Senin, 09 Desember 2013

FAR AWAY (2_3)


Author              : Annisa Pamungkas
Main Cast          :
·        Kang Jun (C-Clown)
·        Jung Eun Ji (A-Pink)
·        Jang Wooyoung (2PM)
·        Choi Jinri ‘Sulli’ (F(x))
Support Cast :
·        Kang Minhyuk (CN Blue)
·        Peniel Shin (BtoB)
·        Bae Sooji ‘Suzi’ (Miss-A)
Genre               : romance, friendship
Length              : 3 shoot
Summary          :
Takdir yang memisahkanku dengan Peniel oppa. Dan takdir juga yang telah mempertemukanku kembali pada Jun. Meski aku sadar keadaan tak semulus itu.”

***

Big thanks to C-Clown… terutama untuk MV dramanya yang berjudul ‘Far Away’ udah menginspirasi banget… tapi di sini jalan ceritanya banyak yang author ubah, meski masih ada adegan yang sangat-sangat ‘terinspirasi’ dari MV tersebut… Dan tentu saja Kang Jun juga menjadi pemeran utama di FF ini… hehehe

***

Eun Ji POV
        Saat aku kembali ke meja tempat Sulli menungguku, ternyata di sana Sulli sudah tidak sendiri. Ada Wooyoung oppa yang baru saja datang bersama seorang pemuda yang tampak familiar di mataku. Tapi aku tak berani menebak dengan pasti siapa pemuda itu.
        Aku tak langsung memunculkan diri. Wajah pemuda itu sangat bisa dengan jelas ku lihat. Termasuk raut wajahnya ketika melihat adegan mesra antara Wooyoung oppa dan Sulli. Hatiku ikut sakit melihatnya. Bukan karena dulu aku mengagumi Wooyoung oppa. Karena itu juga aku bisa dekat dengan Sulli. Tapi aku seperti bisa merasakan apa yang pemuda itu rasakan.
        Ku lihat Sulli juga sempat memeluk pemuda itu, singkat. Namun tak ada yang di perbuat pemuda itu. Tepat setelah itu, aku memutuskan untuk memunculkan diri. Tentu saja aku tak lupa sedikit berakting.
        “Wooyoung oppa kau sudah datang?” ujarku berusaha seceria mungkin.
        “Jun, kenalkan. Dia temanku tapi sudah ku anggap seperti adikku sendiri.”
        Ku dengar Sulli memperkenalkannya padaku. Dan dia menyebut nama ‘Jun’? Mungkinkah dia… aku tak bisa melanjutkan kata-kataku. Yang ku lakukan setelah itu hanya duduk dan menatapnya tanpa kedip. Aku mencoba mengingat lekuk wajahnya. Dia teman SMP ku. Bukan hanya itu, dia juga cinta pertamaku meski kami tidak cukup dekat. Namun sejak SMA, kami sudah tidak pernah bertemu hingga saat ini.
        “Jun?” aku berujar pelan, tapi bisa ku rasakan bahwa dia mendegarku. “Kau Kang Jun?” lanjutku. Dan pemuda di hadapanku ini tampak sedikit tersentak lalu menatap Sulli dan Wooyoung oppa seakan meminta penjelasan. Itu artinya, dia memang benar Jun yang ku kenal dulu.
        Takdir yang memisahkanku dengan Peniel oppa. Dan takdir juga yang telah mempertemukanku kembali pada Jun. Meski aku sadar keadaan tak semulus itu.

***

Author POV
        “Kalian sudah saling kenal?” Tanya Wooyoung memecah keheningan.
        “Tidak juga,” kata Eun Ji cepat. “Dia hanya mirip dengan teman lamaku,” lanjutnya. Tentu saja itu sedikit alibi karena Eun Ji tak ingin mengganggu pikiran-pikiran Jun di pertemuan pertama mereka setelah lama tak bertemu. Terlebih masih ada Wooyoung dan Sulli di antara mereka.
        “Akh, iya. Mungkin,” ujar Jun sedikit gugup. Tapi ia memilih mendukung ucapan Eun Ji. Jun memperhatikan Eun Ji diam-diam saat gadis itu sibuk dengan minumannya.
        Tak lama seorang pelayan datang mengantarkan makanan. Sulli yang menerimanya dan langsung ia letakkan di hadapan Jun dan Eun Ji. Jun menatap Sulli bingung. Namun tidak untuk Eun Ji, karena itu memang makanan yang tadi ia pesan.
        “Kau belum makan kan, Jun? Itu untukmu,” jelas Sulli menjawab kebingungan Jun. Namun nyatanya Jun masih menuntut penjelasan atas apa yang tengah terjadi.
        “Jun.” Terdengar suara Wooyoung yang tampak berusaha menengahi. “Aku ada keperluan dengan Sulli. Karena tak ingin meninggalkanmu sendiri, aku mengenalkanmu padanya. Bukan maksud apa-apa. Mungkin kalian bisa menjadi teman setelah ini. Dia juga anak rantau seperti kita,” jelasnya.
        Jun berusaha menahan rasa kecewanya. “Oke,” ujarnya singkat.
        Sulli tersenyum lega. Ia lalu melirik Eun Ji. “Maaf ya, kau ku tinggal dengan Jun. Dia pemuda yang baik kok.”
        “Tak usah memujiku seperti itu!” umpat Jun dalam hati. Rasa kecewanya sudah memuncak. Tapi tak mungkin ia tunjukkan. Terlebih ada Eun Ji yang baru saja ia kenal.
        “Baiklah.” Eun Ji juga berusaha menunjukkan senyuman terbaiknya.
        Sulli berdiri sambil menyambar sling bagnya dan bersiap pergi. “Kami pergi, ya.”
        Wooyoung hanya memberikan senyuman pada Eun Ji dan menepuk pelan pundak Jun. Sementara Jun justru mengabaikan Wooyoung.
        Eun Ji mengawasi sampai Wooyoung dan Sulli benar-benar meninggalkan café. “Sebaiknya kau habiskan makanan itu. Sulli sudah membayar semuanya. Setelah itu kau bisa pergi.”
        Jun menatap Eun Ji bingung. Gadis itu justru sudah kembali menikmati makanannya.
        “Kau menyukai Sulli?” Tanya Eun Ji di tengah-tengah makannya.
        Jun yang sejak tadi memang tak melakukan apa-apa, semakin bungkam ketika Eun Ji bertanya seperti itu.
        Eun Ji menatap Jun sedikit merasa bersalah. “Maaf. Bukannya aku ingin ikut campur. Dan kau memang tak bisa menyembunyikan hal itu. Tapi kau tenang saja. Aku tidak akan mengganggumu setelah ini. Itu kan yang kau mau?” ujar Eun Ji. Untuk masalah yang satu ini, ia memang terkesan cukup ‘to the point’. Eun Ji hanya ingin senyaman mungkin memulai pertemanannya kembali dengan Jun. Meski harus berkata seperti tadi.
“Kita pernah kenal sebelum ini?” Jun justru mengalihkan pembicaraan Eun Ji sebelumnya. Tak ingin merusak niat baik Eun Ji.
        “Kita satu sekolah waktu SMP. Mungkin kau lupa,” jelas Eun Ji. “Sekali lagi aku minta maaf jika kau sedikit tak nyaman dengan ucapanku tadi,” lanjutnya karena Jun tak langsung merespon ucapannya.
        “Bukan begitu.” Jun menjadi serba salah karena Eun Ji merasa bersalah padanya. “Karena kau tau tentang masalahku, dan kau juga ternyata teman lamaku, bisakah kita menjalin pertemanan lagi?”
        Eun Ji terkesiap sesaat. Memang itu yang ia harapkan sejak pertama kali bertemu dengan Jun. Dengan penuh semangat, Eun Ji mengulurkan tangannya. Ia ingat bahwa sejak tadi tak ada yang memperkenalkannya pada Jun.
        “Jung Eun Ji,” serunya setelah Jun balas mengulurkan tangannya.
        “Kang Jun.” Pemuda itu menyebutkan namanya dengan pelan. Jun baru sadar bahwa ia memang pernah mengenal nama itu. Jung Eun Ji.

***

Minhyuk POV
        Sejak saat itu… Saat Eun Ji mengunjungiku di rumah sakit, pertama dan terakhir kalinya. Saat Eun Ji bertemu Sooji, dan Sooji bercerita bahwa ia hamil. Dan sudah beberapa bulan berlalu. Selama itu pula hubunganku dan Eun Ji sedikit merenggang. Ya… Aku masih mencintai Sooji. Sooji kekasihku. Kami mengakhiri hubungan kami karena merasa sedang tidak memiliki kecocokan lagi.
        Namun setelah itu aku sadar. Cinta bukan hanya mengurusi masalah cocok atau tidak. Tapi bagaimana kita bisa saling mengisi dan meminimalisir ketidak cocokan itu.
        Andai aku mengalah waktu itu. Andai aku tak egois dan mementingkan ego ku saja. Andai… Andai… Dan andai… Akh… mungkin Sooji akan benar-benar menjadi milikku sekarang.
Tapi semua telah terlanjur terjadi. Aku hanya bisa mengawasi Sooji bersama Peniel. Mereka mulai mengurusi pernikahan mereka. Yang ku dengar, akan mereka laksanakan setelah Sooji melahirkan anak mereka. Itu artinya, bisa tiga atau empat bulan lagi.
        Belajar dari cerita Eun Ji. Gadis itu mengalah atas cintanya pada Peniel dan lebih menuruti perkataan orang tuanya. Aku tau itu tak mudah. Eun Ji ternyata lebih kuat dariku.
        Jam kerjaku sebenarnya sudah selesai sejak 15 menit yang lalu. Pikiran-pikiran tentang Sooji sedikit menggangguku. Aku membereskan perlatan kedokteranku, lalu memasukkannya ke dalam lemari. Setelah itu aku melepas jas putihku dan bersiap untuk pulang.
        Belum sempat aku berdiri, ponselku berbunyi. Eun Ji menelponku. Ingin aku menjawabnya. Tapi mengingat bisa saja aku mengecewakan Eun Ji nantinya, lebih baik ku abaikan saja. Meski sejujurnya kini aku yang merasa sakit karena telah bersikap jahat pada gadis sebaik Eun Ji.

***

Eun Ji POV
      Minhyuk oppa mengabaikan panggilanku. Mungkin dia sedang memeriksa pasien. Aku tak ingin berfikir negative dulu tentangnya. Aku bisa menghubunginya lagi nanti. Ku rapihkan seadanya kertas-kertas tugasku lalu ku masukkan ke dalam map. Setelah itu aku menyambar slig-bag ku dan segera meninggalkan perpustakaan.
        Saat melewai koridor gedung utama, aku melihat Wooyoung oppa. Segera saja ku dekati dia untuk menanyakan keberadaan Jun. Tentu saja aku mencari Jun karena Sulli tidak bisa menemaniku makan siang setelah ini.
        Baru beberapa langkah, aku kembali berhenti. Wooyoung tampak sedang tebar pesona ke beberapa gadis cantik yang kebetulah berlalu di hadapannya. Sontak saja aku menegang melihat itu. Apa mungkin itu alasan Jun tetap mencintai Sulli diam-diam? Dia telah tau keburukan Wooyoung, tapi tak tega mengatakan pada Sulli.
        Buru-buru aku membalikkan badan, namun sial. Wooyoung oppa sudah lebih dulu menyadari keberadaanku.
        “Eun Ji?”
        Dengan perasaan bercampur aduk, aku membalikkan badan dan berusaha tak menunjukkan kepanikan saat itu. “Oh, oppa?” kataku basa-basi.    Ku lihat Wooyoung oppa semakin mendekat. Aku menjadi mual melihat tatapannya yang menjijikkan itu.
        “Mau ke mana? Sudah makan siang?” tanyanya. Tapi tak ku respon sama sekali. “Sulli masih ada jam kuliah.”
        Dalam hati aku mencibir dengan malas. Iya, aku tau kalau Sulli masih ada jam kuliah. Lalu…? Tapi aku masih tak bersuara.
        “Bagaimana kalau aku saja yang menemanimu makan siang?” tawarnya dengan tatapan menggoda. Tapi maaf saja. Sama sekali tak berpengaruh untukku.
        “Aku sedang mencari Jun. Bukankah tujuan kau dan Sulli mengenalkanku pada Jun agar kami bisa dekat? Bisa sampai berpacaran mungkin? Jadi, kalau aku pergi denganmu, bagaimana aku bisa dekat dengan Jun?” jelasku dengan polosnya, seolah tak mengerti modus yang dilancarkan Wooyoung oppa. Tapi memang seperti itu kan kenyataannya?
        Ku lihat Wooyoung oppa langsung bungkam. Raut wajahnya pun sontak berubah. “Oh… Iya, kau benar.”
        Segera saja aku meninggalkan Wooyoung oppa sebelum dia melancarkan aksinya yang lain dan membuatku tak bisa kabur ke mana-mana. Aku masih berjalan cepat meski aku sadar bahwa keberadaan Wooyoung oppa sudah sangat jauh, dan dia tidak mungkin mengejarku.
        Hingga akhirnya, aku sampai di taman belakang kampus. Entahlah, apa yang membawaku ke sana. Mungkin karena aku masih teringat ucapan Sulli bahwa Jun senang berada di sana. Dan sialnya, kenapa aku baru menyadari itu sekarang? Dengan begitu, aku tidak harus bertemu dengan Wooyoung oppa.
        Benar saja. Jun berada di sana, tengah bersandar di batang pohon besar dan tertidur di bawahnya. Aku tak bisa menahan diri untuk tidak tertawa melihat kepolosan wajah Jun ketika tertidur. Aku langsung berlutut di sampingnya dan menatap Jun dalam. Merekam tiap lekuk wajahnya yang manis itu. Ini kejadian yang sudah sejak lama ku khayalkan.
        Tiba-tiba aku tersadar. Waktuku tidak banyak. Setelah istirahat dan makan siang nanti, aku masih ada jam kuliah. “Jun.” Aku memanggil pelan namanya. Tak ingin Jun terkejut dengan suaraku. Namun belum ada respon apapun dari Jun.
        “Jun! Ayo bangun! Bisa temani aku makan?”

***

Kang Jun POV
        Ku lihat Sulli datang ke padaku siang itu. Tanpa ada tanda-tanda kehadiran Wooyoung hyung sedikitpun. Dia tersenyum dan membekukan hatiku. Semakin dekat. Hingga tak terasa, kini Sulli sudah berdiri di hadapanku dan tetap mempertahankan senyumannya.
        “Ayo pergi makan berdua, Jun.”
        Aku mengerjap tanpa sadar. Dia bilang apa? Berdua? Hanya berdua? Dan itu artinya, benar-benar tanpa Wooyoung hyung?
        Belum sempat aku merespon apapun, tangan lembut Sulli sudah membimbingku pergi. Seperti biasa, aku tak akan pernah bisa menolaknya. Dan benar saja, Sulli mengajakku makan di kantin kampus.
        Sebelumnya kami melihat keberadaan Wooyoung hyung. Tapi Sulli seperti tak melihatnya. Dia tetap menarik tanganku hingga kami melewati Wooyoung hyung begitu saja. Aku sempat menoleh ke belakang, dan sedikit merasa bersalah pada Wooyoung hyung.
        “Kau ingin makan apa?”
        Aku tersentak dan baru menyadari bahwa ini sudah di dalam kantin. Aku mengambil tempat tepat di samping sulli dan masih saja menyempatkan diri melirik pintu masuk. Tidak ada tanda-tanda Wooyoung hyung mengejar kami. Harusnya aku menikmati moment langka ini. Tapi entah mengapa aku justru tak ingin ini terjadi.
        “Jun!” Tiba-tiba Sulli menyandarkan kepalanya di pundakku. “Akhirnya aku bisa melakukan ini denganmu, Jun.”
        Aku yang terkejut hanya bisa meliriknya tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Sulli juga melakukan hal yang sama. Tapi dia masih bisa tersenyum padaku.
        Tak lama makanan pesanan kami—Sulli juga memilihkan makanan untukku—datang. Sulli menegakkan kepalanya seperti semula. Lalu kami makan dalam diam. Sulli sibuk menikmati makanannya, dan aku juga. Tapi selain itu, aku juga sibuk dengan pikiranku sendiri.
        Tiba-tiba ku rasakan sentuhan lembut di sekitar bibirku. Saat menoleh, ku lihat Sulli tersenyum. Ternyata dia menempelkan selembar tissue di tepi bibirku karena ada kotoran di sana.
        “Apa kau masih selalu seperti ini ketika makan?” Sulli terkekeh karena kelakuanku. Tapi aku masih saja tak mengeluarkan sepatah katapun. Setelah itu, kami kembali melanjutkan makan siang kami.
        “Jun! Ayo bangun! Bisa temani aku makan?”
        Kenapa Sulli berkata seperti itu? Bukahkah kita memang sedang makan bersama? Mendengar itu, aku kembali menoleh. Tapi Sulli tetap focus dengan makanannya dan tidak seperti tengah bicara denganku.
        “Jun? Apa kau tidak tidur semalam? Kenapa kau sulit sekali di bangunkan?”
        Suara itu… Bukan suara Sulli. Tapi… Eun Ji. Aku mengedarkan tatapanku ke sekitar. Kantin tiba-tiba kosong dan hanya ada aku serta Sulli saja di sana.
        “Jun, kau kenapa?” Tanya Sulli heran melihat sikap anehku.
        Aku mengerjap-ngerjapkan mata. Bingung dengan apa yang baru saja terjadi. Aku bahkan sempat mengusap mataku. Saat membuka mataku kembali, suasana benar-benar berubah. Aku menolah ke kanan dan ke kiri. Ini bukan kantin, tapi taman belakang sekolah. Dan gadis yang ada di hadapanku bukanlah Sulli, melainkan Eun Ji.
        “Ku pikir kau pingsan, Jun.”
        Aku langsung menegakkan badan ketika mendapati Eun Ji duduk berlutut di dekatku. “Sejak kapan kau di sini?” tanyaku takut-takut Eun Ji menangkap basah aku mengigau tentang Sulli.
        Eun Ji menghela napas sesaat. “Apa kau tidak tidur semalam? Atau kau memang memiliki kebiasan susah di bangunkan ketika tidur seperti ini?” Eun Ji tampak menggeleng-gelengkan kepalanya.
        “Akh… sudahlah,” kataku mengalihkan sambil berdiri. Jujur saja, aku sedikit malu karena Eun Ji mengetahui satu keburukanku. Eun Ji juga mengikutiku berdiri. “Aku lapar. Ayo temani aku makan.” Tanpa sadar, aku meraih tangan Eun Ji. Dia tidak merespon. Aku lalu menoleh ke belakang, dan baru menyadari apa yang aku lakukan padanya. “Maaf,” kataku merasa bersalah sekaligus langsung melepaskan genggaman tanganku padanya.
        Eun Ji hanya tersenyum. Senyum yang… sulit ku ungkapkan apa yang terjadi pada diriku setelah melihatnya. Apa aku tertular penyakit Casanova milik Wooyoung hyung? Akh, rasanya tidak mungkin. Hal itu hanya terjadi jika aku melihat senyuman Sulli dan… Eun Ji.
Ia lalu mendahului berjalan. Sementara aku mengikutinya dari belakang. Eun Ji sangat berbeda dengan Sulli yang terkesan sedikit tomboy. Eun Ji justru mengenakan rok rampel selutut. Namun lucunya, dia mengenakan sepatu kets sebagai alas kakinya. Cukup mampu membuatku tersenyum geli.
        Tak terasa, waktu untuk aku mengagumi Eun Ji dari belakang sudah berakhir karena kami tiba di kantin kampus. Aku mengikuti Eun Ji duduk di kursi yang ia pilihkan. Tidak terlalu jauh dari pintu masuk. Sejujurnya aku lebih suka duduk di bagian pojok kantin karena suasananya lebih tenang. Tapi aku menghargai pilihan Eun Ji. Ia pasti masih merasa tak enak jika memilih tempat yang cukup ‘pribadi’ karena kami belum lama kembali kenal.
        Kami menikmati makanan dalam diam. Hampir serupa dengan mimpiku tadi. Yang membedakan hanyalah gadis yang bersamaku. Sampai akhirnya Eun Ji memulai pembicaraan di sela-sela makannya.
        “Kau sudah bertemu Sulli?”
        Aku tak langsung menjawab, tapi hanya menggelengkan kepala. Bicara soal Sulli, aku baru sadar jika beberapa hari terakhir ini, kami seperti memberi jarak satu sama lain.
        Bukannya terlalu percaya diri. Tapi ku rasa Eun Ji seperti memberikan sebuah perhatian khusus padaku. Entah karena ia simpatik tentang perasaanku pada Sulli, atau dia memang benar-benar melakukan itu tulus untukku. Aku tidak tau mana yang benar. Dan aku… menjadi seperti sedikit menghindari Sulli karena tak ingin Eun Ji kecewa.

***

Author POV
        Mereka kembali diam dan sibuk dengan makanan masing-masing setelah Jun hanya menjawab pertanyaan Eun Ji dengan gelengan kepala. Sesekali Eun Ji mencuri pandang ke arah Jun. Namun ia sadar pemuda itu tidak melakukan hal yang sama padanya. Jun lebih tertarik dengan makanannya.
        Eun Ji berusaha mengalihkan Jun melalui makanan juga. Tapi karena posisi duduk mereka yang berseberangan, membuat Eun Ji mau tidak mau sekilas mentap Jun. Sudah beberapa kali terjadi. Dan sampai akhirnya, Eun Ji menemukan setitik kotoran di tepi bibir Jun. Ia sudah mengambil selembar tissue dan ingin membersihkannya langsung ke bibir Jun. Tapi tak jadi ia lakukan. Eun Ji hanya menyodorkan tissue tersebut pada Jun.
        “Eh?” seru Jun kaget karena Eun Ji menyodorkannya selembar tissue. “Untuk apa?” tanyanya polos.
        “Ada kotoran di bibirmu. Aku tak enak jika langsung membersihkannya.”
        Jun membeku mendengarnya. Mimpinya seperti benar-benar terjadi. Tapi Eun Ji tak melakukan seperti apa yang Sulli lakukan padanya dalam mimpi itu.
        “Sebenarnya, tak tidak masalah jika kau mau melakukannya.”
        Kali ini giliran Eun Ji yang di buat membeku dengan ucapan Jun. Mendapat lampu hijau seperti itu, tak membuat Eun Ji mau melakukannya. Ia hanya menatap Jun bingung. Tak sedikitpun terbayangkan jika ia bisa sedekat itu dengan Jun.
        Jun menunjuk-nunjuk tepi bibirnya yang kotor itu sebagai tanda ia ingin Eun Ji yang membersihkannya. Bukan berniat tak sopan menyuruh seperti itu, Jun hanya masih kepikiran dengan mimpinya tersebut. Akankah rasanya berbeda jika Eun Ji yang melakukannya. Namuan Eun Ji justru menggeleng. Dengan setengah hati, Jun meraih tissue pemberian Eun Ji dan mulai menyeka tepi bibirnya.
        “Sudah?” Tanya Jun meminta pendapat Eun Ji.
        Eun Ji menggeleng. Dan itu pula yang akhirnya membuat Eun Ji terpaksa turun tangan. Ia merebut kembali tissue yang tadi ia berikan. Dengan hati-hati, ia menyeka sisa kotoran di tepi bibir Jun. Setelah itu, mereka kembali makan dalam diam.

***

        Berminggu-minggu setelah itu. Jun dan Eun Ji semakin dekat. Tentu saja tujuan Jun ingin bisa terlepas dari bayang-bayang Sulli. Seburuk apapun Wooyoung di belakangnya, Jun tetap tak berani mengganggu hubungan hyung angkatnya dengan gadis yang selama ini memenuhi pikirannya.
        Hampir setiap hari Jun menjemput dan mengantar Eun Ji. Kebetulan jadwal mereka hampir sama meski mereka sebenarnya berbeda jurusan. Itu juga alasan Jun bisa terlepas dari Wooyoung. Ia sudah tak lagi ikut dengan mobil Wooyoung dan kembali mengendarai motornya. Beruntung Eun Ji tidak keberatan dengan hal itu.
        Dan malam itu, sepulang kuliah Jun mengajak Eun Ji makan di luar. Terlebih, itu juga malam minggu, dan Eun Ji sedang tidak pulang ke rumah orang tuanya.
        “Aku senang bisa dekat denganmu sesantai ini.”
        Jun langsung menatap Eun Ji yang kini duduk di hadapannya. Namun gadis itu sedang menatap ke arah lain. Eun Ji sengaja melakukan itu karena ia tau Jun pasti akan langsung menatapnya. Eun Ji memang senang bisa dekat dengan Jun. Meski ia harus sadar jika ini hanya sementara. Jun mungkin tidak akan memiliki perasaan apapun pada Eun Ji. Dan Eun Ji nantinya akan kembali ke kota asalnya, setelah itu melakukan pertunangan dengan Minhyuk.
        “Selama ini kita berteman, aku tak sedikitpun tau tentang kisah asmaramu.” Jun memulai pembicaraan akrab mereka di tengah-tengah acara makan malam. “Apa kau sudah memiliki kekasih?”
        Eun Ji mendongak dan tak langsung menjawab pertanyaan Jun.
        “Aku tak enak sedekat ini denganmu jika kau ternyata sudah memiliki kekasih. Bagaimana jika dia tau? Apa kau tega melihatku di hajar olehnya?” lanjut Jun setengah bercanda.
        “Kau bisa saja.” Eun Ji ikut terkekeh. “Sebelum aku kuliah di sini, aku memang memiliki kekasih. Tapi orang tuaku tidak merestui. Dan akhirnya masalah itu benar-benar memisahkan kami. Lalu orang tuaku menjodohkanku dengan pemuda lain.”
        Mendengar kata ‘dijodohkan’, Jun langsung membeku di tempat. Kenapa Eun Ji sesantai itu dekat dengannya? Apa karena ia hanya ‘dijodohkan’, maka dari itu Eun Ji memilih bersenang-senang dulu dengan pemuda lain dengan alibi ingin menolongnya ‘melupakan’ kekasih orang. Terlebih orang itu adalah diriku.
        “Aku menyesal telah menanyakan hal tersebut padanya,” batin Jun.
        “Kau sendiri?”
        Jun langsung menatap Eun Ji, malas. “Jika aku sudah punya kekasih, tidak mungkin aku masih memendam perasaanku pada Sulli,” seru Jun sedikit ketus.
        “Baguslah. Dengan begitu tidak ada gadis yang kau sakiti.” Eun Ji berujar santai. Ia tak tau jika ucapannya justru telah membuat seorang pemuda sakit hati.
Jun. Dia memang tidak menyakiti hati gadis manapun. Tapi justru dialah yang tersakiti dalam pembicaraan ini. Setelahnya, mereka sepakat melupakan itu, lalu terlibat dengan percakapan-percakapan seru.

***

        Wooyoung dan Sulli juga memasuki sebuah café yang di datangi Jun bersama Eun Ji. Mereka mengedarkan padangan mencari meja yang kosong, hingga tak sengaja tatapan mereka jatuh pada meja yang di huni Jun dan Eun Ji. Tanpa pikir panjang, Sulli menarik tangan Wooyoung dan mengajaknya ke sana. Terlebih meja-meja sudah penuh. Mungkin mereka bisa sedikit mengganggu Jun dan Eun Ji dengan bergabung bersama mereka.
        “Senang akhirnya bisa melihat kalian sedekat ini,” seru Sulli yang sudah mengambil posisi di samping Eun Ji.
        Jun juga langsung menoleh dan mendapati Wooyoung yang duduk di sampingnya. Ia kemudian menatap Eun Ji. Tapi tak mendapat balasan dari gadis itu.
        “Maaf mengganggu kalian. Tempat di sini sudah penuh,” ujar Wooyoung.
        “Tidak apa oppa.” Eun Ji yang menjawab meski terdengar setengah terpaksa. Ia masih malas berurusan dengan Wooyoung. Andai saja tak ada Sulli juga di sana, bisa di pastikan ia akan menyeret Jun pergi bersamanya meninggalkan Wooyoung.
        Eun Ji lalu mencuri pandangan pada Jun ketika Wooyoung dan Sulli sibuk memesan makanan mereka. Ternyata sejak tadi Jun sama sekali tak melepaskan tatapannya pada Eun Ji. Eun Ji sendiri berusah menghindar. Tatapan Jun memberikan beban padanya. Jun seperti berusaha meminta bantuan padanya. Entah untuk hal apa.
        “Jun, ku mohon. Jangan menatapku seperti itu. Setelah semester ini berakhir, aku akan pulang dan kembali ke pelukan Minhyuk oppa.” Eun Ji hanya bisa tertunduk untuk mengendalikan perasaannya. Meski ia sendiri tidak bisa terlalu mengharapkan keberadaan Minhyuk.


*_To_Be_Continue_*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar