Kamis, 07 Maret 2019

-BEAUTIFUL MONSTER (5)-



Author          : N-Annisa [@nniissaa11]
Cast                :
·        Son Chaeyoung
·        Adachi Yuto
·        Kang Hyunggu (Kino)
·        Jung Wooseok
·        Lee Hangyul
·        and other
Genre            : School Life, Romance, Drama

***

            Yuto melambaikan tangannya dengan semangat setelah melihat sosok Chaeyoung muncul di pintu kantin. Yuto lalu melanjutkan langkah menuju pintu kantin yang mengarah ke balkon. Seperti janji mereka, Chaeyoung akan mengembalikan dompet Yuto dan bertemu di kantin. Dibelakang Chaeyoung, tampak Hangyul mengekor. Chaeyoung memang menyadari pemuda itu berjalan dibelakangnya sejak meninggalkan kelas. Namun tak disangka Hangyul justru masih setia berjalan di belakang Chaeyoung sampai tiba di area balkon kantin.
            “Apa-apaan kau…”
            “Ya! Aku khawatir padamu. Kau tidak lihat tadi banyak yang menatap tak suka padamu.”
            Chaeyoung mendorong paksa tubuh Hangyul untuk berbalik dan meninggalkan tempat itu. “Tidak peduli.”
            Yuto yang semula sudah duduk kembali berdiri dan berniat menghampiri Chaeyoung karena melihat ada sedikit keributan di sana. Namun saat itu Hangyul sudah bergegas pergi. Chaeyoung kembali melangkah ke arah Yuto dan duduk di hadapan pemuda itu sambil meletakkan sebuah dompet ditengah meja.
            “Ini benar milikku?”
            Yuto mengulurkan tangan dan memeriksa isinya.
            “Kalau ada yang hilang, katakan saja.”
            Tangan Yuto menemukan selembar foto yang terselip di salah satu tempat. Foto dirinya dengan sang kekasih yang sudah meninggal beberapa bulan lalu.
            Chaeyoung duduk dengan tegang, menunggu Yuto memeriksa isi dompetnya.
“Kau mau pesan apa? Aku ingin mentraktirmu karena sudah mengembalikan dompetku,” ujar Yuto sambil mengeluarkan beberapa kembar uang dari dalam saku celana dan ia masukkan kembali ke dalam dompetnya.
            “Seseorang yang mengembalikan dompetmu. Aku mengenalnya, dan aku mengenal siapa yang mengambilnya malam itu. Maaf karena aku justru mencelakaimu.”
            “Chaeyoung, sudahlah.”
            Chaeyoung mendongak dengan mata membulat. Terkejut karena ternyata Yuto mengetahui Namanya. “Kau..”
            “Ah, kita belum berkenalan resmi. Aku bahkan sudah mengunjungi rumahnya.”
            Chaeyoung masih menunjukkan tatapan bingungnya. Sampai Yuto akhirnya mengulurkan tangan. Ragu-ragu Chaeyoung mengangkat tangan dan membalas uluran Yuto.
            “Namaku Adachi Yuto.”
            “Son Chaeyoung.”
            “Oiya, helm sepeda milik adikmu tertinggal di toko. Sekarang ada padaku, ku bawa di mobil.”
            Chaeyoung langsung teringat sesuatu. “Ahh, aku langsung kembali ke toko, ternyata barang itu sudah di bawa denganmu. Sepulang sekolah akan aku ambil.”

***

Beberapa minggu berlalu. Yuto selalu datang ke restoran milik keluarga Chaeyoung setiap hari. Yuto bahkan sering membantu Dongmyung dan Dongju mengerjakan PR mereka. Terlebih dua adik kembar Chaeyoung tersebut juga akan melewati ujian akhir mereka yang kini kelas 3 SMP. Seperti halnya sore ini, ketika Chaeyoung sibuk mengurus restoran. Yuto hanya memperhatikan gadis itu dari jauh setelah Dongmyung sedang membereskan alat tulisnya. Mereka hanya berdua karena Dongju sedang tidak ingin belajar katanya dan memilih pergi bersama sepedanya untuk bermain sepakbola.
            “Hmm, Dongmyung.”
            “Iya?”
            Dongmyung mendongak dan mendapati Yuto mencari-cari sesuatu di ponselnya. “Kau tau alamat ini?” tanya Yuto yang kini sudah menyodorkan ponselnya ke hadapan Dongmyung.
            Dongmyung mengambil alih ponsel yuto. Tidak terlalu lama untuk Dongmyung mengetahui letak alamat-alamat tersebut. “Daerah itu masih dekat dari sini. Bahkan dengan berjalan kakipun kau pasti bisa mengunjungi semuanya.” Dongmyung mengembalikan ponsel Yuto. Terlihat jelas di wajahnya jika ia penasaran kenapa Yuto menanyakan alamat-alamat tersebut. Sekitar 5 sampai 7 alamat. “Salah satunya tepat di samping rumahku.”
            Yuto menegakkan matanya dengan posisi duduk menegak. “Kau kenal dengan…”
            “Dongmyung!” suara keras Chaeyoung menginterupsi kalimat Yuto yang belum selesai. Membuat dua pemuda itu menoleh bahkan sampai berdiri karena suara Chaeyoung terdengar seperti sedang terjadi sesuatu.
            “Ada apa?”
            “Ambil kunci mobil di rumah, terjadi sesuatu pada Dongju. Dia jatuh dari sepeda.”
            Yuto sudah mengulurkan tangan untuk menahan Chaeyoung, namun gerakan Chaeyoung lebih cepat untuk meninggalkannya di sana. Terlebih lagi, Yuto merasakan ponselnya bergetar. Sebuah panggilan dari Tayuka.
            “Hallo,” sapa Yuto setelah menekan tombol ‘jawab’. Ia mendengarkan apa yang Takuya katakan. Sementara pandangannya sontak mengarah ke arah pintu menuju dapur. Tampak seorang wanita masuk ke dalam sana. Yuto menatapnya sampai sosok itu menghilang dibalik pintu. Tanpa ia mengerti hal apa yang membuatnya tidak melepaskan pandangan seperti itu.

***

            Terjadi sebuah kerumunan di salah satu jalan hingga membuat sedikit kemacetan. Seorang gadis berdiri di depan sebuah mobil dengan tangan di pinggang, menatap marah pada pemuda di depannya.
            “Mobil ini baru ku dapat kemarin sore. Dan sekarang kau membuatnya lecet. Kau harus ganti rugi.”
            Pemuda itu adalah Dongju yang sedang membuka helm sepeda pemberian Chaeyoung. Tepat di bawah kaki Dongju, sepedanya tergeletak. Dongju yang mengenakan celana training pendek membuat luka dibagian lututnya terlihat jelas. Bahkan darah segar mengalir dari sana. Setelah membanting helmnya ke aspal, Dongju mengeluarkan dompet dari tas ranselnya.
            “Berapa yang kau mau, bibi?”
            “Bibi? Bibi katamu! Aku masih 17 tahun.”
            Dongjun menunjukkan ekspresi terkejut di depannya. Membuatnya menghentikan gerakan tangannya yang ingin membuka dompet. Dongju justru menatap dari ujung rambut hingga kaki melihat penampilan gadis itu yang lebih dewasa dari umurnya. Bahkan orang-orang yang berkerumun itu juga berbisik membicarakan penampilan gadis itu yang ternyata adalah Mina.
            Dongju menatap berkeliling, mencari sesuatu. Tidak jauh dari sana ada persimpangan jalan. Dongju melihat ada kamera CCTV mengarah ke tempat dirinya berada sekarang.
            “Bukankah menyetir untuk usia 17 tahun itu masih illegal? Dan kalau memang benar aku yang salah, mari kita buktikan dengan rekaman kamera itu.” Dongju menujuk ke arah kamera CCTV tersebut, diikuti pandangan dari bebarapa orang disekitar mereka.
            “Haaah!” Mina mendesah. “Kau pikir semudah itu mendapatkan rekaman CCTV. Sudah sana cepat hubungi orang tuamu untuk mengganti ganti rugi padaku. Aku yakin kau tidak memiliki uang.” Mina menatap dengan ekspresi merendahkan ketika melihat sepeda Dongju yang tergeletak.
            Dongju sudah mengeluarkan beberapa lembar uang ketika Mina mengatakan hal tersebut dan membuatnya menunjukkan tatapan membunuh. “Kalau aku mau, aku bisa membeli mobil seperti mu dengan penghasilanku sendiri.”
            Dongju mengeluarkan uang dari dompetnya dengan nomilan pecahan besar. Entah berapa jumlahnya, namun cukup menampar Mina karena ucapannya. Dongju menyodorkannya pada Mina. Namun belum sempat tangan gadis itu terangkat, seseorang menghalanginya dengan menjauhkan tangan Dongju agar tidak memberikannya pada Mina.
            “Yuto hyung?”
            Yuto sampai lebih cepat beberapa saat sebelum Chaeyoung juga tiba bersama Dongmyung yang langsung mengkhawatirkan luka di kaki Dongju. Namun Dongju bersikeras mengatakan dirinya baik-baik saja.
            “Chaeyoung, bawa pergi Dongju dari sini.”
            Tanpa memprotes ucapan Yuto, mereka bertiga segera meninggalkan Yuto bersama Mina. Mina memprotes karena Yuto membiarkan Dongju pergi, namun Yuto menghalanginya.
            “Minta ayahmu untuk membenarkan mobil, jangan memalak pada anak kecil.” Yuto berdesis dengan tatapan dingin.
            “Anak kurang ajar itu sudah…”
            “Dia bahkan bisa membeli mobil yang jauh lebih mahal dari mobilmu dengan penghasilan dia sendiri.”
            Wajah tampan Yuto terlihat mengeras. Membuat Mina tidak berani menatapnya lama-lama. Orang-orang yang semula berkerumunpun mulai meninggalkan mereka.
            “Kalau kau pergi sekarang, akan ku anggap semuanya selesai.”

***

            Yuto mengendarai mobilnya masuk ke dalam area parkiran apartmen tempat dirinya tinggal. Ia sedikit berkeliling sambil mencari lahan kosong. Tidak lama pemuda itu menemukan tempat kosong, tepat di sebelah sebuah mobil mewah. Sebuah mobil yang sebenarnya sempat membuat Yuto penasaran dengan pemiliknya.
            “Apa artis itu pemiliknya?” Yuto menurunkan kaca mobilnya. Sekilas ia memang pernah mendengar bahwa ada seorang artis yang tinggal di sebuah unit yang berada satu lantai dengan tempat tinggalnya. Yuto bahkan sampai menginjak rem dalam-dalam karena menyadari ada seseorang di sana. Baru saja memunculkan diri dari dalam mobil.
            Sesaat gadis itu tidak menyadari ada seseorang yang memperhatikannya. Ia menekan tombol untuk mengunci mobil, kemudian melangkah pergi. Namun ia langsung berhenti lagi saat menyadari bahwa ada Yuto di sana.
            “Chaeyoung?”
            Chaeyoung yang merasa tertangkap basah, jelas saja langsung panik dan bergegas mendekati Yuto. Merendahkan sedikit kepalanya agar sejajar dengan Yuto.
            “Ini tidak seperti yang kau pikirkan.”
            Yuto mengerutkan keningnya. “Memangnya aku berfikir apa? Kau mencuri mobil itu?” Yuto menggeleng tegas.
            “Tolong jangan katakan…”
            “Pada gadis yang menabrak Dongju tadi? Kenapa? Memang dia siapa? Kenapa kau takut padanya?”
            Chaeyoung meremas kunci mobil di tangannya. Kenyataannya Yuto memang benar. Apa yang harus ia takutkan?
            “Haah!” Yuto menghela napas, berat. Lelah dengan kenyataan tentang Mina. Yuto kembali menginjak pedal gas tanpa menutup jendela mobil. Merasa sudah tidak memiliki urusan dengan Yuto, Chaeyoung memilih meninggalkan tempat itu.
            Yuto yang selesai memarkirkan mobilnya, tampak sedikit kebingungan karena tidak mendapati Chaeyoung di sana. Salahnya karena tidak menyuruh Chaeyoung untuk menunggu. Pemuda itu bergegas melesat menuju pintu masuk dan berlari ke lift untuk naik ke lantai 8. Setelah pintu lift terbuka, Yuto kembali berlari. Ia melihat Chaeyoung berdiri di depan salah satu pintu. Sementara dari arah berlawanan, ada seorang gadis juga yang berjalan ke arah Chaeyoung berdiri. Mina.
            “Kau?”
            Chaeyoung yang terkejut, sontak menoleh ke tempat gadis itu yang melangkah cepat dan kini sudah berdiri di depannya.
            “Apa kau penguntit Dongwoon Oppa?”
            “Penguntit?” Chaeyoung balik bertanya dengan tatapan meremehkan. Ada nada kekesalan saat Mina berkata seperti itu. Baru kali ini Chaeyoung berbicara keras pada seniornya di sekolah.
            Yuto tersenyum tipis melihat Chaeyoung berani menantang Mina.
            “Kalau bukan penguntit, apa namanya?”
            “Kenapa aku harus bertemu denganmu lagi?” Yuto seoalah memasang ekspresi kesal ketika melihat Mina. “Cepat masuk, rumahku yang ini.” Pemuda itu hanya melirik Chaeyoung sekilas sambil menunjuk pintu tepat di seberang mereka dengan dagu.
            “Kenapa kalian…”
            Yuto yang sudah berdiri menghadap pintu rumahnya, menoleh sekilas ke tempat Mina berdiri. “Apa urusanmu? Apa kau akan melakukan sesuatu lagi pada Chaeyoung?”
            Chaeyoung dan Mina sama-sama menatap heran pada Yuto, terutama Chaeyoung. Tidak ingin berlama-lama lagi, Yuto membuka pintu apartmentnya. Ia sempat berbalik ketika sudah melangkah masuk untuk menatap Chaeyoung dan memberikan sebuah isyarat agar gadis itu ikut masuk. Semula Chaeyoung memasang ekspresi bingung. Meski demikian, gadis itu tetap menuruti permintaan Yuto untuk masuk ke dalam. Yuto bergegas menutup pintu.
            “Entah kenapa firasatku selalu buruk tentang gadis itu.”
            Chaeyoung tidak terlalu merespon karena Yuto seperti bicara sendiri sambil melangkah masuk. Menyadari Chaeyoung tidak bergerak, Yuto kembali berbalik dan mengajak Chaeyoung masuk dengan gerakan kepala.
            “Jangan khawatir, Kino dan yang lainnya sebentar lagi sampai.”
            “Kino? Lalu kalau aku ada di sini…”
            Yuto mengambil minuman kaleng dari dalam kulkas. Tidak mempedulikan kekhawatiran Chaeyoung jika Kino mendapati dirinya berada di sana. Pemuda itu meletakkan minuman dan sebungkus snack di atas meja sambil membanting tubuhnya ke atas sofa. Yuto meraih remote tv dan menyalakannya. Perlahan Chaeyoung duduk di sofa yang sama dengan Yuto, namun ia memberikan jarak pada pemuda itu.
            Yuto membuka kaleng minuman dan menyodorkannya pada Chaeyoung. Menggoyangkan kaleng itu sampai Chaeyoung menerimanya. “Bagaimana keadaan Dongju? Dan bagaimana kau bisa tahu adikmu mengalami kecelakaan?”
            “Salah satu karyawanku melihat kejadian itu dan langsung melapor padaku. Dongju juga sudah mendapatkan perawatan.”
            “Waah.” Yuto tersenyum kagum memperhatikan Chaeyoung yang saat ini tengah menenggak minumannya. “Sebenarnya aku penasaran. Tentang mobil yang kau kendarai…”
            “Uhuk.” Chaeyoung tersedak minumannya sendiri. Yuto hanya terkekeh sambil menyodorkan tissue pada gadis itu.
            “Apa kau menyembunyikan sesuatu? Tentang…preman yang mengeroyokmu…” Yuto berbicara pelan dengan nada lambat. Takut jika Chaeyoung memiliki trauma akibat kejadian tersebut. “Apa kau korban bully dari Mina?”
            Cheyoung meremas kaleng minumannya dengan tatapan lurus ke depan. “Aku hanya ingin hidup tenang. Aku sudah tidak memiliki orang tua. Aku memiliki seorang kakak laki-laki, namun aku harus menyembunyikan identitasnya karena dia seorang public figure. Dan kini aku hanya hidup dengan adik kembarku.”
            “Dan…kejadian itu perbuatan Mina?”
            Chaeyoung hanya mengangkat bahu. Tidak ingin mengingat kejadian mengerikan itu. “Lebih baik jangan coba cari masalah dengannya.”
            “Kenapa?” Yuto memutar posisi duduknya hingga menghadap Chaeyoung dengan ekspresi meremehkan. “Memang dia siapa?”
            Chaeyoung menatap Yuto. Rahang pemuda itu terlihat mengeras membuat suasana menjadi terasa panas. Ada yang disembunyikan pemuda itu, pikir Chaeyoung. “Ayahnya pemilik Yayasan sekolah.”
            Sontak Yuto tertawa terbahak-bahak. Raut wajahnya berubah 180 derajat. Cukup membuat Chaeyoung bergidik merinding. Sama sekali tidak ada yang bisa menebak suasana hati Yuto. Pemuda itu masih tertawa meski sedang berusaha menghentikannya. Chaeyoung menoleh karena mendengar bel rumah berbunyi.
            Yuto berdiri masih dengan sisa-sisa tawanya. “Biar aku saja.” Lalu pemuda itu berjalan ke arah pintu, memutar kunci dan membuka pintu. Memunculkan sosok Kino berdiri bersama tiga orang lagi, teman sekelas mereka, Dongyeol, Hwanhee dan Ungjae. Mata Kino langsung menemukan sosok Chaeyoung. Terlebih gadis itu kini dalam posisi berdiri.
            “Ayo masuk.” Yuto menggeser posisi berdirinya untuk memberikan ruang pada teman-temannya. Kino dan Dongyeol saling melempar tatapan curiga di balik senyuman menggoda mereka.
            “Apa kami mengganggu?”
            Chaeyoung buru-buru menggeleng. “Aku juga sudah akan pulang.”
            Kino tertawa keras melihat kegugupan Chaeyoung, membuat Ungjae yang berdiri di belakang Kino menepuk kepala pemuda itu karena ia juga tidak bisa menahan tawanya.
            Yuto tersenyum sesaat melihat tingkah Kino dan yang lainnya. Ia kemudian mengangguk pada Chaeyoung. “Nanti malam aku ke sana untuk menjenguk Dongju.”
            Chaeyoung tidak merespon sama sekali. Ia berjalan cepat untuk meninggalkan apartmen Yuto. Sambil melintas, tangan jahil Kino mendarat di atas kepala Chaeyoung, mengacaknya pelan. Kino sudah menganggap Chaeyoung seperti adik kecilnya. Yuto sendiri tidak bisa berkata apa-apa melihat perlakuan Kino pada Chaeyoung.
            “Ku harap Yuto tidak masuk daftar itu.”
            Senyuman Kino memudar. Tepat setelah Chaeyoung menutup pintu dari luar. Ia menoleh tegas pada Hwanhee yang tadi bicara. Sementara Yuto mengajak teman-temannya untuk masuk lebih dalam dan mempersilahkan mereka duduk di sofa. Kelima pemuda ini harus mengerjakan tugas sekolah dengan berkelompok. Kino menjadi yang paling akhir bergabung lalu melempar ranselnya sembarangan.
            “Kenapa aku harus menjadi tampan dan popular seperti ini.” Ada nada frustasi dari nada bicara Kino. Ia menemukan sebuah kaleng minuman yang sudah terbuka di depannya. Tanpa bertanya siapa pemilik minuman tersebut, Kino meraih lalu menenggaknya.
            “Apa kejadian itu benar?”
            Dongyeol, Hwanhee dan Ungjae sudah mulai mengeluarkan laptop, alat tulis dan buku pelajaran mereka. Kecuali Kino dan Yuto tentunya. Yuto masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Sementara Kino sibuk memikirkan Chaeyoung, kembali ke ingatan di masa itu. Kala ia mendengar berita jika Chaeyoung menjadi korban pengeroyokan.
            “Aku bahkan yang menemukan Chaeyoung pertama kali dengan kondisi menyedihkan.” Seluruh mata sontak menoleh pada pemuda imut dengan bibir tebal itu. Dongyeol. Jelas Yuto menatap Dongyeol dengan sorot berbeda dari yang lain. Pemuda itu sangat penasaran tentang Chaeyoung. Gadis itu sangat tertutup, atau lebih tepatnya menutup diri. Satu-satunya cara adalah mencaritahunya dari orang lain. Sementara kejadian mengerikan itu sudah menjadi legenda di SMA mereka.
            “Tidak ada yang tahu siapa dalang dibalik preman-preman gila yang menyerang Chaeyoung itu. Kami hanya bisa berspekulasi. Dan satu nama muncul menjadi kandidat terkuat sebagai pelaku. Terlebih, Chaeyoung bukan tipe gadis yang mudah mendapatkan musuh,” kata Dongyeol.
            “Mina.”
            Ungjae bisa mendengar suara pelan yang meluncur dari bibir Yuto. “Waah, kau berpikir hal yang sama?”
            Yuto berdiri dan berjalan menuju dapur yang hanya di batasi meja makan dengan ruang tamu, ekspresi jengkel jelas terlihat di raut mukanya. Ia mengambil beberapa snack dan minuman kaleng dari dalam kulkas. “Ngomong-ngomong, aku bertemu dia tadi. Di sini.”
            “Itu karena ayahnya memiliki saham di apartment ini.” Hwanhee bicara tanpa mengalihkan tatapannya dari layer laptop. Memang bukan hal mengejutkan di matanya.
            Brak!
            Yuto meletakkan kaleng minuman dengan kasar hingga menimbulkan benturan yang cukup keras pada permukaan meja yang terbuat dari kaca. Lalu tersenyum mengejek, tidak mempedulikan reaksi terkejut dari teman-temannya yang tidak bisa menutupi tatap ngeri terhadap Yuto. Belum ada yang tahu seperti apa Yuto sebenarnya. Wajah asli dibalik topeng tampan itu. Ya, karena Yuto siswa baru di sekolah mereka.
            Pagi tadi, Yuto menemukan sebuah berkas penting yang cukup mengejutkan dan disembunyikan di bawah tumpukan selimut di dalam lemari. Takuya mungkin sengaja menyembunyikannya di sana hingga Yuto berhasil menemukannya sendiri. Sebuah berkas berisi kepemilikan apartment ini, saham di salah satu perusahaan penerbit, dan saham Yayasan tempat Yuto sekolah, dan semuanya atas nama pemuda itu. Adachi Yuto. Pantas saja hampir seluruh guru di sana melindungi dan membela Yuto mati-matian.

***

            Setelah hampir 3 jam, mereka menyelesaikan tugas sekolah. Lalu meninggalkan apartment Yuto bersama dengan sisa bungkus makanan dan minuman. Namun Kino menjadi yang paling akhir membereskan barang-barangnya.
            “Siapa kau sebenarnya?”
            Yuto menghentikan kegiatannya mengumpulkan sisa sampah untuk ia masukkan ke dalam kantung plastik hitam ketika mendengar suara berat Kino. Ia mendongak dan mendapati tatapan dingin yang sulit diartikan dari sorot mata Kino.
            “Kenapa kau peduli dengan Chaeyoung dan kenapa kau terlihat sangat membenci Mina? Aku melihatnya dengan jelas kemarin ketika Chaeyoung dituduh mencuri dompetmu. Kau pernah mengenal Mina sebelum ini?”
            Pemuda itu menghela napas, berat, sebelum melanjutkan kegiatannya membersihkan meja. Sesaat itu tampak tidak ingin merespon ucapan Kino. Yuto berdiri dan membawa kantong plastik di tangannya untuk ia buang di tempat sampah. Kemudian pemuda itu kembali. Duduk di sofa yang berseberangan dengan posisi duduk Kino.
            “Aku akan menjawab semua pertanyaanmu. Asalkan kau juga melakukan hal sebaliknya padaku.”
            Kino menegakkan posisi duduknya dengan posisi kedua tangan saling bertautan. “Kau ingin tahu tentang Chaeyoung, kan?” Kino tersenyum tipis melihat reaksi Yuto melalu matanya yang terlihat melebar. Yuto seakan memiliki sesuatu yang menarik untuk diketahui.
            Yuto sendiri tidak merespon pertanyaan Kino, kecuali kembali melemparkan pertanyaan. “Apa dia di bully di sekolah? Ceritakan hal yang berkaitan dengan Chaeyoung dan Mina.”
            “Salah seorang siswa dari kelas 3 menyukai Chaeyoung. Pemuda itu juga murid baru di semester itu. Aku kurang tau bagaimana dia pertama kali bertemu dengan Chaeyoung. Di sisi lain Jihyo, teman dekat Mina, menyukai pemuda itu. Kau tahu sendiri Mina salah satu siswi yang cukup berkuasa di sana. Ia tidak ingin dirinya dan temannya juga, kalah dari siapapun. Terlebih itu adalah Chaeyoung. Siswi biasanya yang diketahui Mina hanya seorang pelayan part time di salah satu restoran.”
            Yuto tersengar mendengus, kesal sekaligus ingin menertawakan Mina. Memang karena hanya orang-orang terdekat yang mengetahui siapa Chaeyoung.
            “Kau tau Chaeyoung belajar beladiri?” Kino bertanya sebelum melanjutkan ceritanya.
Yuto langsung mengangguk tegas.
            “Suatu malam, seingatku Chaeyoung memang pulang sedikit terlambat dari sekolah. Ia bertemu beberapa preman yang ternyata memang disuruh untuk mengerjai Chaeyoung.” Kino terpejam sesaat dengan tangan mengepal kuat. Seperti sebuah penyesalan karena ia atau mungkin Wooseok tidak bisa melindungi gadis itu. “Chaeyoung dipukuli seperti penjahat. Beruntung gadis keras kepala itu bisa sedikit melakukan perlawanan. Kalau tidak, mungkin ia akan mengalami cedera fatal sekaligus trauma yang cukup parah.”
            “Dia bahkan berani menyuruh orang melakukan tindakan kriminal?” Tangan Yuto ikut terkepal mendengar cerita dari Kino. Rasanya ingin memukul Mina detik itu juga.
            “Singkatnya, salah satu dari preman-preman itu mengenal Chaeyoung. Meski harus melukai gadis itu, namun ia juga yang sedikit menolong Chaeyoung agar tidak menderita lebih lama.” Kino memberi jeda sesaat sebelum melanjutkan ceritanya. Tertawa kecil mengingat bagaimana Chaeyoung sekarang setelah mengalami musibah tersebut. “Dan aku tidak mengerti, gadis bodoh itu baik-baik saja sekarang.”
            Yuto menunduk dalam. Kehidupan kekasihnya dulu di Jepang juga ternyata tidak lebih baik dari Chaeyoung. Chaeyoung mungkin gadis yang kuat, belajar bahkan menguasai salah satu jenis beladiri. Berbeda dengan kekasihnya, Sana, yang lebih memilih mengakhiri hidupnya.   
            “Oiya aku lupa. Orang tua Chaeyoung, Son Wanho Ahjussi dan Kim Taeyeon Ahjumma meninggal dalam kecelakaan saat Chaeyoung kelas 3 SMP. Restoran itu milik keluarga Chaeyoung, bukan Chaeyoung bekerja di sana.”
            Selama beberapa saat, hanya keheningan yang terjadi. Kino merasa sudah menyelesaikan ceritanya. Sementara Yuto masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Dua nama yang terdengar tidak asing baginya.
            “Kenapa kau peduli sekali pada Chaeyoung?” Suara Kino sukses membuat Yuto kembali ke alam sadarnya.
            “Keigo Nishimoto adalah ayah kandungku.” Yuto berkata pelan dengan penuh penekanan tiap kata yang ia ucapkan.
            Kali ini giliran Kino yang dibuat terkejut dengan pernyataan Yuto. Siapa yang tidak mengenal pemilik Yayasan tempat ia sekolah selama hampir 2 tahun ini. Tempat ibunya mencari nafkah untuk mereka berdua.
            “Jadi, kau dan Mina…” Kino sengaja menggantungkan ucapannya karena bisa dipastikan Yuto mengerti arah pembicaraannya.
            Yuto mengangguk pelan, terlalu malas untuk mengakui hal itu. “Aku datang karena mencari ibu dan kakak kandungku, Yukimoto Yasuo. Mereka pergi meninggalkan kami setelah ayah dan ibu bercerai, 12 tahun lalu. Semua itu dikarenakan ibunya Mina, merebut ayah dari ibuku.”
            Kegelisahan jelas terlihat dari gelagat Kino yang merasa tidak nyaman. Mengingat hal tersebut bisa dikatakan sebagai aib keluarga. Namun Yuto dengan gambling mengatakan semuanya. Mata mereka saling bertemu. Yuto menyorotkan rasa kepercayaan pada Kino. Kino juga orang pertama yang ia kenal di Korea, yang bisa ia beritahu tentang siapa dirinya sebenarnya.
            “Kekasihku sama seperti Chaeyoung, mendapatkan ketidak adilan dari teman sekolahnya. Namun Sana tidak sekuat Chaeyoung. Kekasihku bunuh diri. Maka itu aku baru datang sekarang. Setelah sudah tidak ada lagi hal yang bisa aku cemaskan. Sana sudah tenang di sana.”

***

            Yuto berjingkat mengikuti Chaeyoung yang berjalan menuju ruang kelasnya. Merasa curiga, Chaeyoung berhenti dan dengan cepat menoleh ke belakang. Yuto yang sadar, langsung bersembunyi di balik pilar terdekat. Chaeyoung menatap pilar tempat Yuto bersembunyi, sekilas ia melihat sesuatu melesar ke belakang tempat itu. Sementara Yuto tidak sadar jika tali sepatunya terlepas dan mencuat ke luar. Dengan tatapan jahil, Chaeyoung mendekat lalu berjongkok di bawah kaki Yuto. Mengikat tali sepatu pemuda itu.
            “Jangan berjalan dibelakangku. Kau bukan pengawalku.” Chaeyoung berdiri lalu mendongak dan kini sudah berhadapan dengan pemuda tinggi itu.
            Yuto terkekeh. “Aku hanya ingin menjahilimu.”
            Chaeyoung tersenyum tipis. Senyuman yang sukses membuat Yuto tidak bisa berpaling dari bibir tipis itu. “Jangan terlalu akrab denganku. Kau bisa menyesal.”
            Kali ini terdengar tawa Yuto. Tawa yang sukses mengubah atmosfer di sekitar mereka menjadi dingin. Jika saja mereka ada di sebuah hutan yang gelap dan lembab, tawa pemuda itu sukses membuat merinding. Melalui ekor matanya, Yuto menangkap sosok Mina berdiri di kejauhan. Ia yakin gadis itu sedang memperhatikannya. Seakan Mina juga menaruh minat padanya. Yuto merendahkan kepalanya hingga ke dekat telinga Chaeyoung. “Jangan menjauh dariku, atau aku akan membuatmu menyesal.” Yuto berkata dengan nada pelan, bisikan yang terdengar serius. Namun mata pemuda itu sama sekali tidak melepas tatapan dari Mina.
            “Kau…”
            Yuto kembali menegakkan tubuhnya. Seakan tidak memberi Chaeyoung kesempatan untuk bicara. Yuto kembali menatap gadis di hadapannya, membuat Chaeyoung sontak mendongak mengingat tinggi Yuto yang cukup menjulang, sangat terlihat kontras dengan tubuh mungil yang dimiliki Chaeyoung. Pemuda itu tersenyum, senyum yang kali ini sukses membuat Chaeyoung tidak bisa berpaling dari bibir indah itu.
            “Jangan takut. Ada aku,” ujar Yuto dengan posisi tangan sudah mendarat di atas kepala Chaeyoung. Lalu dengan paksa, Yuto memutar badan Chaeyoung untuk berbalik dan kemudian merangkul pundak gadis itu.
            Melihat sosok Mina di ujung sana, berdiri dengan tangan terlipat di depan dada, Chaeyoung berusaha membebaskan diri dari tangan kekar Yuto. Meski rasanya sangat ingin tetap bertahan di sana, namun ia harus terlepas dari pemuda itu. Namun bukan hal sulit untuk Yuto tetap mempertahankan posisi mereka seperti sekarang sambal membawa gadis itu pergi dari sana seakan menantang Mina.
            Beberapa meter di belakang Yuto meninggalkan tempat tadi, Kino berdiri dengan melipat tangan di depan dadanya bersama Wooseok. “Tuhan ternyata mengirim Yuto ke sini untuk membungkam Mina.” Kedua pemuda itu baru saja tiba dan langsung disuguhi pemandangan langka.
            Di tempatnya berdiri, Wooseok mengepalkan tangan hingga buku-buku jarinya memutih. “Harusnya aku yang melakukan itu.”
            Tanpa harus menoleh, Kino menyadari perubahan atmosfer di sebelahnya. Wooseok menatap kepergian Chaeyoung Bersama Yuto dengan tatapan tak kalah tajam. Kino menepuk perut Wooseok menggukan punggung tangannya sebagai cara untuk membuat Wooseok sadar.
            “Kita bukan apa-apa di banding Yuto.”
            “Maksudmu?” Wooseok mengernyitkan dahi sambal merendahkan padangan untuk melihat Kino yang bertubuh lebih pendek dari dirinya.
            Seakan sadar ia sedang diperhatikan, Kino menoleh dengan sedikit mendongak. “Ayah tiri Mina adalah ayah kandung Yuto. Yuto bahkan memiliki saham atas Namanya sendiri di Yayasan sekolah.”
            Ucapan Kino sukses membuat Wooseok melebarkan matanya sambil kembali memfokuskan pandangan pada jalan tempat Yuto membawa Chaeyoung pergi. Yuto sudah menceritakan hal itu pada Kino. Namun Wooseok tidak bisa percaya begitu saja. Mereka tidak bisa berbuat banyak bukan karena tidak mampu. Namun mereka tidak memiliki kekuatan besar untuk menakhlukan Mina.
            “Tapi tolong rahasiakan hal ini.” Kino berujar dengan nada berbisik sebelum akhirnya memutuskan untuk beranjak dari sana. Meninggalkan Wooseok yang masih sibuk dengan pikirannya sendiri.
            Wooseok dengan mata kepalanya sendiri melihat bagaimana Yuto mulai menunjukkan kekuasaannya, meski tanpa sadar.

***

Dan hari itu merupakan tanggal yang ditetapkan pengurus ekstrakulikuler jurnalis untuk mengganti berita pada majalah dinding sekolah. Termasuk deretan siswa popular yang akan terus di update beritanya. Meski tetap saja tidak ada yang berubah sususannya, kecuali penambahan foto dan nama. Tepat ketikan istirahat pertama, sudah banyak siswa yang berkumpul di koridor sekolah tempat madding sekolah berada.
            Prang!
            Yuto meninju kaca pelindung majalah dinding sekolah dengan tangan kosong hingga pecah dan pecahan kaca bertebaran di lantai. Tentu saja kejadian tersebut sukses memancing perhatian siswa-siswi yang kebetulan tertarik melihat berita terbaru seputar sekolah merekan dan info-info lainnya. Terutama info tentang content yang tidak pernah hilang selama setahun belakangan. Nama Yuto tercantum pada barisan siswa yang tidak boleh ‘disentuh’.
            Tidak jauh dari tempat kejadian, Dokyeom juga melihat apa yang dilakukan Yuto hingga membuat tangannya terluka dan darah segar menetes ke lantai, bercampur dengan pecahan kaca. Dokyeom melihat ke samping, ia menemukan Mina berdiri di belakang beberapa siswi lain agar keberadaannya tidak terlalu mencolok. Namun Dokyeom mendapatinya sedang menatap Yuto dengan ekspresi yang sulit di tebak.
            Anak baru itu seperti sudah tahu semuanya. Tapi, siapa dia sebenarnya? Kenapa dia berani bertindak sebrutal itu? Dokyeom sibuk dengan pikirannya sendiri. Tentu ia tidak bisa bertanya hal yang mengganjal itu pada siapapun. Karena Dokyeom menutup diri dari lingkungan sekolah. Setelah melihat Kino mendekat pada Yuto, pemuda itu memilih berbalik dan menyingkir dari sana.
            Yuto meraih kertas karton berisi foto dirinya dan siswa lain. Menariknya hingga menimbulkan robekan. Pemuda itu bahkan tidak berhati-hati karena masih ada bagian kaca yang tajam akibat pukulannya. Kino sendiri hanya bisa menghela napas dengan ekpresi wajah yang sama sulit diartikan ketika melihat lengan seragam Yuto robek hingga membuat kulit pemuda itu tergores dan meneteskan darah segar. Ia tidak bisa tidak peduli pada Yuto meski mereka baru saling mengenal beberapa minggu belakangan.
            Tidak ada yang berani mendekat ke arah Yuto. Yang ada justru mereka semakin memberikan jarak dan hanya berani melihat dari jauh melihat hawa kemarahan pada sorot mata Yuto. Kecuali Kino. Sambal mengetikkan sesuatu pada layar ponselnya, Kino melangkah mendekat ke tempat Yuto berdiri. Kino melihat ke arah tangan kanan Yuto yang berdarah sambil memasukkan ponsel ke dalam saku celana.
            Wooseok, Yugyeom, Eunwoo, Junyoung dan Hangyul bertemu di kantin. Di meja ‘milik’ mereka dan Kino yang tampak belum berada di sana. Karena belum jam makan siang, ke lima pemuda itu hanya memesan minuman dan makanan ringan. Eunwoo dan Yugyeom bahkan membawa buku pelajaran.
            “Rasanya aku ingin ikut ujian saja biar segera keluar dari neraka ini.”
            Seluruh mata penghuni meja itu tertuju pada sosok Hangyul yang bahkan sudah melipat tangan di atas meja dan menenggelamkan wajahnya di sana.
“Aku juga menginginkan hal yang sama.” Wooseok mengaduk minumannya dengan tidak minat.
            “Oiya, mana Kino?” tanya Junyoung.
            Wooseok mengangkat bahu. “Mungkin masih di kelas.”
            Kemudian terjadi keheningan, tidak ada yang bicara sampai akhirnya Wooseok merasakan ponselnya bergetar. Ada sebuah pesan masuk dari Kino, membuat pemuda itu dengan cepat membuka pesan untuk membaca isinya. Kini seluruh mata tertuju pada Wooseok. Bahkan Hangyul sudah mengangkat kepalanya. Tanpa mempedulikan teriakan teman-temannya, Wooseok sudah berlari, melesat pergi meninggalkan kantin.

            Kino : Bawa obat luka dan Chaeyoung juga, temui aku di taman belakang 5 menit lagi.

          Wooseok mengulurkan tangannya yang memegang ponsel yang ia arahkan ke depan wajah Chaeyoung. Tidak peduli jika seluruhh tatapan terarah padanya, atau bahkan ada yang mengadukan pada Mina jika seorang Jung Wooseok menemui Chaeyoung di kelas gadis itu. Ucapan Kino membuat Wooseok menganggap Yuto bisa dianggap jaminan untuk melindungi mereka yang tidak bisa berbuat apa-apa atas kekuasaan Mina.
            Chaeyoung berdiri dengan tatapan mata tidak terlepas dari layar ponsel milih Wooseok. “Kino sunbae terluka?” ada sorot wajah kekhawatiran pada Chaeyoung. Terlebih ia menangkap tangan kiri Wooseok membawa kotak P3K.
            Wooseok sudah berbalik dan melangkah sekitar beberapa meter tanpa merespon ucapan Chaeyoung, namun Chaeyoung sama sekali tidak bergerak dari tempatnya. Wooseok sebenarnya menyadari hal itu, namun tatapannya lebih dulu bertemu dengan mata milik Yuqi yang menatapnya dengan sorot yang sulit diartikan. Pemuda itu menghela napas, berat sebelum kembali berbalik ke tempat Chaeyoung lalu menarik tangan gadis itu utuk pergi bersamanya. Tidak peduli jika setelah ini pasti akan beredar berita yang menyudutkan Chaeyoung.

***

            Chaeyoung menyerah memberontak. Jelas tenaga Wooseok jauh lebih kuat. Terlebih Wooseok juga seniornya di Muai Thai. Gadis itu membiarkan tangannya ditarik terus hingga mereka tiba di sebuah taman yang berada di belakang sekolah. Tidak terlalu banyak siswa/siswi yang tertarik menghabiskan waktu istirahat mereka di sana. Kecuali dua pemuda yang duduk di sebuah bangku taman yang menghadap ke sebuah danau buatan berbentuk oval dengan jembatan yang melengkung hingga ke seberang.
            Ada tetesan darah pada jalan setapak yang mereka lalui.
            “Sunbae, kau…” Chaeyoung menggantungkan kalimatnya saat ia menemukan sosok Kino bersama Yuto yang sedang memegangi tangan kanannya yang mengeluarkan darah.
            Kino berdiri, dengan lirikan mata ia menyuruh Chaeyoung untuk duduk di kursi yang ia tempati tadi. Kemudian Kino memilih berdiri di samping Wooseok yang tampak mengulurkan kotak P3K saat Chaeyoung perlahan duduk di samping Yuto yang sama sekali tidak melirik bahkan ketika gadis itu datang.

***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar