Senin, 13 Januari 2014

FC LOVE (chapter 9)


Author              : Annisa Pamungkas (@nniissaa11)
Main Cast          :
·        B2ST/Beast Lee Gikwang
·        Infinite Lee Howon (Hoya)
·        SNSD Im Yoona
Support cast     :
·        Other member B2ST/Beast, Infinite and SNSD
·        Yong Hwa CN Blue
·        Siwan Ze:a
·        Jonghyun, Minho and other member Shinee
·        Member Super Junior
·        All member A-Pink
·        Hara KARA
·        Sulli, Victoria F(x)
Genre               : romance, family, friendship
Length              : chapter

***

        Seminggu kemudian. Setelah menyelesaikan ujian kenaikan kelasnya, Yoona di jemput Taeyeon di rumahnya untuk sama-sama pergi ke Surabaya. Menemui ke dua orang tua Yoona yang sudah lebih dulu berada di sana, sekaligus liburan.
        Sesampainya di Surabaya, Yoona dan Taeyeon di jemput oleh Doojoon di bandara dan langsung melesat ke rumah sakit. Di sana mereka melihat Seulong dan Victoria berbicara dengan sepasang suami istri.
        “Itu orang tua Siwan,” kata Doojoon.
        Yoona sudah tidak sabar bertemu orang-orang itu, namun Doojoon menahannya. Orang tua mereka tampak berbicara serius dengan orang tua Siwan dan seorang dokter di sana.
        Victoria tampak menangis dan Seulong berusaha menenangkannya. “Anak kita meninggal. Dan kakakku yang tak lain adalah ibunya Doojoon juga meninggal. Jadi aku memutuskan memberikan Doojoon padamu sebagai ganti anak kita yang meninggal itu,” jelas Seulong pada Victoria.
        Semua yang mendengar itu tercengang. Tak terkecuali Doojoon, Yoona serta Taeyeon.
        “Tapi bagaimana bisa Siwan memiliki kesamaan DNA denganmu?” seru Victoria sedikit tak terima.
Karena kecelakaan itu, semuanya terbongkar. Terlebih, dulu Siwan dan Doojoon lahir di Surabaya, tepatnya di rumah sakit tersebut. Dan ada kejadian tak terduga. Ternyata anak yang meninggal itu adalah anak dari Changmin dan Sooyoung, orang tua Siwan. Entah bagaimana, Siwan dan anak yang meninggal itu tertukar.
        “Pantesan tanggal lahir gue sama Siwan barengan,” ujar Doojoon lemah.
        Yoona yang sudah tak kuat, memeluk Doojoon erat. Nggak menyangka, cowok yang selama ini ia kira kakak kandungnya, ternyata Cuma sepupu. Tapi itu semua sama sekali nggak ngurangin rasa sayang Yoona pada Doojoon. Namun itu artinya, ia tidak boleh mencintai Siwan selayaknya cewek kepada cowok.
        Setelah itu, Yoona benar-benar pergi menemui ke dua orang tuanya. Nggak peduli sama teriakan Doojoon yang entah kenapa seakan ngelarang Yoona bertemu Seulong dan Victoria.
        “Ibu…” Yoona berhamburan memeluk ibunya.

***

        Yoona sempat mengintip ke dalam kamar tempat Siwan di rawat. “Yoona boleh masuk nggak, bang?”
        Siwan yang saat itu lagi duduk aja di atas ranjangnya, Cuma memberikan senyuman sebagai tanda bahwa ia mengijinkan Yoona untuk masuk ke kamarnya. “Masa aku ngelarang kamu masuk, sih?” candanya.
        Yoona menguatkan diri untuk melangkah masuk. Jujur aja, dia sedikit nggak tega ngeliat apa yang terjadi pada Siwan. Beberapa bagian tubuh cowok itu tertupi perban. Termasuk keningnya. “Apa separah itu kecelakaannya?”
        Siwan menatap tangannya yang terbalut perban. “Aku jatoh di jalan yang nggak rata gitu. Jadinya gini deh.” Cowok itu ikut diam karena Yoona tak lagi bersuara setelah duduk di kursi. “Kamu udah tau tentang…”
        “Kita yang ternyata adik kakak?” Yoona melanjutkan ucapan Siwan. Terlihat senyuman getir terbentuk samar di bibir tipis cewek itu. Tapi kemudian, Yoona seperti menertawakan dirinya sendiri. “Sadar nggak sih kalo udah lama aku suka sama bang Siwan. Tapi nyatanya…”
        Siwan menggenggam salah satu tangan Yoona. “Aku tau. Tapi nggak tau kenapa selama itu aku sama sekali nggak bisa ngerubah perasaan aku yang selalu nganggep kamu seperti adik sendiri. Lagi pula, aku kan juga nggak punya adik cewek.”
        “Terus, bang Siwan bakal tinggal sama keluarga aku atau tetap tinggal sama om Changmin?”
        Siwan hanya merespon dengan senyuman sambil membelai lembut rambut panjang Yoona yang tergerai. “Aku nggak bisa mutusin sepihak. Tapi, kalau bisa aku tetep pengen tinggal sama ayah Changmin dan ibu Sooyoung. Mereka yang udah ngerawat aku dari kecil. Nggak mungkin juga kalo om Seulong ngusir Doojoon, kan?”
        Yoona hanya bisa membalas dengan helaan napas. “Aku udah nggak tau harus ngomong apa. Yang pasti, aku doain bang Siwan bisa cepet sembuh.”
        “Amin,” sambung Siwan.
        “Aku juga sekalian mau pamit pulang ke Jakarta.”
        “Sama Taeyeon?” Tanya Siwan yang hanya di jawab anggukan oleh Yoona. “Ya udah, hati-hati ya.”

***

        Tiga hari setelahnya. Tahun ajaran baru sudah di mulai. Termasuk juga di lingkungan SMA Sun Moon. Howon muncul dari mobil yang sama dengan Minho dan Sulli. Hari itu Sulli sudah resmi menjadi siswi SMA di Sun Moon. Terlihat jelas melalui pakaiannya. Seperti biasa, Sulli akan pergi lebih dulu yang di susul Minho kemudian.
        Howon masih berdiri di sana. Terlebih dari arah parkiran motor, ia melihat sosok Yoona. “Yoona!” Segera saja cowok itu mengejar Yoona.
        Yoona yang merasa diteriaki, tentu saja langsung berbalik dan mendapati Howon yang berlari kecil ke arahnya. “Eh, Hoya? Ada apa?” tanyanya datar.
        Howon menatap Yoona dari atas ke bawah. Cewek itu keliatan sedikit kurang ceria pagi ini. “Lo gapapa, kan?”
        “Emang gue kenapa?” Yoona justru balik bertanya karena merasa nggak ada hal aneh dalam dirinya. “Ya udah ya, gue ke kelas dulu.” Tanpa menunggu respon dari Howon, Yoona sudah lebih dulu membalikkan badan dan bersiap pergi.
        “Tunggu!” cegah Howon yang menghalangi langkah Yoona dengan tubuhnya langsung. “Lo ngapain ke sana? Itu kan gedung untuk anak kelas 3.”
        Yoona semakin di buat bingung dengan kelakuan Howon. “Lah? Emangnya lo pikir gue kelas berapa? Udah, akh!” serunya malas bahkan sampai sedikit menubruk pundak Howon yang seakan menghalangi jalannya.
        Howon nggak mencegahnya lagi. Cowok itu Cuma bisa memperhatikan punggung Yoona yang semakin jauh melangkah.

***

        Yoseob menyenggol lengan teman semejanya, Tiffany, ketika melihat sosok Yoona di ambang pintu kelasnya.
“Hmm…” Tiffany merespon datar.
        “Yoona tuh,” bisik Yoseob.
        Dengan penuh semangat, Tiffany bangkit dan langsung melesat ke tempat Yoona berada. Yoona sendiri sedang sedikit berbincang dengan beberapa teman sekelas mereka. Tahun ajaran baru sudah di mulai sekitar 3 hari yang lalu, tapi Yoona baru memunculkan diri hari ini.
        “Yoona! Lo ke mana aja? Gue kirain lo pindah sekolah lagi!” Tiffany sudah berhamburan memeluk Yoona.
        “Waah… pagi-pagi udah ada yang peluk-pelukan nih? Bikin iri aja!”
        Tiffany buru-buru melepaskan pelukannya karena ada suara khas cowok yang dengan jahilnya mengganggu acara temu kangen mereka. Dia Dongwoon yang muncul bersama Sungyeol.
        “Yaelah, ganggu aja sih nih si duo jangkung!” protes Tiffany yang kesal.
Namun dua cowok bertubuh tinggi itu justru hanya terkekeh sambil berlalu begitu saja dari hadapan dua cewek tersebut. Tujuan Sungyeol dan Dongwoon berada di sana adalah karena ingin menemui Yoseob.
        “Lo ke mana aja sih, Yoon?”
        “Liburan aja ke Surabaya nemuin bokap. Eh, ternyata nyokap juga nyusul ke sana,” jelas Yoona sambil berjalan menuju mejanya. Namun baru saja sampai di dekat meja milik Tiffany dan Yoseob, langkah cewek itu terhenti. Ia lalu menoleh penuh arti ke Tiffany. “Kursi yang kosong di mana?”
        Mendengar itu, Tiffany menatap Yoona penuh rasa bersalah. “Lo sih, susah banget gue hubungin. Jadinya kan gue nggak bisa milihin tempat buat lo.”
        “Udahlah, nyantai aja. Sekarang kasih tau, di mana meja yang kosong?” ulang Yoona sekali lagi.
        Dengan berat hati, Tiffany menunjuk ke salah satu meja yang berada di barisan paling belakang. “Sama anak baru,” ujarnya lemah.
        “Gue duduk dulu, ya. Bentar lagi masuk.” Segera saja Yoona melesat ke tempat yang dimaksud Tiffany. Meja di sana masih kosong. Yoona duduk di salah satu kursinya. Sekilas ia sempat mendengar Tiffany menyebutkan bahwa ada anak baru, tapi cewek itu tampaknya nggak terlalu penasaran.
        Yoona meletakkan tentengannya ke atas meja. Tepat ketika sepasang sepatu berhenti di dekat mejanya.
        “Akhirnya, gue punya temen semeja juga. Kirain bakal ngejomblo sampe lulus.”
        Mendengar suara seseorang yang bicara padanya, Yoona mendongak. Ia membeku seketika melihat sosok cowok tampan di hadapannya. Cewek itu bahkan sampai berdiri di buatnya. “Gikwang? Kok lo bisa ada di sini?”
        “Eh? Yoona?” seru Gikwang nggak kalah terkejutnya. Pembicaraan mereka sempat membuat mereka menjadi pusat perhatian karena ternyata keduanya telah saling mengenal sebelum ini.

***

        Sungyeol menjadi orang terakhir yang bergabung bersama Howon, Yoseob dan Dongwoon yang udah lebih dulu berada di kantin.
        “Bokapnya bang Doojoon masih ngelatih di Surabaya, kan?” ujar Yoseob di tengah-tengah obrolan mereka.
        “Iya. Bang Doojoon aja sekarang juga lagi di sana,” kata Dongwoon.
        “Lo bilang temen sekelas lo yang namanya Yoona itu adiknya bang Doojoon?” Sungyeol ikut buka suara. Dan pertanyaannya itu tertuju pada Yoseob. Namun Howon ikut tertarik terhadap hal itu.
        “Maksudnya Im Yoona?” Howon menuntut penjelasan pada Yoseob dan di jawab anggukan oleh cowok itu. “Jadi, dia beneran anak kelas 3?” serunya lagi.
        “Inget Eun Ji, tuh. Malah nanyain cewek lain,” goda Dongwoon sekaligus mengingatkan Howon.
        “Iya,” timpal Sungyeol. “Tadi gue ketemu Eun Ji. Dia nyariin lo tuh. Katanya lo susah banget di ajak ketemu.”
        Howon menghela napas berat. “Gue lagi sedikit renggang sama Eun Ji, gara-gara gue sempet liat dia jalan sama Kibum temen sekelas lo itu.” Howon menatap Dongwoon saat menjelaskan tentang cowok bernama Kibum itu.
        Dongwoon menggaruk kepalanya yang nggak gatal. Sedikit salah tingkah saat Howon menatapnya seperti ia adalah Kibum. “Hmm… Emang lo nggak tau, ya?”
        Tak terkecuali, ketiga cowok itu langsung menatap Dongwoon penuh Tanya. “Tentang apa?” Tanya Sungyeol mewakili dua temannya.
        “Mereka pernah pacaran sebelum lo sama Eun Ji jadian,” jelas Dongwoon akhirnya.
        “Oh,” kata Howon pendek.
        “Kok lo nyantai banget, sih?” protes Yoseob melihat reaksi datar yang ditunjukkan Howon. “Eun Ji masih cewek lo, kan?”
        Howon hanya menjawab dengan anggukan.
        “Kok lo cuek aja, sih? Nggak mau ngelurusin salah paham. Atau jangan-jangan, lo juga selingkuh?” tuduh Sungyeol.
        “Selingkuh sih nggak, Cuma lagi suka sama cewek aja.”
        “Hah!” hampir ketiganya bereaksi sama. “Lo gila? Sama siapa?” desak Dongwoon yang udah nggak bisa nahan rasa penasarannya.
        “Sama cewek yang bantuin lo nyembunyiin sepatu sama seragam bola lo, ya?” tebak Sungyeol dengan tatapan penuh selidik.
        “Yoona?” Yoseob ikut menebak juga. Dan jawaban Howon kembali mengejutkan. Cowok itu mengangguk dengan tegas. Yoseob lalu menatap Dongwoon. “Yoona kayaknya anak baru pas pertengahan kita kelas 2 itu, ya? Soalnya gue juga baru kenal.” ia hanya bertanya pada Dongwoon karena Cuma mereka berdua yang sudah kelas 3. Sementara Howon dan Sungyeol baru kelas 2.
        Dongwoon mengangkat bahu. “Gue tau Yoona aja karena dia udah kenal sama Howon duluan.”

***

        Myungsoo, Dongwoo, Woohyun dan Sungjong berjalan bersama menuju lapangan sepakbola sekolah merek untuk menjalani latihan rutin. Namun ada sedikit keramaian nggak jauh dari pintu masuk, dan didominasi oleh siswi SMA Paradise yang bahkan masih mengenakan seragam mereka. Perlahan ke empat cowok itu mendekat karena nggak biasanya pemandangan itu terjadi.
        “Ada cewek lo juga tuh, tanyaain gih.” Myungsoo melirik Woohyun.
        Tanpa berkata apa-apa, Woohyun sudah lebih dulu melangkah mendekat lalu menarik lengan salah satu cewek yang kebetulan berdiri di barisan paling belakang. Itu Chorong, cewek yang sempat ikut mendemo Gikwang mewakili para cewek yang sempat ‘kencan’ dengan mantan pangeran SMA Paradise tersebut.
        “Ada apaan?” Tanya Woohyun langsung.
        “Ada penyusup dari SMA Sun Moon,” jelas Chorong.
        Myungsoo, Dongwoo dan Sungjong juga mendengar apa yang di katakan Chorong. Lalu nggak lama setelah itu, kerumunan seperti bergerak. Ada seorang cowok yang mencoba menerobos keluar.
        “Myung! Tolongin gue donk!”
        Myungsoo langsung berusaha menerobos kerumunan karena orang tersebut seperti mengenalinya. “Woooiii! Berenti!” teriak Myungsoo. “Ngerti bahasa Indonesia nggak, sih?” serunya lagi yang semakin menjadi karena samar-samar ia sudah bisa melihat orang yang mendapat perlakuan nggak menyenangkan dari para cewek-cewek itu.
        Karena merasa ucapannya nggak di respon, Myungsoo sedikit berlaku kasar dengan menyingkirkan cewek itu satu-persatu. Dongwoo, Woohyun dan Sungjongpun akhirnya membantu setelah Myungsoo sudah bertindak lebih dulu. Akhirnya cowok itu bisa terselamatkan meski jahitan di bagian lengan kiri kaosnya terlepas karena tarikan-tarikan nggak jelas dari para cewek itu.
        “Makasih, Myung. Kalian juga.” Cowok itu yang ternyata adalah Gikwang, langsung bernapas lega setelah berhasil terbebas dari tawanan cewek-cewek itu.
        “Lo semua tuh apa-apaan, sih?” Kali ini Myungsoo menegur cewek-cewek itu yang udah bersikap seenaknya pada cowok yang udah ia anggap seperti kakak sendiri itu.
        “Dia udah bukan siswa sini lagi. Dan nggak menutup kemungkinan kalo dia sekarang jadi mata-mata dari SMA Sun Moon,” kata perwakilan dari mereka membela diri.
        “Atas dasar apa?” kali ini giliran Dongwoo yang bicara.
        “Sekolah kita bakal tanding lagi lawan SMA Sun Moon. Dan Gikwang sekarang udah jadi bagian dari mereka. Apa salahnya kalo kita curiga,” kata seorang yang lain lagi.
        Myungsoo geleng-geleng kepala mendengarnya. “Kecurigaan kalian nggak beralasan!” sinis Myungsoo sambil melepaskan jaketnya yang kemudian ia berikan pada Gikwang. “Kita ngobrol di luar aja, bang.” Myungsoo merangkul Gikwang dan mengajak salah satu sahabat kakaknya itu ke luar gerbang sekolah.

***

        Junhyung menghentikan mobilnya di pelataran parkir lapangan sepakbola milik sebuah klub besar bernama ‘Running Boys’. Niat cowok itu ke sana bukan untuk menjalani pelatihan sebagai peserta calon anggota klub tersebut. Karena pakaian yang ia kenakan bukan seragam sepak bola. Dan Junhyung juga nggak membawa tas atau apapun yang menandakan bahwa ia akan berlatih di sana.
        Tujuan pertama cowok itu adalah kantor official klub untuk menemui Eunhyuk, pamannya. Ia juga udah membuat janji dengan adik kandung dari ayahnya itu. Junhyung mengetuk pintu yang terbuka di hadapannya. Setelah mendapat persetujuan dari dalam, Junhyungpun melangkah masuk dan hanya mendapati Eunhyuk di sana. Duduk di balik sebuah meja.
        “Oh, Jun? Kamu udah dateng?”
        Tanpa berbasa-basi, Junhyung duduk di salah satu sofa dan Eunhyuk mengikutinya pindah ke sana. Junhyung meletakkan amplop coklat penolakan klub atas nama Gikwang ke hadapan Eunhyuk.
        “Kok ada di kamu?” Tanya Eunhyuk setelah melihat nama penerima surat tersebut adalah Lee Gikwang.
        “Siapa yang bikin keputusan kayak gitu?” Tanya Junhyung dingin. Ia bahkan nggak menjawab pertanyaan Eunhyuk sebelumnya.
        “Pimpinan klub,” jawab Eunhyuk seadanya.
        “Terus tanggapan om?”
        “Di sepakbola yang dilihat itu kemampuan dia bermain. Orang yang nonton nggak akan peduli bahwa salah satu pemain tersebut ada yang pernah meraih medali emas olimpiade matematika atau bahkan pernah tinggal kelas saat sekolah.”
        Junhyung menghembuskan napasnya berat mendengar jawaban Eunhyuk yang seharusnya berpihak pada Gikwang. “Terus, kenapa om nggak nyoba nyegah hal ini terjadi? Om tau kemampuan Gikwang, kan?”
        “Om emang denger rumor kalo ada calon pemain kami yang di keluarin dari sekolah, padahal dia udah tinggal nunggu surat kelulusan. Tapi om belom sempet cari tau siapa orangnya, tau-tau surat itu udah turun,” jelas Eunhyuk.
        “Ini semua gara-gara papa!”
        Eunhyuk melirik Junhyung, curiga. “Maksud kamu?”
        Akhirnya Junhyung bercerita tentang kronologi kejadian sampai akhirnya Gikwang dikeluarin dari SMA Paradise.
        “Aku mohon om bisa bantuin aku nebus kesalahan yang nggak Gikwang lakuin sama sekali,” pinta Junhyung sungguh-sungguh.
        “Om baru inget. Kalo nggak salah Gikwang salah satu saingan terberat kamu, kan?”
        Junhyung menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi. “Persaingan kami selama ini tuh karena tuntutan papa yang selalu ingin aku menjadi yang pertama. Padahal seharusnya aku beruntung karena bisa selalu satu klub sama dia. Sepakbola bukan permainan individu. Dan setelah apa yang papa lakuin ke Gikwang, dia justru sama sekali nggak dendam ke aku. Malah dia tetep nolong aku.”
        Eunhyuk tampak mempertimbangkan perkataan Junhyung tadi. “Om tau bang Shindong kayak gimana.”
        Junhyung menatap Eunhyuk penuh harapan. “Jadi?”
        “Nanti om usahain bicara sama official yang lain,” kata Eunhyuk akhirnya, membuat Junhyung bisa bernapas lega.

***

        “Iya, ini gue udah mau nyampe sekolah lo kok. Oke.” Yoona memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku jaket setelah mengakhiri pembicaraannya dengan seseorang. Ia lalu meneruskan kembali mengayuh sepedanya ke suatu tempat. SMA Paradise.
        Yoona sudah melewati depan gerbang sekolah tersebut. Tujuannya adalah halte yang nggak jauh dari sana. Halte itu hanya ramai ketika jam pulang anak sekolah. Dan saat ini halte tersebut hanya di huni dua orang cowok. Yoona menghentikan sepedanya di sana tanpa mengalihkan tatapannya pada dua cowok tersebut.
        “Loh? Gikwang?” seru Yoona yang menatap Gikwang lekat-lekat karena ia mencurigai penampilan cowok itu yang sedikit berantakan. Karena belum ada yang menjawab, Yoona beralih menatap Myungsoo. “Kalian udah saling kenal?”
        “Bang Gikwang dulu sekolah di sini. Dia juga sahabatnya kakak gue, bang Sunggyu,” jelas Myungsoo.
        Yoona tampak menganggukan kepala lalu mengambil posisi duduk di samping Myungsoo. Namun ia tetap menatap ke arah Gikwang. “Lo kenapa, Kwang?”
        “Bang Gikwang di tuduh penyusup sama cewek-cewek temen sekolah gue yang nggak jelas itu.” Myungsoo yang menjelasnya dengan tatapan jengkelnya mengingat apa yang baru aja terjadi sama Gikwang.
        Gikwang tampak memain-mainkan resleting jaket milik Myungsoo yang dipinjamkan padanya. “Gue janjian ketemu sama Sunggyu, Jonghyun, Yong Hwa di sini.”
        Mendengar Gikwang menyebut nama Jonghyun, Yoona sebenanya sempat membeku sesaat. “Yang namanya Jonghyun kan nggak Cuma satu atau dua orang aja,” kekehnya dalam hati mengingat nama salah satu temannya Gikwang itu mirip dengan kekasihnya yang ada di Surabaya.
        “Lebay aja tuh cewek-cewek nuduh bang Gikwang penyusuplah, mata-matalah. Nggak jelas!”
        Gikwang sedikit terkekeh melihat kekesalah Myungsoo yang masih berlanjut hingga sekarang. Ia bahkan sampai meletakkan tangannya di pundak Myungsoo sebagai ungkapan terima kasih karena Myungsoo sampai sekarang masih sangat baik dan peduli terhadapnya. Padahal bisa saja Gikwang khilaf dan bertindak curang karena kemungkinan di pertandingan nanti mereka akan menjadi lawan.
        “Sepakbola lebih mengerikan dari pada apa yang kita pikirin,” ujar Yoona dengan pandangan lurus ke depan. Sadar bahwa ia pasti menjadi pusat perhatian, cewek itu menoleh ke arah dua cowok di sampingnya. “Itu yang menjadi gue sedikit kurang suka sama sepakbola karena gue pernah berada di posisi Gikwang.”
        “Jadi, waktu di Surabaya, Yoona sempet pindah sekolah beberapa kali,” lanjut Myungsoo tentang kehidupan Yoona yang mungkin belum diketahui oleh Gikwang. “Oiya, bokap sama kakak lo masih di sana?” Tanya Myungsoo pada Yoona yang di jawab anggukan oleh cewek itu. “Kalo nyokap?”
        “Masih di sana juga. Paling beberapa hari lagi baru balik ke Bandung.”

***

        Siwan masih harus mendapat perawatan di rumah sakit. Dan saat itu, dia sedang menyaksikan pertandingan sepakbola melalui televisi. Tak lama, pintu kamarnya terbuka dan memunculkan Doojoon dari baliknya.
        “Lo nggak latihan?” Siwan justru bertanya lebih dulu. Ia juga sempat menangkap parsel buah yang di bawa oleh Doojoon dan kemudian ia letakkan di nakas samping tempat tidur Siwan. “Pake bawain gue buah segala.”
        Doojoon duduk di kursi. “Dari Henry. Tadi gue ketemu dia di depan. Tapi Cuma sebentar. Henry Cuma mau ngasih lo buah doank,” jelasnya. “Ayah juga yang nyuruh gue nemenin lo di sini.”
        Setelah itu hanya suara komentator sepakbola yang berasal dari televisi mendominasi di kamar yang sepi itu.
        Siwan menghela napas berat. “Kalo boleh milih, gue lebih baik nggak tau kenyataan sebenernya tentang gue yang ternyata anak kandung om Seulong dan tante Victoria.”
        “Ternyata kita sepupu.” Doojoon terkekeh mengingat kenyataan mereka yang sebelumnya adalah teman sejak sekolah dulu.
        Siwan memaksakan senyumnya. Ia tau bahwa tawa kecil yang di buat oleh Doojoon itu terdengar tidak lepas. Doojoon tertawa, tapi hatinya tidak. “Yoona gimana? Dia udah mulai masuk sekolah donk, ya?” serunya mengalihkan pembicaraan mereka.
        Doojoon nggak langsung menjawab. Nggak mungkin juga ia bercerita bahwa Yoona baru masuk, padahal tahun ajaran baru udah di mulai sejak 3 hari yang lalu. Itu semua karena Yoona masih sedikit syok dengan takdir yang mereka terima. Yoona harus benar-benar mengubur dalam-dalam seluruh perasaannya pada Siwan.
        “Iya. Dia udah mulai masuk sekolah. Katanya sih sekelas lagi sama sahabatnya yang namanya Tiffany itu,” jelas Doojoon meski tak sepenuhnya ia berbohong.
        Setelah itu, kembali nggak ada yang bicara. Hubungan mereka yang hangat itu menjadi sedikit canggung setelah terbongkarnya rahasia tentang Siwan dan Doojoon. Keduanya menjadi seperti saling menjaga perasaan masing-masing.
        “Gue tetep di keluarga ayah Changmin,” putus Siwan.
        Doojoon menoleh cepat. “Lo nggak mau ngumpul sama keluarga lo yang sebenernya?” Ucapan Doojoon terdengar seperti protes keras. Cowok itu benar-benar menahan perasaannya. Bagaimanapun, suami istri yang selama ini ia anggap orang tua kandungnya, ternyata hanya sebatas saudara dari ibu kandungnya yang sudah meninggal.
        “Udahlah, nggak usah pake protes. Lo pikir gue rela ninggalin Chunji gitu aja?” Siwan berkata sambil terkekeh pelan. Ia nggak ingin menggantikan posisi Doojoon di keluarga Seulong. Karena ia sendiri juga udah mendapat tempat tersendiri di keluarga Changmin.
        Doojoon sudah membuka mulut, namun nggak ada sepatah katapun yang terucap.
        “Ayo, mau ngomong apa?” goda Siwan karena Doojoon nggak bisa memprotesnya lagi.


***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar