Rabu, 24 April 2013

KRIS WITHOUT WINGS (part 12)



        Setelah puas bermain seharian, Suho dan Jongin memutuskan untuk pulang. Kali ini Suho duduk di samping Jongin yang menyetir mobil, bukan di kursi belakang seperti biasa jika Gwangsoo yang menyetir.
        “Hyung, apa kau menyesal pergi denganku hari ini?” Tanya Jongin tanpa menatap ketika Suho sedang mengenakan sabuk pengaman.
        Suho tertegun sesaat sebelum akhirnya melirik Jongin. “Harusnya kau yang menyesal,” ucapan Suho sontak membuat Jongin menoleh.
        Jongin tertawa. Jenis tawa yang sulit di artikan. Antara senang dan kecewa. “Bahkan seluruh harta ayah tidak bisa membayar kebahagiaanku hari ini,” ujar Jongin penuh artian yang tersirat di tiap katanya. Jongin diam karena Suho diam. Ia juga belum ingin menyalakan mesin mobil.
        “Tapi setelah ini,” Suho tak melanjutkan ucapannya karena Jongin lebih dulu menyelak.
        “Jika yang kau maksud ayah akan menghentikan biaya pendidikanku,” Jongin tak langsung menyelesaikan kalimatnya. Ia menunggu sampai Suho kembali menatap matanya. “Lebih baik aku mati dari pada harus lebih lama lagi tanpamu,” lanjutnya meski Suho tetap menatap lurus-lurus, bukan ke arahnya.
        “Sepertinya aku bukan orang yang berani mengambil resiko apapun sepertimu,” Suho merendahkan dirinya sendiri.
        “Hyung,” panggil Jongin.
        Suho menoleh dengan tatapan penuh arti.
        “Ayo kita ambil resiko bersama-sama,” ajak Jongin seperti akan melakukan misi mengungkap sebuah kasus pembunuhan. “Apa kau takut?” Tanya Jongin ingin memastikan karena Suho masih saja diam.
        Suho menggeleng, “selama ada kau.”

@@@

        Di kamarnya, Sehun sibuk mencari pulpen satu-satunya. Dia memang sedikit tak mempedulikan benda itu. Di sekolah ia bisa meminjam dari Kyungsoo, dan jika di rumah ia bisa meminta paksa pada Kris atau Luhan. Tapi kali ini tidak mungkin semua bisa ia lakukan. Ia sudah di rumah, Luhan belum pulang dan ia masih sedikit enggan menyapa Kris.
        “Seingatku di jaket,” pekik Sehun ketika mengingat di mana ia terakhir kali menyimpan benda itu. Namun setelah memeriksa di dalam saku jaket, hasilnya nihil. Sehun mengacak rambutnya, frustasi.
        Sementara itu, ia seperti mendengar suara seseorang berlari di tangga.“Kris…” Sehun mendengar teriakan suara Luhan memanggil Kris. Segera Sehun melesat menuju pintu dan menempelkan telinganya di sana. Letak kamar Kris tepat berada di samping kamarnya.
        Terdengar suara pintu kamar Kris terbuka. “Apa hyung?” itu suara Kris yang bertanya.
        ”Mobilku mogok. Dan aku meninggalkannya di pinggir jalan. Cepat antar aku ke sana,” pinta Luhan yang hanya bisa terdengar suaranya oleh Sehun.
        “Kenapa tak menelpon? Jadi kau tak perlu pulang dulu,” omel Kris namun ia tetap menuruti permintaan kakaknya itu.
        Mata Sehun berubah berbinar seperti mendapat pencerahan. Tak lama setelah suasana di rasa aman, Sehunpun berjingkat pelan ke luar dari kamar menuju kamar Kris. Kebetulan pintu kamar mereka tepat bersebelahan.
        Sehun sedikit mengintip ke dalam sebelum masuk. Tidak ada siapapun di kamar Kris. Tanpa pikir panjang, Sehun segera masuk. Tujuan utamanya adalah meja belajar Kris. Jelas saja, karena Sehun sangat membutuhkan pulpen saat ini. Namun entah kenapa, mata Sehun justru tertuju ke bawah kasur Kris.
        Sehun sedikit terbelalak. “Itu dia,” pekiknya senang karena menemukan pulpen yang setengah mati ia cari. Tanpa buang waktu lagi, Sehun langsung memungutnya dan segera pergi dari tempat itu.

@@@

        Hari sudah hampir malam. Jongin menyingkirkan mobil yang ia kendarai. Di sampingnya, Suho sudah terlelap. Jongin jadi tidak tega membangunkan kakaknya itu. Di tambah lagi, Jongin sudah melihat sosok Gwangsoo yang berjalan menuju mobil. Iapun segera ke luar dari mobil.
        “Maaf paman, aku kemalaman,” ujar Jongin yang tak enak hati. Ia sadar jika Gwangsoo telah menunggu dirinya pulang bersama Suho cukup lama di sana.
        “Itu hak anda tuan muda,” kata Gwangsoo. “Tuan muda Suho tertidur?” Tanya Gwangsoo sambil mengintip ke dalam mobil.
        Jongin tersenyum, sementara salah satu tangannya mengusap tengkuk. “Hyung seperti itu karena aku memaksanya bermain banyak wahana,” sesal Jongin. Namun di sisi lain, ia sangat bahagia bisa menghabiskan waktu bersama Suho yang sudah ia lewatkan selama tiga tahun lebih.
        “Kapanpun kau ingin bertemu tuan muda Suho, kabarkan saja padaku,” ucapan Gwangsoo sukses membuat senyum Jongin mengembang.
        “Terima kasih banyak paman. Aku pulang dulu,” pamit Jongin sebelum benar-benar pergi dari sana.
        Sementara itu, nampaknya Suho mulai terjaga. Ia sedikit mengerjap-ngerjap untuk menetralisir cahaya yang masuk ke dalam matanya. Namun Suho segera sadar ketika melihat Jongin berlajan menjauh dari mobilnya dan Gwangsoo membuka pintu mobil.
        Suho langsung ambil tindakan untuk menghentikan langkah Jongin sebelum adiknya itu melangkah semakin jauh. “Jongin,” teriak Suho untuk menghentikan adiknya. Ia setengah berlari mengejar Jongin. Di kejauhan, Jonginpun tampak berbalik namun ia masih tetap melangkah mundur ke belakang.
        “Kemana aku bisa menghubungimu?” Tanya Suho tak ingin melepaskan Jongin begitu saja.
        Jongin berhenti karena Suho lebih dulu berhenti. Jarak mereka hanya tersisa beberapa meter lagi. Jongin mengusap rambut belakangnya sebelum menjawab pertanyaan Suho, “aku sudah tidak memiliki ponsel, hyung.”
        “Tapi paman Gwangsoo menemuimu di café beberapa waktu lalu,” ujar Suho seperti tak mempercayai ucapan Jongin begitu saja. “Bagaimana cara kalian saling menghubungi?”
        Jongin tampak menepuk kening karena teringat sesuatu. “Untung kau mengingatkannya,” gumam Jongin namun tangannya sibuk mencari sesuatu di dalam saku jins. “Aku ingin mengembalikan ini,” kata Jongin yang kini sudah memamerkan benda yang ia temukan di dalam saku jinsnya. Sebuah gantungan ponsel yang bertuliskan nama ‘SUHO’. “Kau juga ada di sana kan, hyung?” pertanyaan Jongin seolah menyudutkan Suho bahwa penyamaran kakaknya waktu itu telah terbongkar.
        Suho diam. Tak di sangka ternyata Jongin menyadari kehadirannya kala itu.
“Aku yang akan menyimpannya,” putus Jongin tanpa meminta persetujuan Suho dan langsung memasukan kembali gantungan ponsel tersebut ke dalam saku jinsnya.
“Tapi kau belum merespon ucapanku,” tuntut Suho yang merasa sedikit tak dipedulikan.
        Jongin memamerkan deretan giginya. “Paman Gwangsoo yang meminjamkan ponselnya padaku,” jelas Jongin lalu bersiap berbalik.
        “Apa seperti ini?” suara keras Suho membuat Jongin kembali berbalik, dan ‘hap’… ia melempar ponselnya ke pelukan Jongin persis seperti apa yang pernah di lakukan Gwangsoo waktu itu.
        “Hyung!” protes Jongin ketika ponsel Suho telah berada di genggamannya. Namun terlambat, Suho telah lebih dulu kabur dari sana menggunakan mobil.
        “Nanti akan ku telpon!” teriak Suho dari dalam mobil yang melesat di hadapan adiknya.
        “Tapi hyung…” Jongin masih berusaha keras. Tapi itu tak menghasilkan apapun. Mobil Suho semakin jauh pergi. “Kau memang tak pernah berubah, hyung,” gumam Jongin memuji kakaknya. Perlahan sudut bibirnya terangkat membentuk senyum ketika melihat foto Suho dengan gaya yang ‘cool’ dan terpampang jelas di layar ponsel itu.
        “Tapi aku masih lebih tampan darimu,” seru Jongin lagi memuji dirinya.
        Sementara itu di dalam mobil, Suho tidak meminta Gwangsoo untuk langsung pulang, tapi ia meminta di antar ke sebuah pusat perbelanjaan. “Aku ingin membeli ponsel sebentar,” ujar Suho sebelum ke luar dari mobil.

@@@

        Pagi itu, Jongin dengan malas meraba meja di samping tempat tidurnya karena ponsel Suho mengelurakan bunyi nyaring. Jongin langsung terlonjak ketika tertera nama ‘Kris’ di layarnya.
        “Kris?” gumamnya heran. “Mau apa lagi dia?” serunya tajam. “Halo?” sapa Jongin dengan nada ketus.
        “Suho kau di mana? Kami sudah di halte!”
        Jongin tertegun mendengar suara penelpon. Benar-benar berbeda dengan suara Kris yang selama ini ia kenal. Dan yang dipikirkan Jongin mungkin penelpon adalah teman kuliah Suho yang kebetulan memiliki nama yang sama seperti pemuda yang selalu ‘sparing’ dengannya ketika SMA.
        “Maaf, aku adiknya Suho. Hyung memberikan ponselnya padaku semalam. Apa ia belum menghubungimu melalui nomor barunya?” jelas Jongin dengan nada berubah 180­­0 dari awal ia bicara.

@@@

        “Tidak ada,” sahut Baekhyun melalui ponsel. Sementara itu Kris berdiri di sampingnya sambil mengawasi mobil yang lalu lalang. “Tapi,” Baekhyun siap melancarkan protes, namun segera ia mengurungkan niat itu. “Baiklah, terima kasih,” ujar Baekhyun sebelum mengakhiri pembicaraan.
        “Bukan Suho yang menjawab telponmu?” tebak Kris setelah menyadari Baekhyun mengembalikan ponsel padanya.
        “Dia mengaku sebagai…” Baekhyun tidak melanjutkan ucapannya karena ada seseorang yang menyebut namanya dan Kris.
        Kris dan Baekhyun menoleh bersamaan ke arah sumber suara. Di sana mereka menemukan Suho yang datang sambil setengah berlari.
        “Maaf aku terlambat,” sesal Suho yang bicara dengan nafas terengah-engah.
        “Ku pikir kau lupa jalan ke sini,” ujar Baekhyun asal. “Sudahlah, ayo kita berangkat,” ajaknya sambil menggerakkan kepala sebagai isyarat agar Kris dan Suho mengikutinya.
        “Kau tidak membawa mobil, Kris?” Tanya Suho heran karena melihat Kris ikut masuk ke dalam mobil Baekhyun dan saat itu Kris memang belum meutup pintunya.
        Kris tersenyum sebelum menjawab, “bukankah kita ingin pergi bersama? Lagi pula, mobilku hanya bisa untuk dua orang saja.”
        Suho hanya mengangguk mendengar penjelasan Kris, kemudian ikut masuk ke dalam mobil Baekhyun.
        Setelah beberapa saat dalam perjalanan, Baekhyun melirik Suho melalui kaca. “Suho, kau ganti nomor ponsel?” Tanya Baekhyun memulai pembicaraan. “Tadi aku sempat menelponmu, namun yang menjawab orang lain,” lanjutnya.
        “Apa dia mengaku sebagai adikku?” Suho balik bertanya dan tepat, Baekhyun mengangguk membenarkan pertanyaan Suho. “Orang tuaku berpisah, dan aku tinggal dengan ayah.”
        Baekhyun begitu tertarik dengan cerita Suho. Berbeda dengan Kris yang hanya diam mendengarkan, karena dia memang tidak tahu banyak tentang Suho, apalagi tentang keluarganya.
        “Jadi, Jongin dan ibumu tinggal di mana?” Tanya Baekhyun lagi.
        Ketika mendengar Baekhyun menyembut nama ‘Jongin’, Kris sontak saja menoleh dan hanya Suho yang menyadari perubahan di raut wajah Kris.
        “Kau mengenal adikku?” Tanya Suho pada Kris dengan tatapan penuh selidik.
        Kris menoleh ke belakang dengan sedikit gugup. “Namanya mirip dengan teman SMA ku.”
        “Mungkin memang temanmu, karena Jongin juga baru lulus SMA sama sepertimu,” ujar Suho yang nampaknya cukup penasaran dan sangat bersemangat jika memang benar Kris adalah teman adiknya.
        Kris tidak menjawab. Mana mungkin ia akan bercerita jika Jongin adalah lawan ‘sparing’ abadinya selama SMA. Dan kini, ia berteman dengan kakak dari Jongin, meski kenyataan Jongin yang ia kenal dan adiknya Suho adalah orang yang sama belum sepenuhnya benar.
        “Kau belum menjawab pertanyaanku yang pertama tadi,” tuntut Baekhyun sebelum Kris ataupun Suho membahas lebih lanjut tentang Jongin. Dan itu sebuah penyelamatan bagi Kris.
        “Oh, itu,” ujar Suho ketika baru saja kembali teringat hal yang di maksud oleh Baekhyun. “Tidak. Aku masih akan menggunakan nomor yang lama. Mungkin nanti sore aku akan menemui Jongin untuk menukar ponsel,” jelas Suho yang tak mendapat protes apapun dari dua temannya.

@@@

        Jongin menghela napas lega. “Ku pikir itu Choi Kris Woo,” desisnya. “Ternyata benar-benar temannya Suho.”
        “Kim Jongin!” teriak seseorang dari luar lalu membuka dengan paksa pintu kamar Jongin.
        “Ibu! Kenapa teriak-teriak?” protes Jongin yang merasa terganggu karena ia baru saja berniat untuk kembali tidur. “Hari ini aku kerja siang. Jadi sekarang aku ingin tidur lagi,” keluh Jongin sebelum akhirnya kembali merebahkan tubuh lalu menutupinya dengan selimut.
        “Tunggu dulu!” teriak nyonya Kim lagi sambil menarik paksa selimut yang menutupi tubuh Jongin.
        “Ada apa lagi?” Tanya Jongin malas.
        “Ini ponsel siapa?” nyonya Kim balas bertanya sambil menunjuk-nunjuk ponsel milik Suho yang kini berada di atas meja. “Apa kau mencuri?” tuduhnya.
        Jongin membulatkan mata sebagai tanda protes atas tuduhan ibunya sendiri. “Enak saja! Apa ibu pernah mengajariku mencuri?”
        Nyonya Kim menatap galak anaknya. “Harusnya ibu yang bertanya seperti itu! Apa ibu pernah mengajarimu mencuri?” balas nyonya Kim. Secara tidak langsung masih menuduh Jongin mencuri.
        “Aku tidak mencuri, ibu!” seru Jongin membela diri.
        “Lantas, itu ponsel siapa?” Tanya nyonya Kim lagi masih dengan nada galak. “Tidak mungkin kau yang membeli. Kau baru saja bekerja di café itu. Aku tahu gajimu tidak mungkin cukup membeli ponsel mahal seperti ini,” seru nyonya Kim panjang lebar. “Cepat jelaskan! Kenapa diam saja?”
        “Bagaimana aku bisa menjelaskan jika ibu tidak memberikanku kesempatan untuk bicara?” ujar Jongin tak sabar. Ia segera menyambar ponsel milik Suho, sementara nyonya Kim hanya diam sambil mengawasi apa yang sedang dilakukan Jongin. “Ini,” Jongin menunjukkan foto Suho yang tertera pada layar ponsel tersebut.
        Nyonya Kim masih diam.
        “Dan ini,” kali ini giliran gantungan nama ‘SUHO’ yang menempel pada ponsel yang ditunjukkan Jongin. “Ini ibu yang pesan, kan, waktu ke luar kota?”
        Kali ini nyonya Kim semakin diam. Ia hanya sanggup menutup mulutnya menggunakan tangan sambil menatap nanar gantungan ponsel yang membentuk nama ‘SUHO’. Perlahan nyonya Kim mengulurkan salah satu tangannya untuk meraih benda dihadapannya.
        Jongin sendiri akhirnya bisa bernapas lega karena kini ibunya sudah tidak marah-marah lagi seperti tadi. Namun itu tak berlangsung lama. Sedetik kemudian, nyonya Kim kembali memberikan tatapan membunuhnya untuk Jongin.
        “Kenapa kau tak mengajakku ketika bertemu Suho?” kesal nyonya Kim. Ia kini sudah mengangkat satu tangannya hendak memukul Jongin.
        Jongin menjauhkan tubuhnya sebelum sang ibu benar-benar melancarkan aksinya.

@@@

        “Kau ingat yang ku katakan tadi, kan?” ujar Sehun memastikan sebelum Kyungsoo menuju meja informasi di sebuah rumah sakit.
        Kyungsoo sendiri hanya mengangguk setengah hati sebelum akhirnya benar-benar meninggalkan Sehun. Sehun lebih memilih duduk di ruang tunggu. Tak lupa, Sehun mengenakan jaket, topi dan kacamata sebagai upaya penyamaran.
        Sebenarnya Kyungsoo sendiri tidak mengetahui apa tujuan Sehun memintanya melakukan hal tersebut. Dan Sehun menjanjikan akan menjelaskan semuanya setelah rencana berjalan sesuai dengan harapan. Meski awalnya menolak, tapi akhirnya Kyungsoo mau untuk membantu Sehun. Mungkin jika bukan Sehun, mungkin Kyungsso akan benar-benar menolak.
        “Aku mendapat rekomendasi dari temanku. Katanya, kau mungkin bisa membantu,” jelas Kyungsso ketika berhadapan dengan seorang dokter muda. Joongki.
        Joongki sendiri hanya menatap Kyungsoo bingung sambil menerima sebutir obat dari tangan Kyungsoo.
        “Aku hanya ingin tahu, itu obat untuk penyakit apa? Karena ku rasa itu bukan sekedar suplemen.”
        “Siapa yang merekomendasikanku? Dan siapa namamu?” Tanya Joongki penuh selidik. Ia mempertimbangkan permintaan Kyungsoo. Jelas saja ia tak akan semudah itu membantu orang asing seperti Kyungsoo. Terlebih, obat itu memang bukan suplemen. Tapi obat yang biasa di konsumsi oleh Kris.
        “Namaku Jongdae, dan orang yang merekomendasikanku adalah Chanyeol,” ujar Kyungsoo berbohong. Karena memang telah direncanakan sebelumnya, Kyungsoo sendiri tampak tidak ada masalah ketika melancarkan aksinya tersebut.
        Lagi, Joongki tak langsung percaya. Tapi ia juga tak bisa menolak begitu saja. Jika Kyungsoo tidak mendapatkan apa yang ia hadarapkan dari Joongki, bisa saja anak itu akan mencari bantuan pada yang lain.
        Joongki menatap Kyungsoo sesaat. “Aku bisa membantu, tapi mungkin hasilnya baru bisa kau terima besok,” ujar Joongki yang akhirnya memutuskan untuk mau membantu.
        Dengan berat hati, Kyungsoo hanya bisa mengangguk sebelum meinggalkan Joongki. Di ujung koridor, tampak Sehun sudah menunggunya.
        “Bagaimana?” desak Sehun ketika Kyungsoo muncul. Tak lupa ia juga membawa Kyungsoo untuk segera pergi dari sana. Mereka berbincang dalam perjalanan menuju parkiran motor.
        “Hasilnya baru akan ku terima besok,” ujar Kyungsoo sama seperti apa yang diucapkan Joongki.
        “Apa dia mecurigaimu?” selidik Sehun lagi.
        “Hmm…” Kyungsoo diam sesaat untuk mengingat bagaimana reaksi Joongki saat merespon semua ucapannya. “Ku rasa tidak, dia terlihat cukup mempercayaiku.”
        Sehun tersenyum lega. “Baguslah kalau begitu. Oiya, terima kasih kau telah membantuku,” seru Sehun seraya merangkul Kyungsoo.
        “Sama-sama. Kau kan temanku.”
        “Maaf aku merepotkanmu,” ujar Sehun lagi. Kali ini sedikit merasa bersalah karena telah menyusahkan Kyungsoo.
        “Sudahlah,” kesal Kyungsoo yang sama sekali tak merasa direpotkan.
        “Kalau begitu, ayo ku traktir makan,” ajak Sehun penuh semangat. “Dan kau, tidak boleh menolak,” putusnya sebelum Kyungsoo sempat protes.

@@@

Tidak ada komentar:

Posting Komentar