Senin, 03 Februari 2014

PERFECT LOVE (chapter 3)


Author              : Annisa Pamungkas (@nniissaa11)
Main Cast          : B.A.P (Yongguk, Himchan, Daehyun, Youngjae,
  Jongup, Zelo [Junhong])
Support cast     : A-Pink (Chorong, Bomi, Naeun, Eun Ji, Namjoo,
                          Hayoung), G.Na (Soloist), B2ST (Doojoon), BtoB
Genre               : romance, family, brothership
Length              : chapter

***

        Zelo ke luar dari dalam toilet sekolahnya. Ia langsung melesat ke kantin. Nggak lupa Zelo juga membawa serta ranselnya. Jam sudah menunjukkan waktu pulang sekolah. Tapi Zelo masih bertahan karena satu jam setelah ini ia harus mengikuti ekskul fotografi.
        Saat melihat sosok Hayoung di salah satu sudut kantin, tanpa pikir panjang Zelo menghampiri teman semejanya itu. “Gue gabung,” ujarnya sambil meletakkan ransel besarnya di atas meja yang di huni Hayoung. Zelo kemudian melangkah ke konter makanan.
        “Zelo mau ekskul fotografi? Emang dia udah ada kamera lagi?” gumam Hayoung untuk dirinya sendiri. Lalu tatapan cewek itu jatuh ke ransel besar di hadapannya. Hayoung menatap benda itu curiga. Tanpa diperintah, tangannya terjulur untuk membuka resleting tas milik Zelo tersebut. Ada sebuah tas kecil yang ia ketahui sebagai tas yang sering Zelo bawa untuk menyimpan kameranya.
        “Ngapain lo?” tegur Zelo saat melihat kedua tangan Hayoung berada di atas ranselnya. Zelo duduk dengan santai tanpa menaruh curiga sedikitpun atas apa yang Hayoung lakukan.
        Hayoung sendiri sama sekali nggak merasa kepergok. Ia bahkan bisa dengan santainya menutup kembali resleting ransel padahal Zelo sudah berada di hadapannya. Hayoung justru yang menatap Zelo penuh curiga atas apa yang ia temukan tadi.
        “Lo mau ekskul fotografi?” Tanya Hayoung seperti mengintimidasi.
        Zelo menghentikan aktifitasnya lalu mendongak. “Lo nemuin tas kamera ya di ransel gue?” Zelo justru balik bertanya. Tentu saja tebakannya benar.
        “Berarti kamera lo udah balik?” Tanya Hayoung lagi. “Kalo gitu Jongup udah nggak perlu bayar utang lagi, donk?” sela Hayoung sebelum Zelo sempat merespon ucapannya sebelum ini.
        Zelo menghembuskan napasnya berat. “Dengerin dulu,” pinta Zelo dingin, namun Hayoung tetap menurutinya. “Lo pikir gue nggak di marahin abis-abisan sama bokap gue? Udah untung gue nggak bilang kalo yang ngerusakin itu si Jongup.” Ada nada sedikit kesal saat Zelo berkata seperti itu.
        “Terus?”
        “Yang dirusakin Jongup itu sebenernya punya bokap. Gue juga bilangnya kamera itu lagi di benerin. Dan yang gue bawa sekarang itu punya gue,” lanjut Zelo. Ia juga sambil melanjutkan makannya yang sempat terganggu.
        “Oh,” kata Hayoung pendek. Sedikit merasa bersalah.
        Setelah itu hening yang menguasai keduanya. Zelo sibuk dengan makanannya. Begitu pula dengan Hayoung.
        “Lo sendiri, kelar jam berapa ekskul musiknya?” Tanya Zelo di tengah-tengah menikmati makanannya.
        “Sekitar jam tigaan.”
        “Sama. Kalo gitu, pulang bareng gue ya?” putus Zelo tanpa ingin ada penolakan sedikitpun.

***

        Pesta perusahaan yang melelahkan. Begitu satu-persatu tamu yang sebagian besar rekan bisnis Doojoon mulai meninggalkan acara, Youngjae langsung melarikan diri ke belakang rumah. Namun ketika baru sampai dapur, cowok itu menghentikan langkahnya bahkan sampai kembali mundur beberapa langkah.
        Youngjae berdecak kesal melihat pemandangan di hadapannya. “Pantesan aja gue cariin nggak ada. Dia malah tidur di sini!” Dengan langkah cepat youngjae melesat mendekati Zelo yang tertidur di meja makan.
        Zelo menekuk kakinya yang panjang agar tubuhnya cukup menempati seluruh permukaan meja makan yang tidak terlalu besar itu. Karena meja tersebut bukan meja makan utama yang selalu ia gunakan bersama Youngjae dan Doojoon. Zelo bahkan masih mengenakan stelan jas lengkap seperti Youngjae saat ini. Lucunya, Zelo masih sempat membawa bantalan sofa dari luar yang ia gunakan untuk alas di kepalanya.
        Youngjae menarik kasar dasinya yang kemudian ia gunakan untuk memukuli pipi tembam Zelo. “Bangun nggak lo, Zel!”
        “Hmm…” Hanya terdengar gumaman berat dari mulut Zelo. Sementara mata cowok itu masih terkatup erat.
        Youngjae sempat melirik ke belakangnya. Suasana di luar tampaknya masih cukup ramai. Ia tak mungkin ke kamarnya karena Doojoon pasti akan langsung memergokinya saat menaiki tangga. “Duuh… gimana nih?” Youngjae melirik jam tangannya dengan resah. “Udah tengah malam. Kapan selesainya sih tuh acara? Males banget ketemu sama anak temen-temennya om Doojoon yang nggak jelas gitu.” Youngjae menarik sebuah kursi dan memutuskan untuk duduk di sana.
        “Mas Youngjae berisik, ikh! Balik sana ke depan!” protes Zelo masih dengan mata tertutup rapat. Namun tangan panjangnya cukup untuk meraih pundak Youngjae dan memukulinya karena merasa terganggu dengan suara keras Youngjae.
        Tentu saja Youngjae langsung mendelik kesal meski Zelo sama sekali nggak melihatnya.
        “Ntar kalo acaranya udah selesai, mas Youngjae bangunin aku di sini,” lanjut Zelo karena nggak mendapat tanggapan dari Youngjae. Ia sempat membuka matanya, meski hanya sesaat dan kemudian kembali terutup rapat.
        “Udah deh! Tidur, tidur aja. Nggak usah rewel!” balas Youngjae sambil menarik sebuah kursi lagi yang ia gunakan untuk meletakkan ke dua kakinya. Namun tentu saja Zelo nggak meresponnya lagi karena sudah lebih dulu kembali ke alam mimpi.
        Youngjae melepas jasnya yang kemudian ia sampirkan sembarangan di sandaran kursi. Cowok itu tidak bisa tidur dengan posisi seperti ini atau seperti Zelo sekalipun. Akhirnya youngjae menyibukkan diri dengan ponselnya.
        Beberapa saat kemudian, ada seorang cowok yang membawa paksa cewek bersamanya ke ambang pintu yang menghubungkan dapur dengan ruang tengah. Namun tampaknya nggak satupun dari mereka yang menyadari keberadaan Youngjae dan Zelo di sana. Youngjae sendiri nggak buru-buru untuk berbalik karena posisinya yang membelakangi dua orang tersebut.
        “Changsub, lepas!”
        “Bisa nggak sih nggak malu-maluin aku di depan rekan-rekan bisnis papa? Kamu itu calon istri aku.”
        “Tapi aku masih punya pacar. Dan aku nggak mau nikah sama kamu!” kata si cewek nggak terima.
        Youngjae masih menahan diri untuk tidak ikut campur. Namun rasanya suasanya semakin nggak nyaman. Belum lagi kini mulai terdengar suara-suara kecupan paksaan karena yang tertangkap telinga Youngjae, cewek itu seperti menolak. Langsung saja Youngjae berdiri lalu mendorong kursi di depannya dengan kasar menggunakan kaki.
        Tentu saja dua orang di belakang Youngjae menghentikan kegiatan mereka, sekaligus terkejut karena ternyata di sana ada orang lain selain mereka. Termasuk Zelo yang sama terkejutnya dan bahkan sempat mengangkat sedikit kepalanya, namun ia sama sekali tak menghiraukannya lalu memilih untuk kembali tidur.
        “Youngjae?” seru cewek itu dengan suara tercekat. Cewek itu adalah Chorong, kekasih Yongguk. Ia merasa sedikit terselamatkan dengan keberadaan keponakan dari bossnya, Doojoon.
        Sementara Changsub menatap Youngjae tak suka. Dan Youngjae hanya membalasnya dengan tatapan meremehkan. Youngjae memasukan tangan kirinya ke saku celana sambil melangkah perlahan. Namun Changsub lebih memilih menyambar tangan Chorong, lalu menariknya pergi dari sana.
        Youngjae tak mungkin tinggal diam. Ia mempercepat langkah untuk menahan tangan Chorong yang lainnya.
        Changsub kembali melancarkan tatapan membunuhnya pada Youngjae meski sama sekali nggak pengaruh apapun. “Lepasin tangan calon istri gue!” seru Changsub dengan nada pelan, namun penuh dengan penekanan.
        Youngjae tersenyum meremehkan. “Baru calon aja udah belagu. Dia belom jadi istri lo!” Dengan satu sentakan, Youngjae berhasil merebut Chorong dan membawa cewek itu untuk berdiri di sampingnya.
        Changsub tampak berusaha menahan diri untuk tidak melancarkan tinjuan ke wajah Youngjae. Changsub hanya bisa mengepalkan tangannya. “Tapi sebentar lagi dia akan jadi milik gue,” serunya penuh percaya diri. Merasa ada celah, cowok itu menyambar tangan Chorong namun sudah lebih dulu di halangi oleh Youngjae. Bahkan sebelum ia berhasil menyentuh Chorong sedikitpun.
        “Chorong adalah salah satu karyawan di perusahaan keluarga gue. Dan itu artinya, gue juga bertanggung jawab atas keselamatannya dari cowok kayak lo!” desis Youngjae tajam. Lalu matanya menangkap seorang cewek yang melintas. “Dia di sini? Kenapa baru keliatan, sih?” gumam Youngjae seorang diri. Ia kemudian menarik Chorong untuk ikut bersamanya. Bahkan Youngjae sama sekali tak membiarkan Changsub bisa menyentuh Chorong meski hanya seujung kuku.
        “Lepasin Chorong!” pekik Changsub yang juga mengikuti langkah Youngja.
        Tentu saja Youngjae sama sekali nggak memperdulikan Changsub. Ia sibuk mengejar seorang cewek. “Namjoo!” teriaknya. Tak peduli kalau akhirnya ia menjadi pusat perhatian tamu undangan yang masih tersisa.
        Namjoopun berhenti dan menoleh tepat ke arah tangan Youngjae yang masih menggenggam erat tangan Chorong.
        “Gue butuh bantuan lo!” kata Youngjae yang tanpa menunggu persetujuan apapun, sudah menarik tangan Namjoo menggunakan tangannya yang satu lagi. Jadilah ia membawa dua orang cewek ke luar dari kerumunan pesta.

***

        “Kenapa lo?” tegur Ilhoon yang sudah duduk di salah satu kursi di depan meja bar. Saat itu suasana kelab sudah cukup sepi. Ilhoon sendiri juga baru saja selesai membereskan peralatan DJ-nya yang tadi ia gunakan.
        “Cewek itu nggak dateng?” ujar Jongup lemah.
        “Cewek itu?” ulang Ilhoon nggak mengerti. Namun ketika menyadari bahwa cewek yang dimaksud Jongup itu adalah Namjoo, ia terkekeh. “Lo beneran naksir Namjoo?”
        Jongup meneguk ludahnya dan berusaha menyembunyikan ekspresi di wajahnya. “Emangnya lo nggak?” serunya pelan, namun masih bisa tertangkap telinga Ilhoon.
        “Namjoo tuh temennya kakak gue. Jadi, sayangnya gue ke dia ya kayak gue ke kakak gue itu,” jelas Ilhoon. “Jadi, lo beneran naksir dia?” Ilhoon mengulangi pertanyaannya.
        Jongup nggak langsung menjawab. “Hmm… Dia punya masalah keluarga, ya?” tebaknya mengingat pertemuan pertamanya dengan Namjoo adalah ketika cewek itu mabuk di kelabnya.
        Mendengar pertanyaan Jongup, Ilhoon membeku sesaat. Ilhoon akhirnya hanya bisa menghembuskan napasnya berat. Dia juga memikirkan hal yang sama ketika pertama kali bertemu cewek itu.
        Jongup meletakkan tangannya ke pundak Ilhoon hingga membuat cowok itu menoleh. “Gue nggak akan maksa lo cerita sekarang juga, kok.” Jongup menunjukkan senyumannya lalu berbalik dan berniat meninggalkan Ilhoon di sana untuk mengganti seragam kerjanya.
        “Gue tunggu di sini,” teriak Ilhoon sebelum tubuh Jongup benar-benar menghilang di balik pintu. Sejak awal pertemuan mereka, ke dua cowok itu menjadi cukup akrab. Jadwal kerja mereka juga hanya di akhir pekan. Bahkan keduanya akan saling menunggu untuk pulang bersama karena apartmen Ilhoon tidak terlalu jauh dari rumah Sungjae. Mereka baru akan perpisah di dekat jalan raya.

***

        “Young, ada apaan sih? Kok lo bisa sama mba Chorong juga?”
        Youngjae tak langsung menjawab pertanyaan Namjoo tersebut. Ia sempat menoleh ke belakang untuk memastikan bahwa Changsub tidak mengikuti mereka lagi. Youngjae baru melepaskan genggaman tangannya di ke dua cewek tersebut setelah mereka sudah berada di depan pagar rumah keluarga Namjoo yang letakknya berseberangan dengan kediaman Youngjae dan Zelo.
        “Kalian udah saling kenal?” tanya Youngjae.
        Namjoo sempat melirik Chorong, namun Chorong nggak menyadarinya. “Namjoo pacarnya adik aku,” jelasnya yang tidak tau bahwa Namjoo justru nggak menginginkan hal itu terjadi.
        “Bagus kalo kalian udah saling kenal.” Youngjae menatap Namjoo penuh harap. “Gue butuh bantuan lo, Nam.”
        “Hmm?” Namjoo seperti tak menyimak perkataan Youngjae.
        Youngjae sempat melirik Chorong. “Gue nggak tahu lo ada masalah apa sama cowok tadi. Tapi gue ngerasa ada sesuatu yang nggak baik aja. Belum lagi kejadian…” Youngjae tak jadi melanjutkan ucapannya karena melihat Chorong yang tertunduk.         Kali ini Youngjae kembali menatap Namjoo. “Chorong boleh nginep di rumah lo, kan? Besok pagi dia gue jemput lagi.”
        Namjoo mengangguk seperti hanya hal itu yang ia tahu tiap kali Youngjae meminta bantuannya. Tidak ada yang lain.
        Youngjae sudah hampir kembali menyeberang jalan yang sepi malam itu. Tapi kemudian ia justru berbalik lagi karena ada sesuatu yang tertinggal. “Dan kalo cowok tadi dateng, jangan biarin dia bawa Chorong,” ujarnya mengingatkan sebelum akhirnya benar-benar meninggalkan Namjoo bersama Chorong.
        “Apa acara kayak gitu selalu berakhir lewat tengan malam gini, ya?”
        Mendengar itu, Namjo melirik Chorong penuh arti. Bukan karena meremehkan Chorong yang seperti orang ketinggalan berita. Tapi karena pernyataan Chorong yang menegaskan kalau ini sudah lewat tengah malam.
        “Youngjae!” teriak Namjoo.

***

        “Bisa lewat depan rumah Namjoo, nggak?” pinta Jongup ragu-ragu ketika ia dan Ilhoon baru saja keluar dari kelab tersebut.
        Ilhoon menoleh. Ia kemudian tersenyum penuh arti. “Kita bisa lewat mana aja asal lo seneng, Jong.” Ilhoon sedikit menggoda Jongup.
        Jongup justru menghela napas kasar seakan tidak mempedulikan usaha Ilhoon untuk mencairkan suasana. “Setelah di pikir-pikir, berarti hidup gue sedikit lebih baik dari Namjoo.”
        “Maksudnya?”
        Jongup nggak langsung menjawab. “Gue juga nggak dapet kasih sayang dari orang tua. Bahkan gue aja belom pernah ketemu bokap kandung gue. Sementara nyokap, seakan sibuk dengan dunianya sendiri,” kata Jongup akhirnya. Di sampingnya, Ilhoon masih tampak diam. “Tapi seenggaknya gue masih punya kakak yang perhatian sama gue.”
        “Itulah hidup. Selalu nggak adil.” Ilhoon tampak tersenyum miris. “Gue memang tumbuh besar di sebuah keluarga yang ‘katanya’ harmonis. Tapi gue dan kakak gue justru di paksa memilih jalan hidup kita seperti yang sudah direncanakan orang tua gue.”
        Setelah berbagi cerita tentang kehidupan mereka masing-masing, kini Ilhoon dan Jongup berjalan dalam diam. Mereka seperti sibuk dengan pikiran masing-masing. Sampai akhirnya, mereka hanya tinggal berjarak beberapa meter saja dari pagar rumah Namjoo.
        “Bentar, Hoon.”
        “Kenapa, sih?” tanya Ilhoon heran karena Jongup tiba-tiba menyuruhnya berhenti. Padahal cewek itu masih di sana. Kesempatan mereka untuk bertemu Namjoo justru lebih mudah. Namun setelah di teliti lagi, Jongup justru terfokus pada seorang cowok di antara Namjoo dan Chorong, yaitu Youngjae.
        “Lo kenal cowok itu?” Jongup bertanya tanpa melirik Ilhoon sedikitpun.
        “Yang gue tau, itu cuma tetangganya Namjoo aja. Lagian pacarnya Namjoo tuh pemain bola. Udah gitu sering keluar kota juga,” jelas Ilhoon meski Jongup sama sekali tak memperhatikannya.
        “Nggak… Nggak…” Jongup menoleh cepat. “Bukan itu penjelasan yang gue mau.” Cowok itu lalu kembali memperhatikan Youngjae yang sudah melangkah menuju rumahnya. “Ayo pulang,” ajaknya sambil membalikkan badan. Jongup mengurungkan niat untuk bertemu Namjoo malam ini.
        “Tapi Jong…” ucapan Ilhoon terputus seiring terdengarnya suara nyaring Namjoo yang meneriaki nama ‘Youngjae’.
“Youngjae!”
        Mendengar itu, Jongup membeku seketika. Perlahan ia membalikkan badan. Hampir bersamaan dengan apa yang dilakukan Youngjae.
        “Selamat ulang tahun!” teriak Namjoo lagi. “Jangan lupa traktirannya.”
        Youngjae terkekeh mendengar ucapan Namjoo. “Terima kasih. Gue tunggu juga kadonya,” balas Youngjae.
        Ada yang aneh ketika Jongup melihat senyuman Youngjae. Seperti menemukan harta karun yang selama ini menghilang. Buru-buru Jongup kembali balik kanan lalu melesat menjauhi rumah Namjoo. Ia bahkan nggak mempedulikan kalau Ilhoon sibuk dengan pikirannya sendiri untuk mencerna apa yang dia lihat.

***

        “Gue balik dulu, ya?” Jongup berpamitan pada Sungjae di pagi yang sudah beranjak siang itu. “Makasih banget udah mau gue repotin terus.”
        Sungjae mengantar Jongup sampai ke depan pagar rumahnya. “Yaelah, nyantai aja lagi,” kata Sungjae. “Oiya, kata mas Eunkwang kalo urusan lo sama Zelo udah selesai, dia mau lo tetep kerja di tempat dia. Tapi yang di kelab itu ya nggak usah.”
        Jongup sempat berpikir sesaat. “Iya, sih. Gue juga maunya gitu. Terus juga mas Eunkwang baru kehilangan satu pegawainya lagi.”
        “Pas liburan semester nanti gue juga mau nyoba kerja di sana. Buat pengalaman aja. Kan enak tuh kalo masih ada lo juga. Gue jadi punya temen.”
        “Serius, lo?” seru Jongup seakan tak yakin. Sungjae langsung meliriknya tajam. “Eh, iya. Oke… oke… Ya udah, gue balik ya.” Jongup buru-buru meralat ucapannya kemudian berpamitan.
        “Salam buat pak Himchan!”
        Mendegar itu, Jongup menghentikan langkah lalu berbalik cepat ke tempat Sungjae berada. Ia menatap temannya heran sekaligus menyembunyikan keterkejutannya. Karena selama ini di sekolah memang tidak ada yang tahu—kecuali Hayoung—kalau ia dan Himchan bukan sekedar hubungan guru dan murid. Tapi kakak dan adik.
        Sungjae terkekeh melihat perubahan raut wajah Jongup. “Udah lama gue curiga sama kalian. Kalo Cuma berdua, lo manggilnya mas Himchan, kan?”
        “Lo tau dari mana?”
        Sungjae menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. “Gue sering nguping kalo kalian lagi ngobrol berdua.”
        Jongup melotot tajam.
        “Emang kenapa sih? Kayaknya lo nggak mau banget orang lain tau kalo kalian udah kenal deket. Emang pak Himchan siapa lo? Tetangga? Sepupu?” sela Sungjae karena sepertinya Jongup belum siap menjelaskan.
        “Yaa… gue nggak enak aja, Jae. Lo tau gue. Kasian juga kalo mas Himchan jadi bulan-bulanan kesalahan gue di sekolah.”
        “Tuh kan, lo manggil dia ‘mas’.” Sungjae mempertegas kecurigaannya. “Terus? Sama gue lo nggak mau ngasih tau juga? Kan enak, Jong. Gue bisa belajar privat sama pak Himchan. Terutama pelajaran Fisika.”
        “Serius, janji kalo lo nggak bakal ngomong sama siapa-siapa soal ini.”
        “Janji banget gue pokoknya.”
        Jongup sampai menghembuskan napasnya berat. “Mas Himchan itu kakak kandung gue. Udah, kan? Gue balik, ya?” pamitnya buru-buru. Tak ingin Sungjae menanyainya lagi yang macam-macam. Ia sempat mendengar teriakan Sungjae yang menyuruhnya berhenti. Tapi, Jongup justru semakin kencang berlari. Lebih baik besok saja jika Sungjae mau berkomentar tentang hubungannya dengan Himchan.
        Setelah berlari dari rumah Sungjae, Jongup akhirnya tiba di halte ‘transjakarta’. Ia segera memesan tiket yang mengarah ke rumahnya. Kebetulan suasana pagi menjelang siang itu cukup sepi. Jongup bahkan sampai menunggu di depan pintu halte.
Cukup lama ia menunggu. Dan tanpa sengaja ia melihat sebuah mobil sedan yang berjalan sedikit lambat di samping jalanan khusus bus ‘transjakarta’. Jongup sempat melihat penghuninya. Cowok itu yang ia lihat di depan rumah Namjoo. Bersama seorang cewek yang cukup familiar dimatanya.
        “Itu mirip ceweknya mas Yongguk,” ujar Jongup dalam hati.

***

        “Dae, bukain pintu dong!” kata Himchan yang sedang sibuk membuat makan siang untuk keluarganya.
Saat itu Daehyun baru saja muncul dan ingin mengambil air minum. Mendengar kakaknya menyuruh seperti itu, Daehyun langsung melesat ke luar memang karena ada seseorang yang membunyikan bel rumah mereka. Daehyun sempat melewati kamar Yongguk saat kakaknya yang paling tua itu muncul.
        Daehyunpun membukakan pintu dan mendapati Bomi di sana. Cowok itu menatap kesal. “Yaelah lo, Bom. Kayak tamu aja sih pake pencet bel segala.”
        Sementara Bomi justru menatap Daehyun kecewa. “Kirain bakal mas Himchan yang bukain.” Tanpa menunggu persetujuan pemilik rumah, Bomi melangkah masuk melewati Daehyun. Ia juga membawa serta dus di tangannya.
        Daehyun hanya berdecak sambil menggelengkan kepala melihat kelakuan tetangga yang juga temannya sejak kecil itu.
        “Siang mas Yongguk,” sapa Bomi pada Yongguk yang sedak duduk di kursi makan sambil menikmati secangkir kopi buatannya sendiri.
        “Eh, Bomi. Waah… bawa apaan, tuh?”
        Bomi meletakkan dus yang ia bawa di atas meja sebelum akhirnya menarik kursi di seberang Yongguk. Sementara Himchan tampak sedikit  malas karena mengetahui kalau yang datang adalah fans setianya. Daehyun yang melihat itu, hanya terkekeh.
        “Sabar mas,” goda Daehyun pada Himchan yang langsung dihadiahi pelototan tajam kakaknya itu. Daehyun hanya tersenyum menunjukkan deratan giginya. Lalu kemudian kembali ke depan bergabung dengan Bomi dan Yongguk.
        “Mas Yongguk ulang tahun, ya?” tanya Bomi polos.
        Yongguk dan Daehyun saling melempar tatapan. Bingung dengan pertanyaan Bomi. Dari dalam dapur Himchan juga mengawasi pembicaraan dua saudaranya itu.
        “Nggak mungkin mas Himchan atau Daehyun, kan? Soalnya aku tau tanggal lahir mereka,” seru Bomi lagi karena tak ada yang merespon ucapannya barusan. “Atau mungkin Jongup?” tebak Bomi antusias.
        Daehyun menggeleng cepat. Ia lalu mengulurkan tangan untuk membuka tutup dus yang di bawa Bomi tadi. Ia curiga bahwa isinya adalah kue tar karena sejak tadi Bomi membahas tentang ulang tahun terus.
        Yongguk ikut tegang mengawasi berubahan raut wajah Daehyun saat melihat sesuatu di dalam dus. Yongguk ikut berdiri untuk melihat isi dus secara langsung.
        “Siapa yang ngasih lo ini?” tanya Daehyun tegas.
        “Ibu kalian. Tadi gue ketemu di depan.” Bomi menjawab cepat. “Tapi kok namanya… Young… Jae?”
        Himchan tiba-tiba melesat ke luar dan langsung memastikan sendiri apa yang sedang dilihat tiga orang itu. Dus itu awalnya sudah kembali di tutup oleh Daehyun, namun Himchan justru menariknya dengan paksa. Isinya memang sebuah kue tar black forest yang dihiasi tulisan ‘selamat ulang tahun’ dan ditujukan untuk ‘Youngjae’. Dengan kasar Himchan membanting tutup dus di atas meja lalu kembali menghilang ke dapur.
        “Apa tante G.Na salah sambil pesenan, ya?” gumam Bomi yang seperti tidak menyadari aura berbeda di antara tiga saudara itu.
        “Ibu cari masalah aja, sih! Untung Jongup belum…” Daehyun tak melanjutkan pikirannya karena mendengar suara pintu utama rumah terbuka disusul suara derap langkah seseorang.
        “Jong!” teriak Yongguk memastikan bahwa yang datang adalah adik bungsunya. “Udah pulang?” tanyanya lagi meski belum melihat pasti siapa yang datang.
        “Iya, mas,” sahut seseorang. Tak lama Jongup benar-benar memunculkan diri di sana. Ia cukup terkejut melihat hampir semua kakaknya beserta Bomi ada di sana. Meski Himchan tak terlihat, tapi pasti ia di dapur. “Waahh… pada kumpul, nih? Ada acara apaan?” Tanpa menaruh curiga sedikitpun, Jongup melangkah mendekat.
        Pelan-pelan Daehyun menutup kembali kue tar yang bisa menyakiti hati Jongup. Namun tampaknya mata Jongup lebih cepat menangkap gelagat aneh yang ditunjukkan Daehyun.
        “Apaan tuh, mas?” Jongup sudah mengulurkan tangannya untuk menyambar benda tersebut sebelum Daehyun atau Yongguk sempat menghalanginya. “Mba Bomi ulang tahun, ya?” ujarnya. Tentu saja Jongup langsung membeku melihat sesuatu di dalam sana. Jongup berusaha bersikap senormal mungkin meski sebenarnya ia menahan rasa kecewa di dirinya.
        Youngjae. Satu nama yang membuat Jongup nyaris tidak bisa tidur semalaman. Dan untuk pertama kalinya ia bertemu pemuda itu. Belum lagi semalam Namjoo mengucapkan ulang tahun untuk Youngjae. Lalu kini di rumah, ibunya pasti juga akan merayakan hal yang sama untuk salah satu kakak Jongup yang sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya. Meski tanpa kehadiran orang tersebut, tetap saja itu membuatnya semakin kecewa.
        “Kebetulan udah pada ngumpul di sini. Kita bisa mulai acaranya.”
        Yongguk, Daehyun, Bomi bahkan Himchan menoleh kompak ke arah G.Na yang baru saja datang. Namun tidak untuk Jongup. Saat ibunya duduk bergabung di meja makan, Jongup justru melarikan diri tanpa pamit ke kamarnya.


***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar