Sabtu, 24 Mei 2014

Oh My School (chapter 6)

“I Don’t Believe It!”

Author      : N-Annisa (@nniissaa11)
Cast          :
·        Jung Hyerim (A-Pink)
·        Kim Seok Jin (BTS)
·        Kim Himchan (BAP)
·        Jung Taekwoon (VIXX)
·        Lee Minhyuk (BtoB)
·        Oh Hayoung (A-Pink)
Genre       : Life school, teen romance, tragedy
Length      : Chapter

***

        “Lo dapet hukuman ‘kerja sosial’ berapa hari?” tanya Minhyuk di tengah-tengah makan mereka.
Tentu Himchan sudah bergabung di sana. Cowok itu duduk diantara Seok Jin dan juga Hyerim. Sementara Minhyuk duduk di seberangnya. Dan ia hanya bisa menatap bergantian pada mereka yang sedang berbicara. Jelas karena Himchan belum memiliki topik pembicaraan yang menarik untuk dibahas.
        Seok Jin sendiri tak begitu saja menjawab pertanyaan Minhyuk. Ada rasa sedikit malas untuk membahasnya. “Seminggu,” ujarnya pelan.
        “Hah? Lo ngapain aja, Jin?” pekik Hyerim yang tentu saja sangat terkejut dengan ucapan Seok Jin.
        Himchan juga ikut menatap Seok Jin penuh minat.
        “Tadi pagi gue telat, terus nggak sengaja ketemu Taekwoon. Dia juga ngajak gue manjat tembok. Karena kelamaan nunggu gue nggak turun-turun, eh… malah ketauan sama Pak Hyunseung.” Seok Jin bercerita dengan nada sedik menyesal. Namun cukup menggelikan untuk ditertawai.
        Hyerim juga tampak terkekeh puas. “Lo ada-ada sih, Jin? Lagi, tumben banget lo telat?”
        “Iya, nih.” Minhyuk mendukung ucapan Hyerim. “Seumur-umur gue kenal sama lo, baru kali ini gue denger lo telat.”
        Sementara Himchan, tidak berkomentar apa-apa. Selain karena ia memang masih lupa dengan kebiasaan Seok Jin tersebut, Himchan juga sudah terlanjur terpesona dengan tawa Hyerim yang sangat mempesona untuknya. Eye smile yang dimiliki cewek itu juga membuat Hyerim terlihat sangat manis dan lucu, terutama dimata Himchan saat itu.
        “Eh, kayaknya ada yang lupa, ya?” Seok Jin meletakkan kotal bekal miliknya. Ia tampak celingukan mencari sesuatu. Seok Jin bahkan kini sampai berdiri dan memeriksa saku celanya. “Ah, ternyata ada,” serunya dengan ekspresi lega karena menemukan kunci motornya di dalam sana.
        “Oiya, kalo lo aja manjat tembok, motor lo di mana, Jin?” tanya Minhyuk.
        Seok Jin kembali duduk di lantai. “Di rumah temennya Taekwoon deket belakang sekolah. Biasanya Taekwoon juga sering nitip motor di sana,” jelasnya.
        Di saat yang lain sibuk kembali dengan obrolan mereka, Himchan justru sibuk dengan pikirannya sendiri.
        “Lo ke sini kenapa nggak ngajak Sunggyu?”
        Himchan menoleh cepat ke arah Hyerim. Tanpa sadar, ia menyunggingkan senyuman. Melihat itu, Hyerim justru membeku karena sulit untuk mengekspresikan wajahnya saat itu.
        “Gue nyaris aja lupain dia,” kata Himchan yang akhirnya bersuara. “Makasih ya udah ingetin,” lanjutnya sambil mengusap singkat puncak kepala Hyerim sebelum ia melesat pergi dari sana.
        Kali ini bukan hanya Hyerim, tapi Seok Jin dan Minhyuk juga terlihat membeku karena perlakuan Himchan pada Hyerim. Apalagi Himchan melakukannya juga sangat terlihat natural seperti ia tidak pernah mengalami amnesia.
        “Oh, God…!” Hyerim terdengar mengumpat. Ia bahkan sampai menghempaskan punggungnya ke tembok.
        Minhyuk menggeser duduknya dan beringsut mendekati Hyerim. Sementara Seok Jin meraih salah satu tangan Hyerim saat Minhyuk sudah merangkul cewek itu.
        “Kalo emang lo nggak sanggup ada diposisi kayak sekarang ini, bilang aja,” ujar Seok Jin lembut.
        “Jin bener,” sahut Minhyuk. “Kita bisa cari cara biar lo bisa sedikit terhindar dari Himchan.”
        “Tapi gue kangen sama Himchan, Min, Jin!” Hyerim menatap sendu ke dua temannya.
        Minhyuk mengusap pundak cewek itu masih dalam pelukannya. Sementara Seok Jin juga semakin mengeratkan genggamannya.
        “Apa Himchan juga pura-pura amnesia kayak Minho?”
        “Apa, Jin?” seru Minhyuk yang menegaskan agar Seok Jin mengulangi ucapannya. Ia kurang siap dengan kalimat yang diucapkan Seok Jin tadi. “Minho?”
        Seok Jin menoleh tanpa beban untuk menatap Minhyun juga Hyerim secara bergantian. “Dan ini menegaskan kalo memang ada sesuatu terjadi. Minho dan Himchan bisa jadi memiliki rencana yang akhirnya bikin mereka ngerencanain hal itu.”
        “Minho? Lo ketemu dia, Jin?” desak Minhyuk. Seok Jin kemudian menceritakan tentang pertemuannya dengan Minho kemarin.

***

        Suasana ruang kelas 3 masih cukup ramai. Tidak banyak yang meninggalkan kelas saat itu. Dan di mejanya berada, Sunggyu tampak sedang menikmati bekal makanannya saat Himchan tiba di kelas mereka.
        “Gyu!” seru Himchan bahkan sampai membuat Sunggyu nyaris tersedak makannya sendiri.
        “Apaan sih, Min!” protes Sunggyu. “Lo dari mana aja? Gue mau ngajak makan bareng, juga!”
        Himchan menatap temannya itu penuh rasa bersalah. “Maaf, Gyu,” lirihnya. Dan kemudian, ia masih berdiri di sana tanpa melakukan apa-apa selain memperhatikan Sunggyu yang kini sudah kembali menikmati makanannya.
        “Lo ke mana aja dari tadi?” Sunggyu terdengar bertanya, namun tanpa menatap Himchan. Ia sempat menoleh ke belakang, tempat meja Himchan berada. “Lo nggak makan?” tanyanya lagi. Kali ini Sunggyu menyempatkan diri untuk mendongak. “Him?” serunya karena Himchan masih saja membeku.
        “Ikut gue makan di lantai 4,” kata Himchan akhirnya dengan nada datar.
        Sunggyu hanya menatap Himchan bingung. “Bareng Jin, Minhyuk sama Hyerim?” Tentu ia tau ‘markas’ ke tiga teman sekelasnya tersebut. Namun karena Himchan yang mengajak, ia terpaksa menuruti. Meski Sunggyu sendiri merasa tak enak hati jika tiba-tiba bergabung dengan Seok Jin, Minhyuk juga Hyerim.

***

        SMA Destiny. Hampir 30% siswa yang bersekolah di sana sekarang adalah murid pindahan dari SMA Paradise di tahun ajaran baru ini. Tentu alasan sebagaian besar mereka adalah karena SMA Paradise sudah tidak cukup layak untuk dikatakan sebagai sebuah sekolah. Belum lagi mereka memang termasuk dari golongan keluarga yang berada.
Berbeda dengan siswa yang kini masih bertahan di SMA Paradise. Selagi masih bisa bersekolah, mereka tetap bertahan di SMA Paradise dengan segala kekurangan sekolah tersebut.
        Dan kini, di sana juga sedang memasuki jam istirahat. Di mana Minho sedang menikmati makan siang bersama salah satu teman sekelasnya di kantin yang cukup mewah. Setara dengan kantin di SMA Paradise dulu sebelum sekolah tersebut mulai jatuh dan kantin mereka ditiadakan.
        Di saat Minho dan temannya itu, Cheondung, sedang menikmati makanan mereka, duduklah beberapa murid di meja yang tidak jauh dari tempat mereka berada. Sekitar 7 sampai 8 murid. Minho dan Cheondung sempat melirik sekilas. Bisa dipastikan, mereka adalah murid-murid yang masuk daftar siswa berprestasi di sana.
        “Anak-anak pinter di sekolah ini kan banyak, gimana kalau kita bagi dua aja. Sebagian ikut olimpiade, dan sisanya ikut lomba cerdas cermat aja,” kata salah satu dari mereka. Dan tentu saja suaranya cukup terdengar sampai ke telinga Minho dan Cheondung.
        “Gue setuju. Yang ikut olimpiade anak kelas 3 aja. Jadi anak kelas 2 yang ikut lomba cerdas cermat,” sahut yang lainnya lagi.
        “Gue yakin SMA Paradise nggak akan turun,” ucap si cowok berkacamata di antara mereka.
        Dan mendengar itu, Minho langsung menghentikan aktifitasnya untuk sesaat. Tentu ia tidak ingin Cheondung mencurigainya. Diam-diam, Minho tetap berusaha mencuri dengar apa yang akan mereka katakan lagi tentang SMA Paradise, tempat ia bersekolah dulu. Minho memang menjadi salah satu siswa yang ‘terpaksa’ pindah ke SMA Destiny.
        “Sekolah aja cuma ada dua kelas. Udah nyaris ditutup pula,” lanjut anak berkacamata tadi dengan nada meremehkan. “Mereka pasti nggak akan punya persiapan lebih untuk ikut lomba bergengsi kayak gini,” ucapnya membuat yang lain ikut menertawai.
        Minho yang sudah tidak tahan dengan pembicaraan mereka, memilih untuk berdiri dan bersiap pergi dari sana. Dari pada ia tidak bisa menahan diri untuk menghajar mereka satu-persatu. Jujur saja, cowok itu masih ingin tetap di SMA Paradise. Sahabat-sahabat terbaiknya masih bertahan di sana.
        “Lo mau ke mana, Min?” cegah Cheondung.
        “Gue udah kenyang. Nanti nyusul gue di atap ya.” Setelah menyelesaikan ucapannya, Minho segera melesat pergi. Sementara Cheondung hanya mampu menatap punggung Minho yang semakin menjauh tanpa bisa mencegahnya lagi.

***

        Seok Jin, Hyerim dan Minhyuk sudah kembali ke posisi mereka sebelum Himchan pergi tadi. Dan saat itu, dikejauhan sosok Himchan pun muncul bersama dengan seorang pemuda di sampingnya. Sunggyu.
        “Lo bener-bener nyamperin Sunggyu di kelas, Him? Padahal kan lo bisa SMS atau telpon aja,” kata Minhyuk.
        “Nah, iya!” seru Sunggyu yang seperti baru mendapat pencerahan. “Ngapain juga lo repot-repot turun-naik tangga gini?”
        Himchan hanya menggaruk tengguknya, canggung. “Nggak ada yang ingetin gue, Gyu.”
        Seok Jin terkekeh sambil menepuk-nepuk pundak Himchan yang kembali mengambil tempat di sampingnya. “Sorry, Him. Kita nggak ada yang kepikiran kesitu. Soalnya lo juga langsung kabur gitu aja.”
        “Gapapa kok, Jin.” Himchan hanya mengangguk mengerti.
        Sunggyu sendiri mengambil tempat diantara Himchan dan Hyerim. Ia sempat memberikan senyum untuk cewek satu-satunya yang berada di sana. “Softlens-nya cocok Rim buat lo,” komentarnya. Tentu untuk sekedar memulai basa-basinya karena baru bergabung di sana.
        “Cocok nggak cocok, ini darurat Gyu.” Hyerim tampak terkekeh diikuti yang lain. Sementara Himchan hanya tersenyum menanggapinya.
        Mereka kemudian melanjutkan sisa makan siang mereka yang sempat tertunda. Tentu Sunggyu juga sampai membawa bekal makannya untuk ia lanjutkan di koridor atas tersebut.

***

        Seperti janjinya tadi, Minho menunggu Cheondung di atap. Saat Cheondun datang, Minho sedang menyandarkan punggungnya ke tembok pembatas dengan wajah yang menoleh ke samping. Minho bahkan tidak melirik sedikit pun saat Cheondung sudah tiba di sana dan melangkah mendekatinya.
        “Lo minta ini buat apa?” Cheondung bertanya, sementara tangan kanannya menyodorkan selembar kertas ke arah Minho.
        Setelah itu, barulah Minho menoleh sambil menerima kertas tersebut. “Sorry, Cheon. Kertas ini mau gue gunain untuk apa, gue belum bisa cerita,” kata Minho cukup merasa bersalah. Namun ia benar-benar harus merahasiakannya.
        Cheondung hanya mengangguk tanpa ada rasa kesal atau apa pun. Ia memang bukan orang yang suka mengusik kehidupan pribadi orang lain. Terutama Minho. Dan tentu Minho sendiri cukup nyaman bersama Cheondung. Karena rencananya untuk pura-pura amnesia berjalan lancar.
        “Gue denger, lo dulu pernah sekolah di SMA Paradise? Banyak yang pindahan dari sana juga kan di sini?”
        Minho tak langsung menjawab pertanyaan Cheondung.
        “Bebas sih lo mau jawab kapan aja,” ujar Cheondung lagi. Tentu karena ia memang tidak suka mengusik kehidupan orang lain.
        “Bukan.” Minho menoleh cepat, namun hanya sedetik dan ia kembali mengalihkan tatapannya. “Ada asap di gedung sana.” Ia menunjuk ke sebuah arah. Dari atas sana, tentu cukup leluasa melihat pemandangan yang disuguhkan salah satu sekolah mewah tersebut.
        Cheondung mendekatkan diri ke tembok pembatas untuk menajamkan penglihatannya. Tak lama kemudian, terdengar bunyi alarm peringatan untuk kebakaran. Disusul oleh orang-orang yang mulai meninggalkan gedung untuk menyelamatkan diri ke tempat yang lebih aman.
        “Dari arah ruang laboratorium Kimia!” pekik Cheondung sesaat sebelum melesat pergi dari sana bersama Minho.

***

        Taekwoon baru saja dari lantai bawah untuk mengambil perlatan kebersihan. Ia berniat melakukan kewajiban ‘kerja sosial’-nya. Saat menaiki tangga menuju lantai 2, Taekwoon melihat Howon melintas.
        “Jin belom balik ke kelas ya, Won?”
        Howon lantas menoleh karena mendengar ada yang berbicara. Dan bisa dipastikan itu untuknya. Howon mengacungkan jari telunjuknya ke arah atas. “Masih di atas kayaknya. Atau mungkin Jin udah lagi ‘kerja sosial’, gue juga kurang tau, deh.”
        Taekwoon menggeleng tegas. “Nggak, Seok. Peralatan masih lengkap. Jungkook juga gue liat masih di kelasnya tadi.” Taekwoon sudah sampai di lantai 2 dan meneruskan langkahnya menuju sebuah ruangan di ujung koridor. Dan tanpa sadar, Howon justru mengikutinya sampai tempat itu.
        “Gue nggak kebayang kalo anak kelas 2 itu bener-bener jadi angkatan terakhir di sini. Dan SMA Paradise benar-benar ditutup.”
        Taekwoon menatap Howon datar. Namun tak dipungkiri jika kini ia merasa merinding jika apa yang dikhawatirkan Howon benar-benar terjadi. Belum lagi, Howon juga tampak melangkah dengan tatapan tak fokus.
        “Dapet omongan gitu dari mana, sih?” tegur Taekwoon yang kemudian berhenti lalu berdiri tepat di depan Howon seakan menghalangi jalan cowok itu.
        “Proposal anak kelas 2 buat ikut olimpiade ditolak,” kata Howon tanpa beban seolah hal tersebut bukan rahasia besar. Dan itu sukses membuat Taekwoon membulatkan mata. “Mereka sendiri yang ngomong langsung ke gue dan Yoongi.”
        Pundak Taekwoon tampak merosot. Olimpiade lokal tersebut sudah sering dikuasai SMA Paradise saat masa-masa jaya mereka. Dan cowok itu teringat dengan perjuangan teman-teman angkatannya saat masih di kelas 2 dulu. Tentu sebelum SMA Paradise hanya memiliki 2 kelas seperti sekarang.
        Minho, Himchan dan tiga orang lagi yang menjadi perwakilan SMA Paradise di olimpiade tersebut. Namun kini hanya tersisa Himchan di sana dengan keterbatasannya sekarang ini.
        Lamunan mereka terinterupsi saat Taekwoon mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celananya. Sebuah pesan yang membuat Taekwoon ingin menunjukkannya pada Howon. Mereka lalu saling menatap dengan ekspresi wajah cerah. Dan seperti ada yang mengomandoi, Howon Dan Taekwoon segera melesat pergi dari sana. Taekwoon bahkan sampai melupakan peralatan kebersihannya begitu saja.

***

        “Makasih,” ujar Hayoung saat mengembalikan ponsel Jungkook. Sedetik kemudian, cewek itu langsung sibuk dengan ponselnya dan meninggalkan Jungkook dengan kesibukannya.
        Jungkook sendiri langsung memasukkan ponselnya ke saku celana. Namun ia dan Hayoung tetap berdiri di koridor depan kelasnya. “Si anak baru itu tadi nggak masuk, ya?”
        Hayoung mengangguk cepat tanpa sedikit pun mengalihkan tatapannya dari layar ponsel. “Iya, nggak masuk.”
        Jungkook hanya menyandarkan kepalanya ke tembok karena bosan. Ia juga belum ingin melanjutkan tugas ‘kerja sosial’-nya. Namun ia juga tidak ingin kembali ke kelas. “Kak Jin lagi ‘kerja sosial’ nggak, ya?” Ia bertanya untuk dirinya sendiri.
        “Hayoung! Jungkook!”
        Hayoung dan Jungkook menoleh bersamaan ke arah Taekwoon dan Howon yang tampak melangkah mendekat. Ke duanya sama-sama langsung menegakkan badan.
        “Anak kelas 2 lengkap di kelas, kan?” Taekwoon bertanya tanpa menghentikan langkah sedetik pun. “Ayo ikut ke kelas sebentar,” ujarnya setengah memerintah.
        Howon juga tampak melambaikan tangan untuk menegaskan pada Jungkook dan Hayoung agar mengikuti dirinya juga Taekwoon yang bahkan sudah masuk ke dalam ruang kelas 2.
        Taekwoon menerobos masuk begitu saja dan berdiri tepat di depan meja Krystal juga Ho Seok. “Minta perhatiannya untuk anak kelas 2,” serunya dari depan kelas. Dan tidak sulit untuk mendapatkan apa yang ia inginkan di sana.
        “Youngjae! Myungsoo! Ke sini!” seru Howon setengah memerintah. Tidak hanya ke dua orang yang terpanggil oleh Howon, tapi beberapa anak yang kebetulan sedang berada di belakang kelas segera saja bergegas menghampiri dua kakak kelas mereka yang datang berkunjung ke sana.
        “Gue denger, proposal untuk ikut olimpiade ditolak. Bener gitu?” seru taekwoon untuk meminta kepastian. Terutama pada Daehyun, Jinri, Youngjae dan Myungsoo yang ia tahu memiliki nilai diatas rata-rata.
        “Gitu deh, Kak,” gumam Myungsoo enggan. Sementara yang lain menyetujui ucapan Myungsoo, termasuk yang tidak ikut campur untuk urusan proposal tersebut.
        “Taekwoon punya alternative lain. Dan ini tanpa harus buat proposal untuk diajuin ke Pak Doojoon.” Ucapan Howon membuat mata para murid kelas 2 tersebut berbinar.
        Taekwoon juga mengangguk membenarkan ucapan Howon sambil menyodorkan ponselnya yang berisi sebuah pesan gambar. “Nanti gue cari tahu dan sekalian daftarin. Kalian cuma butuh persiapin diri aja. Kalau bisa mulai dari sekarang.”
        “Lo ngapain sih, Ri?” tegur Youngjae saat melihat Jinri mengusap-usap layar ponsel Taekwoon yang ada di tangannya.
        “Gue kirain layarnya kotor. Ternyata emang gambarnya. Banyak asap kayak deket daerah yang lagi kebakaran,” cetus Jinri dengan tebakannya yang di luar dugaan.
        “Bisa aja lo, Ri.” Taekwoon tampak terkekeh canggung. Namun dalam hati, ia cukup memikirkan ucapan Jinri tadi. Pasalnya, pesan gambar tersebut dikirimkan oleh Minho. “Minho lagi nonton kebakaran, gitu?” pikirnya.

***

        Hyunseung baru saja menyelesaikan pelajarannya siang itu di ruang kelas 2. Ia kemudian bergegas meninggalkan kelas dan sempat berhenti sesaat di depan meja Jungkook yang kebetulan berada dekat pintu ke luar. “Besok hari terakhir kamu ‘kerja sosial’, ya?”
        Jungkook hanya mengangguk sopan. “Terima kasih, Pak!”
        Setelah Hyunseung benar-benar pergi dari sana, hampir seluruh siswa mulai meninggalkan meja mereka. Salah satunya Youngjae yang duduk di meja paling belakang. Ia menuju meja Jinri bersama Hayoung. Tampak Myungsoo juga mendekat ke sana.
        “Ada apaan, tuh? Kok pada ngumpul di sana?” seru Jungkook pada teman semejanya, Namjoon.
        Namjoon langsung menoleh ke tempat yang dimaksudkan Jungkook. Ia sendiri hanya mengangkat bahu. “Mau bahas masalah lomba yang dibilang Kak Taekwoon, mungkin.”
        Sementara orang-orang yang berkumpul tadi, mulai memisahkan diri kembali. Terlihat Jinri, Hayoung juga Daehyun yang kini meninggalkan meja. Tak lupa mereka membawa beberapa alat tulis dan kemudian melangkah ke arah pintu ke luar.
        Jinri dan Daehyun mendahului Hayoung yang sempat berhenti sesaat di depan Jungkook yang menatapnya bingung. “Lo juga ikutan, Jung!” serunya sambil menarik paksa tangan Jungkook. “Kita bakal bagi-bagi tugas di perpus. Lo juga boleh ikut kok, Yeol.” Kali ini Hayoung menatap Namjoon.
        Tiba-tiba Yookyung tampak merangkul Hayoung. “Ayo, Young!” serunya sambil menyeret Hayoung untuk pergi dari sana. Hayoung sendiri masih sempat terlihat menyuruh Jungkook dan Namjoon untuk segera menyusul mereka.
        “Heh! Lo berdua, ayo cepet ikut!” paksa Youngjae menarik tangan Namjoon. Anak-anak yang lain juga mulai meninggalkan kelas. Sementara Myungsoo juga tampak menyeret Jungkook kemudian. “Kak Howon udah nunggu di perpus,” lanjutnya lagi. Dan ruang kelas 2 benar-benar sepi.

***

        “Hyerim mana, Min?” seru Howon saat Minhyuk memunculkan diri di perpustakaan sekolah yang tentu saja salah satu ‘aset’ sekolah yang tetap dipertahankan. Ia di sana sudah bersama Taekwoon, Dongwoo, Changsub, Hyunsik dan Bomi.
        “Dia lagi gantiin Jin dulu buat piket kelas,” jelas Minhyuk. Ia kemudian mengambil salah satu kursi, tepat di samping Taekwoon. “Lo nggak ‘kerja sosial’?” tanyanya.
        Taekwoon yang sedang membaca buku Biologinya, langsung menoleh mendengar Minhyuk bertanya padanya. “Udah tadi pas istirahat pertama.”
        Minhyuk hanya mengangguk-angguk mendengar jawaban Taekwoon. Cowok tadi juga langsung kembali menekuri buku Biologi di hadapannya. Kamudian dari arah rak-rak penyimpanan buku, tampak Yoongi memunculkan diri bersama tumpukan buku dipelukannya. Tepatnya buku-buku tentang Fisika.
        “Untuk Matematika sama Chorong atau Jinki aja,” kata Yoongi sambil meletakkan buku-bukunya di meja yang kosong.
        Tak lama kemudian, pintu perpustakaan terbuka diiringi derap langkah para siswa kelas 2 yang baru tiba bersamaan. Yongguk dan Dasom juga muncul dari arah rak pemyimpanan buku. Sama seperti Yoongi, ke duanya juga membawa tumpukan buku dipelukan mereka.
        “Dua minggu apa cukup, Kak?” seru Myungsoo yang tampak khawatir dengan waktu singkat yang mereka miliki jika tetap memaksa untuk ikut lomba tersebut. Masalahnya, impian mereka untuk beraksi di olimpiade sukses tertutup. Dan ini satu-satunya alternative untuk menjadi hadiah pengganti bagi mereka. Myungsoo sendiri memaksa duduk berdesakan di satu kursi dengan Minhyuk.
        “Myung!” protes Minhyuk sambil mendorong paksa tubuh Myungsoo untuk menyingkir.
        “Kita punya 3 hari untuk seleksi,” jelas Taekwoon agar seluruh adik kelasnya mempersiapkan diri. Ia juga tidak terlalu mempedulikan kekhawatiran Myungsoo tadi. Ia kemudian melirik teman-teman sekelasnya yang berada di meja terpisah. “Yang siap jadi tutor Fisika siapa aja?” serunya dengan suara kelas.
        “Yoongi sama Bomi aja,” kata Jinki menyarankan.
        “Akh serius Kak Yoongi?” seru Youngjae memastikan dengan nada sedikit meremehkan Yoongi.
        “Eh, jangan songong lo!” sahut Yoongi tak terima dengan ucapan Youngjae. Namun Youngjae justru terkekeh melihatnya.
        “Ya udah. Nanti Hyerim juga bantuin kalian,” ujar Taekwoon menengahi. “Yongguk sama Dasom tutorin Kimia, ya?”
        “Oke,” seru Yongguk sambil mengangkat ibu jarinya tanda ia setuju. Dasom juga melakukan hal yang sama.

***

        “Jimin diskualifikasi, deh!” putus Changsub dengan suara cukup keras hingga ia menjadi pusat perhatian saat itu.
        Sementara orang yang dimaksud justru sama sekali tidak melakukan protes keras terhadap keputusan Kibum yang tanpa meminta persetujuan siapa pun di sana. Jimin justru tetap tak melepaskan tatapannya pada Luna, pacarnya. Kebetulan saat itu Luna memang membantu Taekwoon dan Changsub untuk menjadi tutor perlajaran Biologi. Dan tentu Jimin tidak akan pikir panjang untuk bergabung di sana karena ada Luna.
        Mendengar suara keras Kibum tadi, Minhyuk dan Dongwoo yang hanya mengawasi jalannya seleksi tampak menyembunyikan senyum mereka. “Cinta lama belum kelar,” bisik Dongwoo yang disetujui oleh Minhyuk.
        “Changsub udah gue suruh nembak Luna, nggak dilaku-lakuin juga. Keduluan sama Jimin, deh.” Minhyuk ikut menimpali. Ia dan Dongwoo saling melempar tatapan yang mungkin hanya mereka yang mengerti.
        “Sorry telat,” seru Kibum riang yang baru saja tiba di perpustakaan sana bersama Hyerim, Jonghyun, Sungyeol, dan Sunggyu.
        “Bantuin gue, Rim!” teriak Yoongi dari ujung ruangan sambil melambaikan tangan. Dan dengan senang hati Hyerim melesat ke sana. Yoongi sendiri sebenarnya sudah dibantu oleh Bomi menjadi tutor Fisika untuk Jungkook, Hayoung, Youngjae, Taemin dan Junhong.
        Kibum, Sungyeol, Jonghyun dan Sunggyu sudah ingin bergabung dengan yang lain. Namun karena melihat Minhyuk dan Dongwoon berada di tempat terpisah, Kibum menahan langkahnya.
“Lo berdua ngapain di situ?” seru Kibum. “Nggak bantuin yang lain?”
        “Gue jadi pengawas,” kata Minhyuk asal.
        “Dan gue wakilnya pengawas,” sahut Dongwoo tak kalah asal membuat Kibum hanya geleng-geleng kepala dibuatnya.

***

        Esoknya. Seok Jin sudah berada di sekolah sejak pagi. Namun ia belum mengenakan kemeja sekolahnya. Tentu Seok Jin sudah berada di sana untuk melakukan tugas ‘kerja sosial’ yang masih menjadi hukumannya selama seminggu ini. Dan ia memulainya dari gedung B yang sebenarnya sudah tidak digunakan.
        Sekilas ia sempat melihat seseorang melintas. Namun ia tidak sempat menangkap dengan jelas sosok cowok tinggi tersebut. Sosok tersebut sudah terlanjur menghilang ke dalam sebuah ruangan. Seok Jin sudah ingin menyusul, namun lebih dulu sudah ada yang mencegahnya.
        “Kim Seok Jin!” seru Hyunseung yang muncul bersama Taekwoon dari arah berlawanan. Taekwoon bahkan sudah membawa peralatan kebersihannya. “Kalian berdua tolong urus ruangan-ruangan di gedung B ini,” kata Hyunseung yang secara tidak langsung menyuruh Seok Jin juga Taekwoon untuk ‘kerja sosial’ di sana. “Nanti Jungkook juga akan membantu kalian. Soalnya sebentar lagi kelas di sini akan segera terpakai kembali.”
        “Dipakai untuk apa, Pak?” Seok Jin tidak bisa menahan rasa penasarannya.
        “Kita bakal dipindahin di gedung B lagi?” Taekwoon juga ikut menimpali.
        “Kerjakan dulu, jangan banyak tanya!” Dan Hyunseung pun berlalu begitu saja.
        Seok Jin dan Taekwoon saling melempar tatapan, pasrah. Ke duanya berbalik dengan malas lalu melangkah lunglai. Sedetik kemudian, Seok Jin baru teringat sesuatu. Sosok pemuda yang sempat menarik perhatiannya.
        “Tadi gue liat ada yang masuk ke kelas gue yang dulu,” ujar Seok Jin yang bahkan sudah mempercepat langkah.
        “Apaan sih, Jin?” seru Taekwoon malas. Namun ia tetap mengejar temannya tersebut sampai ke depan kelas yang berada di koridor paling ujung.
        Seok Jin melemparkan tatapan ke seluruh penjuru ruangan. Tidak ada siapa-siapa di sana. Ia bahkan sampai berlari ke arah pintu utama gedung. Dan hanya beberapa murid yang terlihat memasuki gedung A.
        “Jin!” Terdengar suara keras Taekwoon dari dalam kelas.
        “Kenapa, Taek!” sahut Seok Jin yang bahkan sampai melesat cepat ke dalam kelas tersebut. Saat tiba di sana, Seok Jin mendapati Taekwoon berdiri mematung di depan kelas sambil menatap sesuatu di tangannya. Melihat itu, Seok Jin buru-buru menyambar sebuah foto dari tangan Taekwoon. Sebuah foto yang sukses membuat matanya melebar sempurna. “Ini nggak mungkin kan, Taek?” gumam Seok Jin seolah meminta dukungan dari Taekwoon.
        “Lo pikir gue percaya?”
        Seok Jin kembali menatap lekat-lekat foto di tangannya. Foto masa lalu Hyerim bersama seorang cowok yang sulit dipercayai. Sungjae.
        “Jangan di…!” Taekwoon menyambar foto di tangan Seok Jin sebelum foto tersebut merasakan kerasnya tangan Seok Jin. Ia bahkan sampai kehilangan kata-kata. “Jadi mereka pernah kenal sebelumnya?”
        Seok Jin tidak langsung menjawab. Ia justru teringat kejadian waktu itu saat ia dan Hyerim tidak sengaja bertemu dengan Sungjae.

Flashback…
      “Gue kira lo ke mana?” seru Seok Jin dengan wajah yang kini terlihat tenang karena berhasil menemukan Hyerim di sana. Cewek itu juga terlihat tersenyum samar saat Seok Jin muncul. “Lo tau, nggak? Masa’ si Himchan nyangkain gue itu Sunggyu,” lapornya jengkel.
        Hyerim tidak menjawab. Ia justru menoleh ke tempat Sungjae berada. Seolah memberi tahu Seok Jin kalau bukan hanya mereka yang berada di sana. Seok Jin sendiri juga langsung menatap Sungjae dalam-dalam. Seok Jin bahkan sampai mengerutkan kening.
        “Kayaknya gue baru liat lo di sini?”
        Sungjae tampak kembali melangkah tanpa berniat sedikit pun merespon ucapan Seok Jin. Saat melintas di depan Hyerim, ia menatap cewek itu penuh arti. Tapi ia pura-pura tak menyadari keberadaan Seok Jin saat berjalan di samping cowok itu.
        “Lo kenal, Rim?”
        Hyerim menggeleng. “Tadinya gue pikir itu Taekwoon.”
Flashback end…

        “Kita harus temuin Hye…” ucapan Seok Jin terputus karena Taekwoon sudah lebih sigap menahannya.
        “Nemuin sekarang dengan bonus tambahan hari ‘kerja sosial’,” desis Taekwoon seolah menakut-nakuti. “Nggak ada! Kita bisa temuin Hyerim nanti setelah tugas selesai,” putusnya kemudian sambil mendului Seok Jin untuk bersiap membersihkan kelas. Ia bahkan sampai memasukkan foto tadi ke dalam saku celananya.
        Taekwoon mulai mengangkati kursi-kursi ke atas meja agar ia lebih mudah membersihkan lantai. “Jin!” pekiknya membuyarkan lamunan Seok Jin.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar