelekmu?” Dengan satu gerakan kasar, Yuto menutup pintu mobil tempat Chaeyoung berada dan memutar mobil untuk masuk ke dalam mobil, duduk di kursi penumpang sebelah Chaeyoung. Meninggalkan Mina dengan wajah merah padamnya karena menahan malu.
            Tanpa menunggu perintah dari Yuto, Chaeyoung memutar kunci untuk menghidupkan mesin. Ini bukan saatnya untuk bertanya. Jika posisinya sudah seperti ini, jelas yang bisa gadis itu lakukan adalah meninggalkan area sekolah dengan mengendarai mobil milik Yuto. Mencoba tidak mengkhawatirkan apa yang akan terjadi setelah ini. Chaeyoung mengarahkan mobil menuju tempat tinggalnya dan Yuto yang memang berdekatan sambil melirik ke tempat Yuto yang saat ini seperti menghindari tatapan dengan Chaeyoung dan hanya memandang ke luar jendela di sebelahnya.
            “Ada tempat yang ingin kau kunjungi?” Chaeyoung mencoba memecah keheningan. Ini bukan pertama kalinya Chaeyoung melihat suasana hati Yuto memburuk tiap kali mereka berurusan dengan Mina.
            Yuto tidak menjawab ataupun menoleh. Pemuda itu kini justru terlihat mengeluarkan ponselnya dan memeriksa sesuatu di sana. Ia kemudian membuka fitur notes dan menunjukkan deretan sebuah alamat yang tertulis di sana. Chaeyoung hanya melihatnya sekilas dan memperkirakan lokasi yang harus ia tuju stelah ini.
            “Itu tidak terlalu jauh dari rumah Yukyung. Untuk hari ini aku akan mengantarmu.” Gadis itu berkata sambil menginjak dalam-dalam pedal rem karena lampu lalu lintas di persimpangan sudah menunjukkan warna merah.
            Kali ini giliran Yuto menatap Chaeyoung beberapa saat, kemudian kembali menunduk sedikit untuk melihat tangan kanannya yang masih terbalut perban. “Apa tidak ada yang ingin kau tanyakan padaku?”
            “Ada. Tapi aku tidak tahu apakah aku berhak menanyakan hal itu,” kata Chaeyoung cepat begitu Yuto menyelesaikan kalimatnya.
            Kembali suasana hening menguasai mereka.
            Chaeyoung kembali menginjak pedal gas ketika lampu lalu lintas sudah berubah warna menjadi hijau. Berbelok ke kanan setelah persimpangan. Dan terlihat tidak terlalu sulit untuk Chaeyoung menemukan alamat yang dimaksud Yuto. Mereka melintasi toko perlengkapan olahraga milik Taewoong, tempat Chaeyoung dan Yuto pernah bertemu tanpa disengaja. Chaeyoung sempat memergoki Yuto menatap tulisan di depan toko itu, cukup lama.
            “Ada yang kau perlukan di sana?”
            “Tidak.” Kali ini giliran Yuto yang merespon pertanyaan Yuto dengan cepat. “Kau tau sesuatu dengan pria yang kita temui di toko itu? Benarkah koki di restoranmu itu ibunya?”
            “Iya benar.” Chaeyoung terus menelusuri jalan dengan kecepatan rendah. “Tapi aneh rasanya seorang Taewoong Oppa menceritakan hal itu pada orang asing.”
            “Aneh? Aku bahkan tidak merasa dia seperti apa yang kau ceritakan.” Pemuda itu memberi jeda sesaat sebelum melanjutkan kalimatnya. “Rasanya seperti bukan pertama kali bertemu.”
            Chaeyoung mengangguk, mengalah. “Mungkin dia hanya ingin ramah pada pelanggan.”
            Setelah beberapa menit, Chaeyoung menghentikan mobilnya di depan kios yang tutup. Tidak lupa gadis itu juga mematikan mesin mobil. Tanpa berkata apa-apa, gadis itu keluar dari mobil, dan Yuto menyusul kemudian. Chaeyoung melempar kunci mobil ke arah Yuto yang bisa dengan mudah ditangkap pemuda itu meski hanya dengan satu tangan.
            “Alamat itu tidak jauh dari sini. Kau bisa cari sendiri, kan? Aku akan menunggu di minimarket depan sana.” Chaeyoung menunjuk sebuah minimarket di seberang mereka hingga Yuto memutar badan untuk memastikan apa yang Chaeyoung tunjukkan.
            Yuto mengangguk, menyetujui. “Nanti aku menyusul,” ujarnya kemudian mulai melangkah ke arah yang berlawanan dengan Chaeyoung.

***

            Sekitar setengah jam lalu. Ketika Chaeyoung baru saja melintasi gerbang sekolah dengan mengendarai mobil Yuto. Pemandangan yang sangat mencolok. Hampir semua pasang mata melihat kejadian itu. Termasuk di sana Yuqi dan Yukyung yang sedang berjalan keluar dari gerbang sekolah.
            Yukyung tidak bisa melepaskan pandangan pada bagian belakang mobil Yuto yang semakin menjauh. “Itu Chaeyoung?” Saat dilihatnya Yuqi sudah berjalan menjauh, Yukyung segera melesat mengejar temannya itu. “Kau lihat itu? Benar ‘kan, itu Chaeyoung?”
            Yuqi tetap berjalan seakan tidak peduli. “Katakan pada Chaeyoung untuk berhenti mencari masalah jika tidak ingin kejadian itu terulang kembali. Cukup tadi ia dibawa pergi oleh Wooseok sunbae.”
            “Oh, itu karena Yuto sunbae terluka. Wooseok Oppa membawa Chaeyoung untuk mengobati lukanya.”
            Yuqi menoleh cepat, sedikit kesal karena melihat eskpresi Yukyung yang seakan tidak khawatir sama sekali. Apa Kino Oppa juga ada di sana?  Yuqi membatin.
            “Kino sunbae juga ada di sana. Dia yang menghubungi Wooseok oppa,” kata Yukyung seakan bisa mendengar isi pikiran Yuqi. Namun Yukyung memperlambat langkahnya membuat Yuqi yang menyadari hal itu berbalik dan mendapati Yukyung bahkan sudah berhenti.
            “Kenapa?”
            Yukyung mendongak dengan wajah memerah dan mata yang berkaca-kaca. “Kau yang kenapa? Kenapa aku merasa Chaeyoung selalu salah dimatamu? Apa dia melakukan kesalahan padamu?”
            “Kau, tahu?” Yuqi melangkah perlahan mendekat ke tempat Yukyung berdiri. “Kita sudah memperingatkan untuk hati-hati? Kau pikir kejadian mengerikan itu salah siapa? Itu salah dia sendiri? Dan kau pikir aku senang melihat Kino oppa lebih perhatian padanya?”
            “Bukankah Yugyeom sunbae meminta nomor ponsel Chaeyoung melaluimu? Dan untuk masalah Kino sunbae, dia menganggap Chaeyoung adiknya karena mereka kenal sejak kecil. Kino sunbae anak tunggal di keluarganya.”
            “Kau tidak tahu apapun tentang Chaeyoung.” Yuqi berbicara dengan suara keras.
            “Kau juga tidak tau apa-apa tentang Chaeyoung!” Yukyung memekik tidak kalah keras hingga membuat beberapa siswa di sana menengok ke tempat mereka berdiri. Yukyung sibuk menyeka air matanya yang sudah tidak bisa tebendung.
            Yuqi sama sekali tidak melepas tatapannya pada Yukyung dengen sorot kekesalan. Tangannya mengepal erat. Matanya juga terlihat berkaca-kaca, namun masih bisa ia tahan. Yuqi berbalik seiring suara deru mesin motor mendekat ke tempat mereka. Yuqi menghampiri pengendara motor itu yang memang telah ia tunggu. Tanpa berpamitan, Yuqi naik ke tas boncengan motor yang dikendarai seorang pemuda—yang diketahui Yukyung adalah salah satu siswa di kelas Wooseok—bernama Kang Yoochan.
            Yukyung masih berdiri di sana ketika motor itu membawa Yuqi pergi. Yukyung menghela napas, mencoba menenangkan diri. Sampai ia merasakan sebuah tangan besar mendarat diatas kepalanya dan mengelus rambutnya. Tanpa harus menoleh, Yukyung tahu siapa pemilik tangan hangat tersebut. Yukyung kembali menangis, membiarkan tubuhnya direngkuh ke dalam dada bidang milik Wooseok.
            Wooseok menoleh karena ada seseorang menepuk pundaknya. Tempat Kino berdiri. Sejak beberapa menit lalu mereka memang berada di sana. Bahkan Kino dan Yuqi sempat saling melempar tatapan sampai gadis itu di bawa pergi oleh Yoochan. Cukup dengan satu tepukan, Wooseok sudah mengerti, Kino berpamitan dan meninggalkan mereka berdua.

***

            Yuto memunculkan diri dari dalam sebuah gang dengan jalanan yang beraspal dan menanjak. Ia berhenti sesaat sebelum menyeberang untuk memastikan tidak ada kendaraan yang melintas. Sambil memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana, Yuto melangkah sampai tiba di depan sebuah minimarket tempat Chaeyoung menunggu. Gadis itu duduk di sebuah kursi tinggi yang menghadap pada dinding kaca hingga membuat Yuto bisa jelas melihatnya. Chaeyoung sedang membaca sebuah buku dengan memakai kaca mata dan rambut yang ia ikat satu ke atas.
            Seseorang duduk di kursi, tepat di sebelah Chaeyoung. Perlahan tangan itu terulur menuju gelas kertas berisi kopi latte milik Chaeyoung. Gadis itu sontak menoleh dan membuat orang tersebut terkekeh.
            “Aku kira kau tidak akan menyadarinya.”
            Chaeyoung tersenyum tipis mendapati orang tersebut adalah Yuto. “Sudah bertemu dengan orang yang kau cari?”
            Yuto menggeleng sambil menyeruput kopi latte yang masih berada pada jangkauan tangannya. Tidak peduli jika minuman itu adalah milik Chaeyoung. “Mereka sudah lama pindah dari sana.”
            “Kau mencari siapa? Teman lama atau keluarga?”
            “Kakak dan ibuku.” Yuto menoleh dan menatap mata Chaeyoung.
Dari balik lensa bening itu, Chaeyoung bisa melihat sebuah kesedihan pada pemuda itu. Mendadak membuatnya teringat dengan kedua orang tuanya yang sudah tiada. “Siapa nama kakakmu? Aku akan bantu carikan.”
            Yuto masih menatap ke dalam mata Chaeyoung cukup lama. Lalu tersenyum penuh arti yang tidak dimengerti Chaeyoung. “Kakakku pasti sudah mengganti nama dan kewarganegaraannya.”
            “Ah,” Chaeyoung membuka mulut. Teringat sesuatu tentang Yuto. “Kau datang dari Jepang, kan?” tanyanya memastikan ia tidak salah ingat.
            Yuto mengangguk membenarkan pertanyaan Chaeyoung. “Tapi ibuku orang Korea. Kakakku yang di Jepang sudah mencaritahu semua. Ini adalah lokasi terakhir atas nama ibuku.”
            Chaeyoung diam sesaat. Menutup bukunya seakan sudah tidak sempat lagi untuk ia baca saat ini. Ia tidak sadar jika Yuto masih memperhatikannya tanpa menghilangkan senyum itu. Sampai akhirnya, Chaeyoung merasakan sebuah tangan mendarat di atas kepalanya. Saat menoleh, ia mendapati Yuto sudah berdiri dan berbalik. Pemuda itu bahkan tidak lupa membawa pergi latte milik Chaeyoung. Tanpa berfikir dua kali, Chaeyoung menyusul Yuto sambil menyambar ranselnya.
            Yuto sudah mengambil alih kemudi. Dan Chaeyoung segera mengambil duduk di kursi sebelah Yuto.
            “Aku seperti pernah tahu sesuatu tentang seseorang yang berasal dari Jepang dan ia mengganti nama juga kewarganegaraannya.”
            Yuto membatalkan niat untuk menghidupkan mesin mobil. Dengan cepat ia menoleh ke tempat Chaeyoung berada yang sibuk menarik belt. Dan saat ingin memasang kunci belt, tatapan mereka berdua kembali bertemu.
            “Kau kenal siapa?”
            “Hmm…” Chaeyoung tidak langsung menjawab karena ia tidak menemukan jawabannya. “Nanti aku ingat-ingat dulu.”
            Seakan tidak bisa berhenti tersenyum. Ia benar-benar gemas dengan wajah polos Chaeyoung yang menyimpan sebuah masa lalu yang sulit di bayangkan orang lain. Pemuda itu kemudian menghidupkan mesin dan meninggalkan tempat itu.

***

            Kino : “Di mana?”
          Kino : “Kau di mana?”
          Kino : “Wooseok-ah!!”
          Kino : “Kubunuh kau!”
          Wooseok : “Berisik.”

          Kino melempar ponselnya ke atas tempat tidur setelah melihat foto yang dikirimkan Wooseok. Pemuda itu sedang berada di tempat latihan bersama Chaeyoung. Kino mengedarkan pandangan ke seluruh kamarnya. Tidak ada yang bisa ia lakukan di hari libur ini. Benar-benar bosan. Terlebih ketika pemandangan saat Yuqi pergi bersama Yoochan kembali berkelebat di bayangannya.
            Kino bangkit dan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri ketika jam di kamarnya menunjukkan pukul 10 siang. Sekitar 10 menit, Kino keluar dari kamar mandi sambil mengusap rambutnya yang basah. Di lihatnya layar ponsel yang berkedip. Kino segera menyambar ponselnya sambil duduk di tepi tempat tidur. Terdapat banyak notifikasi dari ‘grup chat’ bersama Wooseok, Junyoung, Eunwoo, Yugyeom dan Hangyul yang baru saja bergabung beberapa hari lalu.
           
            Junyoung : “Kemarin Yuqi bersama Chan?”
          Hangyul : “Chan Siapa?”
          Junyoung : “Chan yang sekelas dengan Wooseok. Kang Yoochan.”
          Eunwoo : “Bukannya Chan itu sepupu Kino?”
          Eunwoo : “Bagaimana bisa pergi dengan Yuqi? Yuqi pasti tau, kan?”
          Eunwoo : “Yuqi sekelas dengan mu, kan? @Hangyul.”
          Hangyul : “Ah, tapi aku tidak terlalu akrab.”
          Hangyul : “Yuqi juga terlihat aneh beberapa hari ini.”
          Junyoung : “Atau Yuqi cemburu dengan Chaeyoung?”
          Yugyeom : “Wooseok mana?”
          Hangyul : “Latihan Muai Thai, Hyung.”
          Hangyul : “Cemburu?”
          Hangyul : “Chaeyoung sudah seperti adik sendiri bagi Kino Hyung.”
          Junyoung : “Hahahaha.”
          Junyoung : “Cemburu tidak mengenal tempat.”
          Eunwoo : “Benar, Jun.”
          Eunwoo : “@Kino, kau di mana?”
          Junyoung : “Sedang meratapi nasib. Hahahaha.”
          Kino : “Biarkan saja.”
          Yugyeom : “Jangan seperti itu, Kino.”
          Kino : “Yukyung menangis kemarin, bertengkar dengan Yuqi.”
          Kino : “Entah salah apa yang diperbuat Chaeyoung pada Yuqi.”
          Kino : “Aku mau menjaga jarak dengan Yuqi sampai gadis itu berbaikan dengan Chaeyoung.”
          Hangyul : /mengetik…/

          Kino menghela napas, berat. Ia lebih memilih menutup ‘grup chat’-nya. Pemuda itu bergegas mengganti pakaian dan menyambar jaketnya lalu pergi keluar. Karena hari libur, Kino bisa menggunakan sepeda motornya untuk bepergian. Mungkin ia akan menyusul Wooseok ke tempat latihannya.

***

            Wooseok berjalan keluar bersama Chaeyoung sambil merangkul pundak gadis itu. Di belakang mereka terlihat pula Hangyul berjalan mengekor. Mereka baru saja selesai latihan Muai Thai. Hangyul tampak lebih dulu berhenti sambil mengulurkan tangan menyentuh pundak Wooseok. Pemuda itu berhenti sambil menoleh ke tempat Hangyul berdiri. Hangyul menggerakkan dagunya menunjuk sesuatu membuat Wooseok dan Chaeyoung menoleh ke tempat yang Hangyul maksud. Ada seseorang berbaring di salah satu bangku Panjang tidak jauh dari sana. Merasa tidak asing dengan pemuda tersebut, Wooseok melepas rangkulannya pada Chaeyoung lalu berjalan menghampiri pemuda itu.
            “Kino?”
            Merasa namanya disebut, Kino mengerjap lalu membuka matanya sambil bangkit. Ia mendapati Wooseok, Chaeyoung dan Hangyul sudah berdiri di hadapannya. Namun mata pemuda itu langsung mengarah pada sosok Chaeyoung.
            “Ah, Chaeyoungie.” Kino berdiri dan menghampiri Chaeyoung lalu memeluk singkat gadis itu. “Kau baik-baik saja?”
            Chaeyoung hanya berdiri diam atas perlakuan Kino padanya. Wooseok dan Hangyulpun hanya menatap keduanya dengan pandangan biasa saja.
            “Memangnya aku kenapa?”
            Kino menghela napas, berat. Tidak bisa menjawab pertanyaan Chaeyoung.
            “Kau sendiri kenapa?”
            Kino menoleh ke tempat Wooseok berdiri. “Aku sendiri juga tidak mengerti.” Lalu mengusap rambutnya, kasar.
            “Karena Yuqi?”
            Chaeyoung menoleh cepat ke arah Hangyul. Tertarik dengan apa yang ditanyakan Hangyul. “Yuqi kenapa?”
            Hangyul hanya mengangkat bahunya. Malas untuk menjawabnya karena mungkin lebih tepat jika Kino yang memberitahu perihal Yuqi. Membuat Chaeyoung semakin bingung dan menatap Wooseok juga Kino secara bergantian. Berharap salah satu dari mereka memberikan jawaban untuk menghilangkan rasa penasarannya.
            “Jika terjadi sesuatu, janji untuk lebih dulu memberi tahu salah satu dari kami.” Kino menghindari untuk membahas Yuqi lebih lanjut. Wooseok dan Hangyul mengangguk kompak.
            “Haaah~ bagaimana bisa aku mengandalkan kalian?” Chaeyoung menatap meremehkan pada mereka bertiga. Lalu membenarkan letak tali ranselnya sambil berbalik untuk kemudian melangkah meninggalkan tiga pemuda itu.
            “Kalau begitu kau bisa mengandalkan Yuto!” Kino berteriak karena Chaeyoung sudah melangkah cukup jauh.
            “Yuto?” Hangyul menoleh dengan tatapan penasaran. “Siapa?”
            Kino dan Wooseok hanya terkekeh. Mereka menyadari saat Chaeyoung sempat menghentikan langkah sesaat, tanpa menoleh ke belakang, gadis itu meneruskan berjalan dengan langkah cepat.
            “Apa di sini hanya aku yang tidak mengerti apa-apa?” Hangyul berseru frustasi karena Kino dan Wooseok seperti mengabaikannya.

***

            Yuqi menegakkan badannya sambil berdiri ketika ia melihat sosok Yukyung dikejauhan. Tidak lupa gadis itu melambaikan tangan agar Yukyung bisa melihatnya di antara banyaknya orang-orang yang berada di stasiun siang itu. Menyadari keberadaan tubuh mungil Yuqi, Yukyung membalas lambaian tangan gadis itu sambil berjalan cepat untuk sampai ke tempat Yuqi menunggunya.
            “Sepertinya kau terlihat ceria?” Goda Yukyung setelah melepaskan pelukannya pada Yuqi.
            Senyum Yuqi perlahan memudar. “Aku hanya menyembunyikan kesedihanku. Aku harap setelah ini suasana hatiku lebih baik.”
            Yukyung memeluk pundak Yuqi. Tampaknya hubungan mereka sudah lebih baik dibandingkan hari kemarin. “Apa kau masih belum berbaikan dengan Kino Sunbae?”
            “Kapan kami pernah baik?” Yuqi menarik tangan Yukyung agar melepaskannya lalu ganti menggenggam tangan gadis itu sambil membawanya pergi dari sana karena kereta yang akan mereka tumpangi sudah datang.
            “Awas kau menyesal,” goda Yukyung.
            Yuqi menoleh dengan lirikan tajam. “Aku sudah menyesal sekarang. Menyesal karena mengenal mereka berdua.”
            Yukyung sudah membuka mulut, namun tangan Yuqi terangkat sebagai usaha untuk Yukyung tidak mengeluarkan suara.
            “Jika kau memihak padaku, jangan bahas masalah itu lagi.”

***

            Setelah meninggalkan tempat latihan, Chaeyoung langsung pulang ke rumah. Ingin segera membersihkan diri. Tidak sampai setengah jam, gadis itu telah selesai membersihkan diri. Tujuannya setelah ini adalah restoran untuk memeriksa keadaan di sana sekaligus memeriksa keberadaan dua adiknya. Dongju yang menyambut kedatangan Chaeyoung karena memang pemuda itu lebih sering duduk di meja kasir.
            Chaeyoung menghampiri Dongju sambil mengusap pelan kepala bocah itu. “Hari ini kau sampai sore saja ya. Kau harus istirahat untuk persiapan ujianmu.”
            Dongju tidak melakukan protes tentang perlakuan Chaeyoung padanya. “Hmm, Noona. Jangan lupa malam ini ada acara pengurus Yayasan sekolahmu. Mereka memesan makanan kita.”
            “Nanti aku saja yang mengurus di sana.” Chaeyoung mengangguk cepat. “Ah!”
            Dongju sedikit terlonjak, terkejut karena Chaeyoung tiba-tiba berbalik kembali ke hadapannya. “Ya! Jangan mengagetkan.”
            “Hmm,” gumam Chaeyoung yang sudah melipat tangannya di atas meja, di depan Dongju. “Kau ingat siapa orang yang ku kenal berasal dari Jepang, tapi sekarang dia sudah menjadi warga negara Korea. Dan mungkin dia mengganti Namanya juga.”
            Dongju mendengarkan ucapan Chaeyoung dengan nada malas sambil membolak-balikkan buku pelajarannya tanpa minat. “Mana aku tahu, dia kan temanmu,” kata Dongju yang langsung saja membuat Chaeyoung berbalik dan kemudian meninggalkannya lagi.
            Gadis itu menuju dapur sambil membawa sebuah buku catatan. Memeriksa makanan yang dipesan sudah sesuai. Chaeyoung berjalan ke ujung dapur tempat koki andalan resorannya sedang memotong buah-buahan. Chaeyoung menyandarkan dagunya pada bahu wanita paruh baya itu.
            “Bibi, apa masih ada yang kurang?”
            Wanita paruh baya bernama Hana itu tersenyum. Tanpa harus menoleh, ia sudah tau siapa yang melakukan itu padanya. “Sudah semua, sayang. Hmm, pemuda yang biasa datang ke sini, dia tadi memesan makanan dan diminta untuk diantar. Tolong katakan pada Dongmyung untuk membawakan buah untuknya juga ya.”
            “Ah, dia? Kalau begitu Chaeyoung saja yang antar.” Gadis itu sudah menegakkan tubuhnya, namun kembali ia rapatkan pada pundak Hana karena ia tadi melupakan sesuatu. “Buah?” tanyanya. Resto mereka biasanya tidak menyiapkan buah-buahan kecuali dalam bentuk pesanan.
            “Anggap saja ini bonus karena dia sudah menjadi pelanggan tetap kita.”
            “Pelanggan tetap atau karena dia tampan?” Chaeyoung mencubit kedua pipi Hana untuk menggoda wanita itu.
            Hana hanya terkekeh. “Karena dia tampan seperti Taewoong.”
            Chaeyoung ikut terkekeh. Namun tidak berlangsung lama karena ia mendadak teringat sesuatu tentang Taewoong. Pemuda pemilik toko perlengkapan olahraga. “Bibi,” kata Chaeyoung dengan ekspresi serius. “Bisa Chaeyoung antarkan sekarang saja? Sepertinya Chaeyoung harus mengatakan sesuatu padanya.”
            Gadis itu berbalik dan berjalan ke luar dapur. Namun ia menghentikan langkah saat sudah berada di ambang pintu. Ia memutar kepalanya untuk melihat punggung Hana dari kejauhan.
            “Bibi, siapa nama Taewoong Oppa saat di Jepang?”
            Mendengar teriakan Chaeyoung, Hana berbalik sambil tersenyum. “Namanya Yukimoto Yasuo. Memangnya ada apa?” Hana ikut berteriak karena Chaeyoung sudah lebih dulu melesat pergi. Hana hanya geleng-geleng kepala melihat perilaku Chaeyoung. “Anak itu semakin dewasa.”

***

            Yuto menutup pintu di belakangnya, lalu melempar sebuah bungkusan hitam dengan sebuah hanger di bagian atasnya. Seperti sebuah stelan jas formal. Setelah mengambil sebuah botol minum dari dalam kulkas, Yuto ikut melempar badannya ke atas sofa, lalu menenggak air mineralnya langsung dari botol. Pemuda itu teringat sesuatu, lalu mengeluarkan ponsel dari dalam saku celananya. Yuto langsung mencari kontak Takuya lalu menghubunginya. Tidak menunggu lama, seseorang di seberang sana langsung menjawabnya.
            “Kenapa?”
            “Kau yang kenapa? Kenapa kau memasukkanku ke sekolah itu? Kau tahu, kan, di sana ada siapa saja?”
            Takuya tidak langsung merespon ucapan Yuto. Mereka saling diam dalam beberapa saat. Yuto juga sempat melempar tatapan kesal pada barang yang tadi ia bawa.
            “Kapan ayah datang ke Korea?”
            “Yasudah kau pindah sekolah saja kalau begitu. Kau juga memiliki uang untuk mengurus semuanya, kan?”
            Yuto menggenggam erat ponselnya, lalu memutuskan kontak secara sepihak. Dalam beberapa pembicaraan terakhir mereka tampak keduanya tidak bisa menemui titik terang. Selalu berakhir dengan salah satu dari mereka memutuskan kontak secara sepihak.
            “Tapi jika aku pindah sekolah, aku tidak bisa sering bertemu Chaeyoung,” kata Yuto yang tanpa sadar sudah membawa badannya berbaring di atas sofa sambil menatap langit-langit apartmentnya. “Chaeyoung pasti akan menjadi sasaran empuk Mina.”
            Yuto bangun dan menegakkan badannya namun masih posisi duduk di atas sofa. Lalu mengangkat ponselnya lagi. “Atau aku minta Kino dan Wooseok untuk… arghh!” Pemuda itu mengacak rambutnya, frustasi. “Aku tidak akan pindah sekolah demi Chae-yo-ung.” Yuto berkata lambat saat menyebut nama Chaeyoung. Lalu sedetik kemudian ia bingung pada apa yang terjadi dengan dirinya sendiri.
            “Akhh!” Yuto menjerit terkejut karena tiba-tiba ada yang menekan bel apartmentnya. “Astagaa..” Pemuda tinggi itu mengusap wajahnya dengan kedua tangan sambil mengatur napasnya. Segera saja ia berdiri karena seseorang di luar kembali menekan belnya.
            Tanpa mengintip terlebih dulu dari lubang pintu, Yuto langsung membua pintu dan mendapati seorang gadis yang sedang memenuhi pikirannya sejak tadi. Chaeyoung. Gadis itu membawa dua bungkusan di masing-masing tangannya.
            “Sunbae, ini…” Ucapan Chaeyoung tertahan karena Yuto lebih dulu menarik tubuhnya ke dalam apartment.
            Setelah menutup pintu, Yuto menatap Chaeyoung selama beberapa saat dengan tatapan rindu. Kemudian tanpa meminta ijin, Yuto sudah menarik tubuh mungil Chaeyoung ke dalam pelukannya. Chaeyoung sendiri tidak bisa menolak. Bukan karena kedua tangannya sibuk, tapi memang hatinya juga tidak menginginkan untuk cepat-cepat melepaskan tubuh dari pelukan hangat Yuto. Kecuali pemuda itu yang melepaskannya sendiri.
            “Ku mohon, satu menit saja,’” kata Yuto tanpa ada jawaban dari Chaeyougn setelahnya. “Maaf kalau aku lancang. Setelah ini kau boleh memukul atau menghajarku.”
            “Kau ingin aku mematahkan tulang hidungmu lagi?” goda Chaeyoung sambil tersenyum geli dari dalam pelukan Yuto. Ia bisa merasakan guncangan pada tubuh Yuto karena pemuda itu terkekeh geli. Lalu tidak lama Chaeyoung merasa kepalanya diusap. Chaeyoung mendongak dan mendapati Yuto menatapnya dengan tangan masih terletak di atas kepalanya, namun tangan satunya masih memeluk erat ke pinggang Chaeyoung. Suara dari dalam perut Yuto menginterupsi keduanya. Yuto buru-buru melepaskan Chaeyoung dan memberikan jarak pada gadis itu.
            Chaeyoung terkekeh melihat wajah Yuto yang menahan malu. “Kebetulan aku datang membawa pesananmu.” Chaeyoung mengangkat tangan kanannya yang membawa bungkusan dan langsung ia berikan pada Yuto. “Bibi bilang dia memberikan bonus buah-buahan untukmu.”
            Yuto menerima pemberian Chaeyoung, namun matanya terjatuh pada bungkusan lain yang berada pada tangan Chaeyoung satu lagi.
            “Kalau begitu aku pamit ya, Sunbae.” Chaeyoung segera balik badan dan bergegas meninggalkan apartment Yuto tanpa bisa pemuda itu menghalanginya.
            Yuto teingat sesuatu beberapa saat setelah Chaeyoung menutup pintu apartmentnya. Yuto melangkah cepat lalu membuka pintu. Dilujurkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, namun ia sudah tidak bisa menemukan sosok Chaeyoung, bahkan di ujung koridor tempat lift beradapun pemuda itu tidak menemukan Chaeyoung. Padahal lift tersebut baru saja naik dari lantai 1. Tidak mungkin Chaeyoung menghilang secepat itu, pikir Yuto.  

***

            Chaeyoung menyeberang ke unit apartment yang berseberangan dengan milik Yuto. Di sana ia hanya tinggal memasukkan sandi untuk membua pintu. Gadis itu melangkah masuk seakan seperti di rumah sendiri. Chaeyoung meletakkan bungkusan makanan di atas meja makan. Suasana rumah sangat sepi, hanya terdengar suara air mengalir dari shower menandakan penghuninya sedang membersihkan diri.
            Chaeyoung membuka pintu salah satu kamar. Lagi-lagi ruangan itu tampak kosong dan hanya beberapa helai pakaian tergeletak di atas Kasur. “Oppa!” teriak Chaeyoung. Tidak lama kemudian terdengar suara air dimatikan.
            “Iya, Chaeng!”  Balas suara pemuda dari dalam kamar mandi yang terdengar menggema.
            “Makananmu Chae simpan di meja makan, Oppa !”
            Chaeyoung menunggu sesaat hingga ada suara balasan lagi. “Tunggu sebentar, Oppa sudah selesai.”
            Chaeyoung menegakkan tubuhnya kemudian menutup pintu dari luar. Gadis itu berjalan menuju dapur lalu duduk di kursi meja makan. Tidak lama pintu kamar kembali terbuka, membuat Chaeyoung memutar padannya dan menemukan seorang pemuda tinggi, putih, mengenakan kimono handuk sambil mengusap rambutnya yang basah menggunakan handuk kecil berjalan ke tempat Chaeyoung berada.
            “Bagaimana kabarmu.” Pemuda bernama Dongwoon itu Mengecup puncak kepala Chaeyoung sebelum menarik kursi untuknya duduk.
            “Aku baik, Oppa.”
            “Temani Oppa makan sebentar, oke?” Dongwoon sudah memeriksa bungkusan makanan yang dibawakan Chaeyoung untuknya.
            Chaeyoung tampak berfikir sambil memperhatikan Dongwoon yang kini sudah sibuk dengan makanannya. “Aku harus menyiapkan beberapa hal. Ada acara di sekolahku, dan mereka memesan makanan kita.”
            Dongwoon sontak berdiri, diikuti Chaeyoung tidak lama kemudian. “Sudah sana cepat pergi. Jika tidak, Oppa tidak akan membiarkanmu.”
            Chaeyoung terkekeh seiring Dongwoon mendorong pelan pundaknya ke arah pintu. Chaeyoung sama sekali tidak sakit hati dengan perlakuan kakaknya. Memang benar, jika tidak memaksa diri, bisa-bisa Chaeyoung akan terdampar di sana sampai esok. Dongwoon mengulurkan tangan, membuka pintu meski posisinya berada di belakang Chaeyoung. Namun Chaeyoung justru membeku ketika pintu sudah benar-benar terbuka.
            Yuto berdiri di sana. Hanya berjarak kurang-lebih 2 meter di seberangnya. Yuto hanya mengangkat salah satu tangannya sebagai arti ia tidak ingin mengganggu lalu kemudian berbalik dan melesat masuk ke dalam sambil menutup pintu. Namun ia masih di sana, mengintip dari lubang pintu. Pemuda itu mendapati Dongwoon memeluk Chaeyoung lalu melambaikan tangan membiarkan Chaeyoung pergi dari sana. Setelah Dongwoon kembali ke dalam apartment, Yuto membuka sedikit pintunya, lalu mengintip ke arah Lorong yang mengarah ke lift. Di sana ia menemukan Chaeyoung baru sana menghilang ke dalam lift.
            Yuto mengendap-endap keluar dari pintunya. Menoleh ke kanan dan kiri, memastikan ia tidak bertemu siapa-siapa lagi, terutama Mina. Yuto mengulurkan tangan menekan bel apartment Dongwoon, namun segera ia melesat kembali ke depan pintu apartmentnya. Mengantisipasi jika memang yang dikhawatirkan terjadi, Yuto bisa segera menghilang ke dalam apartmentnya. Namun Dongwoon yang lebih dulu memunculkan diri dan mendapati Yuto di sana.
            “Kau yang menekan bel?”
            Yuto masih diam beberapa saat. Menurutuki kebodohan dirinya karena sudah memancing Dongwoon keluar. Namun memang karena ada sesuatu yang membuatnya penasaran, Yuto harus terus maju.

***