Jumat, 26 April 2013

KRIS WITHOUT WINGS (part 13)



        “Aku duluan,” pamit Jongin kepada beberapa teman kerjanya di café. Beberapa dari mereka juga membalas lambaian tangan Jongin. Setelah itu, Jongin segera melesat ke luar. Dan betapa terkejutnya Jongin ketika mendapati Suho bersandar di badan mobil yang berhenti tepat di depan cafenya.
        Jongin pun segera berlari menghampiri Suho. “Kau kenapa bisa di sini, hyung?” Tanya Jongin heran.
        Suho hanya memberikan senyumannya. Tanpa berkata, ia membuka pintu mobil bagian belakang dan menggerakkan kepalanya sebagai tanda bahwa ia menyuruh Jongin untuk masuk menyusulnya.
        Karena Suho yang menyuruh, tanpa pikir panjang Jongin langsung menuruti meski banyak pertanyaan berkecamuk di benaknya. Ia juga bertanya-tanya ke mana Suho akan membawanya pergi. Tapi itu tak berani ia ucapkan secara langsung.
        “Ke mana arah tempat tinggalmu?” Tanya Suho memulai pembicaraan.
        “Apa?” seru Jongki yang tampaknya kurang menyadari apa yang baru saja di katakan Suho.
        “Aku ingin ke rumahmu,” pinta Suho tanpa meminta persetujuan Jongin sebelumnya.
        “Kau tidak akan suka berada di sana, hyung,” Jongin tampak beralasan dan itu sukses membuat Suho memberikan tatapan membunuh padanya.
        “Kau ingin menghalangi aku bertemu dengan ibuku sendiri?” kesal Suho.
        Jongin buru-buru melambaikan tangannya sebagai upaya pembelaan diri. “Bukan itu maksudku,” Jongin baru saja akan menjelaskan sesuatu, namun Suho langsung memotongnya.
        “Jika kau tidak membawaku pada ibu, bisa ku pastikan ini hari terakhirmu bisa bertemu denganku,” ancam Suho serius dan sukses membuat Jongin bungkam.
        “Ke arah kantor walikota, paman,” kata Jongin kepada Gwangsoo yang langsung di jawab dengan anggukan. Di sampingnya Suho tersenyum melihat apa yang baru saja di lakukan Jongin. “Tapi ibu sedang tidak ada di rumah,” lanjut Jongin.
        “Tidak masalah. Setidaknya aku sudah tahu tempat tinggalmu.”
        Jongin hanya membalas ucapan Suho dengan senyuman. Begitu pula dengan Gwangsoo yang juga ikut tersenyum melihat kebahagiaan dua anak majikannya itu.

@@@

        Joongki menatap kepergian Kyungsoo dengan berbagai pikiran yang berkecamuk di benaknya. Ada sesuatu yang janggal, namun ia belum bisa menemukannya. Tanpa sepengetahuan Kyungsoo, Joongki mengikuti pemuda itu.
        “Ternyata benar dugaanku,” gumam Joongki ketika melihat sosok Sehun menunggu di luar. Pantas saja Joongki memang merasa ada yang aneh. Terlebih ketika ia menerima obat itu. Obat yang sama persis dengan obat yang selama ini di konsumsi Kris. Ia tidak mungkin salah untuk hal itu.
        Segera saja Joongki berniat mengejar Kyungsoo dan berniat merebut kembali kertas yang ia berikan. Bisa saja dengan alibi bahwa hasil yang ia berikan ternyata keliru atau tertukar dengan data yang lain.
        “Joongki!” teriak seseorang yang suaranya sudah sangat familiar di telinga Joongki. “Aku membutuhkan bantuanmu,” ujar orang itu lagi sesaat setelah Joongki menoleh.
        Ternyata takdir berkata lain. Yang memanggil tadi adalah dokter Jaesuk. Lagipula, Joongki memang tidak mungkin balas membohongi Kyungsoo bahwa ia telah memeriksa kertas itu lagi di hadapan Kyungsoo.
        “Tapi dokter…” Joongki siap melontarkan protes. Tapi tidak ada satupun alasan yang keluar sari mulutnya. Dengan sangat terpaksa, Joongki tidak bisa menolak perintah atau mungkin permintaan yang dilontarkan dokter Jaesuk.
        Selama perjalanan menuju ruangan dokter Jaesuk, jari-jari Joongki bermain di atas layar sentuh ponselnya. Ia mengirimi Luhan sebuah pesan.
        Aku ingin bicara. Penting. Temui aku di taman jam 5 sore ini.

@@@

        Sehun harap-harap cemas menunggu kedatangan Kyungsoo yang sedang mengambil hasil obat yang mereka berikan kepada Joongki. Setelah cukup lama menunggu, akhirnya Kyungsoopun muncul.
        Sehun mengulurkann tangannya. “Cepat berikan padaku,” paksanya yang sudah sangat tidak sabar ingin mengetahui isi kertas yang di bawa Kyungsoo. Belum sempat benar-benar diberikan, Sehun sudah lebih dulu menyambar kertas tersebut dari tangan Kyungsoo.
        “Sehun, ada apa?” Tanya Kyungsoo karena tiba-tiba saja Sehun terdiam dan sama sekali tak melepaskan tatapannya ke arah kertas yang berada di tangannya.
        Seperti merasa di kecewakan, Sehun meremas kertas tersebut dengan kesal.
        “Sehun!” tegur Kyungsoo lagi karena Sehun tak kunjung memberikan jawaban. “Ya sudah kalau kau memang tak mau bercerita,” ujar Kyungsoo yang juga tampak kesal karena Sehun terus saja mengacuhkannya.
        Sehun buru-buru menahan tangan Kyungsoo sebelum pemuda itu sempat berbalik. “Maaf,” lirih Sehun merasa bersalah.
        Cukup lama Sehun kembali terdiam dan Kyungsoo tetap sabar menunggu sampai suasana hati Sehun kembali seperti semula hingga akhirnya Sehun mau bercerita padanya.
        “Siapa yang sakit? Luhan hyung?” Tanya Kyungsoo selembut mungkin.
        Sehun hanya menjawab dengan gelengan kepala.
        “Lalu siapa? Kenapa kau terlihat sangat terpukul?” desak Kyungsoo yang mulai khawatir dengan apa yang terjadi pada Sehun.
        Sehun melirik Kyungsoo dengan tatapan yang sulit untuk di artikan. Ia juga tidak mungkin menceritakan hal yang sesungguhnya. Secepat kilat, Sehun berusaha memikirkan alasan yang tepat untuk menutupi rahasia ini pada Kyungsoo.
        “Itu milik teman Luhan hyung,” bohong Sehun.
        “Jongdae hyung?” tebak Kyungsoo tanpa pikir panjang. Yang ia tahu, Luhan dan Jongdae memang sangat dekat.
        “Bukan,” jawab Sehun singkat.

@@@

        Joongki segera berdiri dari kursi taman ketika sudah melihat kemunculah Luhan dari jauh. “Luhan, maaf,” lirih Joongin yang sangat merasa bersalah.
        Luhan menatap Joongki, bingung. “Ada apa?” desaknya.
        “Maaf, karena aku tidak bisa menjaga rahasia Kris,” ujar Joongki masih dikuasai dengan rasa bersalah.
        “Katakan ada apa?” Tanya Luhan yang mulai tidak sabar. “Jika kau tidak cerita, aku tidak akan tahu apa kesalahanmu.”
        Joongki menunduk dalam-dalam sebagai usaha mengumpulkan keberanian untuk bisa bercerita. “Aku terjebak. Sehun menemukan obat milik Kris. Dia menyuruh temannya untuk mencari tahu tentang obat itu. Dan sialnya, ternyata dia menemuiku,” sesal Joongki lagi. “Seharusnya aku yakin tidak mungkin Chanyeol yang merekomendasikanku padanya.”
        “Chanyeol?” Tanya Luhan heran kenapa Joongki menyebut nama Chanyeol. “Siapa temannya Sehun itu?”
        “Dia mengaku namanya Jongdae.”
        “Jongdae?” heran Luhan nyaris tanpa suara. Ia mengacak rambutnya, frustasi. “Sehun… kenapa kau…” ucapan Luhan terputus karena ia sudah tidak tahu ingin mengatakan apa lagi.
        “Ini semua salahku.”
        “Berhenti menyalahkan dirimu!” omel Luhan. “Cepat atau lambat, Sehun pasti akan mengetahui hal ini. Dan mungkin memang ini saatnya,” ujar Luhan sekaligus upaya menenangkan Joongki agar pemuda itu tidak terus-terusan menyalahkan diri.

@@@

        Malam itu, Sehun tampak pulang sedikit telat dan hanya ada Kris di rumah yang tengah menyaksikan pertandingan basket dari televisi. Merasa ketenangannya sedikit terganggu akibat Sehun membuka pintu dengan cukup kasar, Krispun membalikkan badannya.
        “Kau kenapa, Sehun?” Tanya Kris khawatir akan kondisi Sehun yang tidak seperti biasanya.
        Sehun sendiri hanya berhenti sesaat lalu pergi meninggalkan Kris tanpa berkata-kata lagi.
        “Sehun, kau kenapa?” tegas Kris lagi, kali ini ia sudah menahan tubuh Sehun sebelum adiknya itu sempat melangkah lebih jauh lagi. “Kenapa menangis?” selidik Kris karena melihat mata Sehun sedikit sembap dan merah.
        Sehun mendongak menantang mata Kris. “Siapa yang menangis?” Sehun balik bertanya seolah pertanyaan Kris tidak seperti kenyataannya. “Mataku kelilipan terkena debu di jalan,” seru Sehun lagi dengan nada sedikit tinggi seakan memberikan penekanan bahwa ia tidak sedang berbohong. “Dan sekarang aku lelah.”
        “Tapi, kau…” Kris tak melanjutkan ucapannya karena Sehun sudah lebih dulu menerobos tubuhnya untuk melanjutkan perjalanan menuju lantai atas rumah mereka. “Sehun!” teriak Kris memanggil nama Sehun, namun adiknya itu sama sekali tak memiliki niat untuk meresponnya.
        Kris tak berniat menyusul Sehun. Ia lebih memilih kembali duduk di sofa dan melanjutkan menonton pertandingan basket yang kini sudah tidak menarik lagi untuknya.
        Beberapa menit kemudian, kejadian tadi terulang. Kali ini Luhan yang datang sambil membuka pintu rumah dengan cukup kasar.
        “Di mana Sehun?” Tanya Luhan tak sabar, namun ia tak menunggu jawaban dari Kris karena lebih memilih naik ke lantai atas. Tebakannya pasti Sehun di kamar.
        “Hyung!” Kris menahan tubuh Luhan yang hampir saja memijakkan kaki di anak tangga pertama. “Apa yang terjadi?” desak Kris yang merasa seperti dipermainkan Sehun dan Luhan.

@@@

        Di saat yang bersamaan ketika baru masuk kamar, Sehun menutup pintu dengan kasar lalu menyandarkan tubuhnya pada daun pintu. Tubuh Sehunpun meluruh di sana sambil memegangi dadanya yang terasa sesak. Dalam perjalanan pulang, Sehun hampir saja mengalami kecelakaan jika kesadarannya tak kembali dengan penuh karena terlalu pusing memikirkan Kris.
        “Hyung, kalian membohongiku,” ujar Sehun serak.
        Dua pemuda yang sangat disayanginya, ternyata tega berbohong. Dan Sehun yakin kebohongan itu sudah terjadi sejak bertahun-tahun yang lalu.
        “Kenapa kalian tega melakukan itu?” lirih Sehun lagi. Air mata yang sudah susah payah di tahanpun ternyata sudah tak sanggup dibendung lagi.
        Sehun mengusap tepi matanya dengan kasar menggunakan lengan jaket. Namun air mata tak kunjung mengering dan justru semakin membanjiri wajah tampannya.
        Berkali-kali Sehun berusaha menepiskan air yang mengalir dari pelupuk matanya, namun air itu kembali mengalir bahkan semakin deras lagi seiring ingatan Sehun tentang dirinya, Kris dan Luhan.
        Sejak dulu, Sehun memang lebih dekat dengan Kris, dan ia sendiri tidak tahu alasannya. Padahal Luhan sudah sangat baik dan perhatian padanya juga.
        Jika mendapatkan tugas sekolah, orang pertama yang akan di cari Sehun adalah Kris. Selalu seperti itu karena jika Sehun meminta bantuan Luhan, kakaknya yang satu itu tidak akan melepaskan Sehun ataupun mau diajak bermain game dulu untuk mengusir penat sebelum tugas sekolah Sehun benar-benar selesai.
        Dan kini, bayangan akan kehilangan Kris lebih cepatpun mulai menghantui Sehun. Ia tidak sanggup membayangkan hal itu. Tak sanggup jika harus kehilangan satu sayapnya.
        Sehun tersentak ketika seseorang dengan rusuh mengetuk pintu kamarnya.
        “Sehun, buka pintunya!” teriak Luhan dari luar masih sambil mengetuk, atau lebih tepatnya menggedor pintu kamar Sehun.
        Beruntung Sehun sudah sempat menguncinya dari dalam. Ia lebih memilih beranjak menuju kasur dan menenggelamkan diri ke dalam selimut dari pada menanggapi Luhan yang bisa di pastikan bersama Kris di luar sana.

@@@

        Sementara itu di luar kamar Sehun, tampak Kris dan Luhan masih di sana dan saling melempar pandangan penuh arti.
        Luhan kembali mengetuk pintu kamar Sehun dengan sabar. “Sehun… buka pintunya. Aku ingin bicara.”
        Kris menghela napas. Percuma saja. Bahkan sampai esok pagipun mungkin Sehun baru akan mau membukakan pintu kamarnya. Tanpa bicara apapun lagi, Kris lebih memilih masuk ke dalam kamarnya yang tepat bersebelahan dengan kamar Sehun.
        Luhan sendiri hanya mampu menatap nanar tubuh tinggi Kris sampai menghilang di balik pintu. Ia sendiri juga tak berniat kembali ke kamarnya di lantai bawah meski rasa lelah telah menyergapi tubuhnya sejak tadi. Luhan lebih memilih duduk dan bersandar di tembok antara pintu kamar Sehun dan Kris sambil berharap jika Sehun akan membukakan pintu untuknya karena Luhan juga sangat merasa bersalah dan ingin meminta maaf karena telah ikut andil untuk menyembunyikan penyakit Kris dari Sehun.
        Harapan Luhan akhirnya terwujud. Tengah malam Sehun ke luar kamar dan masih mengenakan seragam sekolah serta dengan wajah yang baru bangun tidur. Tapi Luhan sama sekali tak menyadari hal itu karena ia sudah sangat lelah. Bahkan kini tubuh Luhan sudah melintang menghalangi dua pintu kamar adiknya tersebut.
        Sehun menatap miris apa yang dilakukan Luhan. “Maaf, hyung. Aku hanya sedikit kecewa pada kalian,” lirih Sehun sangat pelan sebelum berjongkok di samping Luhan dan berniat membawa hyungnya ke kamar di lantai bawah.
        Di tempat lain, sebenarnya Kris juga belum mampu memejamkan matanya. Ia menatap kosong ke luar jendela. Dan ketika hari beranjak pagi, Kris baru bisa tertidur.

@@@

        Pagi hari, Kris bangun dan langsung menegakkan badannya yang sontak saja membuat kepalanya menjadi pusing. Jelas saja, karena Kris baru tidur sekitar 2 jam.
        Hal pertama yang Kris lakukan pagi itu adalah menyambar ponselnya. Ada banyak panggilan tak terjawab dari nomor Suho dan juga beberapa pesan dari Baekhyun yang semua isinya menanyakan di mana keberadaan Kris.
        Tanpa pikir panjang, Kris segera memanggil kembali nomor Suho. Panggilan pertama tak langsung mendapat jawaban. Kris mencoba sekali lagi.
        “Kris, kau di mana?” cecar Suho ketika menjawab panggilan Kris.
        “Maaf, aku kesiangan dan ini masih di rumah. Mungkin aku baru akan ke kampus nanti siang. Kalian di mana?” Kris balik bertanya.
        Di tempat berbeda, Suho menerima panggilan dari Kris di luar kelas karena sebenarnya saat itu ia tengah mengikuti sebuah matakuliah.
        “Ku pikir juga begitu, mungkin kau kesiangan. Dan ternyata benar. Aku sudah di kampus. Baekhyun juga pasti sedang di kelasnya sekarang,” jelas Suho.
        “Oke… maaf aku mengganggumu,” ujar Kris sedikit merasa tak enak hati karena Suho sampai meminta ijin ke luar kepada dosen hanya untuk menjawab telpon dari Kris.
        “Tidak masalah. Kabari jika kau telah sampai,” balas Suho yang sama sekali tak merasa keberatan sebelum akhirnya memutuskan sambungan telpon dari Kris.
        Kembali ke kamar tempat Kris berada. Seusai melempar ponselnya ke samping, Kris segera menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhnya lalu turun dari ranjang.

@@@

        Beberapa kali Sehun melirik pantulan wajahnya melalui spion motor. Ia agak sedikit terganggu karena matanya terlihat bengkak akibat cukup lama menangis kemarin.
        “Bagaimana ini?” keluh Sehun. Bisa dipastikan Kyungsoo tidak akan berhenti bertanya tentang kondisi mata Sehun jika di rasa jawabannya belum cukup memuaskan. Dan Sehun juga pasti tidak akan bercerita hal yang sebenarnya.
        “Sehun!” panggil seseorang sambil menepuk pundak Sehun hingga pemuda itu terlonjak kaget.
        “Kyungsoo?” seru Sehun.
        “Kau?” selidik Kyungsoo yang tatapannya tiba-tiba langsung tertuju pada mata Sehun. “Matamu kenapa?”
        Sehun membeku seketika mendengar pertanyaan Kyungsoo yang sudah ia perkirakan sebelumnya. “Ini, semalam…” ujar Sehun sedikit tersendat karena ia sibuk memikirkan alasan yang tepat. “Hmm… Luhan hyung menangis gara-gara mengetahui penyakit temannya itu. Dan aku…” Sehun memberi jeda pada ucapannya. “Kau tahu kan kalau aku sedikit sensitive jika melihat seseorang menangis di depanku? Terlebih, itu hyungku sendiri,” kali ini Sehun melontarkan pertanyaan dan entah dari mana ia mendapatkan ide seperti itu sebagai alasannya.
        Kyungsoo dengan polosnya menggeleng sambil berkata, “aku baru tahu sekarang kalau kau seperti itu.”
        Sehun memaksakan tersenyum. “Tapi sekarang kau sudah tahu kan kalau aku seperti itu?” Tanya Sehun lagi memastikan.
        “Oiya,” pekik Kyungsoo yang langsung mencari-cari sesuatu di dalam tasnya. “Kalau kau mau, pakai saja ini.” Kyungsoo menyodorkan sebuah kacamata kepada Sehun.
        “Untuk apa?” Tanya Sehun bingung dan sedikit ragu menerima benda milik Kyungsoo.
        “Apa kau ingin anak-anak yang lain memperhatikanmu dengan mata seperti itu?” pertanyaan Kyungsoo yang ini langsung di jawab anggukan oleh Sehun. “Kau pakai itu. Dan kau juga jangan khawatir, minusnya masih kecil, jadi tidak terlalu berbahaya. Lagi pula, aku yakin besok bengkaknya pasti sudah hilang,” jelas Kyungsoo panjang lebar.
        Sehunpun akhirnya mau memakai kacamata milik Kyungsoo. “Kenapa tidak terfikirkan olehku sejak tadi?” sesalnya. Namun sedetik kemudian Sehun kembali ragu. “Tapi, jika aku memakai ini, nanti kau…”
        “Aku masih bisa melihat jika tanpa kacamata itu,” sambar Kyungsoo sebelum Sehun menyelesaikan ucapannya.
        Sehun mengangguk senang. Ia beruntung memiliki teman seperti Kyungsoo. Sehunpun mencoba mengenakan kacamata tersebut lalu memandang pantulan wajahnya melalui kaca spion motor. Ia sedikit menoleh ke kanan dan ke kiri untuk memastikan tidak ada yang curiga bahwa ia sebenarnya menutupi bengkak di mata.
        “Tidak terlalu buruk,” gumam Sehun masih dalam posisi mengaca. “Dan ternyata, aku tampan juga jika memakai kacamata,” narsis Sehun yang langsung mendapat satu jitakan dari Kyungsoo.
        “Buka kacamatamu,” kata Kyungsoo gemas yang sudah mengulurkan tangannya untuk meraih benda yang menempel di atas hidung Sehun. “Dan kau akan terlihat buruk.”
        “Jangan!” Sehun buru-buru menjauhkan wajahnya dari jangkauan tangan Kyungsoo.
        Kyungsoo tidak benar-benar melakukan itu, karena sedetik kemudian mereka tertawa bersama lalu saling berangkulan menuju kelas.

@@@

Tidak ada komentar:

Posting Komentar