Senin, 16 Desember 2019

SKY AND EARTH (2. Jiwoo’s Circle Friends)




            Wooshin menghentikan motornya di depan sebuah rumah. Setelah cowok itu mematikan mesin motor, Jiwoo turun dari boncengan motor Wooshin. Bertepatan dengan sebuah motor lagi yang berhenti di depan motor Wooshin. Seorang cewek juga turun dari boncengan motor cowok itu.
            “Hoshi!” seru Jiwoo penuh semangat sambil mendekat dan mengulurkan tangannya untuk mencubit pipi cowok itu. “Kangen, deh.”
            Kwon Hoshi. Cowok semester 5 dari jurusan Teknik Informatika. Bercita-cita ingin membuka perusahaan yang khusus membuat games. Hoshi tinggal tepat di depan rumah Jiwoo. Keluarga Hoshi pindah ke sana setelah kelulusan Hoshi dari SMA. Kuliah di Universitas Paradise karena beasiswa prestasi dan sebagian biayanya ditanggung oleh kantor sang ayah.
            Cowok yang dipanggil Hoshi itu menyingkirkan tangan Jiwoo dari pipinya. “Nggak usah rese! Tangan lu bau tuh, Jiwoo!” kata Hoshi dengan memasang ekspresi kesal. Jiwoo dan yang laih hanya tertawa merespon candaan Hoshi. “Eh, nongkrong dulu hayuk.”
            “Nggak deh, ini udah jam 11, besok juga sama Jiwoo mau nyuci pagi-pagi biar enak mau keluar lagi abis itu,” kata cewek yang berdiri di sebelah Jiwoo sekarang.
            “Ke mana?”
            “Belanja bulanan.”
            “Dih, kok gue nggak diajak?” protes Hoshi.
            “Ah males ngerepotin.”
            Hong Euijin. Cewek itu juga kuliah dengan jurusan yang sama seperti Jiwoo. Mereka menjadi teman sekelas, bersama salah satu cowok lagi bernama Heedo. Euijin merupakan anak rantau dari Jogja. Awalnya Euijin di Jakarta menghuni rumah kost. Namun sejak dua minggu lalu—mulai ketika ibunya Jiwoo sering berada di Bandung sebelum akhirnya menikah di sana—Euijin tinggal di rumah Jiwoo. Menemani cewek itu yang kini tinggal sendiri. Sejak SMP Euijin suka menulis cerita. Hingga akhirnya kini sudah ada sekitar 5 buku yang sudah berhasil diterbitkan. Ibunya yang membiayai kuliah sebagai guru Bahasa karena ayah Euijin sudah meninggal 5 tahun lalu, sementara untuk kehidupannya sehari-hari, Euijin bekerja sebagai guru les untuk anak-anak di sekitar rumah Euijin—sejak sebelum Euijin tinggal bersama Jiwoo.
            Wooshin sudah kembali memakai helmnya dan bersiap untuk pergi dari sana. “Noh gue liat bokap lu udah pulang. Sana masuk,” goda Wooshin membuat Hoshi yang memanyunkan bibir. “Sampe ketemu besok ya, ladies.”
            Jiwoo melambaikan tangannya pada Wooshin. “Makasih, Wooshin.”
            “Hati-hati lu,” kata Euijin.
            “Hati-hati bro,” ujar Hoshi juga. “Yaudah sana masuk gih, sebelum salah satu dari kalian gue culik.”
            “Ogaaaah!” seru Euijin yang hanya ditimpali tawaan dari Jiwoo.
            Hoshi akhirnya mendorong motornya ke rumah yang berada berseberangan dengan Jiwoo. Sementara dua cewek tadi masuk ke dalam rumah. Jiwoo langsung ke arah dalam, menaiki tangga untuk menuju kamarnya yang berada di lantai dua.

***

            Jiwoo mendorong trolly dengan malas. Mengikuti Euijin yang berjalan lebih dulu untuk memilih barang-barang yang akan mereka beli. Saat mendengar sebuah tanda pesan masuk, Jiwoo langsung memeriksa ponselnya. Chat dari Hoshi di grup chat mereka.

//the dreamers//
Hoshi : “Jiwoo sama Euijin, nitip kentang sama sosis.”
Heedo : “Lagi pada di mana emang?”
“Gue lagi belanja buat café sama buat di rumah.” : Jiwoo
Hoshi : “Duitnya di Wooshin.”
Wooshin : “Kampret, duit apaan?”
“Iya, Hos.” : Jiwoo
Hoshi : “Woo, gua numpang nugas di rumah lu.”
Hoshi : “Duit yang gue titip ke elu, Shin.”
Euijin : “Makan Cuma boleh di meja makan!”
Euijin : “Awas lu berantakin doang bisanya.”
Hoshi : “Anak kost galak banget, jir.”
“Kalo Euijin udah ngomel, gue nggak bisa bantu ya gaes.” : Jiwoo
Hoshi : “Ya kan itu rumah lu, Woo.”
“Nggak peduli lah, Euijin juga berhak, soalnya dia bantuin gue.” : Jiwoo
Wooshin : “Dimana lu bogel @Hoshi?”
Soyoung : “Di kantin fakultas gue, Shin.”
Hayoung : “Iya tuh, ngerusuh doang. Bawa balik gih, Shin.”
Wooshin : “@Hoshi, buru sini ke Ilkom jemput gue.”
Wooshin : “Gue nggak bawa motor, tadi nebeng Heedo.”
Euijin : “Ngapain ke kampus @Heedo? Libur, juga.”
Heedo : “Ngojekin Wooshin, lumayan gocap.”
“Sini ke supermarket jemput Euijin.” : Jiwoo
Heedo : “Siap captain!”
“Gue mau ke café dulu, jam 3 gue pulang.” : Jiwoo
Hoshi : “Nggak usah pulang sih @Jiwoo.”
“Penumpang nggak tau diri.” : Jiwoo

Hoshi : “wkwkwkwkkw.”

            Usai berbelanja, mereka menunggu di lobi. Lalu tidak lama sebuah motor menghampiri mereka. Itu Heedo. Heedo turun dari motor dan langsung membantu membawa belanjaan Euijin yang ia letakkan di bagian depan motor.
            Yoo Heedo. Salah satu teman sekelas Euijin dan Jiwoo di Management. Heedo bergabung di klub sepakbola fakultas bersama Doyoung. Cowok itu juga mendapatkan beasiswa untuk kuliah di Universitas Paradise karena prestasinya di sepakbola saat SMA dan pernah mewakili provinsi. Heedo juga kerapkali membantu Hoshi membuat desain untuk games yang ingin dibuat oleh Hoshi.
            “Gila lu diem-diem ngelamar Hayoung, ya?” Goda Jiwoo sambil tertawa.
            “Bulan depan gue ke Bandung deh ngelamar elu ke tante.” Heedo membalas dengan diiringi tawa juga. “Lu juga mau gue lamar juga, Jin?” tanyanya kali ini pada Euijin yang sudah duduk di boncengan belakang motor Heedo.
            “Punya apa lu pak ngelamar gue?”
Heedo hanya ternyata menanggapi pertanyaan Euijin. “Mau bareng nggak? Nih di depan.” Heedo menepuk-nepuk space kecil pada jok bagian depan.
            “Kurang-kurangin main sama Hoshi, jadi gila kan lu. Udah sana, jalan.”
            “Duluan ya, Woo. Hati-hati lu,” kata Euijin sambil melambaikan tangan.
            Jiwoo juga balas melambaikan tangan.

***

            Jiwoo menerima helm yang disodorkan Wooshin. Cowok itu menjemput Jiwoo di depan kantin fakultas Ekonomi. Setelah Jiwoo naik ke boncengan motor, Wooshin langsung menjalankan motornya.
            Jiwoo mendekatkan badannya pada badan Wooshin. “Shin.”
            “Apa?” tanya Wooshin karena mendengar Jiwoo memanggilnya.
            “Lu bisa tebak nggak semalem gue kenapa?” Jiwoo malah balas bertanya.
            Wooshin mengangkat kedua bahunya. “Sakit perut, kali? Atau lagi bulanan? Gue semalem pengen nanya, tapi lupa.”
            “Lu inget cowok itu? Pas kita SMA.”
            Wooshin tidak langsung menjawab karena sedang mengingat-ingat moment atau bahkan seseorang yang Jiwoo maksud. “Yang pernah nembak lu?” Wooshin bertanya lagi karena ia tidak menemukan jawabannya. “Gue nggak ada ide sama sekali.”
            “Yang semalem, gue ketemu sama cowok yang bikin gue keinget seseorang. Pas SMA inget nggak lu pernah gabung klub bola?”
            Wooshin berusaha menajamkan pendengarannya selama Jiwoo bercerita. Cowok itu bahkan sampai menurunkan kecepatan motornya. “Iya iya gue tau arahnya. Tapi gue lupa nama itu anak. Setau gue juga dia Cuma satu semester sekolah di tempat kita. Lu ketemu dia?”
            Jiwoo menggeleng. Wooshin bisa melihat itu dari dalam kaca spion. “Gue bahkan lupa sama cowok itu. Gue Cuma nggak tau kenapa tiba-tiba keinget aja gara-gara semalem ketemu cowok. Temennya Wonwoo.”
            “Loh, anak kampus kita juga, dong?”
            Kali ini Jiwoo mengangkat kedua bahunya. “Nggak tau. Jarang ketemu. Geng-nya Wonwoo setau gue juga nggak pernah nongkrong di kampus. Makan aja mereka pasti ke luar, nggak level ke kantin.”
            “Hahahaha.” Wooshin benar-benar tidak bisa menahan tawanya. “Iya emang bener sih mereka nggak level makan di kantin. Terus, naksir lu sama temennya si Wonwoo itu?”
            “Nggak lah. Dia restoran bintang lima, gue jajanan kaki lima.”
            “Hahaha bisa aja sih lu.” Lagi, Wooshin tertawa keras. “Eh tapi salah satu anak klub bola ekonomi ada dari geng eliters itu loh, Woo.”
            “Ah, masa? Heedo nggak pernah cerita perasaan.”
            “Ya mungkin lupa. Gue juga rada kurang paham sih sama mereka. Orang-orangnya maksud gue, kecuali Rowoon. Taunya gara-gara sparing sama klubnya Heedo, gue jadi paham. Ada yang Namanya Doyoung, ternyata anak geng itu juga. Bocahnya nggak terlalu mencolok juga sih.”
            “Tapi…”
            “Tapi kalo beneran naksir ya nggak apa-apa juga sih. Naksir doang kan, lu juga nggak bakal kegatelan deketin mereka. Aduh!” jerit cowok itu karena tiba-tiba Jiwoo memukul pundak Wooshin. Namun sedetik kemudian Wooshin kembali tertawa. “Udah lama gue nggak liat lu bahas cowok selain gue, Heedo sama Hoshi. Siapa tuh dulu si itu Namanya?”
            “Yang pas SMA?”
            “Iya.”
            “Gue Cuma tau nama di bajunya doang. ‘Kim D’ gitu tulisannya.” Ekspresi Jiwoo terlihat seperti menerawang. Berusaha mengingat sesuatu dari masa lalunya. “Ah, lupa.”

***

            “Jiwoo nih tadi ada paket.”
            Jiwoo menerima bungkusan yang disodorkan Euijin padanya. Cewek itu bahkan baru saja menginjakkan kaki di rumahnya yang kini sudah ramai oleh Hoshi dan Heedo serta dua teman perempuannya lagi, Hayoung dan Soyoung. “Oh, dari nyokap.”
            Oh Hayoung dan Park Soyoung, dua sahabat Jiwoo yang juga kuliah di Universitas Paradise. Mereka berada di kelas yang berbeda dengan Jiwoo, namun masih di jurusan yang sama. Berbeda dengan Soyoung yang baru mengenal Jiwoo saat kuliah, Hayoung adalah tetangga Jiwoo. Hanya berjarak beberapa rumah dari rumah Jiwoo. Soyoung juga lebih dulu bekerja part time di tempat yang sama dengan Jiwoo.
            “Kok lama sih kalian! Nggak tau kita udah kelaperan?”
            Wooshin yang baru saja muncul, langsung melempar jaketnya ke arah Hoshi yang tadi melakukan protes. “Makan mulu, lu! Games lu masih pada error, geblek.”
            “Ya tugas lu nemuin bugs-nya di mana aja,” Hoshi menjawab seenaknya.
            “Jiwoo udah nyampe, gue makan duluan ah.” Heedo yang tadinya duduk di salah satu sofa, sontak berdiri. “Berisik kalo dua anak IT udah ketemu. Hahaha.”
          “Sombong banget emang yang anak Management. Liat aja besok gue abisin, lu! Hahaha.” Wooshin ikut berjalan menyusul Heedo menuju ruang makan dan mengambil tempat duduk di seberang Heedo. “Euijin masak jam berapa? Sempet-sempetnya gini.”
            “Sebagian ada kiriman dari nyokapnya Hoshi, tuh. Sama Hayoung juga sempet bawa apaan gitu ya. Lupa.”
            Menyusul kemudian Hayoung bersama Soyoung yang memilih kursi berjejeran dengan Heedo. Lalu Euijin mengisi tempat kosong di sebelah Wooshin, berseberangan dengan Hayoung.
            “Itu sodara lu?” Hoshi menyambar benda yang di pegang Jiwoo. Sebuah figura—isi dari paket yang diterima Euijin. “Seriusan lu nggak pernah ketemu dia selama ini?” Hoshi sampai menatap Jiwoo untuk memastikan sesuatu. Membaca raut wajah Jiwoo, mungkin.
            Jiwoo menarik kursi di sebelah Euijin. Sementara Hoshi menempati kursi tengah—kondisi meja berbentuk persegi panjang. Jiwoo baru mengangguk, menanggapi pertanyaan Hoshi saat cowok itu memberikan benda ditangannya pada Soyoung yang kebetulan duduk di dekatnya juga. Jiwoo berseberangan dengan Soyoung.
            “Foto apaan, Seung?” tanya Wooshin di sela-sela makannya.
            Soyoung membalik figura agar Wooshin dan yang lain bisa melihat isi dari figura di tangannya. “Foto nikahan orang tuanya Jiwoo.”
            “Eh, ini kembaran lu, Woo?” Euijin yang penasaran sampai berdiri dan mengulurkan tangannya untuk mengambil figura itu agar bisa melihat lebih jelas.
Wooshin yang kebetulan bersebelahan dengan Euijin, mendekatkan tubuhnya pada cewek itu. Wooshin bahkan sampai melebarkan mata melihat saat melihat wajah cowok itu dari dekat. “Ini… Anak kampus kita, kan?”
            “Geng eliters?” tanya Hoshi untuk memastikan ia berpikir hal yang sama dengan Wooshin.
            “Ya emang dia.”
            Sontak semuanya menoleh ke arah Jiwoo.
            Euijin bahkan sampai memijat keningnya. “Sumpah ini plot twist paling gila yang pernah gue temuin.”
            “Ya lu semua juga tau kan gue lost contact sama bokap dari bayi? Gue juga nggak tau apa-apa. Siapa Wonwoo bahkan gue nggak kenal.”
            “Terus pas ketemu sama lu, dia gimana?”
            “Gila sih Jiwoo pulang-pulang langsung kerja. Padahal gue kepo banget,” kata Heedo sebelum menyuap makanannya.
            Jiwoo menatap satu persatu temannya secara bergantian. “Oke gue ceritain semuanya.”
            “Bentar gue kencing dulu.” Hoshi menggeser kursinya dengan kasar, lalu berlari menuju toilet yang berada di ujung dapur.
            Jiwoo dan yang lain melanjutkan makan sambil menunggu Hoshi kembali beberapa menit kemudian. “Ini nyokap gue baru banget cerita semalem. Dan gue nggak bisa nyalahin siapa-siapa. Orang tua gue awalnya Cuma dijodohin, karena nggak saling cinta, mereka akhirnya pisah. Gue sama Wonwoo masih bayi. Dan bukan Cuma mereka yang pisah, tapi gue dan Wonwoo juga pisah. Bokap sempet nikah lagi sampai beberapa bulan lalu ibu tirinya Wonwoo meninggal. Wonwoo menentang bokap sama nyokap gue nikah karena dia mikirnya itu kecepetan. Wonwoo sayang banget sama nyokap tirinya itu. Padahal dibalik itu, pas lagi sakit parah nyokap tirinya Wonwoo minta bokap buat nyari nyokap. Bahkan kalo bokap mau nikah lagi, beliau Cuma ikhlas bokap nikahnya sama nyokap gue.”
            “Tapi, Wonwoo tau kan kalian kembar?”
            Jiwoo menoleh cepat ke arah Hoshi yang tadi bertanya. “Gue nggak yakin. Karena bokap sibuk dan hubungan mereka cukup dingin.”
            Wooshin menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi. Sedikit terbawa emosi mendengar cerita tentang ayah kandung Jiwoo. “Konyol sih kalo sampe nggak kasih tau hal gitu.”
            “Jadi ini sama aja Wonwoo nuduh nyokap lu ngerebut bokap dari nyokap tirinya dia, dong?” Kali ini giliran Hayoung yang bertanya.
            Jiwoo menghempaskan napasnya, berat. “Entahlah. Gue selama ini terbiasa hidup tanpa mereka. Sedih sih kalo emang beneran gitu. Tapi mau gimana?”
            Wooshin mengulurkan tangan untuk mengacak rambut Jiwoo. Tidak peduli jika ada Euijin di tengah-tengah mereka. “Jangan sedih Jiwoo jelek, nanti gue bantuin kenalan sama cowok itu, deh.”
            “Anjir, cowok siapa?” Sahut Hoshi yang paling cepat merespon ucapan Wooshin.  
            Sontak Jiwoo memukul tangan Wooshin yang tadi memegang kepalanya. “Nggak usah rese!”
            “Sabtu besok ke GOR deh, kalo ada temen klub bola gue yang lu taksir, bilang aja nanti gue kenalin. Yang penting lu jangan sedih. Nggak suka gue liat lu gini, Woo.” Heedo menggeleng dengan ekspresi yang dibuat-buat.
            Hayoung yang duduk di sebelah Heedo, sontak memukul lengan cowok itu hingga meringis. “Kemaren gue minta kenalin, kenapa lu pelit?”
            “Ck, itu masih bocah, anak tingkat satu masih polos. Kasian kalo sama lu,” ujar Heedo sambil mengelus-elus lengannya yang berdenyut.
            “Hah? Serius?” Hayoung melebarkan matanya karena terkejut. “Gue kira semester tiga, gitu.”
            “Siapa, Do?” tanya Wooshin.
            “Si Seonghwa,” jawab Heedo. “Jaehyun aja mau nggak?”
            “Dih, ogah. Banyak fansnya.”

***

~Perpustakaan Universitas Paradise
            Jiwoo mencari-cari getaran suara ponsel yang terdengar begitu dekat. Saat mencari ke kolong meja, ternyata ada sebuah benda persegi di bawah sana. Jiwoo menunduk sambil mengulurkan tangan untuk mengambilnya. Sebuah ponsel. Dan ada panggilan atas nama ‘Jeon Wonwoo’ di sana. Jiwoo menyentuh tombol hijau lalu mendekatkan benda itu ke telinganya.
            “Halo,” sapa Jiwoo.
            “Sorry ini siapa? Gue pemilik ponsel yang ada di lu. Bisa tolong kembaliin hape gue?” terdengar suara cowok di seberang sana.
            “Oh iya ini hape lu jatuh di perpustakaan. Kalau mau ke sini aja, gue tungguin sekarang.”
            “Oke, terima kasih ya. Tolong jagain sebentar, gue langsung ke sana.”
            “Oke.”
            Oiya, nama lu siapa?”
            “Jiwoo.”
            Jiwoo menjauhkan benda itu dari telinganya lalu meletakkannya di atas meja. Setelah itu Jiwoo memilih berdiri untuk sedikit meregangkan tubuhnya karena pegal. Ia berjalan ke arah jendela yang kebetulan berada tepat di belakang ia duduk.
            “Maaf, ada yang Namanya Jiwoo?”
            Mendengar ada yang menyebut Namanya, Jiwoo berbalik. Cowok itu di sana. Cowok yang ia temui di café milik Rowoon. Cowok yang membuatnya merasakan sesuatu di perut. Dan itu cowok yang sama yang membuatnya tiba-tiba teringat seseorang dari masa lalunya. Doyoung.
            Doyoung menoleh. Tersisa Jiwoo di sana yang belum ia tanyai. Doyoung juga sedikit terkejut karena orang terakhir yang ia temui adalah Jiwoo. Doyoung melangkah pelan sampai akhirnya mereka berdiri berhadapan.
            “Lu, Jiwoo?” tanya Doyoung tanpa melepaskan kontak mata pada Jiwoo.
            Jiwoo tersadar dari lamunan kecilnya. “Oh, hape lu…” cewek itu menggantungkan kalimatnya sambil mengulurkan tangan untuk mengambil sebuah ponsel di atas meja. “Ini tadi jatoh di bawah meja,” ujarnya sambil mengulurkan tangan.
            Doyoung menerima benda itu. “Makasih banyak ya. Gue Doyoung.”
            Jiwoo melihat ke arah bawah. Tangan Doyoung sudah terulur di hadapannya. Doyoung masih menunggu Jiwoo membalas uluran tangannya.
            “Gue Jiwoo,” kata cewek itu akhirnya.

***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar