Jumat, 25 Oktober 2013

BLUE FLAME BAND 2 (part 2)


Author              : Annisa Pamungkas
Main Cast          :
·        Lee Joon/Changsun (Mblaq)
·        Lee Minhyuk (BtoB)
·        Jung Yong Hwa (CN Blue)  
Original cast     : Hye Ra, Soo In, Minjung, Sung Hye, Han Yoo
Support cast     :
·        Im Siwan (Ze:a)
·        Nichkhun Horvejkul (2PM)
·        Yoon Doojoon (Beast/B2ST)
·        Luhan (Exo-M)
·        Im Yoona (SNSD)
·        Choi Minho (SHINee)
·        Choi Sulli (F(x))
Genre               : romance
Length              : part

***

        Seluruh tamu undangan tak sedikitpun memalingkan pandangan mereka pada 5 pemuda tampan yang tergabung dalam sebuah band besar bernama ‘Blue Flame’. Tak terkecuali Minho. Ia hanya sesekali memperhatikan adiknya dari jauh. Pemuda itu bahkan tak menyadari bahwa telah terjadi sesuatu pada istrinya, Yoona. Sampai akhirnya Yoona menyambar tangan Minho dengan tiba-tiba.
        Minho langsung menoleh. “Kau kenapa?” serunya cemas melihat wajah Yoona yang pucat dan seperti tengah menahan sebuah rasa sakit. “Kau sakit? Apa yang kau rasakan?”
        “Aku ingin pulang saja,” kata Yoona lemah.
        Minho hanya mengangguk dan segera menolehkan pandangannya ke tempat Hye Ra berada. Ternyata beberapa saat yang lalu ‘Blue Flame’ baru saja menyelesaikan penampilan mereka. “Hye Ra!” Minho berusaha meneriaki adiknya sambil melambaikan tangan. Ia tak mungkin meninggalkan apalagi mengajak Yoona untuk menghampiri Hye Ra dengan kondisi seperti itu.
        “Sepertinya Minho hyung memanggilmu,” kata Luhan di sana yang menyadari perlakuan Minho.
        Hye Ra langsung saja menoleh. Diikuti Joon serta yang lainnya. Kecuali Nichkhun yang tentu saja kembali ke tempat Minjung berada. Mereka segera menghampiri ke tempat Minho berada karena melihat kondisi Yoona.
        “Noona kenapa, hyung?” Tanya Siwan, namun Minho hanya menggeleng.
        “Ayo cepat bawa ke rumah sakit, hyung,” saran Doojoon yang langsung di setujui yang lain.
        Setelah itu, Minho membopong istrinya di tangan. Hye Ra langsung mengikuti di belakang Minho.
        “Hyung!” Joon menahan tangan Minho yang akan membawa Yoona masuk ke dalam mobil setelah Siwan membukakan pintu mobil. “Ku sarankan bawa Yoona ke rumah sakit di pusat kota. Kebetulan juga tidak terlalu jauh dari sini. Di sana ada sepupuku. Nanti akan ku kabari dia agar merawat Yoona di sana.”
        Minho tampak mengangguk sekilas lalu menepuk pundak Joon sebagai ungkapan terima kasih yang tidak bisa ia katakan secara langsung.
        “Kau tidak mau ikut, hyung?” Tanya Luhan polos. “Akh!” ia lalu melotot galak ke arah Doojoon yang baru saja menginjak kakinya. Sementara Hye Ra sendiri langsung membatalkan niat untuk masuk ke dalam mobil
        “Iya, aku akan ikut. Tentu saja,” kata Joon yang tidak bisa menyembunyikan kegugupannya. Ia lalu berniat untuk ikut ke mobil Minho, namun tangannya di tahan oleh Hye Ra.
        “Jangan memaksakan diri, Joon. Aku tau kau tidak bisa berada di sana,” ujar Hye Ra lembut.
Joon paling tidak bisa menginjak rumah sakit. Ia akan ikut pusing karena mencium aromanya. Kecuali jika ia yang menjadi pasiennya seperti yang terjadi beberapa bulan lalu. Tentu saja itu sangat terpaksa ia jalani.
        “Biar aku dan Sung Hye saja yang ikut menggantikan Joon.” Doojoon tampak menawarkan diri. Dan sebelum ada yang menolaknya, ia sudah membawa Sung Hye menuju mobilnya untuk mengikuti Minho.
        “Hati-hati, hyung.” Luhan melambaikan tangan setelah Minho berpamitan dan masuk ke dalam mobil.
        “Apa yang kau pikirkan?” seru Joon membuyarkan lamunan Hye Ra sambil membukakan pintu mobil lalu mendorong lembut pundak gadis itu agar masuk ke dalam mobil.
        Hye Ra menahan tubuhnya sebelum benar-benar di dorong masuk oleh kekasihnya sendiri. “Jas mu…”
        “Pakai saja,” sela Joon memotong ucapan Hye Ra. “Dan kabari aku apapun yang terjadi,” pesannya sebelum menutup pintu untuk Hye Ra.
Tapi Hye Ra kembali menahan tangan Joon. Ia menyerahkan dengan paksa jas milik Joon. “Aku bawa blazer di mobil. Kau pakai lagi saja.”
        Joon hanya tersenyum sambil mengangguk setelah menerima jas miliknya lalu menutup pintu mobil untuk Hye Ra. “Hati-hati, hyung!”
        “Ayo kembali ke dalam,” ajak Siwan pada Joon ketika mobil Minho serta Doojoon sudah meninggalkan parkiran. Sementara Luhan, Han Yoo dan Soo In sudah lebih dulu berjalan.

***

        Seseorang menuliskan deretan huruf yang membentuk nama ‘Lee Minhyuk’ di selembar formulir rumah sakit. Itu yang dilakukan pemuda tampan yang baru saja kehilangan ponselnya karena kecopetan bahkan sampai mendapati beberapa luka di sekitar wajahnya.
        “Apa Dokter bernama Song Joongki sedang bertugas malam ini?” Tanya pemuda bernama Minhyuk tadi pada seorang suster reseptionis di sela-sela ia menuliskan biodata di kertas pendaftaran. Resiko yang harus ia ambil karena berobat di rumah sakit meski hanya untuk luka seperti itu.
        “Iya, ada. Beliau sedang ada pasien di ruangannya,” kata sang reseptionis tersebut.
        “Bisa tolong katakan padanya bahwa aku ingin ia yang merawatku? Bilang saja namaku Lee Minhyuk, adik dari Lee Changsun,” pinta Minhyuk yang tentu saja dengan tatapan penuh permohonan.
        “Apa anda sudah membuat janji sebelumnya?”
        “Aku baru saja mendapat musibah. Ponselku di curi orang dan luka yang ku dapat ini karena berkelahi dengan pencuri itu. Jadi aku tidak bisa menghubunginya,” jelas Minhyuk lalu menyerahkan formulirnya.
        “Akan ku usahakan. Dan anda bisa menunggu di ruang UGD dengan menunjukkan ini.” Suster di receptionis itu memberikan selembar kertas kecil pada Minhyuk.
        Minhyukpun mengangguk pasrah lalu berjalan ke tempat yang di maksud suster tadi. Ia terpaksa berjalan sedikit menunduk karena orang-orang tak melepaskan tatapan mereka padanya. Tentu saja Minhyuk menjadi pusat perhatian karena luka-luka yang mencolok di sekitar wajahnya. Tapi ia berusaha untuk tidak mempedulikan itu. Ia berusaha berjalan secepat mungkin ke UGD.

***

        Doojoon yang duduk di tengah-tengah antara Hye Ra dan Sung Hye, merangkul dua gadis itu masing-masing dengan salah satu tangannya. Mereka juga sama-sama menoleh. Sung Hye menunjukkan senyuman lembutnya ketika Doojoon menoleh pertama kali padanya, dan Doojoonpun membalas senyuman itu. Gadis itu tidak merasa keberatan jika Doojoon melakukan hal yang sama karena ia tau siapa Hye Ra di mata Doojoon.
        Namun ketika Doojoon beralih menatap Hye Ra, gadis itu justru sudah membuang pandangannya ke tempat lain. Tidak kuat berlama-lama beradu pandangan dengan pemuda yang kembali mengacaukan perasaannya sejak beberapa waktu yang lalu.
        “Doojoon,” Hye Ra berujar pelan sambil menyingkirkan tangan Doojoon yang menempel pada bagian pundak di balik blazernya. Gadis itu masih tak mau menatap Doojoon. “Aku ingin ke toilet,” serunya beralasan untuk menghindari keberadaan pemuda itu.
        Belum sempat Doojoon mencegah, Hye Ra sudah lebih dulu menjauh. Selain itu, juga karena Minho yang sudah lebih dulu muncul dari dalam sebuah ruangan bersama seorang dokter muda dan tampan yang diketahui bernama Song Joongki.
        “Tolong lebih intens lagi menjaga istri anda,” pesan dokter Joongki sambil menepuk pundak Minho.
        “Tentu saja dokter,” kata Minho menyanggupi permintaan dokter Joongki dengan sedikit bersemangat sebelum dokter tampan itu meninggalkannya di sana.
        “Oppa, sebenarnya eonnie sakit apa?” desak Sung Hye sedikit cemas. Doojoon juga menunggu dengan cukup khawatir.
        Minho tersenyum, misterius. Sama sekali tidak ada raut wajah kesedihan di sana. Minho sedikit mengulurkan kepalanya dan otomatis Doojoon dan Sung Hye-pun ikut mendekat. “Yoona hamil,” bisiknya dengan penuh semangat.
        “Benarkah?” Sung Hye tidak bisa menyembunyikan ekspresi keterkejutannya. Tepat ketika Minho mengangguk sebagai tanda membenarkan ucapannya, Sung Hye sudah berhamburan memeluk Minho.
        “Sung Hye! Hyung!” desis Doojoon yang bahkan sudah menjauhkan tubuh kekasihnya dari Minho. “Kalian seperti tidak menghargai keberadaanku,” protes Doojoon dan menunjukkan perasaan tak sukanya.
        Minho dan Sung Hye justru terkekeh. Bahkan Minho sampai merangkul Sung Hye dengan satu tangan untuk menggoda Doojoon. “Sung Hye bahkan sudah seperti adikku sendiri. Lagipula, saat kau melakukan hal seperti ini…” Minho mempererat rangkulannya, “…pada Hye Ra, kau tidak memikirkan perasaan Sung Hye, kan?”
        Doojoon yang merasa terpojokkan, hanya bisa bungkam.
        Sung Hye menjauhkan tubuh Minho dengan lembut. “Hye Ra sudah seperti saudaraku sendiri.”
        Perkataan Sung Hye tadi membuat Minho tersadar bahwa Hye Ra tidak berada di sana lalu mengedarkan pandangannya. “Ngomong-ngomong, ke mana Hye Ra?”
        “Dia ingin ke toilet katanya,” jawab Sung Hye.

***

        “Joongki hyung!” panggil Minhyuk ketika melihat seorang dokter muda dari kejauhan. “Dokter Song Joongki,” ulangnya karena tersadar bahwa ini di rumah sakit. Sudah selayaknya Minhyuk menyebut Joongki dengan sebutan ‘dokter’, bukan memanggilnya ‘hyung’. Namun sepertinya Joongki belum menyadari keberadaan Minhyuk. Pemuda itupun mengejar lalu menahan tangan Joongki tepat sebelum dokter muda itu membuka knop pintu ruangannya.
        “Astaga! Minhyuk?” seru Joongki yang terkejut. Selain karena kedatangan Minhyuk yang tidak ia duga sebelumnya, Joongki juga terkejut dengan luka di sekitar wajah Minhyuk. Bahkan darah di beberapa tempat tampak sudah mulai mongering. Tanpa basa-basi lagi, Joongki langsung membawa Minhyuk masuk ke dalam ruangannya.
        Sambil Joongki membersihkan lukanya, Minhyukpun menceritakan kronologi kejadian mulai ia sampai di bandara hingga kejadian yang membuatnya mendapatkan luka-luka itu.
        “Akh!” Minhyuk meringis ketika Joongki menempelkan plester di keningnya. “Pelan, hyung!” protesnya. Namun Joongki seperti tak peduli.
        “Lalu, kau mau pulang ke mana malam ini?” Tanya Joongki santai.
        Minhyuk mengangkat bahu, pasrah. “Kau tau ‘Phenix’ apartmen?”
        “Aku pernah denagar. Tapi kurang tau letak pastinya.” Joongki duduk di kursi kerjanya lalu menggeleng, sementara Minhyuk masih duduk di tepi tempat tidur. “Kau memiliki teman yang tinggal di sana?”
“Changsun hyung tinggal di sana sekarang. Tapi aku sulit menemukannya.”
“Kau menginap di rumahku saja,” tawar Joongki.
        “Jangan, hyung. Aku tak enak dengan istrimu. Lagipula, ini juga sudah malam.” Minhyuk menolak dengan halus meski ia tidak tau lagi harus ke mana setelah ini.
        Joongki memastikan jam didinding ruangannya saat ini yang sudah menunjukkan tengah malam. “Kau benar. Lagipula, setelah menikah, aku pindah rumah. Tidak mungkin kau mencarinya tengah malam begini.” Joongki sibuk memikirkan cara untuk tempat tinggal adik sepupunya itu malam ini.
        “Jam kerjamu sampai kapan, hyung?” Minhyuk bersuara.
        “Besok siang,” jawab Joongki.
        Minhyuk tersenyum penuh arti sambil melangkah lalu duduk di kursi dan berhadapan dengan Joongki. Sementara Joongki sendiri menatap Minhyuk takut-takut. “Bagaimana kalau aku menginap di sini saja, hyung?” pinta Minhyuk.
        Joongki melebarkan matanya, tak yakin dengan keputusan Minhyuk. “Kau akan tidur di mana? Tidak mungkin di kamar pasien, kan?”
        “Di situ juga gapapa, hyung.” Minhyuk menunjuk dengan dagu tempat tidur yang ada di ruangan Joongki. Namun Joongki tak langsung memutuskan. “Kalau tidak boleh, di sofa juga boleh.” Kali ini Minhyuk menunjuk sofa yang juga berada di ruangan itu.
        Dokter muda itu menghela napas, pasrah. “Terserah kau saja,” ujarnya membuat Minhyuk tersenyum penuh kemenangan.

***

        Setelah kembali dari toilet, Hye Ra mengintip dari ujung koridor sambil menenteng sepatu heels-nya. Memastikan siapa saja yang masih di sana. Kosong. “Mungkin Doojoon sudah di dalam.”
        Tak lama terlihat pintu kamar tempat Yoona di rawat terbuka dan memunculkan Doojoon, Sung Hye, serta Minho. Mereka tampak sedikit berbincang-bincang, namun suara mereka tak dapat di dengar oleh Hye Ra. Sementara Hye Ra sendiri sama sekali tak berniat untuk mendekat. Ia masih mengawasi dari tempatnya berdiri. Tampaknya Doojoon dan Sung Hye hendak berpamitan dengan Minho.
        Akhirnyaa Hye Ra benar-benar bisa bernapas lega ketika Doojoon dan Sung Hye melangkah meninggalkan Minho. Mereka berjalan ke tempat Hye Ra berada. Gadis itu buru-buru menyembunyikan diri. Tak jauh dari sana, ada sebuah ruangan. Dengan memberanikan diri, Hye Ra terpaksa masuk untuk bersembunyi sebentar.
        “Bagus, ruangannya kosong.” Gadis itu menutup pintu dengan pelan agar tidak menimbulkan kecurigaan. Ia mengintip dari jendela kaca di tengah pintu. Dapat jelas terlihat ketika Doojoon dan Sung Hye melintas.
        “Syukurlah mereka tidak melihatku,” desis Hye Ra pelan. Setelah itu ia tak bisa menahan diri untuk tidak menoleh ke belakang hanya untuk sekedar memastikan tempat ia berada sekarang.
        Hanya sebuah ruang kerja dokter. Di sana juga dilengkapi sebuah tempat tidur untuk memeriksa pasien. Tampak juga lemari-lemari tempat menyimpan arsip yang menjadi background meja kerja dengan papan nama ‘Dokter Song Joongki’ di atasnya.
        Saat menoleh ke salah satu sudut ruangan, Hye Ra menemukan satu set sofa lengkap dengan meja serta... ada seseorang yang tertidur di sana lengkap dengan headphone yang menutupi kedua telinganya.
        “Itu siapa? Nampaknya bukan dokter pemilik ruangan ini,” Hye Ra menarik kesimpulan dengan berujar dalam hati.
        Samar-samar, pemuda itu seperti melakukan sedikit pergerakan. Kakinya yang panjang melebihi lengan sofa tampak bergerak ke bawah. Hye Ra yang sudah menegang, berniat untuk pergi dari sana. Namun entah mengapa, knop pintu seakan sulit terbuka.
        “Siapa kau?”
        Hye Ra membeku di tempat. Tamatlah riwayatnya. Hye Ra berusaha memberanikan diri untuk menoleh. Tapi akhirnya ia hanya bisa menunduk. “Maaf, aku tidak sengaja masuk karena…”
        “Hye Ra?”
        Mendengar namanya di sebut, Hye Ra mengangkat kepalanya yang tadi tertunduk. Suara itu terdengar familiar, hanya saja ia sudah lama sekali tidak mendengarnya. Sepasang kaki itu kini sudah berdiri beberapa meter saja darinya. “Mi… Minhyuk?” ujar Hye Ra terbata.
        “Jadi ini benar kau, Hye Ra?” seru pemuda itu penuh semangat yang ternyata memang benar adalah seorang Lee Minhyuk. “Kenapa kau bisa di sini? Tengah malam pula?” Tanya Minhyuk tak bisa menyembunyikan keterkejutan dan rasa penasarannya karena bisa kembali bertemu dengan teman lamanya tersebut.
        “Kakak iparku masuk rumah sakit,” jawab Hye Ra.
        Minhyuk tak langsung kembali bicara. Ia sibuk memperhatikan penampilan Hye Ra. Sebuah dress  merah panjang yang di padukan dengan blazer hitam. Serta sepati heels yang masih berada di tangan Hye Ra. Tapi bukan itu yang menarik perhatiannya. Melainkan dress yang dikenakan Hye Ra.
        “Aku seperti pernah melihatnya…” gumam Minhyuk dalam hati.

*flashback 4 tahun lalu*
        Minhyuk yang tengah berada di sebuah butik khusus pakaian wanita, tampak terpesona dengan sebuah gaun berwarna merah tanpa lengan. Sederhana tapi sangat cantik dan masih terpajang di sebuah patung di salah satu sudut butik. Gaun itu persis seperti yang dikenakan Hye Ra sekarang.
        “Minhyuk…” seorang pemuda menepuk pelan pundak Minhyuk yang sejak tadi tak melepaskan pandangannya dari gaun tersebut.
        “Kenapa, hyung?” Tanya Minhyuk yang hanya melirik sekilas pada pemuda di sampingnya yang menutupi wajah dengan topi serta kacamata dan masker.
        “Tidak ada gaun yang menarik perhatianku. Aku juga bingung seperti apa selera Yoona,” bisiknya dari balik masker.
        “Ya sudah, hyung. Ayo kita cari di tempat lain.” Minhyuk membalikkan badan dan berniat meninggalkan tempat itu. Namun sepertinya ia tak terlalu menyadari bahwa pemuda yang ia panggil ‘hyung’ tadi tidak mengikuti langkahnya.
        “Kenapa aku tak melihat gaun ini sejak tadi?”
        Minhyuk buru-buru menoleh. “Hyung!” Cepat-cepat Minhyuk menarik tangan pemuda itu agar menjauhi gaun incarannya sebelum pemuda itu juga tertarik pada gaun tersebut. “Cari yang lain saja.”
        “Tunggu, Minhyuk!” pemuda itu menahan tangan Minhyuk agar berhenti menariknya. “Ini gaunnya bagus.” Ia menunjuk gaun merah yang sejak tadi menarik perhatian Minhyuk.
        “Itu jelek, hyung. Warnanya norak. Yoona-mu itu pasti tidak akan menyukainya,” ujar Minhyuk berusaha mempengaruhi hyungnya itu.
        “Aku tau, kau pasti juga menyukai gaun itu, kan?”
        Minhyuk berhenti menarik tangan hyungnya.
        “Noona…” pemuda itu mencari keberadaan pelayan butik. “Aku pesan gaun seperti ini, dua.”
        “Hyung…” Minhyuk hendak memprotes.
        “Maaf, tuan. Hanya ada satu,” kata pelayan tersebut memotong ucapan Minhyuk.
        Pemuda itu melirik Minhyuk seolah meminta persetujuan. “Minhyuk. Maaf sekali. Aku benar-benar membutuhkan itu saat ini. Dan kalau kau mau, nanti aku akan menemanimu mencari gaun lain untuk kekasihmu itu.”
        Minhyuk meneguk ludah ketika pemuda itu menyebut kata ‘kekasih’. Ia menimbang-nimbang sesaat. Lagipula, ia memang tak terlalu membutuhkannya. “Ya sudah, hyung. Untukmu saja,” ujar Minhyuk akhirnya dengan sedikit terpaksa.
        “Terima kasih, Minhyuk,” seru pemuda itu girang dan tanpa sadar memeluk Minhyuk.
        “Maaf Hye Ra, seharusnya gaun itu ku berikan untukmu.” Minhyuk hanya menatap nanar gaun yang mulai di lepaskan dari patung oleh sang pelayan. Dan membiarkannya dimiliki oleh pemuda tadi. Setidaknya, ia bisa melihat kebahagiaan hyungnya itu.
*flashback end*

        “Minhyuk…” Hye Ra melambaikan tangannya di depan wajah Minhyuk. “Lee Minhyuk?”
        “Akh, iya. Maaf Hye Ra,” seru Minhyuk sedikit gugup karena ketahuan melamun. “Kau masih lama di sini?”
        Hye Ra mengangguk cepat. “Aku menemani Minho oppa di sini.”
        “Sudah lama kita tidak bertemu. Bagaimana kalau kita mengobrol di kantin?” tawar Minhyuk dan berharap Hye Ra tidak menolaknya.
        “Ku rasa bukan ide yang buruk.”
        Minhyuk tersenyum lega. Ia bahkan sampai lupa bahwa masih memiliki luka-luka di sekitar wajahnya. “Ayo,” ajaknya yang mendahului Hye Ra untuk membukakan pintu. “Sini, biar ku bantu.” Minhyuk berinisiatif membawakan sepatu heels Hye Ra karena gadis itu juga sedikit mengalami kesulitan dengan gaun panjangnya.
        Minhyuk dan Hye Ra berjalan beriringan menuju kantin yang letaknya di luar gedung.
        “Wajahmu kenapa?” Tanya Hye Ra memulai pembicaraan mereka.
        Minhyuk mengusap tengkuknya. Sedikit malu untuk menceritakan kejadian sebenarnya. Ia tak langsung menjawab karena mereka sudah hampir sampai kantin. “Aku berkelahi dengan pencuri karena mereka mengambil ponselku,” cerita Minhyuk akhirnya setelah memilih kursi yang sedikit dalam di kantin rumah sakit.
        “Lalu, ponselmu kembali?”
        Minhyuk terkekeh sambil menggeleng. “Akh, iya. Kau ingin pesan apa? Teh hangat?” tawar Minhyuk yang sudah kembali berdiri dari kursinya.
        Hye Ra memeriksa saku blazernya. “Iya, tapi sepertinya aku tidak membawa uang. Dompetku tertinggal di mobil oppa. Minhyuk, aku ingin mengambil…” ucapan Hye Ra terputus karena Minhyuk sudah tidak berada di sana. Pemuda itu bahkan sudah sedang dalam perjalanan kembali ke meja mereka setelah memesan minuman.
        “Tak bisakah aku yang mentraktirmu?”
        “Oke,” ujar Hye Ra tak enak. “Ke mana saja kau selama ini? Ku dengar dari Luhan, kau kuliah di luar negeri? Di mana?”
        “Oh, kau sempat bertemu dengan Luhan? Dia sudah menjadi artis kan sekarang? Hmm… aku kuliah di Jepang. Dan baru saja kembali ke Korea hari ini.”
        “Jepang?” Hye Ra memastikan kebenaran apa yang ia dengar. “Kalau kau selama ini di Jepang, berarti sekitar enam bulan yang lalu…”
        Seolah mengerti maksud ucapan Hye Ra, Minhyuk mengangguk sambil menerima pesanannya yang baru saja di antar pelayan. “Ya… aku masih Jepang. Aku juga sempat datang ke konser ‘Blue Flame’ di sana,” ujar Minhyuk. “Jika tidak, mungkin hyung akan memecatku menjadi adik,” lanjut Minhyuk dalam hati.
        “Kenapa tidak pernah mengabariku?” protes Hye Ra. “Apa kau sudah tidak menganggapku sebagai teman?”
        Minhyuk menyesap tehnya sedikit lalu tersenyum. Bahkan tidak ada rasa bersalah darinya. “Dulu ponselku juga hilang saat baru sampai di Jepang. Dan semuanya ikut hilang. Nomor ponsel bahkan alamat e-mail mu.”
        Hye Ra memutar bola matanya, kesal. “Kau tau? Aku sempat kursus desain di Jepang selama enam bulan. Dan ketika ‘Blue Flame’ ke sana, aku juga masih berada di Jepang.”
        Minhyuk terhenyak mendengar cerita Hye Ra. Dan tiba-tiba, rasa penyesalan-penyesalan itu entah dari mana bisa muncul. Ia menatap gadis di hadapannya lekat-lekat. “Hye Ra…”
        “Hmm?” hanya itu kata yang ke luar dari bibir Hye Ra setelah meletakkan cangkir tehnya.
        “Apa kau sudah punya…” Minhyuk tak melanjutnya ucapannya.
        “Apa?”
        “Akh, tidak jadi. Lupakan.” Minhyuk buru-buru menyambar cangkir tehnya untuk menutupi kegugupan di hadapan Hye Ra.

***


3 komentar:

  1. yyyaaahhhh...
    kebiasaan... lagi baca enak2 putus.... hummmmm.... hahahaha

    tuh kan bener yang kena copet Lee Minhyuk adenya Lee Changsun.... ahahahaiiiii.... ye ye ye ye ye.... ^_^

    oh jadi Minhyuk dulu suka sama Hye Ra??
    bahkan rela2in gaun buat dia, di suruh ikhlasin aja buat Joon buat kasih ke Yoona??
    aish... adik yang pengertian... tapi sebenernya dia juga pengen beli gaun itu... hehehe

    BalasHapus
  2. ahahaha... liat nanti aja... ini kan baru part 2...
    inget, yong hwa blom muncul loh...

    BalasHapus
  3. iya Yong Hwa belum muncul di part 2...

    Hye Ra ketemu temen lamanya yah si Minhyuk...

    BalasHapus