Kamis, 14 November 2013

WANNA BE LOVED YOU (part 13)



Author              : Annisa Pamungkas
Main Cast          : Infinite (Sungyeol, Hoya, Sunggyu, Myungsoo,
  Dongwoo, Woohyun, Sungjong)
Original cast     : Hye Ra, Haesa, Eun Gi
Support cast     : Boy Friend (Jeongmin, Hyunseong, Minwoo,
  Donghyun, Youngmin, Kwangmin)
Genre               : teen romance, family
Length              : part

***

        “Lee Sungyeol!”
        Sungyeol baru saja tiba di rumah, dikejutkan dengan suara seseorang yang memanggilnya dari arah dapur. “Ibu sudah pulang?” Ia justru melontarkan sebuah pertanyaan pada ibunya. Sementara sang ibu hanya memberi kode agar Sungyeol melihat jam dinding di ruangan tersebut. “Maaf, bu. Aku tidak sadar kalau pulang telat dari café.”
        “Kau tidak mengajak Hye Ra?” Tanya ibu Sungyeol penuh harap. Ia sepertinya sudah sangat merindukan sosok adik dari bos pemilik café tempat anaknya bekerja.
        “Ibu…”
        “Baiklah kalau kau tak ingin menjawab yang itu,” sela ibu Sungyeol yang sudah menduga sebelumnya. Sungyeol pulang dengan sedikit kacau. “Tapi kau pasti bisa menjelaskan, kenapa ada baju basah di belakang? Kau berenang dengan seragam café lengkap seperti itu?”
        Andai bisa memilih, tentu Sungyeol akan menjawab pertanyaan pertama dari ibunya dari pada ia harus menjelaskan kronologi kejadian di kolam renang sekolah Hye Ra tadi siang. Sungyeol lebih memilih duduk di kursi makan untuk bisa sekedar menenangkan diri sesaat.
        “Oke… oke… ibu tidak akan bertanya lagi,” seru ibu Sungyeol mengalah. “Hanya saja ibu ingin mengingatkan. Besok adalah hari terakhirmu bekerja di café itu.”
        “Hk…!” Sungyeol tersedak karena mendengar ucapan ibunya ketika tengah menenggak minumannya. Setelah di rasa cukup reda, Sungyeol mendongak dan mendapati ibunya tengah menatapnya.
        “Kenapa menatap ibu seperti itu?” Tanya wanita itu pada anaknya. Ia sama sekali tidak khawatir apalagi membantu ketika Sungyeol tersedak akibat perkataannya.
        Sungyeol menghela napas, pasrah. Tidak mungkin juga ia melawan ibu kandungnya sendiri. “Aku sudah bertemu Haesa,” kata Sungyeol yang tentu saja sukses membuat ibunya terkejut. Namun sedetik kemudian, ibunya berusaha untuk tak mempedulikan hal itu lagi. Sungyeol menyentuh tangan ibunya.
        “Jangan bawa-bawa nama Haesa untuk merayu ibu. Lusa, kau harus tetap meninggalkan café itu,” putus ibu Sungyeol. Beliau sudah hampir beranjak dari maja makan, namun Sungyeol menahannya. “Ibu tidak akan bisa menemui Haesa karena perjanjian dengan ayahmu. Jika aku berani menemui Haesa, dia akan membawamu bersamanya. Begitu pula sebaliknya.”
        Sungyeol menggeleng seolah ibunya tak mengetahui sesuatu. “Aku sudah bertemu ayah beberapa hari yang lalu. Dan beliau berjanji tidak akan membawaku tinggal bersamanya jika ibu menemui Haesa,” jelas Sungyeol. Ia lalu menggenggam tangan sang ibu dengan ke dua tangannya. “Ibu juga jangan khawatir. Besok aku akan bicara pada Sunggyu hyung tentang pengunduran diriku dari café.”
        Ibu Sungyeol menatap anaknya penuh haru. Sungyeol ikut tersenyum melihatnya. “Setelah bertemu Haesa, bisa kau pertemukan ibu dengan Hye Ra juga?” pinta ibu Sungyeol dan kali ini sukses membuat senyum di bibir Sungyeol lenyap.
        “Sepertinya rasa cinta ibu ke Hye Ra lebih besar dari perasaanku. Mungkin juga ibu lebih menyayangi Hye Ra dari pada aku yang anak kandungnya sendiri,” keluh Sungyeol sedikit frustasi.

***

        “Myungsoo! Minwoo!” teriak Hye Ra yang sudah berada di depan pintu rumah sepupunya itu. “Buka pintunya!” lanjutnya, kali ini sambil menggedor pintu dengan tidak sabar.
        “Apa-apaan kau, Hye Ra!” protes Myungsoo setelah membuka pintu dan mendapati gadis itu di sana. Ia masih sedikit menguap dan mengusap matanya karena Hye Ra datang cukup pagi sekali. Gadis itu bahkan masih menggunakan piyama tidurnya sejak semalam.
        “Aku mau bertemu Minwoo,” kata Hye Ra yang dengan tidak sabar menerobos masuk hingga punggung Myungsoo menubruk daun pintu di balakangnya.
        “Kau ini kenapa?” teriak Myungsoo. Kesal dengan sikap Hye Ra pagi itu. Ia juga memilih mengikuti Hye Ra sampai ke kamar Minwoo.
        Hye Ra mengetuk pintu sebuah kamar. “Minwoo kau di dalam?” teriaknya. Namun karena tak ada jawaban, Hye Ra memilih kembali menerobos masuk ke dalam kamar adik sepupunya itu.
        “Noona!” pekik Minwoo yang baru saja ke luar dari kamar mandi dan hanya mengenakan handuk sebatas pinggang.
        “Aaaa! Minwoo!” Hye Ra tak kalah terkejutnya dengan Minwoo.
        Myungsoo yang memang mengikuti langkah Hye Ra, langsung menutup mata gadis itu dan memutar tubuh Hye Ra agar membelakangi Minwoo. “Minwoo! Sana masuk!” perintahnya.
        “Iya iya, hyung.” Tanpa pikir panjang, Minwoo menuruti perkataan kakaknya untuk kembali ke dalam kamar mandi. “Hyung! Pakaianku di luar!” teriak Minwoo dari dalam kamar mandi.
        Myungsoo langsung gelagapan dan memeriksa hampir tiap sudut kamar Minwoo. “Aku akan membawa Hye Ra ke luar,” kata Myungsoo dengan teriakan juga. Ia lalu menyeret Hye Ra agar meninggalkan kamar Minwoo sementara gadis itu masih sibuk menutup mata dengan kedua tangannya. Myungsoo menutup pintu kamar Minwoo dari luar. “Lain kali jangan masuk kamar orang lain seenaknya,” cibir Myungsoo.
        Dengan perlahan Hye Ra menurunkan kedua tangan yang menutupi wajahnya. Takut-takut, ia mulai membuka mata dan mendapati dirinya sudah tidak berada di dalam kamar Minwoo. Setelah itu Hye Ra menghela napasnya, lega.
        “Sebenarnya ada apa kau mencari Minwoo sepagi ini?” Tanya Myungsoo untuk yang kesekian kalinya.
        “Semalam Minwoo mengirimiku pesan, tapi baru ku baca tadi pagi.”
        “Iya… maksudku, kalian ada masalah apa? Dan apa yang dibicarakan Minwoo dalam pesan itu?”
        “Tentang Sungyeol oppa,” kata Hye Ra dengan suara pelan.
        “Sungyeol karyawannya Sunggyu hyung?” Tanya Myungsoo memastikan.
Namun belum sempat Hye Ra menjawab, Minwoo lebih dulu muncul di balik pintu kamarnya. Myungsoo dan Hye Ra menoleh bersamaan.
“Minwoo aku baru membaca pesanmu tadi pagi,” kata Hye Ra.

***

        “Sebenarnya aku cukup menyayangkan kalau kau harus meninggalkan café ini,” kata Sunggyu ketika ia berbicara hanya dengan Sungyeol di ruangannya di café.
        Sungyeol yang duduk berseberangan dengan Sunggyu, juga sedikit menyesal dengan keputusannya untuk berhenti bekerja di café Sunggyu. Meski ini memang sudah mereka sepakati sejak awal. Sungyeol hanya bekerja di café selama beberapa bulan saja. Dan jika bukan karena harus melanjutkan kuliah dan membantu ibunya mengelola restoran, Sungyeol pasti lebih memilih bertahan di sana lebih lama. Alasannya karena ia memang nyaman bekerja di sana, dan… karena Hye Ra.
        “Aku suka dengan kinerjamu selama bekerja di sini. Kau cukup baik menjaga café. Dan… kau juga memperlakukan adikku dengan sangat baik,” lanjut Sunggyu.
        Sungyeol yang sejak tadi diam semakin membeku karena perkataan Sunggyu tadi. Selama ini ia memang memperlakukan Hye Ra dengan sangat-sangat baik karena Hye Ra adalah gadis yang ia cintai.
        Sunggyu terkekeh canggung. Begitu pula dengan Sungyeol karena memang kecanggungan yang mendominasi mereka.
        “Oiya, hyung.” Sungyeol tampak berdiri. Di tangannya telah siap sebuah celemek pinggang yang ia gunakan selama bekerja di café Sunggyu. “Seperti saat pertama kali hyung menerima aku bekerja di sini, sekarang aku ingin mengembalikan padamu barang berharga ini.” Ia pun menyerahkan celemek ke tangan Sunggyu.
        Sunggyu sekuat tenaga mengangguk. Ia lalu memeluk Sungyeol singkat sebelum akhirnya memaksa diri untuk menerima lipatan celemek dari tangan ‘mantan’ karyawannya itu.

***

        Aku hampir mati tenggelam hanya demi sebuah benda kecil namun sangat berarti untukku. Kenangan terakhir yang ditinggalkan ayah dan ibu. Beruntung aku masih dapat hidup karena ada seseorang yang menyelamatkanku. Pemuda itu… SUNGYEOL. Tapi sayang aku belum sempat mengucapkan terima kasihku padanya. Bagaimana caranya? Aku bahkan tidak sempat mengingat wajahnya. Ku harap suatu hari nanti bisa bertemu dengannya meski hanya sekali saja untuk mengatakan ‘Terima Kasih Sungyeol karena telah menyelamatkanku’.

        Myungsoo menatap tak percaya pada tulisan di hadapannya. Ia lalu menoleh dan menatap Hye Ra seakan menuntut penjelasan. “Jadi, Sungyeol yang kau maksud itu benar-benar Sungyeol yang bekerja di café Sunggyu hyung?”
        Hye Ra tampak mengangkat bahu. Sementara Minwoo hanya mampu mengawasi kakak dan sepupunya itu dari sofa tempatnya duduk sekarang.
        Ketika Myungsoo sibuk mencerna bukti-bukti kemungkinan pemuda yang menyelamatkan Hye Ra dulu, gadis itu sendiri justru sibuk dengan dunianya sendiri. Ingatan-ingatan tentang Sungyeol dan pemuda yang menolongnya di kolam renang itu silih berganti memenui pikiran Hye Ra.
        “Hye Ra!”
        Gadis itu tersentak dan langsung menoleh ke arah Myungsoo yang kebetulan duduk di sampingnya. Ketika Myungsoo menyebut nama ‘Hye Ra’, gadis itu justru mendengar jeritan suara pemuda yang dulu menyelamatkannya. Serta suara-suara milik Sungyeol yang sudah sering ia dengar ketika menyebutkan namanya.
        “Ku rasa noona harus bertemu dengan Sungyeol hyung untuk memastikan kebenaran semuanya,” kata Minwoo memecah keheningan sekaligus memberikan sarang yang sangat tepat.
        Hye Ra hanya mengangguk setuju. Karena tidak ada lagi yang bisa ia lakukan selain seperti yang dikatakan Minwoo padanya.
        Myungsoo menyentuh pundak Hye Ra hingga gadis itu menoleh. “Aku ganti pakaian dulu. Setelah itu kita ke café Sunggyu hyung.”

***

        “Hyung, sepertinya café mulai ramai,” kata Sungyeol setelah keluar dari ruangan Sunggyu dan melihat pemandangan café pagi itu.
        Belum sempat Sunggyu merespon ucapan Sungyeol, karyawannya yang baru saja mengundurkan diri itu justru sudah melesat ke arah meja bar. Tujuan Sungyeol adalah jendela yang menghubungkan dapur dengan meja bar karena ia melihat Woohyun baru saja meletakkan piring-piring berisi makanan di sana.
        “Ku mohon biar aku saja yang mengantar.” Sungyeol sedikit menyerobot dan setengah memaksa ketika Jeongmin sudah ingin mengangkat baki berisi pesanan pelanggan tersebut.
        “Tapi…” Jeongmin tak jadi protes.
        “Ini yang terakhir,” kata Sungyeol setengah memohon dan segera saja ia melesat ke luar meja bar untuk mengantarkan pesanan pelanggan.
        Sunggyu tertegun melihat semangat kerja Sungyeol. Tiba-tiba ia tersentak karena ada seseorang yang sudah merangkulnya dari arah belakang. Saat menoleh, Sunggyu mendapati Woohyun yang juga tengah mengawasi Sungyeol dengan tatapan kagum. Di sana Jeongmin juga tampak ikut bergabung dengan Woohyun dan Sunggyu.
        “Besok aku akan benar-benar kehilangan salah satu karyawan terbaikmu, hyung.” Woohyun melirik Sunggyu setelah menyelesaikan kalimatnya.
        Sunggyu juga menatap Woohyun sesaat sambil tersenyum tipis sebelum akhirnya kembali mengawasi Sungyeol. Sudah tidak ada kata yang bisa mewakili perasaannya saat ini.
        Ketika Sungyeol kembali, buru-buru Jeongmin menambar baki kosong di tangan Sungyeol. “Kau sudah tidak bekerja lagi di sini. Dan jangan membuat Sunggyu hyung memecatku karena aku tak bertanggung jawab dengan pekerjaanku sendiri,” kata Jeongmin seakan tak suka dengan perlakuan Sungyeol. Tapi tentu saja tatapannya dinginnya itu tak sungguhan. Jeongmin hanya bercanda untuk menggoda Sungyeol. Karena setelah itu ia dan yang lain tertawa bersama.
        “Aku akan merindukanmu,” kata Hyunseong.
Sungyeol menoleh dan mendapati Hyunseong sudah merangkulnya. Persis seperti yang dilakukan Woohyun pada Sunggyu. Ia terkekeh karena Jeongmin juga melakukan hal yang sama di sisi yang lainnya.
        “Ku ingatkan sekali lagi. Hye Ra sangat suka milk shake stroberi. Sedangkan Sunggyu hyung lebih suka susu atau kopi,” ujar Sungyeol sebelum ia benar-benar meninggalkan café pada akhirnya. Untuk sekedar memastikan bahwa baik Jeongmin ataupun Hyunseong tak melupakan hal-hal kecil seperti apa yang ia katakan tadi.
        “Kalau aku. Apa kau ingat apa minuman kesukaanku?” seru Woohyun penuh semangat sekaligus setengah menguji Sungyeol.
        Sungyeol sedikit memutar bola matanya. “Kalau kau, hyung. Apapun minuman yang ku buat, kau pasti akan langsung menghabiskannya,” ledek Sungyeol.
        “Tapi aku tak suka milk shake!” protes Woohyun. Lalu sedetik kemudian mereka kembali tertawa.

***

        Baru saja mobil Myungsoo berhenti di parkiran café Sunggyu, Hye Ra sudah melompat turun. Tak jauh dari sana, ada seorang pemuda ke luar dari dalam café. Hye Ra segera menghampirinya karena ia yakin itu Sungyeol meski sudah tak mengenakan seragam café. Pemuda tadi sudah membuka kunci mobil dari jarak beberapa meter. Dan tiba-tiba Hye Ra sudah menahan tangannya. Pemuda yang benar Sungyeol itu langsung membalikkan badan.
        “Hye Ra?” seru Sungyeol sedikit terkejut bahkan sampai melepas kacamata hitamnya untuk memastikan ia tak salah lihat. Pemuda itu senang bisa melihat Hye Ra sebelum benar-benar meninggalkan café karena ketika bersama Sunggyu, ia tak berani menanyakan perihal Hye Ra. Tapi tampaknya Sungyeol tak mendapatkan apa yang ia inginkan sebenarnya.
        Hye Ra justru menatap Sungyeol tajam dan sangat tak bersahabat. Ia juga sedikit membulatkan mata ketika menangkap kalung yang dikenakan Sungyeol. Meski telah lama hilang, tapi Hye Ra sama sekali tak melupakan bentuk aslinya.
        Hye Ra sampat memejamkan mata sejenak sambil menghirup udara banyak-banyak karena rasa sesak di dadanya. “Jadi oppa sudah tau siapa aku?”
        Sungyeol membeku mendengar pertanyaan tajam Hye Ra. Tamatlah riwayatnya. Bahkan langsung di tangan gadis ini. “Hye Ra, aku…”
        “Kenapa oppa tak pernah mengatakan sebelumnya?” seru Hye Ra dengan nada tinggi. Ia bahkan sampai memotong ucapan Sungyeol tadi.
Sementara Myungsoo dan Minwoo hanya mampu mengawasi dari jauh. Myungsoo juga memperhatikan mobil Sungyeol. Pikirannya tiba-tiba jatuh pada beberapa hari lalu ketika ia menjemput Eun Gi yang ingin bertemu Hye Ra. Dan mobil itu adalah mobil yang sama seperti yang digunakan Sungyeol waktu itu.
        Sungyeol berusaha menenangkan diri dari tatapan membunuh yang di lancarkan Hye Ra. “Untuk apa? Bukankah kau tak mengenalku sebelumnya?”
        Deg! Hye Ra terperangah dengan ucapan Sungyeol yang di luar dugaannya. Ia mengerjap-ngerjap tak percaya dengan apa yang baru saja Sungyeol lakukan padanya. Hye Ra menatap Sungyeol nanar. Tanpa sadar air matanya menetes.
        “Hye Ra maafkan aku,” kata Sungyeol lemah. Tubuhnya ikut melemas melihat air mata Hye Ra yang semakin deras.
        Hye Ra menyeka tepi matanya yang basah dengan kasar menggunakan ujung lengan baju piyamanya yang panjang. Dadanya sudah kian sesak. Ingin sekali Hye Ra memaki Sungyeol tepat di depan wajah pemuda itu. Tapi rasanya sudah tak sanggup. Gadis itu akhirnya hanya bisa memaksa bibirnya untuk tersenyum.
        “Terima kasih atas semua yang sudah lakukan untukku selama ini.” Hye Ra buru-buru meninggalkan Sungyeol dan kembali ke dalam mobil Myungsoo.
        “Hye Ra!” Sungyeol berusaha menahan langkah Hye Ra, namun gadis itu sudah terlanjur berlari cukup jauh.
        Myungsoo sudah ingin menghampiri Sungyeol yang sudah hampir terlihat frustasi. Tapi ia membatalkan niat dan lebih memilih mengejar Hye Ra. Sementara Minwoolah yang mendekati Sungyeol.
        “Jadi hyung bener-bener yang nolong noona waktu nyaris tenggelam dulu?” Tanya Minwoo.
        Sungyeol menghela napasnya, berat. “Aku memang bodoh.”
        “Noona hanya terkejut aja, hyung. Selama ini dia hanya ingin berterima kasih sama hyung. Tapi tidak tau caranya. Dan ternyata selama ini kalian selalu bertemu hampir setiap hari.”
        Sungyeol membuka kalung yang selama ini melingkar di lehernya. “Tolong sampaikan salam dari ibuku dan permintaan maafku padanya.” Ia lalu menarik tangan Minwoo dan meletakkan kalung tadi di telapak tangan Minwoo.
        “I… iya.” Minwoo sedikit tergagap. Tak mungkin ia menolak permintaan Sungyeol. “Tapi, hyung mau ke mana? Tidak bekerja?” tanyanya polos karena tadi melihat Sungyeol berniat pergi dan tidak mengenakan seragam café seperti yang selama ini ia lihat.
        Sungyeol tersenyum pahit sambil menggeleng kecil. “Aku sudah tidak bekerja lagi di café Sunggyu hyung.”
        Minwoo yang tercengang dengan pengakuan Sungyeol, hanya mampu membuka mulutnya tanpa ada sepatah katapun yang terucap darinya.
        Sungyeol menepuk pundak Minwoo sebagai upaya agar pemuda itu sedikit tersadar dari keterkejutannya. “Tolong sampaikan semuanya pada Hye Ra,” kata Sungyeol sebelum akhirnya memakai kembali kacamatanya dan berbalik memasuki mobil.
        Tangan Minwoo terangkat untuk menjangkau pundak tinggi Sungyeol. Namun Sungyeol sudah terlanjur menjauh. Ketika melihat ke belakang, ternyata mobil Myungsoo sudah bergerak meninggalkan parkiran. “Hyung!” pekik Minwoo karena terlalu terkejut. “Myungsoo hyung!” paniknya sambil berlari mengejar.

***

        Kenyataan bahwa pemuda yang pernah menolongnya dulu ternyata selama ini—untuk beberapa bulan terakhir—ada di depan matanya sendiri. Bahkan mereka hampir setiap hari bertemu dan saling berinteraksi. Dan pemuda itu pula satu-satunya orang yang bisa membuat terauma gadis itu akan segala sesuatu yang berhubungan kolam renang bisa sedikit teratasi.
        Hye Ra hanya bisa menghela napasnya, berat. Ia bahkan sedikit mengacuhkan kedatangan Myungsoo pagi itu di kelas.
        Dengan tidak sopan, Myungsoo meletakkan punggung tangannya di kening Hye Ra. “Tidak panas,” komentarnya terhadap suhu badan sepupunya itu.
        “Myungsoo!” pekik Hye Ra sambil menjauhkan tangan Myungsoo dari keningnya. Ia sedang tidak ingin di ganggu sepagi ini.
        “Aku tau kau masih memikirkan kejadian kemarin.” Myungsoo berkata dengan suara pelan. “Minwoo bilang, ibunya Sungyeol hyung menitipkan salam untukmu.”
        Hye Ra menoleh cepat. Sesak di dadanya semakin membuncah. Ibunya Sungyeol seakan menjadi kartu mati terakhir bagi Hye Ra. Ia menyerah untuk masalah wanita yang kini ia panggil dengan sebutan ‘ibu’ itu.
        Myungsoo pura-pura sibuk dengan kegiatannya mengeluarkan beberapa buku pelajaran dan alat tulisnya. Tapi pemuda itu selalu mengawasi gerak-gerik Hye Ra melalui sudut matanya. “Jadi kau bahkan sudah mengenal ibunya Sungyeol hyung?” Ujar Myungsoo yang masih mempertahankan posisinya.
        Hye Ra berusaha menahan gejolak dadanya. Ia tak ingin berkomentar apa-apa dulu tentang itu. Dan saat melirik ke arah pintu, bertepatan dengan kemunculan Hoya bersam Haesa. Meski sebenarnya mereka hanya bertemu tak jauh dari pintu kelas. Bukan berniat datang ke sekolah bersama seperti apa yang dipikirkan Hye Ra.
        Myungsoo buru-buru menarik tangan Hye Ra yang berniat beranjak dari kursinya. “Maaf,” ujarnya lirik dengan tatapan penuh rasa bersalah.
        Hye Ra hanya mengangguk pelan sambil menyingkirkan tangan Myungsoo dengan lembut. Ia bahkan sampai membentuk senyuman tipis di bibirnya untuk Myungsoo di tengah-tengah perasaannya yang kini bercampur aduk. “Aku hanya ingin ke toilet,” seru Hye Ra akhirnya agar Myungsoo tidak terlalu mengkhawatirkan kondisinya.
        Dengan terpaksa Myungsoo melepaskan Hye Ra dan hanya mampu menatap nanar punggung gadis yang semakin menjauh itu.
        Di tempatnya berada, Hoya dan Haesa juga menatap Hye Ra dengan gejolak dan pikiran masing-masing. Hoya begitu merasakan aura kesedihan yang terpancar dari diri Hye Ra.
Sementara Haesa menatap Hye Ra dengan penuh rasa bersalah. Posisinya juga serba salah. Hye Ra adalah adik dari pemuda yang ia cintai, Sunggyu. Dan Hye Ra juga gadis yang dicintai oleh kakaknya sendiri, Sungyeol.
Tiba-tiba Haesa berdiri hingga membuat Hoya terkejut. Pemuda itu bahkan belum sempat menahannya. Begitu pula dengan Myungsoo yang tanpa sengaja menyadari apa yang di lakukan Haesa. Entah apa yang membuat Myungsoo menatap gadis itu penuh selidik.
        Haesa mengikuti langkah Hye Ra sampai ke area belakang sekolah. Ternyata Hye Ra tidak ke toilet. Ia justru duduk di salah satu bangku yang ada di sana. Haesa membatalkan niat untuk menghampiri Hye Ra karena ternyata Sungjong sudah lebih dulu mengikuti langkah gadis itu. Ia akhirnya hanya bisa menunggu di balik tembok sambil berharap bisa mendengar semua yang mereka bicarakan.

***

        Hye Ra membiarkan air matanya mengalir. Pandangan matanya yang buram karena air mata, menatap tak fokus pohon yang berdiri tegak di depannya.
        “Aku tau semua orang pasti memiliki masalah hidupnya. Tak terkecuali anak kecil seperti kita. Meski aku tidak berjanji bisa membantu, setidaknya aku masih bisa mendengarkan cerita bahkan menjadi temanmu.”
        Hye Ra yang tersentak, langsung menoleh cepat. Ia bahkan tidak menyadari sudah berapa lama Sungjong duduk di sana dan menemaninya. Sungjong mengukir senyuman hangat di bibirnya, membuat Hye Ra segera mengusap kasar tepi matanya yang basah.
        “Kau…” ucapan Hye Ra terputus begitu saja.
        Sungjong masih tersenyum penuh misteri. “Masih ingat kalimat itu?” tanyanya seolah mengajak Hye Ra bermain tebak-tebakan.
        Hye Ra mengerjapkan mata tak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan Sungjong. Pemuda itu masih tersenyum seolah membenarkan apa yang dipikirkan Hye Ra apapun tentangnya.
        “Jadi kau itu Lee Sungjong…”

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar