Jumat, 20 Desember 2019

SKY AND EARTH (8. Cewek Misterius)




//from : unknow number//
No name : “Doyoung?”
No name : “Di mana?”
No name : “Sibuk, nggak?”
No name : “Jalan, yuk!”
Doyoung : “Maaf, ini siapa?”
No name : “Gue tunangan lu, Doy!”
Doyoung : “Nggak ngerasa pernah tunangan.”
No name : “Nggak usah bercanda. Lu di mana? Ayo jalan.”

            Doyoung menghela napas sambil mengunci layar ponsel dan meletakkan ponselnya di atas meja yang sudah penuh dengan beberapa dokumen, laptop dan ada buku catatan juga. Bahkan layar LCD TV yang berada di ruangan itu menampilkan sebuah slide yang terhubung dari laptop. Cowok itu sedang bersama Siwon—papanya Wonwoo—untuk belajar tentang bisnis secara ‘real time’. Dan hanya Doyoung sendiri di sana.
Seusai sarapan sebenarnya Taeyong merengek untuk diajak jalan-jalan keliling Bandung. Namun Wonwoo menolak dengan alasan kasian Doyoung. Tujuan awal mereka ke sana adalah karena permintaan Doyoung, tidak ada sama sekali niatan untuk liburan. Wonwoo juga sebenarnya hanya memberi tahu tentang perjalanannya ke Bandung, namun Taeyong memaksa untuk ikut. Beruntung di sana ada Hoshi yang berinisiatif mengajak Taeyong dan yang lain untuk bermain. Setengah jam lalu mereka—tanpa Doyoung—hanya ke luar untuk membeli permainan dan beberapa snack untuk cemilan.
            Hoshi membongkar plastik belanjaannya bersama Taeyong yang tampak antusias. “Lu udah pernah main ini sebelumnya?”
          Taeyong menggeleng. “Lebih tepatnya gue nggak punya temen untuk diajak main ginian.” Cowok itu sudah sibuk membagi-bagikan uang mainan pada Hoshi, Wonwoo dan untuk Jiwoo yang sebenarnya sedang ke dapur untuk mengambilkan gelas kosong.
            Tidak lupa Jiwoo juga membawakan minuman dan snack untuk diberikan pada Doyoung dan Siwon yang sibuk ‘meeting’. Konsentrasi Doyoung pada layar LCD TV sedikit terpecah karena kedatangan Jiwoo. Gadis itu tersenyum saat tatapan mereka bertemu.
            “Jiwoo!”
            Jiwoo baru saja duduk di sebelah Siwon, langsung kembali berdiri karena mendengar Hoshi meneriaki Namanya. “Iya iya.” Jiwoo mengangkat tangannya sekilas ke arah Doyoung sebagai tanda ia berpamitan untuk meninggalkan Doyoung bersama papanya, Siwon.

***

            Wonwoo menahan tangan Jiwoo yang hendak masuk ke dalam mobil. “Lu di depan aja.”
            “Emang kenapa, sih?” protes Hoshi yang sudah ikut masuk dari pintu satunya.
            Wonwoo tidak menjawab pertanyaan Hoshi. Wonwoo tetap menarik Jiwoo dan menorong cewek itu untuk duduk di kursi penumpang depan, bersebelahan dengan Doyoung yang akan menyetir. Mereka akan kembali ke Jakarta siang itu. Tidak ada pembicaraan selama perjalanan pulang. Hoshi sibuk bermain games melalui ponselnya. Wonwoo dan Taeyong nyaris tertidur. Sementara Jiwoo hanya menatap ke luar jendela sambil memeluk jaketnya.
            “Rumah lu daerah mana, Woo?” tanya Doyoung membuka pembicaraan.
            Merasa diajak bicara, Jiwoo menoleh. “Kalo nggak keberatan anter ke café Rowoon aja. Atau di halte terdekat juga boleh.”
            Doyoung balas menoleh sesaat sebelum akhirnya kembali fokus menyetir. “Loh, lu masuk? Kenapa nggak ijin libur aja? Emang nggak capek? Atau nanti gue yang bantu ngomong ke Rowoon.”
            “Jangan, Doy. Gue nggak mau. Biar gimanapun Rowoon tetep bos gue, bukan temen.” Jiwoo menolak.
            Doyoung tidak membalas lagi karena ponselnya berbunyi. Sebuah pesan dari nomor yang belum ia simpan. Itu nomor yang tadi. Dengan satu tangan, Doyoung menyodorkan ponselnya ke belakang sambil meliirk sekilas. “Bang, tolong balesin ini, dong.”
            Taeyong yang baru saja terbangun, mengulurkan tangan. “Dari siapa?” tanyanya sambil menerima ponsel Doyoung. Doyoung sendiri tidak ingin menjawab. Taeyong membuka lock screen pada layar ponsel Doyoung. “Sejeong?” tanyanya lagi. Namun Doyoung sama sekali tidak berniat menjawab. Dari histori percakapan mereka beberapa jam lalu juga Sudah membuktikan bahwa itu adalah Sejeong. Melihat nomor cewek itu yang masih belum disimpan, tangan Taeyong gatal untuk tidak berbuat jahil.

//from : Tunanganku//
Sejong : “Doy. Di mana, sih?”
Doyoung : *Mengirim foto bagian belakang Doyoung dan Jiwoo di dalam mobil.*
Doyoung : “Lagi nyetir.”
Sejeong : “Sama cewek? Siapa?”
Doyoung : “Masa depan gue sih kayaknya.”
Sejeong : “Apa-apaan, sih?”
Sejeong : “Kamu dari mana?”
Doyoung : “Dari rumah mertua.”
Sejeong : “Nggak lucu, Doy.”
Doyoung : “Gue emang nggak lucu, tapi ganteng.”
Doyoung : *Taeyong mengirim foto dirinya melakukan self camera.*
Sejeong : “Lu siapa? Mana Doyoung?”

            Doyoung mengawasi Taeyong dari kaca spion dalam. “Jangan chat aneh-aneh ya lu, Bang!” seru Doyoung mengingatkan. Karena dilihatnya Taeyong begitu menikmati berbalas pesan dengan Sejeong.
            “Nggak, Doy. Beneran deh ini tapi lucu.” Taeyong sesekali masih tertawa.

***

~Rowon’s café
            “Gila, gue ngerasa tersanjung nih dianterin langsung sama Pak bos,” ledek Ten saat tahu Rowoon yang datang membawakan dua gelas minuman untuk dirinya dan salah satu antara Sejun dan Yujin.
            Rowoon hanya terkekeh sambil meletakkan dua gelas minuman ke atas meja. “Yaelah lebay amat lu,” protesnya sambil duduk bersebelahan dengan Sejun yang sedang menikmati rokoknya. “Yujin, punya lu masih di bikin ya.”
            “Oke, Woon.” Cewek bernama Yujin itu hanya mengangguk di sela-sela kesibukannya dengan ponsel.
            “Oiya, lu kenapa sih kayanya nggak suka banget Doyoung tunangan?” tanya Sejun sambil menekan sisa rokoknya pada permukaan asbak. Kemudian cowok itu menyambar gelas ice americano-nya.
           “Ya karena Sejeong bukan cewek yang Doyoung cinta.” Rowoon menjawab sedikit malas.
            “Nanti juga lama-lama bakal suka,” kata Sejun, cuek.
            Ten yang sejak tadi diam, menggeleng karena tidak sependapat dengan Sejun. “Nggak, Jun. Doyoung gitu-gitu harga dirinya tinggi.” Ucapan Ten membuat tiga temannya sontak menoleh padanya, terutama Sejun dan Yujin. Menaruh harapan besar untuk Ten membeberkan apa yang sebenarnya. “Dia nggak mau ceweknya lebih kaya dari dia. Prinsip dia sama kayak gue, cewek tuh semakin tinggi derajatnya semakin sombong.”
            “Setuju sih gue,” sahut Rowoon yang tampak memihak pada Ten. “Lagian juga kalo masalah harta, Doyoung udah punya segalanya. Sama sih gue juga nggak butuh cewek yang kaya, lebih bangga kalo gue nafkahin dia.”
            Sejun tersenyum sambil mengangguk, mengalah. Kemudian cowok itu menyeruput minumannya sambil menatap ke arah tembok kaca yang membatasi ruangan. “Siapa yang ajak Sejeong ke sini?”
            Rowoon dan Ten sontak menoleh ke arah yang sama seperti Sejun. Mereka melihat cewek itu, Sejeong, sudah membuka pintu kaca dan menerobosnya masuk. Tidak jauh di belakang Sejeong terlihat Yuta menyusul bersama dua orang cewek lagi, teman Sejeong—Jenny dan Yerin. Tanpa sadar, Rowoon berdiri untuk menyambut Yuta dan melakukan hi five dengan cowok itu. Membiarkan Sejeong berdiri sambil melipat tangannya di depan dada. Salah satu tangan cewek itu sibuk dengan ponselnya.
            “Tolong jawab ini Doyoung sama siapa?”
            Rowoon dan yang lain sontak menatap layar ponsel yang ditunjukkan Sejeong. Mereka mengenali sosok Doyoung, namun tidak dengan cewek yang juga duduk di kursi depan. Hanya terlihat di bagian rambut saja.
            “Somin bukan, sih?” Yujin berujar namun langsung dibalas gelengan kepala oleh Ten.
            “Model rambutnya beda,” ujar Ten.
            “Adeknya Doyoung,” jawab Sejun asal yang langsung disambut pukulan pelan dilengannya oleh Yujin.
            “Jungwoo nggak gondrong ya!”
            Sejun melirik tajam ke arah Yujin. “ Ya siapa tau dia pake wig,” protesnya.
            “Terus, Doyoung mana?” tanya Sejeong lagi, masih mempertahankan sikap sombongnya. “Gue perlu ketemu sama dia.”
            Yuta menarik kursi dengan kasar hingga menarik perhatian orang-orang di sana. “Ya tanya sendiri lah. Punya kontaknya Doyoung, kan?” balasnya sambil duduk.
            Rowoon juga menyusul duduk. Berusaha mengabaikan Sejeong. “Ya kalau Doyoung nggak mau ketemu, jangan dipaksa.”
            “Ya tapi gue tunangannya, gue berhak atas Doyoung,” ujar Sejeong dengan reaksi tidak suka dengan perkataan Rowoon.
            “Baru tunangan kan, belum nikah?” balas Rowoon dengan tatapan sama tidak Sukanya terhadap Sejeong.
            “Woon…” Yujin tidak melanjutkan ucapannya karena Sejun mencengkeram lengannya seakan tidak membiarkan Yujin mengatakan apapun pada Rowoon. Sejak di mana Yujin mengatakan kecocokan antara Doyoung dan Sejeong, sementara beberapa lagi menolak pernyataan Yujin, mereka seperti berada di beda kubu. Sejun juga tanpa sadar berada di pihak Rowoon yang menolak pertunangan Doyoung dan Sejeong.
            “Won?”
            Sejeong berbalik badan karena mendengar Yerin berujar dibelakangnya, dan karena melihat reaksi Yuta yang seperti melihat kedatangan seseorang. Seorang pemuda terlihat baru saja menutup pintu kaca di belakangnya. Itu Wonwoo dan Taeyong. Namun tatapan Sejeong bukan untuk dua pemuda itu. Melainkan jatuh pada sosok tinggi yang bisa ia lihat dari balik tembok kaca, namun berdiri membelakanginya. Seseorang yang perawakannya sudah cukup ia kenal, Doyoung.

***

            Doyoung memarkirkan mobilnya di area parkir café milik Rowoon. Taeyong mengembalikan ponsel Doyoung yang tadi masih ditangannya sebelum ke luar dari mobil. Taeyong dan Wonwoo sudah lebih dulu meninggalkan mobil, melesat masuk ke dalam café. Niat awalnya hanya mengantar Jiwoo, namun akhirnya mereka semua ikut mampir ke sana.
            “Gue langsung ya, Woo. Nunggu Wooshin di depan aja,” kata Hoshi setelah mengambil tasnya di bagasi mobil. “Ntar malem gue jemput.”
            “Yaudah, hati-hati ya,” kata Jiwoo sambil melambaikan tangan mengiringi kepergian Hoshi.
            “Makasih ya, Doy.” Tidak lupa Hoshi juga melambaikan tangan pada Doyoung.
            Setelah sosok Hoshi semakin jauh, Jiwoo membalikkan badan dan melangkah masuk menuju pintu utama café. Doyoung ternyata menunggunya untuk berjalan bersama. Doyoung bahkan membukakan pintu untuk Jiwoo. Namun cowok itu dikejutkan dengan keberadaan Ten yang kebetulan berjalan ke arahnya.
            “Loh, lu di sini juga?” tanya Doyoung, heran. Sebelumnya tidak ada yang saling mengabari jika mereka ada niatan ke sana. Grup chat mereka juga sepi.
            Ten hanya mengangkat tangan sebagai tanda ia menyapa Jiwoo dan hanya dibalas senyuman tipis dari cewek itu. “Ada Sejeong di dalem. Lu janjian sama dia?” tanya Ten dengan tatapan menyelidik.
            Doyoung melebarkan mata dan tidak langsung memberikan jawaban dari rasa penasaran Ten. Cowok itu justru langsung membuka ponselnya. Memeriksa chat dari Sejong yang tadi dibalas oleh Taeyong. Cowok itu terbelalak melihat isi chat perbuatan Taeyong. Doyoung hanya menghela napas, sama sekali tidak bisa marah atas perbuatan Taeyong. Lagipula Taeyong mengatakan ‘Masa depan gue sih kayaknya’, sontak membuat cowok itu bersusah payah menyembunyikan senyumannya. Namun senyuman itu hanya bertahan sesaat karena Doyoung melihat seseorang berjalan ke arahnya. Semakin dekat, dan semakin jelas siapa sosok cewek itu. Sejeong.
            “Doy, gue balik kerja dulu, ya. Sekali lagi makasih udah..” Jiwoo menghentikan kalimatnya karena merasakan tubuhnya ditarik oleh seseorang. Pelakunya adalah Doyoung. Tubuh Jiwoo oleng ke arah Doyoung yang seperti sudah siap menangkapnya. Pemandangan itu membuat Sejeong terbelalak.
            “Lepasin tunangan gue!” ujar Sejeong sambil menarik lengan Jiwoo agar menjauh dari Doyoung.
            Doyoung tidak menahan sama sekali. Cowok itu hanya tersenyum melihat kebingungan di wajah Jiwoo. “Selamat kerja ya. Sampe ketemu lagi.” Doyoung mengacak pelan rambut Jiwoo kemudian melambaikan tangan dan sedikit menggerakan tangannya sebagai tanda menyuruh Jiwoo pergi.
            Jiwoo yang tidak mengerti apa-apa hanya mengangguk dan pergi dari sana. Cewek itu sempat beradu tatap dengan Sejeong, namun Jiwoo hanya menatap dengan ekspresi datar. Berbeda dengan Sejeong yang menatap Jiwoo dari ujung kepala hingga kaki.
            “Gue duluan ya.” Kata Doyoung sambil menepuk pundak Ten sebelum berbalik.
            Sejeong yang menyadari Doyoung ingin pergi, langsung melepaskan tatapan pada Jiwoo dan beralih ke Doyoung. “Lu mau ke mana?” tanya Sejeong sambil meraih tangan cowok itu, namun langsung dihempaskan oleh Doyoung yang sama sekali tidak mempedulikan keberadaan cewek itu. Doyoung melesat cepat meninggalkan café.

***

            Rowoon kembali ke teras belakang café sambil membawa setumpuk undangan. Cowok itu muncul hampir bersamaan dengan Ten. “Doyoung mana?”
            “Balik dia. Males kayanya abis ketemu Sejeong,” jawab Ten.
            Rowoon hanya ber-oh ria, kemudian duduk di kursi yang tadi ia tinggali. Wonwoo dan Taeyong juga sudah bergabung di sana. Juga seorang cewek yang duduk di sebelah Wonwoo, Yerin. “Oiya, gue mau ngasih undangan nih.”
            Sejun yang duduk si sebelah Rowoon, menatap penasaran undangan apa yang dimaksud Rowoon. Cowok itu mencuri pandang untuk membaca inisial nama yang tertera pada sampul undangan. “Kim Ro… Lu ma nikah, Won?”
            Rowoon menoleh cepat, secepat tangannya memukul tangan Sejun menggunakan selembar undangan ditangannya. “Anjir, lu. Ini Kim Rockhyun, abang gue yang mau nikah.”
            Sejun hanya tertawa sambil menerima undangan yang disodorkan Rowoon. “Hahaha, thanks ya, Won.” Sejun ikut membantu Rowoon dengan mengoper beberapa undangan untuk teman-temannya yang lain, sesuai nama tamu undangan yang tertera pada undangan.
            “Yer, dateng aja bareng Wonwoo,” kata Rowoon yang membuat Yerin dan Wonwoo saling melempar tatap, kemudian Yerin menggangguk pada Rowoon.
            “Somin sama Seunghee nitip lu, ya.” Rowoon menyodorkan undangan yang dibantu Sejun untuk memberikannya pada Yujin.
            “Sini buat Johnny sama gue aja,” kata Taeyong menawarkan diri. Rowoon setengan berdiri menyodorkan benda itu pada Taeyong. “Itu sisa saiapa? Doyoung?” tanya Taeyong karena melihat Rowoon masih memegang satu lembar undangan.
            “Iya,” jawab Rowoon sambil mengangguk. “Nanti malem gue aja yang anterin.”
            Mereka kemudian mengobrol santai. Yujin juga tidak membahas perihal kepergian Doyoung setelah tadi Sejeong juga ke sana. Menyisakan Yerin, tentu saja karena ada Wonwoo. Taeyong yang memperingatkan Yujin tadi untuk diam saja. Hubungan mereka dengan Sejeong dan teman-temannya juga tidak dikatakan cukup baik. Kecuali Yerin, karena memang berpacaran dengan Wonwoo. Mereka menghargai status Yerin.

***

            Sejeong menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah. Cewek itu turun dan berjalan menuju pagar. Ada seorang cowok yang mengejarnya. Hanbin. Sejeong tau, cowok itu memang sudah menyusulnya sejak mobil Sejeong meninggalkan café Rowoon.
            “Sejeong!”
            Sejeong memutar badan sambil menghempaskan tangan Hanbin yang memegang pergelangan tangannya. “Apaan sih, Bin?”
            “Lu yang apaan? Nggak peduli, gue nggak ngerasa udah putus sama lu!” Balas cowok itu.
            Sejeong melipat tangan di depan dada sambil memutar bola matanya, kesal. “Ya karna kan gue dijodohin.”
            Ada seorang cewek lagi yang ke luar dari mobil Sejeong. Jenny menghampiri keduanya. Awalnya cewek itu ingin diam saja dan tidak ingin ikut campur. Namun melihat keduanya saling ngotot, membuat cewek itu mau tidak mau harus ikut turun tangan.
            “Itu alasan doang, kan?” Hanbin masih tidak terima.
            “Kalian tuh apaan, sih?” Jenny menyeruak di tengah-tengah Hanbin dan Sejeong.
            “Gue masuk dulu,” kata Sejeong sambil balik badan tanpa lebih dulu merespon ucapan Jenny.
            Hanbin juga balik badan dan berniat pergi, namun Jenny ikut menyusulnya. Jenny bahkan ikut masuk ke dalam mobil Hanbin. “Gue salah ya, Jen?” tanya Hanbin sesaat setelah Jenny menutup pintu.
            “Kalian juga yang salah. Ngapain backstreet? Orang tua Sejeong mikir anaknya nggak punya pacar.”
            “Terus mereka bakal nikah? Kalo beneran gitu, gue mesti gimana, Jen? Sejeong juga kayaknya suka sama cowok itu.”
            Jenny mengangkat bahunya. “Tapi cowok itu kayanya nggak suka.”
            “Siapa sih dia? Beraninya nolak Sejeong gue. Sejeong tunangan juga kenapa harus diem-diem?”
            Jenny menjitak kepala Hanbin hingga membuat cowok itu meringis. “Harusnya lu seneng cowok itu nggak suka sama Sejeong. Pinter dikit kek jadi cowok.”
            Hanbin hanya nyengir, menunjukkan deretan giginya yang putih. “Yak an gue emosi. Di sini gue ngejar-ngejar Sejeong. Dia seenaknya nolak cewek gue. Sebagus apa itu cowok?”
            “Ya gue kalo jadi Sejeong juga mending milih Doyoung dibanding elu.”
            Hanbin melirik dengan ekspresi kesal. “Turun lu!”

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar