Minggu, 10 November 2013

FC LOVE (chapter 6)



Author              : Annisa Pamungkas
Main Cast          :
·        B2ST/Beast Lee Gikwang
·        Infinite Lee Howon (Hoya)
·        SNSD Im Yoona
Support cast     :
·        Other member B2ST/Beast
·        Other member Infinite
·        Yong Hwa CN Blue
·        Siwan Ze:a
·        Jonghyun, Minho Shinee
·        Member Super Junior
·        All member A-Pink
·        Hara KARA
·        Sulli F(x)
Genre               : romance, family, friendship
Length              : chapter

***

        “Yoon, lo nggak mau nganter gue sampe depan rumah?” Tanya Doojoon sedih karena Yoona sejak tadi hanya bungkam di depan televisi. Sementara Doojoon sendiri sudah siap dengan sebuah koper besar serta ransel yang sudah berada di punggungnya. “Yoon, kalo nggak karena ayah yang minta, gue juga lebih milih di sini aja sama lo,” rayunya lagi.
        Yoona menghela napas tanpa melirik kakaknya. “Bang Doojoon pergi aja. Kasian kalo ayah nunggu lama. Dia juga pasti udah kangen sama bang Doojoo. Gue gapapa kok ditinggal di sini. Masih ada bang Si…”
        “Siwan juga ikut gue ke Surabaya,” Doojoon memotong ucapan Yoona hingga membuat  adiknya membeku mendengar ucapanya. Cewek itu lalu menoleh dan mendapati Doojoon setengah tertunduk karena sedikit merasa bersalah. Ia menghela napas berat. “Kalo lo terima tawaran ibu buat tinggal di Bandung, kabarin gue ya,” serunya dengan nada berat dan masih tak berani menatap adiknya.
        Yoona tampak enggan untuk menjawab pertanyaan Doojoon. Ia lebih memilih semakin menenggelamkan punggungnya ke sandaran sofa. “Tanggung. Gue udah tinggal setahun lagi sekolah SMA. Males kalo harus pindah-pindah lagi,” ujarnya datar.
        Doojoon berjalan ke belakang Yoona. Meninggalkan koper besarnya untuk sementara. Ia lalu memeluk pundak adiknya dari belakang sambil menempelkan kepalanya ke kepala Yoona. “Maaf, kalo selama ini nggak bisa jadi kakak yang baik buat lo. Sekarang malah gue mau ninggalin lo sendiri di sini. Tapi gue udah bilang kok ke Taeyeon dan Yuri buat sering-sering nengokin lo ke sini.”
        Tanpa sepengetahuan Doojoon, Yoona mencibir ketika cowok itu menyebut nama ‘Yuri’ karena cewek tersebut adalah pacar dari cowok yang selama ini ia suka, Siwan.
        Dengan lembut Yoona menyingkirkan tangan Doojoon yang melingkar di pundaknya tanpa menimbulkan kecurigaan. Ia menoleh sambil berdiri. “Jangan khawatir. Gue bisa jaga diri kok.”
        Doojoon tersenyum lega, lalu mengusap lembut puncak kepala Yoona. “Gue percaya, tapi tetep aja sebenernya gue nggak tenang.”
        Yoona meraih tangan Doojoon. “Ayo gue temenin ke depan,” kata Yoona mengalihkan. Ia juga sempat menyambar koper yang akan di bawa Doojoon ke luar kota.
        Sambil berjalan ke luar rumah, Doojoon sempat merangkul Yoona. Seakan berat meninggalkan adiknya di rumah dan hanya seorang diri.
        “Apa gue nggak usah pergi, ya? Biarin Siwan aja,” kata Doojoon yang tiba-tiba ragu.
        Yoona menatap Doojoon galak. “Jangan aneh-aneh deh. Mau lo? Di pecat jadi anaknya Im Seulong?” seru Yoona seakan menakut-nakuti kakaknya.
        Doojoon terkekeh mendengar ancaman Yoona. “Ada-ada aja sih, lo!” Ia lalu mengacak dengan gemas puncak kepala Yoona hingga membuat adiknya melotot tajam. “Eh, nggak mau nitip salam buat pacar tercinta?” godanya setengah berbisik.
        “Tadi padi udah telpon-telponan sama Jonghyun,” kata Yoona malas.

***

        “Itu yang sama Yoona bukannya bang Doojoon, ya? Kok mereka keliatan deket banget, sih?”
        Tanpa sadar, Howon mencengkeram dengan erat stir mobilnya ketika tak sengaja melintas di depan rumah Yoona dan Doojoon. Ia bahkan sempat menghentikan mobilnya untuk memastikan penglihatannya. Terlebih, suasananya tepat ketika Doojoon mengacak rambut Yoona.
        Howon masih mengawasi dua kakak beradik yang belum ia ketahui status hubungan keduanya. Tak lama sebuah taksi berhenti di depan rumah tersebut dan keluarlah seorang cowok dari dalamnya. Cowok yang ternyata Siwan itu, membantu Doojoon memasukan kopernya di bagasi belakang taksi.
        “Atau jangan-jangan, mereka adik kakak. Nggak mungkin juga mereka udah nikah. Apalagi keliatannya Doojoon emang tinggal di situ. Tapi bisa jadi, sih. Yang gue tau rumah bang Doojoon emang di perumahan ini, Cuma aja gue nggak tau letak pastinya,” Howon tampak bicara sendiri.
        Setelah itu, taksi yang ditumpangi Siwan dan Doojoon mulai berjalan. Yoona tampak melambai mengiringi kepergian kakak dan cowok yang ia sukai. Setelah cewek itu melesat ke dalam rumah, Howonpun mulai menjalankan mobilnya.

***

        Gikwang tiba di depan pintu apartmen tempat Yong Hwa tinggal. Ia menekan bel dengan tak sabar. “Yong! Bukain pintunya, cepet!” teriak Gikwang. Ia tau jika temannya itu sudah pulang.
        “Gikwang!”
        Merasa terpanggil, Gikwangpun menoleh dan mendapati Jonghyun datang bersama Sunggyu. Ia memang memita kedua temannya untuk bertemu di apartmen Yong Hwa karena ada yang ingin ia bicarakan. Selain itu di antara mereka berempat, hanya Yong Hwa yang tinggal sendiri. Dan itu artinya, mereka bisa lebih leluasa untuk berbicara.
        “Ada apaan sih?” Tanya Jonghyun.
        “Itu bibir lo kenapa?” seru Sunggyu.
        Belum sempat Gikwang bicara, pintu apartmen terbuka dan memunculkan Yong Hwa dari dalamnya. “Ayo masuk,” ajaknya. “Ada apaan, sih? Kayaknya serius banget,” ujar Yong Hwa setelah teman-temannya duduk di sofa.
        “Nggak tau tuh, Gikwang.” Sunggyu melempar jawaban pada Gikwang karena memang cowok itu yang menyuruhnya datang.
        “Eh, kenapa tuh bibir?” Tanya Yong Hwa perihal luka kecil di tepi bibir Gikwang.
        Gikwang yang kebetulan duduk di tengah-tengah, langsung menegakkan badan. Sedikit mengabaikan pertanyaan Sunggyu dan Yong Hwa yang hampir serupa. “Apa yang kalian lakuin ke Junhyung?” Tanya Gikwang, langsung pada inti utama.
        Jonghyun menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa. Ia tampak sedikit malas jika membahas Junhyung. “Ngadu apaan tuh anak ke lo?”
        “Jangan-jangan, luka di bibir lo itu gara-gara Junhyung juga?” tebak Sunggyu yang lebih tepatnya menuduh. “Maunya apa sih tuh anak?”
        Gikwang menoleh cepat ke Jonghyun. “Jadi, bener? Kalian yang mukulin Junhyung?” tanyanya pada Yong Hwa dan Sunggyu juga, meminta penjelasan.
        “Kwang! Inget nggak, sih? Di pertandingan terakhir kemaren, dia tuh sengaja mau mencelakain lo. Waktu itu kita sengaja nahan diri karena udah mau ujian Negara. Makanya kita baru ngasih perhitungan ke dia tuh hari ini,” jelas Yong Hwa sekaligus membela diri.
        “Harusnya tuh kalian nggak perlu ngelakuin itu.”
        “Nggak perlu gimana maksudnya? Junhyung itu emang benci banget sama lo. Dan lagi, dia udah terang-terangan mau nyelakain lo,” kata Jonghyun menyambar ucapan Gikwang. “Sekarang gue Tanya, siapa yang udah bikin bibir lo kayak gitu? Junhyung, kan?”
        Gikwang menghempaskan punggungnya ke sandaran sofa, lalu menghembuskan napas dengan kasar. “Tapi yang pasti, masalah ini antara gue dan Junhyung. Jadi gue harap, kalian nggak berbuat yang aneh-aneh ke dia,” tegas Gikwang untuk ketiga temannya. “Ya udah deh, gue balik dulu,” pamitnya dan langsung beranjak meninggalkan apartmen Yong Hwa.

***

        Lapangan sepakbola SMA Paradise. Sore itu pemandangan yang sudah sangat biasa terjadi. Seluruh anggota klub sepakbola mereka tampak melakukan pemanasan. Termasuk di antaranya Gikwang yang bersama Jonghyun, Sunggyu, Yong Hwa dan Myungsoo.
        “Kita tanding ngelawan SMA Sun Moon kapan sih, bang?” Tanya Myungsoo yang tengah melakukan peregangan di bagian kakinya.
        “Minggu depan, kan?” kata Jonghyun namun masih terdengar ragu.
        Yong Hwa, Sunggyu dan Myungsoo menatap Gikwang untuk mendapatkan kepastian dari jawaban Jonghyun. Gikwang tampak menggeleng. “Setelah tahun ajaran baru. Tapi angkatan yang baru lulus nanti masih terlibat, kok.”
        “Eh, pak Leeteuk udah nyuruh kumpul tuh,” tegur Jonghyun mengingatkan teman-temannya.
        “Bapak Cuma mau menginformasikan saja tentang pemain yang di panggil untuk menjalani pelatihan di FC Running Boys dan FC Dream Boys,” jelas Leeteuk selaku guru olahraga sekaligus merangkap sebagai pelatih klub sepakbola SMA Paradise. Ia membolak balikkan selembar kertas di tangannya. “Untuk yang bergabung di Running Boys, ada Junhyung.”
        “Jelas aja. Pelatih Running Boys kan om-nya Junhyung,” sela Jonghyun mencibir dengan nada tak suka.
        Gikwang buru-buru menyikut sambil melototinya. “Dia emang layak kok lolos Running Boys. Bukan Cuma karena ada anggota keluarganya di sana,” seru Gikwang membela Junhyung.
        Junhyung yang mendengar perdebatan kecil antara Jonghyun dan Gikwang, justru sama sekali tak senang jika ada yang membelanya. Terlebih orang itu adalah Gikwang. “Nggak usah sok ngebela gue. Gue tau kok gue emang pantes lolos Running Boys,” ujarnya sombong.
        “Udah! Cukup!” teriak Leeteuk melerai pertengkarang kecil di antara para muridnya. “Saya lanjutkan.” Leeteuk kembali memeriksa catatan dalam kertas tadi. “Running Boys baru ngumumin 5 nama. Yang pertama tadi Junhyung. Lalu yang lolos berikutnya adalah Hyunseung, Changsun, Baekhyun dan Gikwang. Sisanya, saya masih menunggu kabar lagi.”
        “Yeay! Gikwang!” seru Sunggyu sedikit heboh mendengar berita baik dari sahabatnya. Ia bahkan sampai memeluk Gikwang ketika nama kapten mereka di sebutkan.
        “Paling nggak, salah satu dari kita ada yang lolos Running Boys,” kata Jonghyun tak kalah gembiranya.
        “Keren lo, bang!” Myungsoo menepuk-nepuk pundak Gikwang dengan bangganya.
        “Sssttt…” desis Yong Hwa agar teman-temannya kembali tenang. “Pak Leeteuk mau ngumumin peserta yang lolos Dream Boys, nih.”
        “Cukup banyak yang lolos ke Dream Boys.” Leeteuk sengaja bicara dengan nada penuh rahasia agar murid-muridnya semakin penasaran. “Jonghyun, Woohyun, Dongwoo, Yong Hwa…”
        Sejauh ini mereka-mereka yang namanya sudah tersebut, mulai bersorak hingga membuat sedikit kericuhan dan mendapat protes keras dari beberapa murid yang masih penasaran dengan nama-nama berikutnya yang lolos di klub sepakbola tersebut.
        “…Myungsoo, Sunggyu, Sungjong, Byunghun dan Gikwang,” lanjut Leeteuk dan kali ini membuat sorakan dari muridnya yang lolos semakin menjadi. Teruma bagi lima sahabat—Sunggyu, Yong Hwa, Jonghyun, Gikwang serta Myungsoo—yang seakan tak terpisahkan karena mereka semua lolos di klub Dream Boys.

***

        Sementara di tempat berbeda, suasana serupa seperti yang terjadi di SMA Paradise juga dialami oleh SMA Sun Moon yang juga mendapat berita tentang anggota yang lolos seleksi dua klub terbaik ibukota, FC Dream Boys dan FC Running Boys.
        Kangin, pelatih sepakbola SMA Sun Moon, berdiri di depan untuk membacakan pengumuman yang datang dari 2 klub sepakbola tersebut. “Untuk yang lolos ke Dream Boys…” Kangin memberi jeda sesaat ketika bicara. “…Taemin, Kibum, Howon, Minho, Sungyeol dan Ahn Daniel.”
        Yoseob dan Dongwoon tampak mengganggu dua temannya yang sudah lolos seleksi dari Dream Boys. “Abis ini makan-makan,” kata Yoseob yang sudah merangkul Howon setelah mengacak-ngacak rambut temannya itu sebagai ungkapan rasa suka cita darinya.
        Dongwoo merangkul Sungyeol karena mereka memiliki tubuh yang cukup tinggi dari Howon dan Yoseob. “Bener tuh kata bang Yoseob, lo juga traktir kita ya, Yeol.”
        Sungyeol menyingkirkan tangan Dongwoo yang melingkar di pundaknya. “Apaan sih lo! Ngasih selamat kok pamrih!” protesnya.
        “Sementara dari Running Boys tak terlalu banyak. Hanya Junsu, Yoseob, dan Dongwoon,” lanjut Kangin.
        Kali ini Howon dan Sungyeol yang menatap Yoseob serta Dongwoon seakan membalas perbuatan dua temannya itu. “Traktir…!” kata mereka kompak. Yoseob dan Dongwoo hanya bungkam seakan kata ‘taktir’ adalah sebuah momok menakutkan yang dihindari banyak orang.

***

        Esoknya. Suasana pagi di kediaman keluarga Howon. Kehangatan sangat terasa di sana ketika seluruh anggota keluarga sarapan bersama meski ayah mereka, Siwon, terlihat kurang sehat.
        Siwon menyentuh tangan istrinya ketika Ga In hendak menyendokkan nasi goreng ke atas piringnya. “Bu, perlengkapan sepakbola Howon sudah dikembalikan?” tanyanya lembut.
        Ketiga anak mereka, Howon, Minho dan Sulli langsung menghentikan kegiatan makan mereka, lalu semuanya menatap sang ibu. Ga In sendiri hanya melirik ke arah Howon sesaat.
        “Tunggu sampai nilai ujian kenaikan kelas nanti ke luar. Kalau nilainya bagus, ibu akan memberikannya hadiah. Tapi jika tidak…” Ga In sengaja sedikit menggantungkan perkatannya. Sementara Howon sampai menahan napasnya sebelum mendengar putusan dari sang ibu. “Semua pasti udah tau jawabannya, kan?” lanjutnya.
        Sulli yang duduk di samping Howon, mendekatkan wajahnya ke telinga sang kakak. “Mas masih punya sepatu bola cadangan, kan?” bisiknya.
        Howon justru mendongak dan menatap Minho. Sedikit banyaknya, saudara tirinya itu mengetahui rahasianya bahwa Howon masih bermain sepakbola meski ia tengah di larang. Namun Minho mengalihkan tatapannya seakan tak ingin ambil pusing dengan masalah Howon.
        “Mas Minho nggak akan ngebocorin rahasia mas Howon, kok,” lanjut Sulli.
        Minho tiba-tiba bangkit setelah menenggak habis sisa susu di gelasnya. “Ayah, ibu, kami berangkat dulu,” ujarnya lalu mencium punggung tangan ke dua orang tuanya sebelum benar-benar meninggalkan rumah.
        “Hati-hati sayang,” kata Ga In lembut sambil tersenyum.
        Tak lama, Sulli mengikuti jejak Minho. “Sulli juga pamit, ya.”
        Ga In mencium kedua pipi putri satu-satunya. “Kamu belajar yang rajin, ya.”
        “Jagoan ayah tidak sekolah?” tegur Siwon karena Howon masih diam di kursinya.
        “Akh,” Howon tersentak. “Iya, ayah. Aku berangkat dulu,” pamitnya, lalu mencium punggung tangan Siwon.
        “Kamu masih bermain sepakbola, kan? Selamat ya, kamu lolos Dream Boys,” bisik Siwon tanpa sepengetahuan istrinya. Howon sedikit mendongak dan menatap ayahnya, bingung. “Sulli yang cerita,” lanjut Siwon masih tak ingin di ketahui Ga In. “Sudah sana kamu berangkat.”
        Howon yang tak tau harus berkata apa, hanya mengangguk menuruti perataan Siwon.

***

        “Bang Gikwang.” Woohyun melambaikan tangan ketika melihat Gikwang muncul dari dalam toilet.
        “Ada apaan, Hyun?” Tanya Gikwang ketika mereka telah berdiri berhadapan.
        “Bang, gue Cuma mau nyampein amanat aja. Lo di panggil pak kepsek,” jelas Woohyun yang tidak ingin bertele-tele.
        “Hah!” Gikwang cukup terkejut mendengarnya. Ini kali pertama ia di panggil oleh kepala sekolah. “Ada apaan?” desaknya sedikit panic. Pikirannya mulai melayang ke mana-mana. Ia takut telah melakukan sebuah kesalahan yang tidak ia sadari sebelumnya. Karena Gikwang adalah salah satu murid yang taat peraturan.
        Woohyun mengangkat bahu. “Mending lo cepetan temuin pak Heechul aja deh. Oke…? Gue balik ya,” ujarnya cepat-cepat meninggalkan Gikwang.
        “Hyun! Woohyun!” Gikwang meneriaki adik kelasnya itu, namun hasilnya percuma. Woohyun yang memiliki kemampuan berlari yang cukup baik, sudah sangat jauh berada. Akhirnya Gikwang hanya mampu menghela napas dan dengan berat hati, terpaksa menyeret kakinya ke ruang kepala sekolah SMA Paradise.

***

        “Lantas, siapa yang memukuli kamu kalau bukan bocah bernama Gikwang itu?” terdengar suara berat dan tegas seorang pria dari dalam sebuah ruangan.
Suara tersebut sampai di telinga Gikwang yang baru saja tiba di depan ruang kepala sekolah SMA Paradise. Ia bahkan sampai membatalkan niat untuk mengetuk pintu. Penasaran karena namanya di sebut-sebut, Gikwangpun memutuskan untuk menguping lebih jauh.
        “Chansung memberi laporan bahwa kamu memukul Gikwang. Sementara wajahmu sendiri sudah penuh luka,” seru seseorang lagi. Kali ini suaranya terdengar sedikit lembut namun tetap tegas dan keras. “Sudah sana, kau panggil Gikwang.”
        Gikwang membeku di tempat. Tepat ketika pintu di hadapannya terbuka dan memunculkan wajah Junhyung yang menatapnya tak suka. “Jadi dari tadi lo di situ?” tanyanya ketus.
        Gikwang tak menjawab. Ia hanya mengikuti langkah Junhyung masuk kedalam. Gikwang sempat memperhatikan sekeliling ruangan kepala sekolahnya. Jarang sekali ia ke sana. Dan mungkin ini yang pertama kalinya. Salah satu sudut dinding di penuhi foto sang kepala sekolah yang tampan itu dengan berbagai macam gaya layaknya seorang foto model. Membuat Gikwang sedikit terperangah melihat sisi lain kepala sekolahnya.
        “Nggak usah terpesona sama foto-fotoku.”
        Gikwang langsung menghentikan aktivitasnya setelah apa yang ia lakukan tertangkap oleh mata sang kepala sekolah, Heechul.
        Heechul sudah berdiri tak lama setelah Junhyung duduk di sisi pria bertubuh besar yang sejak tadi menatap Gikwang tak suka. Sama seperti yang dilakukan Junhyung pada cowok itu.
        “Ikut aku,” kata Heechul setengah memerintah sambil mengajak Gikwang ke dalam ruangan kecil yang berisi meja kerja serta beberapa lemari kaca yang dipenuhi buku-buku serta dokumen-dokumen penting milik sekolah. “Duduk.”
        Gikwang menurut dan duduk di seberang kepala sekolahnya. “Sebenarnya, apa yang terjadi pak? Apa saya melakukan sebuah kesalahan?” Gikwang memberanikan diri untuk bertanya. Ia beruntung karena Heechul mengajaknya bicara empat mata saja tanpa kehadiran Junhyung dan… ayahnya, Shindong.
        Heechul menghela napas. Sebenarnya ia cukup terbebani dengan kasus yang menimpa Gikwang tersebut. Bukan masalah besar. Tapi justru melibatkan salah satu orang besar di sekolah.
        “Ayahnya Junhyung itu. Kamu tau? Dia salah satu pemilik saham sekolah. Nilainya juga cukup besar. Dan itu artinya, dia punya kuasa lebih di sini.”
        Gikwang hanya tertunduk lemas meski Heechul berusaha membuat kalimatnya seringan agar tidak membebani salah satu muridnya itu.
        Heechul menyodorkan sebuah foto ke hadapan Gikwang. “Tadi pagi Chansung memberikan ini.” Foto ketika Junhyung memukul Gikwang. “Saya nggak mau menyalahkan siapapun. Tapi posisi kamu cukup terpojokkan melihat wajah Junhyung yang sudah cukup babak belur seperti itu. Tidak mungkin tidak ada perkelahian sebelum itu meski kebenarannya hanya kamu dan Junhyung yang tau.”
        Gikwang menelan ludahnya yang terasa pahit. Junhyung memang memukulnya. Tapi yang membuat Junhyung seperti itu adalah… Jonghyun, Yong Hwa dan Sunggyu, karena mereka ingin membelanya. Tapi tidak mungkin Gikwang menyeret ke tiga temannya ke dalam kasus ini. Sementara Junhyung melakukan hal itu karena dendam padanya.
        “Apa yang Junhyung katakan?” Gikwang belum mau membela diri.
        Heechul mendesah sambil menenggelamkan punggungnya ke sandarac kursi. Ia lalu menggeleng sebelum berkata, “Junhyung hanya mengatakan bahwa apa yang terjadi di foto tidak seperti yang ayahnya pikirkan. Dan saya rasa ada yang di sembunyikan anak itu. Saya juga tak bisa berbuat apa-apa. Tapi saya akan membantu membicarakan semuanya pada ayahmu. Tenang saja. Sungmin pasti akan mengerti kondisinya,” sambung Heechul.
        “Maksud bapak?” Gikwang menatap kepala sekolahnya, bingung. Seperti ada rasa bersalah dalam ucapan Heechul padanya tadi.
        Cukup lama Heechul mengulur waktu untuk mengatakannya. “Kamu terpaksa di keluarkan dari SMA Paradise.”
        Gikwang membulatkan matanya. Seakan ada petir yang menyambarnya saat itu juga. Hatinya terasa mencelos. Ia dikeluarkan di penghujung masa SMA-nya. Gikwang bahkan baru saja menyelesaikan ujian Negara beberapa minggu lalu. Dan sekarang hanya tinggal menunggu pengumuman kelulusan saja.
        “Bukankah sudah saya bilang tadi,” kata Heechul sedikit panic. Ia sadar bahwa muridnya yang satu itu dengan terpuruk. “Kamu jangan khawatir. Saya yang akan langsung menceritakannya pada Sungmin. Dan saya pastikan, Sungmin tidak akan memarahimu.”
        Gikwang menatap Heechul, intens. “Bapak kenal sama papa?” hanya itu yang ke luar dari mulut Gikwang karena setiap kali Heechul menyebut nama ayahnya, kepala sekolah itu sama sekali tidak menggunakan bahasa sapaan. Kata yang meluncur hanya nama ‘Sungmin’. Dan itu terdengar cukup akrab.
        “Jadi, Sungmin nggak pernah cerita kalau kami teman sejak SMA?” Tanya Heechul sambil menatap Gikwang tak percaya. Ia lalu berdecak kecewa ketika Gikwang hanya menggeleng dengan polosnya. “Keterlaluan itu si Umin!” makinya pelan. “Ya udah. Nanti lagi bahas bapak kamu itu. sekarang gimana perasaan kamu?”
        “Ya sedih lah, pak!” ujar Gikwang. “Pake nanya, lagi!” sambungnya dalam hati. “Berarti saya nggak lulus donk, pak?”
        Heechul kembali murung. Dan rasa bersalah itu kembali mendominasi. “Terpaksa.”
        “Kalo emang nggak lulus, nggak usah pindah sekolah gapap juga donk berarti? Saya juga nggak masalah kok pak kalau harus ngulang. Temen-temen saya banyak juga dari kalangan adik kelas.”
        “Nggak bisa. Shindong tetep mau kamu pindah sekolah,” kata Heechul, namun di sisi lain ia juga sibuk membongkar isi laci meja kerjanya. Ia lalu menyodorkan sebuah map biru ke hadapan Gikwang, menutupi foto Gikwang yang tengah dipukuli Junhyung.
        “Tapi, jangan sampe temen-temen saya tau dulu ya, pak. Takutnya Junhyung jadi kena masalah lagi.”
        Heechul mengerutkan keningnya. “Kenapa kamu mala ngawatirin Junhyung. Memangnya apa yang bakal di lakuin temen-temen kamu ke Junhyung?” Tanya Heechul setengah mendesak. Kembali, ia mengkhawatirkan muridnya yang lain. Meski itu Junhyung sekalipun.
        Gikwang semakin merapatkan bibir sambil menggaruk belakang kepalanya. Bingung harus menjelaskan seperti apa. Dan yang lebih nggak mungkin dia lakuin adalah mengatakan bahwa tiga temannya itu yang melakukan mengeroyokan pada Junhyung. Bisa jadi Jonghyun, Yong Hwa dan Sunggyu juga terancam di keluarkan dari sekolah. Dan itu nggak lucu kalau sampai ada berita di madding sekolah : ‘empat sekawan dari klub sepakbola SMA Paradise dikeluarkan dengan kompak’.
        Sedikit merutuki kebodohannya karena nyaris saja mengatakan kebenarannya. Jika saja berita Gikwang dikeluarkan dari sekolah mencuat, bisa di pastikan Junhyung tak akan selamat karena bukan hanya Jonghyung, Yong Hwa dan Sunggyu yang turun tangan. Tapi Dongwoo, Woohyun, Myungsoo bahkan anggota klub sepakbola yang lainnya juga ikut ambil bagian.
Setidaknya kekhawatiran Gikwang sedikit berkurang karena Heechul sudah memberikan jaminan dengan bicara langsung pada Sungmin. Dan cukup dia saja yang merasakan ketidak adilan di sekolah.
“Nanti di rumah kamu tinggal minta tanda tangan Sungmin. Tapi malam aja. Soalnya ntar siang saya udah janji mau ketemu Sungmin. Ngomongin masalah kamu yang dikeluarin dan nggak lulus itu,” sela Heechul karena sampai beberapa menit Gikwang sama sekali tak meresponnya.
        Gikwang yang tersadar dari lamunannya, mulai membuka sampul map. Matanya sontak melebar karena isi map tersebut langsung memperlihatkan sebuah formulir pendaftaran siswa baru di…

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar