Kamis, 08 Agustus 2013

WANNA BE LOVED YOU (part 6)


Author              : Annisa Pamungkas
Main Cast          : Infinite (Sungyeol, Hoya, Sunggyu, Myungsoo,
  Dongwoo, Woohyun, Sungjong)
Original cast     : Hye Ra, Haesa, Eun Gi
Support cast     : (Boy Friend) Jeongmin, Hyunseong, Minwoo,
  Donghyun, Youngmin, Kwangmin
Genre               : teen romance, family
Length              : part

***

        Ibu Sungyeol menahan tangan Hye Ra yang hendak memutar keran air di wastafel untuk mencuci piring-piring kotor yang mereka gunakan untuk makan malam.
        “Biarkan saja. Kau ganti pakaian-pakaianmu dan nanti aku yang akan menghubungi orang tuamu dan mengatakan kau menginap di sini.”
        Sungyeol yang berada tak jauh dari sana, tersedak mendengar ucapan ibunya.
        “Kenapa kau selalu ceroboh. Bahkan hanya minum saja kau sampai tersedak,” omel ibunya Sungyeol dengan nada bicara yang sangat jauh berbeda saat ia berbicara dengan Hye Ra.
        Sungyeol masih terbatuk. Lalu Hye Ra menggenggam tangan ibu Sungyeol membuat wanita itu menoleh. “Orang tuaku sudah tiada. Dan saat ini kakakku juga sedang tidak ada di rumah.”
        “Maafkan ibu, sayang.” Ibu Sungyeol tampak menyesali ucapannya. “Kau pasti sangat bersedih.” Wanita itu mengusap lembut rambut Hye Ra.
        Hye Ra berusaha tegar dengan memberikan senyumannya. “Bukankah aku sudah punya ibu lagi sekarang?”
        Sungyeol berbalik memunggungi ibunya dan Hye Ra yang kini tengah berpelukan. Suasana haru menyelimuti mereka saat ini. Tak terkecuali dengan Sungyeol. Perasaannya semakin tak karuan. Bahagia karena melihat dua orang yang ia cintai bisa sedekat itu, bahkan posisinya sedikit terabaikan sekarang. Namun di sisi lain ia juga takut Hye Ra akan kecewa padanya karena seperti berbohong tentang jatidirinya. Sejak acara makan malam mereka, gadis itu tampak menyembunyikan sesuatu darinya.
        “Sungyeol!” tegur ibu Sungyeol membuat anaknya tersadar dari lamunan lalu kembali menoleh ke belakang. “Ambilkan handuk dan pakaian untuk Hye Ra. Ibu juga sudah menyiapkannya tadi. Setelah itu kau antar Hye Ra ke kamarnya.”
Sungyeol menggerakkan kepalanya sebagai tanda agar Hye Ra mengikutinya. Gadis itu sempat melirik ibunya Sungyeol sebelum mengikuti langkah pemuda tadi.
Wanita itu tersenyum lembut. “Istirahatlah.”
        Sungyeol membuka sebuah pintu ketika mereka sampai. Ia sedikit bergeser untuk mempersilahkan Hye Ra masuk. “Panggil aku jika kau membutuhkan sesuatu,” seru Sungyeol cepat-cepat setelah Hye Ra masuk ke dalam ruangan tersebut.
        Saat berbalik, Hye Ra mendapati Sungyeol sudah menutup pintu dari luar. Pemuda itu memegangi dada kirinya yang terasa berdegup sangat kencang. “Bahkan sampai sekarang aku masih seperti ini jika berada di dekat Hye Ra.” Sungyeol berujar pelan sebelum akhirnya kembali ke kamarnya.
        Hye Ra meletakkan ranselnya di sebuah kursi sebelum memutuskan menuju jendela. Ia menyingkap gorden yang menutupi jendela kamar yang berada di lantai dua rumah keluarga Sungyeol ini. Hujan sama sekali belum reda sejak satu jam yang lalu. Gadis itu menghembuskan napasnya sebelum berbalik meninggalkan jendela. Di atas kasur telah siap sepasang piyama dan selembar handuk.
        Setelah berganti pakaian, Hye Ra merogoh ranselnya dan mengeluarkan ponsel dari dalamnya. Lalu gadis itu berpindah dan duduk di atas kasur. Ia menatap ke seluruh penjuru kamar. Desain interiornya dikhususkan untuk anak perempuan. Bahkan bedcover-nya pun bermotif boneka Barbie.
        “Apa Sungyeol oppa pernah memiliki adik perempuan?” tidak ada yang bisa menjawab pertanyaannya.
Semakin menumpuk pula pertanyaan-pertanyaan seputar Sungyeol yang belum terungkap. Siapa pemuda itu sebenarnya? Apa motifnya bekerja di café Sunggyu jika ia saja memiliki rumah semewah ini? Apa mungkin Sungyeol pernah memiliki masa lalu yang kurang baik dengan Sunggyu sehingga ia berniat menjatuhkan pemuda itu?
        “Tidak mungkin!” Hye Ra menggeleng keras untuk menepiskan pikiran buruk terakhirnya tentang Sungyeol. “Dia bukan pemuda seperti itu,” tolaknya. Lalu gadis itu menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Ia berniat untuk tidur dari pada memikirkan hal yang bukan-bukan tentang Sungyeol.

***
       
        “Pagi, bu.” Hye Ra menyapa ibu Sungyeol di dapur dengan penuh semangat. Suasana hatinya sudah sangat membaik dibandingkan dengan tadi malam.
        “Kau sudah bangun. Ayo sarapan,” ibu Sungyeol datang sambil membawakan dua piring berisi makanan.
        “Kenapa ibu tidak membangunkanku? Aku kan juga ingin membantumu membuatkan sarapan,” rengek Hye Ra seperti anak kecil. Gadis itu sudah benar-benar menganggap ibu Sungyeol seperti ibunya sendiri.
        Ibu Sungyeol tampak terkekeh dengan sikap manja Hye Ra padanya. “Ya sudah, kau sarapanlah. Tapi maaf aku tidak bisa menemanimu.”
        Hye Ra hanya mengangguk. Ia memaklumi karena pagi ini ibu Sungyeol sudah rapih dan siap untuk bekerja.
        “Lee Sungyeol!” ibu Sungyeol meneriaki anaknya yang kebetulan melintas dan akan menuju taman belakang rumah mereka. “Ibu mau berangkat. Kau jangan macam-macam pada Hye Ra”
        “Huh?” Sungyeol tercengang mendengar ucapan ibunya. “Apa maksud ibu berkata seperti itu? Memangnya aku pemuda macam apa?” Sungyeol melancarkan protesnya.
        Ibu Sungyeol mengabaikan protesan anaknya karena kini perhatiannya tersita pada ponsel di tangan Sungyeol. “Kau bilang ponselmu hilang?”
        Sungyeol menatap tangannya yang menggenggam sebuah ponsel.
        “Kau berani berbohong pada ibumu?”
        “Hye Ra yang mengantarkan ponselku semalam.”
        Ibu Sungyeol melirik seorang gadis disampingnya. “Benarkah?” tanyanya memastikan kebenaran ucapan Sungyeol. Dan Hye Ra hanya mengangguk. “Baiklah kalau begitu, ibu pergi dulu. Kalian jangan lupa habiskan sarapan kalian,” pesannya sebelum meninggalkan rumah. Saat baru beberapa langkah, wanita membalikkan badan dan tersenyum melihat Hye Ra menyodorkan segelas susu ke hadapan Sungyeol yang sudah duduk di kursi makan.
        Sungyeol menoleh karena merasakan ibunya belum benar-benar pergi. “Kenapa ibu tersenyum seperti itu?” tegurnya takut-takut. Ibunya sungguh aneh pagi ini. Sungyeol menggelengkan kepalanya samar, lalu meraih gelas susunya.
        Ibu Sungyeol masih mempertahankan senyumannya. “Tidak. Aku hanya merasa seperti sudah memiliki seorang menantu.”
        Sungyeol menyemburkan susunya tepat saat ibunya berkata seperti itu. “Ibu!” pekik Sungyeol, namun ibunya seolah tak mendengar protesan anaknya. Betapa malunya ia saat ibunya menggodanya seperti tadi. Pemuda itu menoleh saat mendapati sebuah tangan menyodorinya selembar tissue tepat saat ia menyeka tepi bibirnya menggunakan tangan. “Maaf atas perlakuan ibuku,” kata Sungyeol setelah menerima tissue dari tangan Hye Ra.
        Gadis itu mengambil tempat duduk di seberang Sungyeol. “Aku juga terkejut mendengarnya, tapi ku rasa ibu hanya bercanda saja mengatakan hal tadi.”
        “Hanya bercanda? Huh, aku bahkan sangat serius menanggapi hal itu. Ibu pasti sangat senang jika kau benar-benar menjadi menantunya. Tapi sepertinya tidak untukmu,” Sungyeol berujar dalam hati. Ia benar-benar frustasi dengan ucapan ibunya.
        Mereka melanjutkan sarapan dalam diam. Sungyeol tidak memulai pembicaraan sehingga Hye Ra pun tak tau harus mengatakan apa untuk mencairkan suasana beku saat itu. Sesekali mereka saling melempar pandangan, namun tak ada satupun yang saling bertemu.
        “Oppa…” ujar Hye Ra pelan. Sebenarnya ia masih ragu untuk memulai pembicaraan.
        Sungyeol menghentikan aktivitasnya, lalu mendongak untuk menatap gadis di hadapannya. “Ada yang ingin kau katakan?” Sebenarnya Sungyeol juga tak yakin untuk memberikan kesempatan Hye Ra berbicara.
        Hye Ra tampak mengulur-ngulur waktu untuk melancarkan niatnya. “Sebenarnya, apa tujuanmu bekerja di café Sunggyu oppa?” Tanya Hye Ra tanpa menatap Sungyeol.
        Sungyeol membeku bahkan ia sampai membatalkan niatnya menyuapkan makanan ke dalam mulut. Pemuda itu meletakkan kembali sendok ke atas piringnya.
        “Kau bahkan tinggal di rumah mewah seperti ini,” lanjut Hye Ra sebelum Sungyeol memberikan penjelasannya. “Dan aku yakin bahwa orang tuamu adalah seorang pengusaha sukses.”
        “Apa kau akan mempercayai ucapanku?”
        Hye Ra mendongak dan menatap Sungyeol menantang. “Katakan saja terlebih dahulu.”
        Sungyeol menggeser posisi duduknya. Mencari kenyamanan sebelum bercerita. “Suatu hari aku tak sengaja mampir di café kakakmu. Aku langsung merasa nyaman dengan suasana di sana. Saat itu pengunjung café tidak terlalu ramai. Sementara di meja bar berkumpul beberapa orang. Kalau tidak salah, ada Woohyun hyung, Jeongmin, Hyunseong dan Sunggyu hyung juga. Dari obrolan mereka aku menarik kesimpulan bahwa Sunggyu hyung adalah pimpinan mereka. Tapi oppamu tidak memisahkan diri, bahkan membaur bersama karyawannya. Seolah tidak ada yang membatasi status mereka.
        Di sisi lain, ibuku memiliki sebuah restoran. Suatu hari aku pasti akan menggantikan ibu memimpin di sana. Tapi pengalamanku masih sedikit. Sebelum aku berada di tingkat paling atas. Aku ingin mulai dari bawah. Merasakan menjadi karyawan biasa. Awalnya ibu tidak setuju, tapi aku terus memberikan pengertian untuknya. Dan pilihanku jatuh pada café Sunggyu hyung. Aku ingin mencontoh bagaimana Sunggyu hyung memperlakukan bawahannya.”
        Hye Ra tertegun mendengar cerita Sungyeol. Cukup terlihat keseriusan di mata pemuda itu. Dan tujuannya pun cukup bisa diterima akal sehat. Lagi pula, jarang sekali ada pemuda yang memiliki pemikiran seperti Sungyeol.
        “Setelah mandi, aku akan langsung pulang.”
        “Jangan,” tolak Sungyeol. “Biar ku antar setelah berenang nanti.”
        “Aku bisa pulang sendiri.”
        “Rumah terkunci. Dan kau tidak bisa ke luar dari sini tanpa bantuanku. Tidak lama, hanya sekitar 30 menit.” Sungyeol berdiri sambil menghabiskan minumannya. “Kau bersiap-siaplah. Aku mau berenang dulu.”
        Hye Ra hanya mengikuti langkah Sungyeol ke arah halaman belakang rumah melalui tatapan matanya.

***

        “Berhenti tersenyum seorang diri! Itu menakutkan!” pekik Sungjong mengejutkan Haesa yang tengah seorang diri di balkon kamarnya.
        “Kau tidak perlu berteriak seperti itu!” balas Haesa. Gadis itu menatap Sungjong curiga. “Ada apa kau ke kamarku?” tanya Haesa penuh selidik.
        “Pinjam earphone.”
        “Di meja,” ujar Haesa singkat lalu kembali menatap pemandangan dari luar balkon kemarnya.
        Bukan hanya Haesa yang mencurigai kedatangan Sungjong, tapi pemuda itu juga mencurigai apa yang terjadi pada saudara tirinya itu. “Apa kau benar-benar terpikat oleh Hoya?” tebak Sungjong karena Haesa seperti kembali ke dunianya sendiri.
        Gadis itu mendelik tajam pada Sungjong yang sudah berdiri di sampingnya. “Jangan sok tau!”
        “Lalu? Kenapa kau senyum-senyum sendiri? Tidak takut di bilang orang gila?” pancing Sungjong agar Haesa mau buka suara.
        Haesa masih menatap Sungjong dengan kesal. Tapi kemudian, ia menyerah juga. Tidak ada gunanya mengulur-ngulur waktu, Sungjong pasti akan terus mendesak sampai apa yang ia inginkan terwujud. Haesa masuk ke dalam lalu duduk di sofa. Sungjongpun mengikuti lalu duduk di samping Haesa.
        “Aku hanya sedang dekat dengan seorang pemuda. Umurnya tiga tahun di atasku,” jelas Haesa akhirnya meski ia harus menahan malu untuk mengatakan hal itu.
        Sungjong justru terkekeh mendengarnya. Haesa yang kesal, memukul lengan Sungjong lalu meninggalkan pemuda itu di kamarnya.
        “Akh!” Sungjong sempat meringis, namun ia masih terkekeh dengan pengakuan Haesa tadi. “Ternyata gadis sepertimu bisa jatuh cinta juga.”

***

        Hye Ra telah rapih dan kembali mengenakan seragam sekolahnya yang ia pakai kemarin. Ia duduk di tepi tempat tidur sambil mengayun-ayunkan kakinya yang menggantung ke bawah. Bosan menunggu, gadis itu ke luar dari kamar yang ia tempati semalam. Hye Ra juga tak lupa membawa serta barang-barang bawaannya.
        Ia menuju dapur lalu mengintip Sungyeol dari balik jendela. “Pantas saja ia sangat tinggi, ternyata setiap pagi ia selalu menyempatkan diri untuk berenang.”
        Beberapa saat Hye Ra masih di posisi yang sama. Sampai akhirnya ia menatap Sungyeol, bingung. Pemuda itu sudah berada di tepi kolam dan tampak seperti mencari-cari sesuatu. Hye Ra berbalik dan menemukan sehelai handuk di sandaran kursi makan. Mungkin Sungyeol melupakan handuknya.
        Hye Ra menyambar handuk tersebut dan membawakannya untuk Sungyeol. Ia memang sempat melihat Sungyeol menyampirkan handuknya di pundak sebelum mereka sarapan.
        “Oppa, kau mencari handukmu?”
        Sungyeol menoleh dan mendapati Hye Ra berjalan ke arahnya yang masih berada di dalam kolam. “Pantas saja aku tak menemukannya di sini.” Sungyeol ke luar dari dalam kolam, sementara Hye Ra menutupi kepala pemuda itu menggunakan handuk yang ia bawa. “Terima kasih.”
        Percikan air yang di buat Sungyeol tanpa sengaja mengenai kaki Hye Ra saat ia melintas di depan gadis itu. Sontak saja Hye Ra menjauhkan tubuh dari tepi kolam bahkan ia sampai berlari ke dalam rumah dan tidak mempedulikan teriakan Sungyeol.

***

        Setelah mandi dan berganti pakaian, Sungyeol menemui Hye Ra yang tengah duduk di sofa ruang tengah. Tatapan gadis itu kosong. “Hye Ra kau baik-baik saja?” tegur Sungyeol sambil duduk di samping gadis itu. “Kau kenapa? Apa kau sakit?”
        Hye Ra masih menatap lurus, entah ke arah mana. “Oppa, aku memiliki trauma pada kolam renang. Saat kelas satu SMA, aku tercebur dan nyaris tenggelam di kolam renang sekolah lamaku.”
        Sungyeol membeku mendengar cerita Hye Ra. Ia mengetahui cerita itu. Bahkan ia juga yang menyelamatkan Hye Ra yang nyaris tenggelam. Dan tak di sangka, Hye Ra justru memiliki kenangan buruk setelah kejadian itu.
        “Biasanya aku tidak berani melihat kolam renang bahkan dari balik jendela sekalipun. Tapi tadi, aku bahkan hanya berjarak beberapa meter dari tepi kolam,”  lanjut Hye Ra masih tidak melirik ke Sungyeol sedikitpun.
        “Bukankah itu bagus. Rasa trauma yang kau miliki perlahan menghilang.”
        Hye Ra menoleh cepat. Ia menatap pemuda itu penuh arti. Benar apa yang dikatakan Sungyeol. Itu kemajuan yang sangat bagus. Hye Ra memutuskan kontak matanya pada Sungyeol. “Tapi ini masih aneh. Bagaimana bisa secepat itu? Sebelum ini bahkan tidak ada yang mencoba menghilangkan traumaku.”
        “Banyak rasa trauma menghilang tanpa disadari sebelumnya. Seperti yang kau alami sebelum ini,” seru Sungyeol untuk meyakinkan Hye Ra.
        Hye Ra tak langsung menyetujui perkataan Sungyeol. Masih ada yang mengganjal dipikirannya. Gadis itu mencoba membayangkan lagi saat-saat ia berada di dekat kolam renang. Kejadian dua tahun lalu masih membekas sempurna dalam ingatannya. Tapi hanya satu yang tak bisa ia ingat, pemuda yang menolongnya itu.
        “Hye Ra.” Suara Sungyeol membuat gadis itu tersadar dari lamunannya dan sontak Hye Ra sedikit memperbesar jarak di antara mereka.
        Suara itu. Sama persis dengan suara pemuda yang menolongnya dari kolam renang. Hye Ra menggeleng kuat. Berusaha menepiskan pikiran-pirannya tentang Sungyeol. Tidak mungkin Sungyeol adalah pemuda itu. Tapi…
        Hye Ra tiba-tiba berdiri. “Aku ingin pulang sekarang, atau kita tidak akan bertemu lagi,” pinta Hye Ra setengah mengancam.
        “Oke.” Tanpa pikir dua kali, Sungyeol segera melesat ke dalam kamarnya untuk mengambil kunci motor. Tentu saja Sungyeol sangat tidak ingin ancaman Hye Ra benar-benar terjadi.

***

        Setengah jam kemudian, Sungyeol menghentikan motornya tepat di depan rumah Hye Ra.
        “Nanti aku akan menyusul ke café,” seru Hye Ra setelah turun dari boncengan motor Sungyeol.
        “Kau istirahat saja di rumah. Aku tidak mengijinkanmu berada di café hari ini. Lagipula, masih ada Woohyun hyung yang bisa menggantikan Sunggyu hyung.”
        Hye Ra tersenyum. Bahagia rasanya diperhatikan seperti itu. Sunggyu juga pasti akan mengatakan hal yang sama seperti Sungyeol tadi. Tapi kali ini rasanya berbeda. Terlintas di benah Hye Ra jika Hoya lah yang melakukan itu padanya. Tapi itu tidak akan mungkin terjadi.
        “Oppa hati-hati di jalan,” ujar Hye Ra yang hanya ingin menutupi kegugupannya. Kalau boleh memilih, ia ingin Sungyeol menemaninya. Hye Ra sangat benci di rumah seorang diri. Biasanya saat libur sekolah, ia akan menghabiskan waktu di café. Tapi tidak untuk hari ini. Kepalanya sedikit pusing setelah kejadian tadi.
        “Apa boleh jika nanti sepulang kerja aku mampir ke sini lagi?” Tanya Sungyeol sedikit ragu. Apa yang akan dikatakan Sunggyu jika seorang Sungyeol benar-benar datang ke rumah bossnya untuk menemui adik bossnya sendiri?
        “Kapanpun kau boleh datang, oppa.” Tentu saja itu sangat diharapkan Hye Ra.
        “Ah, tidak jadi.”
        Wajah Hye Ra muram seketika. “Kenapa?” ia bertanya dengan nada kesal.
        “Aku tidak enak dengan Sunggyu hyung. Sudahlah, aku harus segera sampai di café. Jaga dirimu,” pamit Sungyeol sebelum meninggalkan Hye Ra sendiri.

***

        Hye Ra baru saja kembali dari toilet. Sekarang sedang jam istrirahat, dan ia tak menemukan Myungsoo di tempatnya. “Kau lihat Myungsoo?” Tanya Hye Ra pada Sungjong yang duduk tak jauh dari mejanya dan Myungsoo.
        “Sepertinya ke luar.”
        Tanpa berkata-kata lagi, Hye Ra segera meninggalkan kelas. Pasangan Haesa dan Hoya pun sudah tak ada di tempat mereka. Saat di depat pintu, gadis itu berpapasan dengan Dongwoo. Tapi tentu saja ia mengabaikan keberadaan pemuda itu.
        “Minwoo?” teriak Hye Ra pada pemuda di ujung sana. “Lihat hyungmu?” tanyanya saat Minwoo berbalik dan menunggunya mendekat.
        “Ku rasa sedang bersama Eun Gi noona,” jawab Minwoo enteng.
        Hye Ra menghela napas. Pasrah karena Myungsoo telah memiliki seorang kekasih sekarang. “Ya sudahlah. Aku ingin ke kantin saja. Kau mau ikut?” ajaknya.
        Minwoo menggeleng pelan. “Aku mau ke ruang kesehatan. Mau menjenguk si kembar, mereka sakit.”
        “Semoga Youngmin dan Kwangmin bisa cepat sembuh.”
        Setelah itu, mereka berpisah menuju tempat yang mereka tuju masing-masing. Hye Ra berjalan ke arah kantin. Sementara Minwoo berbelok di ujung koridor yang menghubungkan jalan ke ruang kesehatan.
        “Hye Ra!”
        Gadis itu menoleh karena ada seseorang yang meneriaki namanya. Sesaat sebelum ia menginjakkan kaki di pintu kantin. Ternyata yang memanggil adalah Dongwo.
        “Bisa ikut sebentar? Ada yang ingin aku bicarakan.”
        Hye Ra hanya mengangguk
        “Aku hanya ingin minta maaf atas kejadian beberapa hari lalu di cafemu,” ujar Dongwoo sedikit menyesal tak lama setelah ia membawa  Hye Ra ke taman belakang gedung sekolahnya.
        “Lupakan.” Sebenarnya Hye Ra masih sangat kesal atas apa yang dilakukan pemuda itu. Tapi sepertinya sudah tidak penting lagi untuk di bahas. Dan Hye Ra lebih memilih untuk tidak memikirkannya lagi.
        “Kau tau, aku hanya ingin dekat denganmu walau hanya sebagai teman.”
        Hye Ra menatap Dongwoo bingung. Sejujurnya saat di café beberapa hari yang lalu, memang tidak ada hal aneh yang dilakukan pemuda itu padanya. Dongwoo hanya ingin Hye Ra menemaninya makan tanpa bicara sepatah katapun.
        “Aku mengerti bagaimana perasaanmu melihat Hoya kini bersama Haesa. Ku mohon. Jika kau bisa kembali ceria seperti dulu, aku tidak akan mengganggumu seperti kemarin.”
        Hye Ra mengalihkan tatapannya dari Dongwoo. Sementara Dongwoo sendiri menunggu dengan cemas. Sampai akhirnya, ada sesuatu yang menyita perhatiannya. Hye Ra hampir menoleh ke arah yang sedang di pandang Dongwoo, namun pemuda itu terlebih dulu sadar dan langsung menghalangi pandangan gadis itu menggunakan tubuhnya.
        “Ku mohon jangan melihat,” seru Dongowoo.
        Hye Ra tersenyum pahit. “Hoya dan Haesa, kan?” tebaknya seolah Dongwoo tak bisa menyembunyikan apapun darinya.
        Dongwoo membeku karena tebakan Hye Ra seratus persen benar. Dan ia tidak tau apa yang harus ia lakukan sekarang.
        “Untuk apa kau tutupi itu dariku? Aku sudah tidak peduli,” ujar Hye Ra oenuh dengan penekanan. Ia lalu berbalik dan meninggalkan Dongwoo di sana.
        Perlahan Dongwoo melirik ke arah dua orang tadi. Tepat saat Hoya juga tengah menatap ke tempat ia berada. Sementara posisi Haesa tepat berada di hadapan Hoya, sehingga Dongwoo hanya bisa melihat bagian punggungnya.
        Dongwoo mengepalkan tangannya guna menahan emosi sambil kembali memunggungi pasangan Hoya dan Haesa yang terlihat seperti tengah berciuman. Apapun yang bersangkutan tentang Hye Ra, ia tidak bisa hanya tinggal diam. Meski Dongwoo sadar bahwa gadis itu tidak akan pernah membalas cintanya.

***


1 komentar:

  1. seperti biasa.. lagi enak2 baca habis.. hahahaha

    ahahahaha
    kasian aja Sungyeol posisinya sedikit terabaikan..
    epertinya ibunya Sungyeol bener2 sayang bangettt sama Hye Ra...

    Aku hanya sedang dekat dengan seorang pemuda. Umurnya tiga tahun di atasku,” jelas Haesa akhirnya meski ia harus menahan malu untuk mengatakan hal itu.

    siapa yang disukai Haesa?? Dongwoo apa Hoya??

    mau denger suaranya Sungyeol manggil Hye Ra kayak gmna?? nanti kalo ketemu praktekin yah.. hihihihi

    BalasHapus