Rabu, 20 November 2013

FC LOVE (chapter 7)


Author              : Annisa Pamungkas
Main Cast          :
·        B2ST/Beast Lee Gikwang
·        Infinite Lee Howon (Hoya)
·        SNSD Im Yoona
Support cast     :
·        Other member B2ST/Beast
·        Other member Infinite
·        Yong Hwa CN Blue
·        Siwan Ze:a
·        Jonghyun, Minho Shinee
·        Member Super Junior
·        All member A-Pink
·        Hara KARA
·        Sulli F(x)
Genre               : romance, family, friendship
Length              : chapter

***

        Gikwang yang tersadar dari lamunannya, mulai membuka sampul map. Matanya sontak melebar karena isi map tersebut langsung memperlihatkan sebuah formulir pendaftaran siswa baru di…
        “SMA Sun Moon?” pekik Gikwang memastikan.
        “Kenapa? Kamu keberatan?” Heechul balik bertanya. “Sekolah kita memang lebih bagus. Tapi setidaknya, di Sun Moon bisa lebih fair untuk murid seperti kamu. Karena di sana tidak ada murid yang menjadi anak dari salah satu pemilik saham mereka,” lanjut Heechul karena Gikwang tak merespon pertanyaannya yang tadi.
        Gikwang sendiri justru  semakin meneliti isi map kepindahannya. Bahkan formulir pendaftaran sudah terisi lengkap dengan data dirinya. Serta beberapa bukti pembayaran juga terselip di sana.
        Gikwang mendongak tiba-tiba. “Bapak sudah melunasi pembayaran sampai ujian Negara tahun depan?” Gikwang bahkan sampai menunjukkan bukti-bukti pembayaran tersebut.
        “I… itu…” Heechul tergagap menanggapinya. Ia lalu tertawa canggung. “Akh, sudahlah. Anggap itu bayaran atas rasa bersalah saya,” lanjutnya mengalihkan.
        Gikwang menggaruk pelipisnya. Ia bingung untuk melakukan apa setelah ini. Dan baru kali ini ia mengetahui ada seorang kepala sekolah yang melunasi biaya sekolah muridnya hanya karena ia terpaksa tidak bisa bersikap adil.
        “Kamu boleh ke luar dari ruangan saya,” suara Heechul mendominasi keheningan. “Tapi ingat,” lanjutnya membuat Gikwang yang sudah hampir berdiri langsung membatalkan niat. Heechul lalu mendekatkan tubuhnya ke tepi meja.
Gikwang juga melakukan hal yang sama karena di rasa Heechul ingin menyampaikan sesuatu sebelum ia benar-benar meninggalkan ruangan kepala sekolahnya.
        Heechul mengawasi pintu ruangannya yang tertutup. “Saat bertemu dengan Junhyung dan ayahnya nanti, kamu pura-pura kecewa dan marah ya, karena dikeluarin dari sekolah,” bisik Heechul. Ia lalu kembali duduk seperti semula.
        Gikwang tersenyum miris dan mengangguk. Ia tak ingin mengecewakan kepala sekolah yang benar-benar sudah berkorban untuknya hari ini. “Saya permisi, pak.” Gikwang mengangguk sekali sebagai tanda ia berpaminat untuk meninggalkan ruangan Heechul.
        “Hati-hati membawa map-nya.” Heechul juga mengantar Gikwang sampai depan pintu untuk mengawasi muridnya itu.
        “Apa itu artinya saya bisa langsung pulang?” Gikwang sedikit membatalkan niat untuk memutar knop pintu. Gikwang hanya manggut-manggut melihat Heechul kebingungan menjawab pertanyaannya. “Saya ngerti, pak. Mulai hari ini saya udah bukan siswa Paradise lagi,” ujarnya sedih.
        Ketika Gikwang membuka pintu, Junhyung tampak langsung menegakkan badan. Ia ikut tegang dengan apa yang baru saja di bicarakan Gikwang bersama Heechul. Junhyung sampai menelan ludah ketika mendapati Gikwang membawa sesuatu di tangannya.
        Gikwang berhenti tepat di hadapan Shindong. Namun pria itu tampak mengacuhkannya. “Terima kasih atas kebijaksanaan anda,” kata Gikwang penuh penekanan. Ia bahkan sampai sedikit menundukkan tubuhnya beberapa saat. Di sana Gikwang juga mengawasi perubahan sikap Junhyung yang terlihat tak tenang. Setelah itu Gikwang meninggalkan ruangan setelah memberikan sebuah kode pada Heechul yang masih mengawasinya.
        Tak lama setelah Gikwang pergi, kini giliran Junhyung yang berdiri di hadapan ayahnya dengan tatapan menantang. “Sekarang papa puas?”
        Shindong memandang remeh putranya. “Bukannya selama ini bocah itu selalu menghalangi impianmu?”
        Junhyung mengepalkan tangannya. Ia lalu meninggalkan ruangan tanpa pamit membuat Heechul menahan napasnya melihat kelakuan Junhyung. Sementara dari luar, Junhyung tampak sedikit membanting pintu dengan cukup keras.
        Di sisi lain, Gikwang belum terlalu jauh melangkah dari sana. saat mendengar debaman pintu yang cukup keras, ia menoleh dan langsung bersembunyi di balik pilar terdekat ketika mengetahui Junhyunglah yang melakukan itu.
        Junhyung tampak meninggalkan ruangan dengan tergesa-gesa ke arah berlawan dari tempat Gikwang berada. Cowok itu tampak kecewa sekaligus kesal. Terbukti ketika Junhyung menutup pintu ruangan itu dengan sedikit kasar.

***

        Gikwang menutup pintu lokernya dengan sedikit kasar setelah mengeluarkan barang-barang yang sebelumnya ada di dalam sana. Saat mendongak, ia menemukan Hara yang menatapnya curiga. Semakin lama langkah cewek itu semakin dekat dan kini justru mereka saling berhadapan.
        “Jadi kamu bener di keluarin?” Tanya Hara setengah mendesak setelah meneliti beberapa peralatan sekolah dan sepakbola Gikwang yang kini berserakan di sekitar kaki cowok itu.
        “Dari mana lo tau?” Gikwang langsung panic dan mengawasi sekitar.
        “Tadi aku ketemu Junhyung. Dia yang bilang semuanya.”
        Gikwang lalu menatap Hara penuh harap. “Gue mohon jangan bilang siapa-siapa tentang ini,” pintanya. “Terutama temen-temen gue.”
        Hara hanya mengangguk tanda menyanggupi permintaan Gikwang. “Terus, kamu jadinya pindah sekolah? Sama aja nggak lulus, donk?”
        “Gapapa, Ra. Gue pindah ke Sun Moon. Sekolah cewek yang waktu itu,” ujar Gikwang sedikit bersemangat mengingat ia akan bertemu dengan Yoona. Bahkan mereka akan satu sekolah. “Gue akan tetep nepatin janji gue tentang Junhyung. Tapi nanti, kan? Setelah kelulusan?”
        Hara kembali mengangguk. Ia hampir selalu kehabisan kata jika menyangkut masalah Junhyung.
        “Tetep kabarin gue ya lo pindah ke mana?”
        “Surabaya,” ujar Hara cepat.
        Gikwang tersenyum dan mengangguk. “Makasih udah bantuin gue lepas dari cewek-cewek itu. Dan gue juga udah bilang ke Jonghyun, Sunggyu dan Yong Hwa untuk ngawasin lo dari cewek-cewek nggak penting itu.”
        “Makasih juga udah mau berteman sama aku,” balas Hara.
        Gikwang lalu sempat menyentuh pundah Hara sebelum akhirnya pergi dari sana sambil membawa barang-barangnya. Namun karena yang harus ia bawa cukup banyak, Hara berinisiatif membantu Gikwang membawanya ke mobil. Dan tentu saja kejadian antara mereka berdua terlihat oleh mata kepala Junhyung yang mengawasi Hara dan Gikwang dari jauh.

***

        Di sore hari yang cukup mendung itu, Yoona tampak mengayuh sepedanya sedikit cepat ketika melihat sosok Howon telah menunggunya di tepi jalan dekat taman. Tempat mereka akhir-akhir ini sering bertemu.
        “Hoya!” teriak Yoona penuh semangat sambil melambaikan tangan. Tapi tiba-tiba perhatiannya teralih pada seorang cowok yang berjalan kaki tak jauh dari tempat ia mengendarai sepeda. Yoona bahkan sampai menengok untuk memastikan cowok tersebut yang ternyata adalah Gikwang. “Waaah… dia…” gumam Yoona saking kagumnya.
Gikwang benar-benar tampil sporty dengan segala perlengkapan olahraganya. Sebenarnya pemuda itu tak yakin untuk kembali latihan sepakbola seperti biasa dengan teman-teman sekolahnya mengingat kejadian tadi pagi.
        Howon yang menyadari seseorang memanggilnya, langsung menoleh. Namun ia tiba-tiba membulatkan mata dengan sedikit panik. “Yoon! Awas!” pekiknya nyaring.
Ada anak kecil yang menyebrang di depan Yoona dengan seenaknya. Terlebih saat itu Yoona tengah tidak berkonsentrasi pada jalanan, tapi Gikwang.
        “Aaakkkhhh!” jerit Yoona terkejut ketika menyadari ada anak kecil yang membeku di depannya yang tak kalah panic dengan Yoona. Yoona terpaksa membelokkan sepedanya agar tidak menabrak anak tadi. Dan… BRUUUK…!!!
        Howon menutup matanya. Ngeri melihat Yoona yang terjungkal karena sepedanya sempat menabrak pagar di dekatnya. Begitu pula dengan bocah cowok tadi yang masih membeku di tempatnya.
        Sementara Gikwang yang mendengar suara kegaduhan, mendongak dengan santainya ke tempat kejadian. Ia hanya menatap datar tubuh Yoona yang tertindih sepedanya sendiri. Sama sekali tak berniat menolong, karena Howon sudah lebih dulu membantu Yoona berdiri.
        Yoona sendiri langsung menghampiri bocah cowok tadi. “Dek, kamu gapapa, kan?” Tanya Yoona. Bocah itu mengangguk polos, membuat Yoona berjongkok sambil memeluknya karena merasa bersalah. “Maafin kakak, ya,” serunya yang bahkan tak peduli bahwa ada luka kecil di bawah lutut serta lengan kirinya.
Howon menatap bocah itu penuh minat. Ia mengenalnya. Itu anak yang pernah bermain bola di lapangan taman dengannya. Yoogeun. “Lain kali hati-hati, ya?” Howon berucap sambil mengelus kepala anak kecil itu.
        Bocah itu mendongak menatap Howon. “Bang Hoya?” serunya riang karena mengenali Howon.
        Yoona yang mengetahui itu langsung melepas dekapannya dan menatap Howon serta Yoogeun bergantian. “Kalian saling kenal?”
        “Kita temen main bola, kak.” Yoogeun berkata dengan bangganya membuat Yoona dan Howon terkekeh gemas.
        Setelah itu Howon tampak menerima telpon lalu sibuk dengan obrolannya itu. Masih dengan posisi yang sama, Yoona juga sibuk memeriksa beberapa bagian tubuh Yoogeun. Memastikan bahwa bocah cowok itu baik-baik saja.
        Howon menepuk pundak Yoona. “Yoon!”
        “Apa?” Tanya Yoona setelah mendongak untuk melihat Howon. Yoona langsung berdiri ketika melihat wajah Howon yang tiba-tiba pucat setelah mengakhiri pembicaraannya di telpon tadi. “Lo kenapa? Kok tiba-tiba pucet gitu?”
        Tak langsung menjawab, Howon justru memungut bungkusan yang di bawa Yoona. “Bokap gue masuk rumah sakit, Yoon. Gue harus langsung ke sana.”
        Yoona membulatkan matanya. “Berarti lo nggak jadi latihan bola, donk?”
        “Terpaksa,” kata Howon sedikit kecewa.
        Yoona merebut bungkusan plastic di  tangan Howon. “Ya udah, ini gue yang bawa aja. Lo bisa langsung ke rumah sakit.”
        Howon langsung mengangguk tanpa penolakan lalu mendongak dan mendapati langit semakin gelap. “Lo langsung pulang ya! Udah mau ujan, nih.” Lalu Howon menatap bocah cowok yang masih di sana. “Yoogeun hati-hati ya pulangnya,” pesan Howon, dan bocah kecil itu hanya mengangguk menurut.
        “Lo juga hati-hati ya,” ujar Yoona. Setelah itu mereka bertiga berpisah dan hanya Yoona yang berjalan ke arah berlawanan dengan Yoogeun serta Howon.

***

        Di tempat berbeda. Surabaya. Tampak Siwan serta Doojoon berjalan beriringan di area parkit sebuah stadion sepakbola. Siwan lebih dulu menghentikan langkah sambil menarik tangan Doojoon agar ikut berhenti.
        “Itu om Seulong,” kata Siwan yang sudah menunjuk ke sebuah arah. Di mana seorang pria baru saja ke luar dari sebuah mobil. Dan saat ini pria itu berjalan ke tempat Siwan dan Doojoon berada karena sudah menyadari keberadaan dua cowok tadi.
        Namun ada sebuah kejadian tak terduga setelah itu. Sebuah mobil melaju kencang di belakang Seulong.
        “Ayah, awas!” teraik Siwan dan Doojoon bersamaan.
        Seulong menoleh cepat. Sesaat ia tertegun karena dua cowok itu kompak memanggilnya dengan sebutan ‘ayah’. Namun sedetik kemudian, Seuolong merasakan tubuhnya terdorong hingga terhempas ke aspal diiringi sebuah teriakan.
        “Siwan!” Doojoon menjerit melihat Siwan juga terlempar hingga kepalanya terbentur badan belakang sebuah mobil yang terparkir. Buru-buru ia menghampiri temannya itu.
        Ketika melihat Seulong nyaris tertabrak, Siwan sudah berlari kencang lalu mendorong pria itu. Hingga akhirnya ia lah yang terserempet sampai kepalanya membentur bagian balakang salah satu mobil yang terparkir di sana dengan cukup keras.
        Doojoon memangku kepala Siwan yang sudah mengeluarkan banyak darah. “Siwan lo gapapa, kan? Ayo bangun.” Doojoon menepuk-nepuk pipi Siwan dengan tidak sabar.
        Dengan susah payah, Seulong juga menghampiri ke tempat Siwan dan Doojoon berada. Ia hanya sedikit mengalami luka di bagian lengan. Tak lama beberapa orang yang melihat kejadian, mulai mengerubungi Siwan. Sampai akhirnya sang pemilik mobilpun ke luar dan menghampiri kerumunan.

***

        Hujan deras melanda ibu kota Jakarta. Yoona menyeret cepat sepedanya ke halte terdekat. Di tengah-tengah perjalanan, Yoona merasa ada sesuatu di atas kepalanya. Ternyata ada seseorang yang membentangkan jaket hingga menutupi kepala mereka. Mereka lalu meninggalkan sepedanya di sana dan meneduh di dalam halte yang kebetulan tidak terlalu ramai. Cowok tersebut mengibas-ngibaskan jaketnya yang basah. Dan setelah diperhatikan dengan seksama, ternyata cowok itu adalah Gikwang.
        Yoona buru-buru memalingkan wajah sambil mendekap tangannya di depan dada. “Ya ampun, dia… sweet banget sih ujan-ujanan berdua,” gumam Yoona pelan yang tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya bertemu dengan Gikwang.
        Di sisi lain, kejadian serupa juga terjadi pada Gikwang. Cowok itu nggak bisa menahan degup jantungnya. “Mudah-mudahan dia nggak marah karna gue udah lancang mayungin dia pake jaket. Berdua pula,” seru Gikwang pelan sekaligus sedikit merutuki dirinya.
        “Gimana keadaan luka lo?” Tanya Yoona memberanikan diri memulai percakapan.
        “Hmm?” Gikwang tampak terkejut dan tak siap dengan pertanyaan Yoona. “Oh, ini…” Ia menunjukkan bekas lukanya yang masih tertutup selembar plester coklat. “Udah gapapa kok. Makasih ya untuk yang waktu itu.”
        Yoona hanya mengangguk sekali tanpa berani menatap Gikwang.
        Gikwang mencoba mengalihkan perasaannya dengan mendongak menatap langit yang masih gelap. “Kayaknya ujannya bakal lama nih.”
        Sontak, Yoona ikut mendongakkan kepalanya. Tidak ada tanda-tanda hujan akan mereda barang sedikit saja. Yoona menghela napas kasar. “Iya. Mana makin deres banget ujannya,” timpal Yoona.
        “Duduk dulu,” ajak Gikwang yang sudah lebih dulu menyingkir dari sana sambil mengambil posisi duduk di salah satu kursi panjang di sana. Tak lama Yoona menyusul dan duduk di samping Gikwang.
        Hening kembali menguasai Yoona dan Gikwang. Hanya suara gemericik air yang mendominasi di sana.
        “Kayaknya kita belom kenalan deh. Padahal udah tiga kali ketemu sama yang sekarang.”
        Yoona menoleh dan mendapati Gikwang sudah mengulurkan tangannya. “Yoona,” ujarnya sambil membalas uluran tangan Gikwang.
        “Gue Gikwang.”
        Setelah itu, kembali hanya gemericik hujan yang mendominasi antara Gikwang dan Yoona.
        “Eh?” Yoona terkejut karena merasakan getaran di saku celana jins selutut yang ia pakai. “Ibu?” gumamnya bingung dan segera saja menjawab panggilan dari ibunya. “Iya, bu. Kenapa?”
        “Kamu di mana, sayang? Baik-baik aja, kan?” terdengar suara seorang wanita dengan nada khawatir.
        Yoona sempat melirik Gikwang sesaat karena bingung dengan pertanyaan ibunya. “Emang kenapa, bu? Aku di halte. Lagi neduh. Ujannya deres banget di sini.” Yoona sedikit meninggikan suaranya yang teredam suara hujan.
        “Kok perasaan ibu nggak enak, ya? Bang Doojoon jadi ke Surabaya?”
        “Jadi kok. Udah dari kemaren. Tadi siang baru aja telpon aku. Tapi katanya bang Doojoon belom sempet ketemu ayah. Paling sore ini,” jelas Yoona. Hanya hening dari seberang sana. “Ibu udah coba telpon ayah?”
        “Ya udah deh. Ibu coba telpon ayah dulu. Kamu hati-hati di sana ya Yoona…”
        Yoona mengangguk meski tentu saja ibunya tidak bisa melihat. “Iya. Ibu juga.”
        “Nyokap?” tebak Gikwang tak lama setelah Yoona mengakhiri telponnya.
        “Iya,” jawab Yoona pendek sambil buru-buru menjejalkan kembali ponselnya ke dalam saku jins. “Bikin gue khawatir aja.”
        “Kenapa emangnya?” Tanya Gikwang yang tak bisa menahan penasarannya. Terlebih Yoona terkesan memberikan celah untuknya bertanya lebih jauh.
        “Gue juga belom tau.”

***

        “Mobilku tiba-tiba hilang kendali saat baru masuk parkiran,” jelas seorang pemuda yang menjadi pelaku penabrakan Siwan.
        Seulong hanya tertunduk. Sementara Doojoon sibuk menenangkan ayahnya itu. Di depan mereka juga duduk dua cowok yang berada di dalam mobil tersebut.
        “Kami akan bertanggung jawab atas semuanya,” lanjut cowok satu lagi yang bertubuh cukup tinggi.
        “Terima kasih,” ujar Seulong singkat. Ia cukup syok melihat keadaan Siwan tadi. Di sisi lain, Doojoon juga merasa dirinya tak berguna. Karena justru Siwanlah yang menolong Seulong, bukan dirinya.
        Tak lama setelah itu, seorang dokter ke luar dari dalam ruangan tempat Siwan di bawa tadi. Seulong dan yang lain sontak berdiri. “Pasien membutuhkan donor darah bergolongan O,” kata sang dokter.
        “Golongan darah saya O,” kata Seulong tanpa pikir panjang.
        Dokter bernama Hangeng tersebut hanya mengangguk sambil memberikan isyarat agar Seulong mengikutinya ke sebuah ruangan. Tersisa Doojoon dan dua cowok tadi. Perasaan pemuda itu semakin bercampur aduk melihat sikap Seulong. Cowok bertubuh tinggi itu menepuk pundak Doojoon.
        “Aku akan mengurus administrasi dulu. Kamu di sini bersama Henry,” jelas cowok tersebut.
        Cowok yang di maksud bernama Henry itu mengajak Doojoon kembali duduk. “Lo kenapa? Tenang ya, Siwan pasti baik-baik aja.”

***

        Gikwang menengadahkan kepalanya. Memastikan tetesan hujan tak sederas 2 jam yang lalu. Dan sudah selama itu Yoona dan Gikwang terjebak di halte karena derasnya hujan. Sampai akhirnya, langit semakin gelap.
        “Kita nyampe malem begini neduhnya,” kata Gikwang yang hanya di jawab anggukan oleh Yoona. Cowok itu berdiri. “Gue anter pulang, yuk.”
        “Eh?” Yoona tampak tak siap dengan ajakan Gikwang. Namun ketika menoleh, Gikwang justru sudah di luar halte dan bersiap dengan sepeda Yoona. Cewek itu langsung menegang karena kemungkinan kejadian saat ia dan Howon berboncengan akan kembali terulang.
        “Ayo!” seru Gikwang membuyarkan lamunan Yoona.
        “Iya,” kata Yoona cepat dan langsung menghampiri Gikwang. Ia menatap cowok itu ragu.
        “Takut ketauan cowok lo, ya?” tebak Gikwang. Ia juga masih ingat jelas ketika melihat Hoya memboncengi Yoona dengan sepeda itu.
        “Siapa?”
        “Howon,” kata Gikwang pendek.
        Yoona mengerutkan kening, bingung. “Howon siapa, lagi?” Yang Yoona tau itu Hoya, bukan Howon. Meski sebenarnya mereka orang yang sama. Sambil berusaha mengendalikan degup jantungnya, Yoona memberanikan diri duduk di depan Gikwang.
Kejadian dengan Howon benar-benar seperti terulang. Yang membedakan hanyalah suasanya. Kali ini Gikwang mengayuh sepeda dengan sedikit santai. Air menggenang hampir sebagian besar jalan yang mereka lewati. Di tengah-tengah perjalanan, ada kejadian tak terduga. Sebuah mobil melaju cukup kencang hingga membuat genangan air di sekitar sana muncrat dan mengenai Yoona dan Gikwang.
        “Aaaa!” jerit Yoona karena pakaiannya basah.
        Gikwang sendiri langsung menghentikan sepeda dan menatap tajam mobil yang sudah semakin jauh itu. Dan ia mengenali mobil tersebut seperti milik Junhyung.
        Lima belas menit kemudian, mereka sampai di gerbang perumahan Yoona. Gikwang menuntun sepeda Yoona sambil menemani cewek itu sampai rumah.
        “Kalo mau mampir kapan-kapan aja, ya. Di rumah lagi nggak ada orang,” ujar Yoona setengah bercanda saat mereka sampai di depan rumahnya yang gelap.
        Gikwang terkekeh mendengarnya. “Ya udah. Gue balik ya,” pamitnya sambil menyerahkan sepeda Yoona pada pemiliknya.
        “Udah malem, Kwang. Kalo lu mau, bawa sepeda gue dulu aja.”
        Gikwang berpikir sejenak. “Mau di taro di mana? Nggak mungkin gue bawa masuk. Apartmen gue kan lantai 4. Apa nitip Yong Hwa aja, ya?” batin Gikwang.
        Akhirnya Gikwang mau menerima tawaran Yoona. Ia membawa pulang sepeda cewek itu. Selama perjalanan ia kembali sibuk berpikir tentang alasannya menitipkan sepeda di apartmen Yong Hwa yang kebetulan berada di lantai dasar.
        “Sejak kapan lo naik sepeda?” ejek Yong Hwa setelah mendapati Gikwang di depan pintu apartmennya. Apa yang ditakutkan Gikwangpun benar-benar terjadi. “Bukannya mobil sama motor lu nggak jadi di jual?” lanjut Yong Hwa. Cowok itu memang sudah mengetahui tentang kepindahan Gikwang, namun tidak tentang dikeluarkannya Gikwang dari SMA Paradise.
        Akhirnya Gikwang menceritakan tentang pertemuannya dengan Yoona dari pertama sampai beberapa waktu lalu.
        Yong Hwa geleng-geleng kepala mendengar cerita Gikwang. “Baru kemaren lo di demo sama fans lo, udah mau bikin ulah lagi aja.”
        “Dia nggak ada sangkut pautnya sama cewek-cewek nggak jelas itu,” protes Gikwang seakan tak terima Yoona di samakan dengan cewek-cewek yang pernah menjadi teman kencannya.
        “Siapa sih? Hara?” Yong Hwa tak bisa menyembunyikan rasa penasarannya.
        “Lo semua pada bener-bener nyangkain gue jalan sama Hara, ya?” tuduhnya.
        “Ya… abisnya… lo berdua deketnya misterius banget sih.”
        Gikwang memutar bola matanya, malas membahas hal itu. “Intinya, gue boleh nitip sepeda nggak nih?” Gikwang menegaskan sekali lagi.
        “Ya udah deh,” seru Yong Hwa akhirnya. Sedikit terpaksa. Ia lalu sedikit menggeser tubuh agar Gikwang bisa membawa masuk sepedanya. “Yaah! Becek deh rumah gue!” keluhnya meratapi kotoran yang dibuat ban sepeda.
        Gikwang hanya nyengir merasa tak bersalah mengingat pakaiannya juga sedikit basah. “Makasih ya, Yong.” Buru-buru Gikwang melesat pergi sebelum Yong Hwa berubah pikiran.
        Dengan terpaksa Yong Hwa membiarkan Gikwang pergi begitu saja. “Jadi pembokat lagi, dah.”


***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar