Minggu, 24 November 2013

WANNA BE LOVED YOU (part 16)


Author              : Annisa Pamungkas
Main Cast          : Infinite (Sungyeol, Hoya, Sunggyu, Myungsoo,
  Dongwoo, Woohyun, Sungjong)
Original cast     : Hye Ra, Haesa, Eun Gi
Support cast     : Boy Friend (Jeongmin, Hyunseong, Minwoo,
Donghyun, Youngmin, Kwangmin), SNSD (Hyoyeon), BtoB (Sungjae, Hyunsik, Changsub, Eunkwang)
Genre               : teen romance, family
Length              : part

***

        Sungyeol baru saja kembali ke dalam ruangannya. Ia sudah mulai membantu ibunya mengelola restoran. Satu-satunya asset berharga mereka. Setelah kejadian tak terlupakan malam itu, Sungyeol harus menjual rumahnya untuk membayar gaji karyawan karena uang yang ia bawa dalam mobil ikut raib bersama mobil yang ia kendarai saat itu.
        Pemuda tinggi itu melepaskan dasinya. Lalu membuka kancing meja teratas dan menggulung lengan kemejanya yang panjang hingga sebatas siku. Sungyeol menghempaskan tubuhnya ke kursi. Lelah dengan pekerjaannya hari ini. Namun masih ada yang harus ia kerjakan sekarang. Memeriksa beberapa CV pelamar yang masuk. Tak peduli jika bekas-bekas lukanya masih terlihat di beberapa bagian wajah. Bahkan salah satu sudut keningnya masih terplester.
        Sungyeol membuka salah satu CV di hadapannya. “Nam…”
Belum sempat Sungyeol membaca lebih detai CV di tangannya, ia dikejutkan dengan suara ponselnya. Sebuah pesan masuk. Sungyeol menghela napas kesal. Pesan dari seseorang yang sedang ingin ia hindari saat ini. Hyoyeon. Gadis itu meminta Sungyeol menemuinya di sebuah taman.
        Dengan berat hati Sungyeol meninggalkan restoran. Ia langsung melesat menuju tempat yang di maksud Hyoyeon. Tak lama ia sampai dan langsung menelusuri taman untuk mencari Hyoyeon. Gadis itu sudah menunggu di taman. Sungyeol memaksakan langkahnya untuk mendekat.
        “Aku senang kau mau datang,” ujar Hyoyeon yang sudah menyadari kedatangan Sungyeol. Gadis itu tersenyum lebar. Saat Sungyeol sudah berdiri dihadapannya, Hyoyeon langsung memeluk tubuh pemuda itu.
        Tentu saja tak ada balasan apapun dari Sungyeol. Dengan berusaha bersikap selembut mungkin, ia mulai menyingkirkan tangan Hyoyeon dari tubuhnya. Hyoyeon juga langsung menurut. Namun tentu saja setelahnya gadis itu menarik Sungyeol untuk duduk di sampingnya.
        “Aku hanya ingin mengatakan sesuatu,” kata Hyoyeon, tapi Sungyeol tak terlalu mendengarkan karena pikiran pemuda itu teralih pada seorang gadis tak sengaja tertangkap matanya. Sungyeol hanya melihat bagian punggung gadis itu yang berjalan semakin menjauh. Entah mengapa ia merasa gadis itu adalah Hye Ra. Meski sebenarnya juga tak hanya Hye Ra yang memiliki seragam sekolah seperti itu.
        “Bisakah kau dengarkan aku sebentar saja,” ujar Hyoyeon setengah menyindir karena ia sadar pikiran Sungyeol sedang tak berfokus padanya.
        Sungyeol yang mendengar itu sedikit tersentak. “Maaf,” serunya sedikit menyesal, meski ia tak bisa begitu saja mengabaikan keberadaan gadis tadi yang kini bahkan sudah tak terlihat lagi olehnya.
        “Sebelumnya aku ingin mengatakan kata ‘putus’.”
        “Putus?” ulang Sungyeol ragu.
        Hyoyeon menoleh cepat. “Kenapa? Selama ini memang tak ada yang mengatakan hal itu, kan?” serunya terdengar seperti menantang. “Atau kau ingin kau yang mengatakan itu?” lanjutnya. “Silahkan.”
        Sungyeol menatap Hyoyeon penuh arti, namun sedetik kemudian ia mengalihkan tatapannya. “Sudahlah, jangan di perpanjang. Kau sudah mengatakan itu, kan?” ujarnya mengalah pada gadis itu.
        Hyoyeon tampak menurut dan tidak membahas hal itu lagi. Ia kemudian menatap lurus ke depan. Meski ia sendiri tak yakin dengan apa sedang ia lihat saat itu. “Aku tau kalau Hyunsik sudah berhasil saat ini. Tapi itu semua tak serta merta membuatku jatuh begitu saja ke pelukannya. Aku justru malu jika ternyata itu terjadi. Setelah ini aku juga akan menemui Changsub dan mengatakan hal yang sama seperti yang ku katakan padamu tadi,” jelas Hyoyeon tanpa henti.
        Hening sesaat sebelum Hyoyeon akhirnya kembali melanjutkan kata-katanya. “Aku akan kembali ke Jepang setelah adikku menerima surat kelulusannya.”
        Sungyeol menoleh dan memberikan tatapan tak percaya pada Hyoyeon. “Kau punya adik? Siapa?”
        Hyoyeon balas menoleh dengan ekspresi datar. “Ingat pemuda yang menolongmu setelah kau di rampok dan di pukuli?” serunya dengan tatapan penuh arti.
        Sungyeol seperti mengerjapkan mata. Tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. “Di… dia?” ujarnya ragu. Ia ingat. Pemuda itu Hoya, teman sekolah Haesa. Dan kalau tak salah ingat, nama Hoya juga sempat tercetus sebagai salah satu pemuda yang dekat dengan Hye Ra.
        “Kau mengenal Hoya?” seru Hyoyeon lebih seperti pernyataan. Gadis itu tersenyum kecil. Namun perlahan arti senyuman itu berubah. “Aku iri dengan Hye Ra. Kau dan Hoya sama-sama mencintainya dengan tulus,” ujarnya seakan mengiri dengan Hye Ra.
        Mata Sungyeol perlahan melebar mendengar ucapan Hyoyeon. Namun sepertinya gadis itu kini sibuk dengan pikirannya sendiri. Ia sampai tak menghiraukan perubahan raut wajah Sungyeol. Saat menoleh, Hyoyeon cukup terkejut. Sungyeol menatapnya tajam, seakan tak terima jika ada pemuda lain yang mencintai Hye Ra selain dirinya.
        Hyoyeon yang melihat itu hanya bisa tersenyum pahit. “Jangan khawatir,” hiburnya sambil menepuk pelan pundak Sungyeol. “Hoya akan pindah ke Jepang bersamaku. Dan kalian bisa tenang menjalani kehidupan kalian.”
        Setelah itu Hyoyeon tampak meninggalkan Sungyeol. Pemuda itu hanya bisa menatap kepergian Hyoyeon tanpa bisa mencegahnya sedikitpun.

***

        Di sebuah rumah sakit. Tampak Donghyun baru kembali ke ruangannya setelah memeriksa beberapa pasiennya. Ia baru saja menghempaskan tubuhnya ke kursi, dan pikirannya langsung melayang ke ponselnya yang segera saja ia keluarkan dari saku. Ada dua panggilan tak terjawab dari Sunggyu. Tanpa pikir panjang Donghyun langsung menelponnya balik.
        “Hyung, kau bersama Hye Ra?” cecar Sunggyu tak sabar. Ia bahkan sampai tak mengucapkan salam. Dan saat ini Sunggyu baru saja menuju mobilnya yang terparkir di depan café miliknya.
        “Ti…” Donghyun tak langsung menjawab karena ia teringat sesuatu. Ia pernah berjanji pada Hye Ra. Mungkin gadis itu sedang melakukannya sekarang. “Akh, tidak ada. Tapi tadi Hye Ra memang menghubungiku dan ingin bertemu. Tapi aku belum bisa mengabulkannya. Mungkin dia sedang dalam perjalanan ke sini,” ujarnya berbohong.
        “Aku tidak bisa menghubunginya. Jika sudah bertemu, tolong kabari aku secepatnya,” pinta Sunggyu penuh harap. “Dan mungkin aku akan langsung menyusul ke sana.”
        Donghyun meneguk ludahnya. Jika Sunggyu saja tak bisa menghubunginya, bagaimana dengan ia sendiri. Belum sempat Donghyun merespon, Sunggyu sudah lebih dulu mematikan sambungan telpon.

***

        Pemandangan itu kembali berputar di kepala Hye Ra seakan tak terlepas sedikitpun. Kejadian antara Sungyeol dan Hyoyeon. Sementara gadis itu kini kembali duduk bersama Woohyun. Namun kali ini tempatnya berbeda. Woohyun mengajak Hye Ra mengobrol di sebuah café yang tak terlalu jauh dari area pemakaman.
        “Oppa, aku…” Hye Ra tak melanjutkan ucapannya.
        “Bukankah sudah ku katakan untuk tak terlalu…” kali ini ucapan Woohyun yang terputus.
        “Oppa, dengarkan dulu!” protes Hye Ra menyela ucapan Woohyun. “Kau berhak mendapatkan jawaban, apapun itu,” lanjutnya kesal.
        Woohyun langsung menyesap minumannya dan memilih mengalah dari gadis di hadapannya itu.
        Hye Ra terdengar menghela napas sesaat. “Kau tau siapa pemuda yang pernah menolongku saat tenggelam dulu?”
        Woohyun mendongak cepat. Tertarik dengan arah pembicaraan Hye Ra. Namun ia menggeleng karena memang tidak tau siapa pemuda itu.
        Hye Ra sedikit tertunduk sambil mengaduk-ngaduk minumannya tanpa minat sedikitpun. “Beberapa bulan terakhir ini ternyata aku sangat dekat dengannya. Kau bahkan juga mengenalnya.”
        Ucapan Hye Ra semakin membuat Woohyun penasaran. “Siapa?” desaknya. “Jeongmin?” tebaknya kemudian. Namun Woohyun langsung menggeleng meralat jawabannya. “Tapi tidak mungkin. Setauku Jeongmin bahkan tak bisa berenang. Apalagi Hyunseong. Dia bukan berasal dari kota ini,” jelas Woohyun tentang analisisnya. Tapi sayangnya tak ada satupun yang dekat dengan sasaran.
        Cukup lama Hye Ra menggantungkan jawabannya. “Sungyeol.”
        Woohyun langsung menatap tak percaya. “Tidak mungkin!”
        “Nyatanya memang begitu, oppa. Dan setelah lulus nanti, Hoya akan langsung pindah ke Jepang.”
        “Hoya?” Woohyun justru tak mengerti karena tiba-tiba Hye Ra menyangkut pautkan dengan Hoya.
        Hye Ra menatap Woohyun penuh harapan. “Bisakah oppa membantuku melupakan mereka? Aku ingin berusaha membalas perasaanmu.”
        Woohyun justru terlihat keberatan. “Tidak semudah itu. Lagi pula, itu perasaanmu. Aku tak bisa mencampurinya.”
        “Meski dengan jadi kekasihmu?” Tanya Hye Ra ragu-ragu. Ia sangat ingin mengalihkan perasaannya itu. Dan hanya dengan Woohyun satu-satunya pilihan yang ada. Setelah memutuskan mengatakan itu, Hye Ra langsung tertunduk. Tak berani menatap Woohyun.
        Woohyun juga tak langsung menjawab.
        “Tapi aku takut akan menyakitimu. Lebih baik tidak usah saja.” Cepat-cepat Hye Ra meralat ucapannya. Ia lega karena lebih cepat menyadari hal itu.
        “Kau kekasihku sekarang,” putus Woohyun.
        Hye Ra bungkam mendengar pernyataan Woohyun. Dan ia lihat Woohyun memang benar-benar tulus melakukan itu. Seakan tak peduli jika ia akan benar-benar sakit hati nantinya.
        Woohyun menggenggam lembut tangan Hye Ra di atas meja. “Aku tak akan menyesal dengan keputusanku,” serunya meyakinkan.

***

        “Ternyata kau di sini. Kau tau! Gadis bernama Hye Ra itu mencarimu. Dia bahkan ke rumahmu tadi.”
        Hyoyeon yang memang belum terlalu jauh dari tempat ia dan Sungyeol bertemu tadi, langsung menghentikan langkahnya sesaat setelah mendengar suara seseorang yang sudah tak asing lagi di telinganya. Dadanya sesak seketika. Orang itu… Hyunsik. Dan ia yakin Hyunsik sedang bicara dengan Sungyeol tentang Hye Ra.
        Hyoyeon kembali berjalan lurus dan berusaha untuk menghiraukan pembicaraan dua pemuda di belakangnya itu.
        Sementara Sungyeol yang mendengar itu justru tak terlihat antusias. Ia masih duduk terdiam dan sibuk dengan pikirannya sendiri. “Apa tadi Hye Ra sudah melihatku?” gumamnya tak tenang dalam hati. “Dan ia melihat Hyoyeon…” Sungyeol tak berani melanjutkan khayalannya.
        “Sungyeol!” Hyunsik sedikit mengguncang tubuh temannya itu hingga Sungyeol tersadar dari lamunannya.
        “Kau tau dia pergi ke mana?” Sungyeol menatap Hyunsik penuh harap, namun yang di maksud justru menggeleng. Tanpa pamit Sungyeol meninggalkan Hyunsik. Ke arah tempat Hyoyeon pergi.
        “Jika akhirnya kau ingin menemui gadis itu, kenapa kemarin kau justru menghindarinya!” teriak Hyunsik yang sudah gemas dengan cerita cinta temannya itu.
        Sungyeol memperlambat langkahnya. Hyunsik benar. Jika ia ingin menghindar, kenapa sekarang justru mengejar? Sementara tak jauh di depannya, Hyoyeon menitihkan air mata mendengar ucapan Hyunsik. Namun gadis itu tetap berusaha tegar.

***

        Sungyeol kembali ke restoran. Ia ingat masih ada pekerjaan yang sempat ia tunda. Saat masuk ke dalam ruangannya, Sungyeol mendapati ibunya di sana. Dan Sungyeol hanya memberikan tatapan penuh Tanya untuk ibunya.
        “Kita butuh karyawan cepat. Terutama yang bisa bertanggung jawab untuk urusan di dapur,” jelas ibu Sungyeol seakan mengerti arti tatapan anaknya.
        Sungyeol mengangguk tanpa protes. Ia lalu masuk dan duduk di sofa menemani sang ibu yang tampak masih sibuk dengan beberapa CV di tangannya.
        “Dari beberapa CV yang ku baca, hanya ada satu yang menarik perhatianku.” Ibu Sungyeol menyodorkan satu map ke hadapan Sungyeol. “Ibu sudah menghubunginya, dan besok kau tinggal mewawancarainya saja.”
        Lagi, Sungyeol mengangguk tanpa berpikir terlebih dahulu. Ia percaya apapun pilihan ibunya, itu pasti yang terbaik. Sungyeol juga tak tertarik sedikitpun untuk memeriksa seperti apa calon karyawannya tersebut. Setelah itu ibu Sungyeol berpamitan untuk pulang lebih dulu.

***

        Sunggyu yang baru saja masuk ke dalam rumah, langsung mengalihkan pandangan ke luar jendela. Ia melihat Hye Ra yang baru tiba dan di antar dengan seorang pemuda menggunakan motor. Dari tempatnya berada, Sunggyu tak terlalu bisa melihat dengan jelas siapa pemuda yang mengantar Hye Ra pulang itu. Namun dilihat dari motornya, tampak familiar di mata Sunggyu.
        “Woohyun?” pikirnya bingung. Karena yang ia tahu Hye Ra pergi dengan Donghyun. Seperti apa yang ia harapkan, adiknya dekat dengan pemuda yang ia pikir tepat untuk adiknya. Bukan berarti Donghyun bukan pemuda baik-baik.
        Sunggyu masih bertahan di posisinya seperti tadi. Tak lama Hye Ra muncul dan memergoki Sunggyu mengintip sesuatu dari balik jendela.
        “Oppa!” tegur Hye Ra.
        Sunggyu berbalik dan menatap adiknya penuh arti. Ia cukup terkejut dengan penglihatannya tadi. Hye Ra dan Woohyun tampak bersika tak seperti biasanya mereka tunjukkan.
        “Bukankah kau bilang pergi dengan Donghyun?” tanyanya pelan, namun terdengar sedikit menginterogasi. Ia butuh meluruskan apa yang terjadi hari ini. “Tapi Woohyun…” Sunggyu tak melanjutkan ucapannya. Sementara tangannya menunjuk ke arah luar seakan menandakan bahwa ia tengah membicarakan kedatangan Hye Ra bersama Woohyun.
        Hye Ra tak ingin langsung menjawab. Ia baru saja pulang. Terlebih masih menggenakan seragam sekolahnya sejak siang. Gadis itu memilih untuk duduk di sofa. Dan Sunggyu dengan sendirinya mengikuti Hye Ra.
        “Oppa, apa hubunganmu dengan Haesa?” Tanya Hye Ra. Ia tiba-tiba teringat gadis itu. Karena nantinya masalah ini masih berkaitan dengan apa yang ingin ia jelaskan tentang Woohyun.
        Sunggyu nyaris tersedak dengan pertanyaan itu. Hye Ra seperti menyimpan banyak misteri, terdengar dari nada bicaranya. Hye Ra seakan menyimpan kenangan tak baik dengan Haesa. “Kau akan melarangku seperti aku tak suka jika kau dekat dengan Hoya?”
        Hye Ra menoleh cepat. Ia menghela napas sesaat. Gadis itu sedang tak ingin membahas Hoya. Tapi ia harus tetap menceritakannya. Kali ini ia memutuskan kontak matanya terhadap Sunggyu. “Hoya sebenernya juga menyukaiku. Jauh sebelum aku menyukainya.”
        Berbeda dengan reaksi Sunggyu sebelumnya. Ia justru tampak lega mendengarnya. “Aku bukan tak suka kau dengan Hoya. Tapi aku hanya ingin kau tak sakit hati karenanya. Jika nyatanya Hoya juga menyukaimu, apa boleh buat? Kau boleh menerimanya.”
        Hye Ra diam. Bukan itu jawaban yang ia harapkan saat ini. Dan ia juga sebenarnya tak menginginkan komentar apapun tentang Hoya dari Sunggyu. “Itu tidak akan terjadi. Hoya memutuskan mundur untuk mendapatkanku. Setelah lulus dia akan pindah ke Jepang.”
        “Lalu?” desak Sunggyu. Tampak sedikit bersemangat.
        Hye Ra menoleh ngeri ke arah Sunggyu. Tak biasanya Sunggyu bersikap seperti itu.
        “Bagaimana dengan Donghyun? Sudah sejauh apa hubungan kalian?” lanjut Sunggyu. Masih dengan semangat yang ia miliki.
        Hye Ra memutar bola matanya, malas. Heran kenapa kakaknya sangat ingin menjodohkan dirinya dengan Donghyun. “Aku tau maksud oppa melakukan itu. Jadi kami memutuskan bersandiwara.”
        “Maksudmu?” Tanya Sunggyu. Jelas ia tak mengerti dengan ucapan Hye Ra.
        “Kau tau aku pergi dengan Donghyun oppa?” Sunggyu mengangguk untuk pertanyaan yang itu. “Sebenarnya tidak. Donghyun oppa yang menyuruhku seperti itu. Dia bilang jika aku ingin ke suatu tempat yang tidak ingin kau ketahui, aku boleh mengatakan sedang bersamanya.”
        Hati Sunggyu seperti mencelos. “Kenapa kau membohongiku seperti itu?” protesnya. “Aku akan memberikan perhitungan pada Donghyun hyung nanti,” kesalnya.
        Hye Ra justru memukul lengan Sunggyu sambil melotot.
        “Sakit!” ringis Sunggyu sambil mengusa-ngusap lengannya yang kini memerah.
        “Apa kau memikirnya posisi Donghyu oppa juga?” seru Hye Ra, tak peduli jika nada bicaranya setengah menyudutkan Sunggyu. “Dia memiliki kekasih, kau tau!”
        “Oh,” ujar Sunggyu singkat dan dengan polosnya.
        Hye Ra hanya bisa menahan kesal melihat kakaknya pura-pura tak merasa bersalah.
        “Lalu Woohyun.” Sunggyu tampak mengalihkan. Dan dengan begitu saja, Hye Ra seakan melupakan kejadian beberapa saat tadi.
        “Aku…” Hye Ra memikirkan kata-kata yang pas. “Aku berpacaran dengan Woohyun oppa. Dan kau jangan tanyakan apa-apa dulu!” sela Hye Ra tepat sebelum Sunggyu membuka mulutnya. Setelah itu Hye Ra langsung bangkit dan berniat masuk ke kamarnya.
        “Ku pikir kau lebih dekat dengan Sungyeol,” kata Sunggyu dan lebih terdengar bicara untuk dirinya sendiri.
        Hye Ra yang sudah hampir membuka pintu kamarnya, langsung membeku seketika mendengar Sunggyu menyinggung masalah Sungyeol. Jika sudah menyangkut pemuda yang menolongnya dari tenggelam itu, Hye Ra tak bisa bersikap acuh begitu saja. Namun gadis itu beruntung karena Sunggyu juga tak menunggu responnya. Pemuda itu juga sudah bangkit dari sana. Ia bahkan sempat mengecup kening adiknya ketika melewati Hye Ra yang masih berdiri di depan kamarnya.

***

        Esoknya, Sungyeol tampak tergesa-gesa datang ke restoran. Ia langsung melesat ke ruangannya. Pagi ini Sungyeol memiliki janji dengan calon karyawannya itu. Dan sekarang ia baru sampai. Sementara orang yang ia janjikan sudah berada di dalam ruangannya sejak beberapa menit yang lalu. Ia malu dengan dirinya yang terkesan mengabaikan pekerjaan seperti ini. Semalam ia sulit tidur dengan cepat. Banyak yang ia pikirkan. Mulai dari resoran, hingga Hye Ra tentunya.
        Sungyeol membuka pintu ruangannya dengan sedikit tidak sabar. “Maaf, aku terlambat,” ujarnya sedikit merasa bersalah.
        Pemuda itu tampak bangkit dari sofa. “Ti…” ucapannya terputus seketika melihat calon atasannya itu.
        Sementara Sungyeol sendiri sama terkejutnya melihat pemuda itu. “Woohyun hyung?” ujarnya sedikit tak percaya jika yang mengirimi CV ke restorannya itu adalah seorang Woohyun.
        “Sungyeol kau…” lagi-lagi Woohyun tak sanggup melanjutkan ucapannya. Sungyeol. Pemuda yang hampir setiap saat ia repotkan dengan menyuruhnya ke sana ke mari, kini berdiri dihadannya dengan kemeja hitam dan sangat terlihat rapi juga berkelas. Dan… Sungyeol akan menjadi atasannya nanti. Ia tak bisa bercaya kalau ternyata Sungyeol pemilik restoran sebesar ini.
        Sungyeol tak langsung merespon. Ia sedikit mengabaikan Woohyun untuk sementara lalu beralih ke meja kerjanya. Di sana ia menyambar map yang berisi CV calon karyawan yang dipilihkan ibunya kemarin.
        “Nam Woohyun.” Sungyeol membaca nama pengirim lamaran itu. Di sana juga terselip foto Woohyun sebagai syarat kelengkapan CV. Kemarin ia belum sempat menyadari itu. Sungyeol lalu menatap Woohyun. “Hyung, kau yang mengirimi…” Sungyeol melanjutkannya dengan menunjuk map di tangannya.
        Woohyun agak sedikit tertunduk. Ia merasa sedikit bersalah. Meski dulu ia memang cukup baik memperlakukan Sungyeol, tapi tetap saja ia merasa selalu merepotkan pemuda itu. Dan kini ia justru melamar pekerjaan pada Sungyeol.
        “Aku tidak perlu mewawancaraimu lagi, hyung.” Sungyeol memutuskan secara sepihak.
        Woohyun mendongak cepat dan menatap Sungyeol penuh Tanya. “Tapi…” ia sudah ingin memprotes, tapi langsung ia kurungkan niat itu melihat tatapan Sungyeol.
        “Aku membutuhkan seorang koki di sini. Dan aku sudah tau kinerjamu. Kau kunci utama kesuksesan café Sunggyu hyung.” Sungyeol berjalan sambil melepaskan dasinya, dan berdiri tepat di hadapan Woohyun. “Kau ikut aku ke dapur sekarang.”
        Woohyun tak langsung menurut, sementara Sungyeol sudah mendahuluinya. Namun karena merasa Woohyun tak menyusul, Sungyeol berhenti lalu berbalik.
        “Kalau ada yang bertanya tentang interview-ku bagaimana?” Tanya Woohyun takut-takut. Sungyeol terkesan mengistimewakan dirinya. Apapun kondisinya, Sungyeol tak boleh bersikap seperti itu.
        “Bilang saja aku melarangmun untuk menceritakannya.” Sungyeol lalu meneruskan langkahnya. Dan kali ini Woohyung langsung mengejar Sungyeol sampai dapur. Tak berani protes lagi karena Sungyeol sudah memutuskannya.
“Pagi ini ibuku kedatangan tamu. Kurang tau sepenting apa. Katanya mereka anak dari teman lama ibu. Dan aku ingin meminta bantuanmu untuk memasakkan beberapa hidangan,” kata Sungyeol tak lama setelah mereka tiba di dapur restoran. “Tapi tenang saja, kau tidak sendirian,” lanjutnya.
        Woohyun tampak mengangguk karena tak lama kemudian muncul dua pria berpakaian layaknya koki. Mereka yang akan membantunya nanti. Ia lalu mulai mempelajari menu makanan yang akan ia buat dari selembar kertas yang ia dapati dari Sungyeol tadi.
        “Aku juga akan membantumu.”
        “Apa?” Woohyun tersentak mendengar pernyataan Sungyeol. Saat menoleh, pemuda yang menjadi atasannya itu sudah sibuk di salah satu sudut dapur. Sungyeol juga tampak mengabaikannya. Tanpa sadar Woohyun tersenyum melihat pemandangan yang beberapa minggu ini cukup ia rindukan. Sungyeol sibuk membuat minuman. Dan itu memang keahliannya.
        Satu jam kemudian, mereka sudah selesai. Tentu saja Sungyeol yang selesai lebih cepat karena ia hanya membuatkan minuman. Namun setelah itu Sungyeol tak tinggal diam untuk membantu Woohyun.
        “Kau tidak menemui tamu ibumu?” Tanya Woohyun setelah semua masakan di bawa ke luar oleh pelayan. Ia hanya tinggal membereskan sisa-sisa bekas memasak tadi.
        “Nanti saja,” jawab Sungyeol santai.
        “Ini.” Woohyun membawakan seporsi makanan untuk Sungyeol yang sedang menenggak minuman. Sungyeol menatapnya bingung. “Aku yakin kau belum sarapan.” Woohyun melirik ke arah jam dinding. “Ini sudah telat waktu untuk sarapan.”
        Sungyeol menerimanya dengan senang hati. “Kalau begitu aku kembali ke meja bar dulu,” candanya.
        Woohyun sempat berpikir dua kali maksud ucapan Sungyeol. Setaunya di sini tidak ada meja bar seperti yang ada di café Sunggyu. Dan Sungyeol yang melihat ekspresi Woohyun langsung terkekeh. Woohyun langsung menyadari candaan Sungyeol. Mereka seperti mengulang kembali kebiasaan mereka ketika sama-sama menjadi karyawan Sunggyu.
        Sungyeol menarik kursi untuk kemudian menikmati masakan istimewa dari Woohyun. “Aku sungguh merindukan saat-saat itu, hyung.”
        “Aku juga.” Woohyun mengangguk setuju, ia lalu juga menarik kursi dan duduk di samping Sungyeol yang tengah menikmati makanannya. “Kalau ternyata kau pemilik restoran sebesar ini, kenapa kau justru bekerja sebagai karyawan biasa di café Sunggyu hyung?”
        Sungyeol tertegun sesaat. Pertanyaan yang sama persis seperti yang pernah Hye Ra lontarkan padanya. Tentu saja Sungyeol langsung menceritakan semua alasannya hingga bisa menjadi karyawan di café yang tak terlalu besar itu.
        “Dan kau sekarang atasanku,” kata Woohyun menerima keadaan.
        “Jangan seperti itu, hyung.” Sungyeol kecewa karena Woohyun kini merasa terlihat kecil di sampingnya. “Aku ingin seperti Sunggyu hyung yang memperlakukan karyawannya tanpa ada batasan. Bahkan terkadang aku berpikir Sunggyu hyung itu kakakku, bukan bossku.”
        Woohyun terkekeh. Ia juga ingin memperlakukan Sungyeol sedekat dulu ketika di café Sunggyu. Tapi ia menyadari posisinya. Namun jika Sungyeol sudah meminta seperti itu, Woohyun tak punya kuasa menolak. Atau Sungyeol akan marah padanya.
        “Akh, iya,” pekik Sungyeol yang teringat sesuatu. “Kau sudah membuatkan aku makanan. Tadi aku juga sudah membuatkan sesuatu untukmu.” Sungyeol sempat kembali sesaat ke meja tempat ia membuatkan minuman untuk Woohyun juga.
        “Terima kasih,” kata Woohyun setelah menerimanya. Sungyeol hanya mengangguk dan ingin segera melahap makanannya. Namun ada yang janggal dengan minuman itu. Sungyeol memilih membuatkannya milk shake stroberi. Woohyun memang suka hampir segala jenis minuman yang ada di café Sunggyu. “Tapi kenapa harus milk shake stroberi?” gumamnya dalam hati sambil menatap Sungyeol sedikit curiga. Minuman itu mengingatkannya dengan Hye Ra.

***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar