Rabu, 21 Agustus 2013

BLUE FLAME BAND (part 16)


Author              : Annisa Pamungkas
Main Cast          :
·        Lee Joon/Changsun (Mblaq)
·        Siwan (Ze:a)
·        Nichkhun (2PM)
·        Doojoon (Beast/B2ST)
·        Luhan (Exo-M)
Original cast     : Hye Ra, Soo In, Minjung, Sung Hye, Han Yoo
Support cast     :
·        Yong Hwa (CN Blue)  
·        Yoona (SNSD)
·        Minho (SHINee)
·        Yunho (TVXQ)
·        Sungmin (Super Junior)
Genre               : romance
Length              : part

***

        “Hyung, sampai kapan kita akan menunggu di sini?” Tanya Luhan yang sudah bosan berada di sana. Tidak ada kejelasan yang pasti dari leadernya itu tentang nasib mereka di sana.
        “Kau bisa pulang sekarang. Dan jika ada yang bertanya, bilang saja aku menyuruhmu turun di jalan, lalu kau pulang naik taksi,” ujar Joon santai.
        “Hyung!” bentak Luhan. Kesal karena leadernya berkata demikian. Ia juga hanya bisa menahan kesal. Merutuki diri yang bisa-bisanya terjebak bersama orang seperti Joon. Andai saja pemuda itu bukan leadernya, mungkin Luhan sudah akan menendangnya turun dari mobil.
        Di sisi lain, Joon tiba-tiba menegakkan badannya. Ia melihat mobil yang dikendarai Yong Hwa sudah meninggalkan gedung dorm mereka. Joon juga tidak bisa melakukan apapun. Ia hanya mampu kembali menghempaskan punggungnya ke sandaran jok mobil.
        “Luhan, maaf.”
        Luhan melirik Joon. Tapi ia tak mendapati Joon menatapnya. Leader ‘Blue Flame’ itu memandanga lurus ke depan. Namun Luhan tau bahwa Joon berkata tulus dan cukup menyesal melakukan hal tadi padanya.
        “Ayo kita pulang,” ajak Joon.
        Luhan hanya menghela napas. Sejujurnya ia juga tak bisa berlama-lama marah dengan Joon meski yang dilakukan pemuda itu sudah cukup keterlaluan. Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Luhan menyalakan mesin mobil Joon untuk kembali ke dorm.

***

        “Kau tidak menemui Soo In?” Tanya Doojoon pada Siwan, lalu duduk di samping pemuda itu. Tak lupa ia juga membawakan segelas susu coklat hangat untuk Siwan.
        “Dia sedang bekerja,” jawab Siwan. Setelahnya, ia kembali focus pada layar televisi yang tengah menayangkan sebuah film kartun ‘Tom and Jerry’.
        Sedetik kemudian, Siwan dan Doojoon tenggelam dalam kelucuan film tersebut. Doojoon bahkan sampai memegangi perutnya, sedangkan Siwan tertawa sambil menepuk-nepuk lengan sofa di sampingnya.
        Tiba-tiba terdengar suara pintu utama dorm terbuka dengan kasar dan memunculkan Joon dari baliknya. Pemuda itu segera meluncur masuk ke dalam kamar dan membanting pintu kamarnya dengan keras. Sontak saja kejadian tadi menghentikan tawa Doojoon dan Siwan. Dua pemuda itu menoleh dan mendapati Luhan berdiri tak jauh dari pintu utama. Mereka menatap sang maknae penuh selidik.
        Luhan mendekat lalu menjatuhkan tubuh di tengah-tengah antara Doojoon dan Siwan. “Apa Hye Ra ke sini dengan seorang pemuda?” Luhan justru bertanya lebih dulu sebelum Siwan atu Doojoon menanyainya perihal Joon.
        “Yong Hwa hanya menunggu di parkiran,” jawab Doojoon.
        Siwan sedikit menjulurkan kepalanya agar bisa melihat Doojoon lebih jelas karena tubuh pemuda itu sedikit tertutup oleh Luhan yang berada di tengah-tengah mereka. “Jadi Yong Hwa ikut ke sini?” Tanya Siwan hanya untuk memastikan. Ia tidak memerlukan jawabannya.
        “Ternyata benar,” gumam Luhan sibuk dengan pikirannya sendiri.
        “Apa yang terjadi dengan Joon?” Doojoon sedikit mendesak Luhan untuk bercerita karena kepulangan Joon memberikan suasana kurang nyaman di dorm mereka.
        Belum sempat Luhan memulai cerita, dari dalam kamar Joon sedikit terjadi kegaduhan dan membuat tiga member lain yang ada segera melesat ke kamar leader mereka itu. Terdengar pula suara pecahan kaca.
        Siwan membuka pintu kamar Joon dengan kasar. “Joon!” pekiknya.
        “Siwan hati-hati,” seru Doojoon memperingati karena ada pecahan gelas berserakan di lantai. Sementara Joon sendiri sudah meringkuk di balik selimut.
        Siwan berjalan menghindari pecahan gelas menuju tempat tidur Joon. Doojoon yang masih berdiri di ambang pintu, menyuruh Luhan untuk membersihkan sisa pecahan kaca.
        “Hyung, kau sakit?” Tanya Siwan, namun tidak ada jawaban dari Joon. Siwan yang tak sabar, menarik selimut yang menutupi tubuh Joon. Ia memeriksa kening leader mereka itu. “Kita harus membawa Joon ke rumah sakit,” perintahnya pada Doojoon yang langsung mendapat persetujuan dari pemuda itu.
        Saat Siwan mulai beranjak untuk mengikuti Doojoon, Joon sudah lebih dulu menahan tangannya. “Aku baik-baik saja,” kata Joon dengan suara pelan dan terdengar sedikit serak.
        Siwan melirik tajam pada Joon. “Besok kita akan kembali sibuk. Demam mu semakin parah. Dan tolong kau jangan membantah ucapanku untuk kali ini saja,” seru Siwan dan tidak ingin ada penolakan.

***

        Hye Ra berlari menelusuri koridor rumah sakit. Sesekali ia mengusap tepi matanya yang basah. Gadis itu menatap satu-persatu papan nomor yang tertera pada pintu. Saat sampai pada ruangan yang ia cari, Hye Ra segera menerobos masuk. Di dalam sana ada seorang pemuda yang duduk di atas tempat tidur dengan posisi kaki menggantung ke bawah. Setelah meyakini pemuda itu adalah Joon, Hye Ra langsung melesat memeluk Joon. Joon sendiri cukup tersentak karena ada seorang gadis yang tiba-tiba memeluknya.
        “Hye Ra?” bisik Joon memastikan. Meski sebenarnya ia tidak terlalu menyadari kedatangan gadis itu.
        Hye Ra melepaskan pelukkannya. “Kemana saja kau? Kenapa semalam tidak mencariku di pesta?” Hye Ra menatap Joon dengan mata yang sudah basah.
        Ada setitik kebahagiaan terpancar di wajah Joon, namun pemuda itu masih ingin menyebunyikannya. Terlebih karena kejadian beberapa jam yang lalu. Joon melirik tangan Hye Ra yang masih terpaut di kedua lengannya. Pemuda itu tak berani menatap Hye Ra.
        “Bukankah harusnya kau kembali ke Jepang?”
        Pertanyaan sederhana yang disampaikan secara datar. Namun itu cukup menusuk hati. Hye Ra sedikit menengadahkan wajahnya ke atas untuk menahan air matanya agar tidak kembali jatuh.
        “Harusnya aku tidak mempedulikan ucapan Yong Hwa yang memaksaku untuk ke sini.”

*flashback*
        Mobil Yong Hwa sudah memasuki area parkiran bandara. Setelah memarkirkan mobil, mereka segera ke luar. Dan tepat bersamaan saat ponsel Hye Ra berdering.
        Gadis itu langsung menjawab telpon tanpa pikir panjang karena yang menelpon adalah Doojoon.
        Yong Hwa berjalan memutari mobil untuk menghampiri Hye Ra. Tak lama, Hye Ra tampak mengakhiri telponnya. Raut wajah gadis itu berubah. Seperti ada sesuatu yang disembunyikan. Belum sempat Yong Hwa bertanya, perhatiannya langsung teralih karena ada seseorang yang menghubungi ponselnya. Orang yang sama seperti yang menghubungi Hye Ra sebelumnya. Doojoon.
        “Jangan pengaruhi Hye Ra! Bawa gadis itu kembali!” sambar Doojoon bahkan sebelum Yong Hwa sempat menyapa.
        “Apa yang kau katakan! Aku tidak melakukan apa-apa.” Yong Hwa tampak membela diri atas apa yang tidak ia lakukan.
        “Joon sakit. Dan ku harap kau membawa Hye Ra ke sini.”
        Yong Hwa tampak berdecak. “Kau pikir aku pemuda jahat? Tanpa kau paksa, aku juga akan membawa Hye Ra ke sana!” Yong Hwa mematikan sambungan telpon secara sepihak. Ia lalu melirik Hye Ra sambil memasukkan kembali ponsel ke saku jinsnya. “Ayo,” ajak Yong Hwa yang kini sudah meraih salah satu tangan Hye Ra.
        Hye Ra tak langsung menyetujui ajakan Yong Hwa. Ia mengerti maksud pemuda itu karena Yong Hwa sudah membukakan pintu mobil untuknya. “Aku harus kembali ke Jepang!” seru Hye Ra mengingatkan. Terlebih mereka bahkan sudah sampai di bandara.
        “Doojoon pasti sudah mengabarimu, kan? Joon masuk rumah sakit! Apa kau tidak ingin menjenguknya?”
        “Tapi…” Hye Ra tampak ragu. “Aku bisa ketinggalan pesawat,” ujarnya menolak.
        Yong Hwa seperti tak mendengar ucapan Hye Ra. Ia tetap memaksa gadis itu untuk masuk ke dalam mobil. Setelah masuk, Yong Hwa langsung menyalakan mesin mobil.
        “Aku harus kembali ke Jepang!” Tangan Hye Ra sudah hampir membuka pintu, namun Yong Hwa tak kalah cepat dengan menyambar tangan gadis itu yang lainnya.
        “Jangan membohongi dirimu. Aku tau kau hanya menghindar karena kecewa tadi kau tidak bisa menemuinya.” Yong Hwa menghembuskan napasnya. Ia juga telah melepaskan tangan Hye Ra. “Kau boleh pergi jika kau tega melihat Doojoon menghajarku,” serunya setengah mengancam. Pemuda lalu menyandarkan tubuhnya ke jok dan membiarkan mesin mobil tetap berderu.
*flashback end*

        Joon buru-buru menyambar tangan Hye Ra sebelum gadis itu melangkah lebih jauh lagi. Ia bahkan tidak peduli bahwa tangannya yang lain masih tertusuk jarum infuse. Bahkan saat Joon mengejar Hye Ra, otomatis selang infuse tertarik hingga menjatuhkan tiang tempat untuk menggantungkan botol infuse.
        Saat kejadian, Joon langsung melepaskan pegangan tangannya terhadap Hye Ra. Gadis itupun menoleh mendapati tiang yang sudah roboh ke lantai.
        “Ku mohon jangan pergi,” ujar Joon lirih. Ia bahkan tak menyadari bahwa tangannya yang tadi tertusuk jarum infuse, kini robek akibat kejadian tadi. Dan darah segar kini mulai mengalir hingga menodai lantai.
        “Joon, tanganmu…” Hye Ra tak melanjutkan ucapannya. Ia segera melesat ke luar. Di sana ada Doojoon, Luhan, Siwan bahkan Nichkhun dan Minjung sedang menunggu.

***

*flashback*
        Sesekali Yong Hwa melirik Hye Ra. Membagi konsentrasi antara menyetir dengan gadis di sampingnya. Mereka kembali dikuasai oleh suasana sunyi. Yong Hwa sangat membenci saat-saat canggung seperti ini. Sangat ingin ia mengatakan sesuatu. Tapi ia tidak tau apa yang harus ia katakan.
        “Kenapa kau justru memaksaku untuk menemui Joon?” suara Hye Ra akhirnya memecah keheningan.
        Yong Hwa menoleh tanpa berujar sedikitpun. Hanya sesaat, ia kembali menatap lurus ke depan. Di sisi lain, Hye Ra juga tampak tak sedikitpun meliriknya ketika bicara tadi.
        Pikiran pemuda itu kacau. Yang terjadi pada Hye Ra saat ini sama seperti dirinya. Gadis itu kini pasti mulai memiliki rasa pada Joon. Tapi ia hanya khawatir jika Joon sama sekali tak meresponnya. Sama seperti Yong Hwa saat ini. Tapi setidaknya, ia hanya ingin Hye Ra merasakan sesuatu yang lebih baik dari pada dirinya.
        “Joon…” lirih Hye Ra pelan. Gadis itu tampak tidak tenang dengan menatap ke luar jendela meski ia berusaha menyembunyikannya dari Yong Hwa.
        Yong Hwa menghela napas. Melepaskan sesak di dadanya.
        Hye Ra sudah tersiksa ketika harus melepaskan Doojoon kembali pada gadis yang dicintainya. Semakin lama gadis itu bersama Yong Hwa, hanya akan semakin membuat Hye Ra menderita. Gadis itu berhak menemukan pemuda lain yang lebih baik dari dirinya. Meski ia yakin, ia tak lebih buruk dari seorang Joon.
        Sudah hampir dua menit sejak Yong Hwa menghentikan mobilnya di parkiran rumah sakit. Tapi tak satupun dari mereka yang beranjak ke luar. Terlebih Hye Ra.
        “Kau sudah pernah menderita karena menunggu balasan cinta dari Doojoon yang tidak pernah kau dapatkan. Dan itu sangat tidak nyaman.”
        Hye Ra melirik Yong Hwa, namun pemuda itu sama sekali tak merubah arah pandangannya saat berbicara tadi.
        Tapi kali ini, Yong Hwa benar-benar menatap Hye Ra dalam. “Jangan biarkan Joon menunggu.”
*flashback end*

        Kejadian beberapa saat yang lalu masih terekam baik di benak Yong Hwa. Kini pemuda itu masih dalam keadaan yang sama. Berada di dalam mobil yang terparkir di rumah sakit tempat Joon di rawat.
        Yong Hwa meraba dashboar mobilnya dan menarik selembar undangan. Lalu ia membuka laci mobil dan mengeluarkan sebuah majalah remaja edisi saat wajah ke-lima ‘Blue Flame’ menghiasi bagian sampulnya. Mereka tampak terlihat tampan. Tak terkecuali Joon. Dan saat ini focus Yong Hwa tertuju pada leader band tersebut.
        Pemuda ini menyandingkan majalah serta kartu undangan di tangannya. Ia bahkan menutupi wajah beberapa member ‘Blue Flame’ menggunakan kartu undangan hingga menyisakan wajah Joon yang kebetulan berdiri paling pinggir. Undangan tersebut adalah undangan pertunangan atas nama dirinya dengan seorang gadis, dan ditujukan untuk Hye Ra.
        Yong Hwa menurunkan jendela mobil lalu menjatuhkan majalah serta undangan tadi ke luar. Setelah menutup kembali jendela mobilnya, Yong Hwa membawa mobilnya meninggalkan area parkir rumah sakit. saat mobil pemuda itu ke luar, bertepatan dengan sebuah mobil yang baru saja parkir di sampingnya.
        Pintu salah satu mobil tadi terbuka. Seseorang dengan menggunakan wedges ke luar dan kakinya hampir saja menginjak majalah dan undangan yang ditinggalkan Yong Hwa jika ia tak segera menyadari benda tersebut. Seorang wanita yang ternyata adalah Yoona itu memungut majalah tadi. Ia terpaku karena tertera nama ‘Hye Ra’ sebagai undangan.
        “Apa yang kau temukan?” tegur Minho yang kini sudah berdiri di samping istrinya.
        Yoona tak sanggup menjawab karena terlalu terkejut dengan apa yang dilihatnya. Ia hanya mampu menyodorkan ke dua benda tadi pada Minho.
        Beberapa saat kemudian, Minho dan Yoona sudah bergabung dengan yang lain di ruangan tempat Joon di rawat.
        “Kau masih di sini?” seru Minho terkejut melihat adiknya di sana, berdiri di samping Luhan tak jauh dari pintu. Sementara yang lain hampir mengerubungi Joon yang baru saja selesai menerima perawatan punggung tangannya yang terluka.
        “Hyung, kau pasti mengerti keadaan yang terjadi,” ujar Siwan yang kebetulan berada tidak jauh dari sana. Ia yang menjawab kebingungan Minho. Meski tidak terlalu menjelaskan, tapi dengan kondisi yang tengah terjadi sekarang, Minho sudah bisa menebaknya sendiri.
        “Aku tidak butuh infuse lagi! Aku sudah sembuh!” protes Joon menolak untuk kembali dipasangkan jarum infuse pada tangannya yang lain. Ia bahkan menjauhkan tangannya dari jangkauan perawat tersebut.
        Hye Ra hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan Joon. Ia sendiri tidak terlalu peduli saat Joon menatapnya. Hye Ra lalu melirik Minho. “Aku akan kembali ke Jepang dengan menggunakan penerbangan terakhir.”

***

        Suasana kamar tempat Joon di rawat kembali sepi. Member ‘Blue Flame’ yang lain harus melakukan rutinitas mereka tanpa Joon. Minho dan Yoona juga memiliki kesibukan tersendiri seperti halnya ‘Blue Flame’. Sang leader tersebut terpaksa harus beristirahat di rumah sakit meski ia sangat menentang keputusan itu. Dan Joon sudah bertekad tidak akan beristirahat dengan baik di sana.
        Joon hanya bersama Hye Ra di sana. Mereka bahkan duduk bersila di atas tempat tidur dan saling berhadapan. Ini permintaan Joon. Hye Ra terpaksa mengerjakan tugasnya dengan posisi seperti itu. Hanya sebuah meja yang menengahi mereka.
        Hye Ra sibuk menggambar sketsa desainnya. Sementara Joon sama sekali tak mengalihkan tatapannya dari gadis itu. Sesekali ia tersenyum geli saat Hye Ra kesal sendiri karena karyanya tidak sesuai harapan atau banyak sekali kesalahan dalam pembuatannya.
        “Kau hanya akan tiga bulan lagi kan di Jepang?” Joon akhirnya buka mulut untuk bicara. Tidak tahan rasanya berdiam diri dalam jangka waktu yang lumayan lama, padahal ada seseorang bersamanya saat itu.
        Hye Ra mendongak sambil melepaskan kacamatanya. Ia mendesah sesaat sebelum merespon ucapan Joon. “Tidak janji.”
        Joon membulatkan matanya sebagai upaya melancarkan protes. “Kenapa? Bukankah waktumu hanya tersisa tiga bulan lagi?” lanjutnya seakan tak terima.
        “Kau yang membuatku ketinggalan pesawat sehingga merusak jadwalku hari ini di Jepang. Dan itu sama saja kau membuatku tidak ikut ujian hari ini. Jadi, jangan protes kalau aku harus sedikit lebih lama tinggal di Jepang.”
        “Kalau ujian itu sangat penting, kenapa kau memaksa diri untuk menemuiku?”
        Hye Ra menatap Joon, cukup terkejut dengan apa yang baru saja diucapkan pemuda itu. Di sisi lain Joon tersenyum. Dan senyuman itu pula yang menyadarkan Hye Ra. Gadis itu memutuskan kontak mata untuk mengalihkan kegugupannya.
        “Aku tau,” pekik Joon yang merasa menang. “Kau pasti sangat mengkhawatirkanku, bukan?” goda Joon.
        “Jangan terlalu percaya diri,” balas Hye Ra.
        Joon kembali tersenyum puas.
        “Kenapa kau tersenyum seperti itu?” protes Hye Ra dan sukses membuat Joon bungkam.
        “Aku hanya terlalu bahagia hari ini.”
        Ucapan Joon tadi membuat Hye Ra menatapnya heran. “Kau aneh,” serunya sambil menggelengkan kepala, lalu bersiap melanjutkan aktifitasnya yang sedikit tersita. Namun Joon sudah lebih dulu menghalangi tangan Hye Ra yang akan memasang kembali kacamatanya.
        “Terima kasih atas semua yang kau korbankan untukku hari ini,” ujar Joon lembut.
        Tapi nampaknya tidak untuk Hye Ra. Gadis itu tidak terlalu menanggapi dengan serius ucapan Joon untuknya. “Memang apa yang ku lakukan untukmu?” tanyanya polos.
        Joon berdecak kesal. Ia turun dari tempat tidur. Dan tanpa berkata-kata lagi, Joon masuk ke dalam toilet dan menutup pintu dengan keras. Tepat sekali saat seseorang membuka pintu kamar itu dari luar.
        Terlihat kepala Luhan menyembul ke dalam. “Joonie hyung kenapa?”
        “Joon aneh sekali hari ini,” Hye Ra hanya mengangkat bahu. “Kenapa kau kembali, ada yang tertinggal?”
        “Iya, jaketku,” seru Luhan membenarkan sambil menyambar sebuah jaket yang tergeletak di atas sofa. “Mungkin Joonie hyung masih kesal dengan kejadian tadi.”
        Hye Ra menatap Luhan penuh minat. “Kejadian apa?” Ia sangat ingin tau penyebab Joon menjadi aneh seperti tadi.
        Pemuda itu mendekat ke arah Hye Ra. “Kami melihatmu pergi dengan Yong Hwa,” bisik Luhan yang akhirnya membongkar rahasia. “Ku rasa ia cukup sakit hati melihat kalian. Tapi setelah mendapati kau ada di sini, kondisinya langsung berubah drastis.”
        Hye Ra tersenyum geli mendengar semua cerita dari Luhan. Gadis menoleh saat mendengar pintu kamar mandi terbuka. “Jadi kau cemburu melihatku dengan…” Hye Ra tak melanjutkan ucapannya karena melihat Joon sudah mengganti pakaian pasiennya. “Kau mau ke mana?”
        Joon tak menjawab. Ia melempar baju pasiennya sembarangan ke atas sofa, lalu mendekat ke tempat Hye Ra berada.
        “Apa yang kau lakukan?” protes Hye Ra ketika Joon mulai mengumpulkan kertas-kertas yang digunakan Hye Ra untuk menggambar.
        “Bukankah kau akan lebih lama di Jepang?” Tanya Joon. Namun belum sempat mendapat jawaban, pemuda itu kembali berujar, “jadi aku juga ingin lebih lama menghabiskan waktu bersamamu hari ini.”
        “Tapi…”
        “Pesawat terakhir jam 7 malam. Sedangkan ini masih jam 3.” Joon seolah tak memberikan Hye Ra kesempatan untuk membela diri. “Kita masih punya cukup waktu.”
        Sementara itu, Luhan hanya tersenyum geli menyaksikan pemandangan dihadapannya. Dan saat Hye Ra meliriknya seolah meminta bantuan ketika Joon menarik tangan gadis itu untuk ikut bersamanya, Luhan hanya mengangkat bahu dan tak ingin ikut campur atas apa yang dilakukan leadernya itu.
        “Joon, kita mau ke mana?”
        Joon tidak langsung menjawab pertanyaan Hye Ra. “Ke mana pun yang kau mau. Jika pemuda itu bisa pergi denganmu, aku juga harus bisa.”
        Hye Ra melirik Joon yang kini tengah menyetir. Tiba-tiba ia teringat ucapan Luhan beberapa saat yang lalu. “Kami melihatmu pergi dengan Yong Hwa.” Hye Ra tersenyum geli. “Kau cemburu dengan Yong Hwa?”
        Joon berdecak kesal. Gadis itu senang sekali menggodanya. “Iya aku cemburu! Kau senang?”
        Hye Ra mengangkat bahu. Tak ingin terlalu ambil pusing dengan apa yang terjadi pada Joon. Meski di lubuk hatinya, Hye Ra sangat senang melihat Joon cemburu pada Yong Hwa.
        “Aku memang cemburu,” Joon mengulangi ucapannya. “Tapi bukan pada pemuda itu.”
        Hye Ra tertegun mendengarnya. Kecewa seketika.
        “Tapi karena aku tidak bisa membawamu ke manapun yang kau inginkan. Kencan kita pasti akan berantakan,” kesal Joon saat membayangkan jika ia benar-benar membawa Hye Ra ke tempat umum.
        “Resiko seorang super star.
        “Kau benar,” Joon menyetujui ucapan Hye Ra. Ia pun langsung murung seketika.

***

        Joon menghentikan mobilnya di tepi jalan. Dekat dengan pembatas jalan karena mereka tengah berada di jalan layang yang cukup tinggi. Mereka bahkan bisa melihat gedung-gedung pencakar langin dari sini. Terlebih saat ini sudah hampir malam. Dan tak lupa, mereka sempat membawa makanan sebelum pergi ke sana.
        “Kenapa tak terpikirkan olehku sebelumnya.” Joon merutuki dirinya sendiri. Ide melihat sunset di tengah kota seperti ini memang berasal dari Hye Ra. Mereka tidak mungkin jika harus ke pantai terlebih dahulu. Waktunya tidak akan sempat. Karena setelah ini, Hye Ra harus kembali ke Jepang.
        “Kau terlalu mempersulit hidupmu,” ujar Hye Ra seenaknya lalu menyeruput minuman yang ia bawa.
        “Kenapa kau selalu membuatku kesal?”
        “Kau pikir kau tidak?”
        Joon tak ingin membalas ucapan gadis di sampingnya. Ketika Hye Ra sibuk dengan makanannya dan seolah melupakan dirinya, Joon masih tetap setia memandangi wajah gadis itu. Ingin lebih lama merekam tiap lekuk wajah Hye Ra.  Karena selama tiga bulan ke depan, mereka tidak bisa saling bertatap wajah secara langsung. Sesekali ia tersenyum. Dan lama-kelamaan, Hye Ra menyadari apa yang tengah dilakukan Joon.
        “Apa?” Tanya Hye Ra ketus.
        “Terima kasih karena kau telah mengkhawatirkanku tadi,” ujar Joon. Pemuda itu benar-benar tulus saat mengatakannya.
        Hye Ra memutar bola matanya. Bosan karena Joon sudah beberapa kali mengatakan hal yang sama. “Apa hanya itu yang bisa kau katakan?”
        “Kau ingin mendengar aku mengatakan yang lain? Contohnya… aku menyukaimu. Aku mencintaimu. Aku menyayangimu. Aku ingin kau menjadi kekasihku. Akh, tidak. Aku juga ingin kau menjadi… hmmp!”
        Hye Ra membekap mulut Joon dengan roti yang tadi ada di tangannya. Tanpa bicara, Hye Ra menunjuk jam tangannya sebagai upaya mengingatkan Joon agar mereka segera ke bandara.
        “Oke…” seru Joon dengan susah payah karena mulutnya masih dipenuhi roti. Dan ia melakukan itu dengan sedikit terpaksa.

***


1 komentar:

  1. hmmm...
    Joon nya kasian..
    miris banget sih Joon..
    tangannya sampe berdarah..
    lagian sih Joon ngeyel beud jadi orang..

    BalasHapus