Senin, 03 Februari 2014

PERFECT LOVE (chapter 6)


Author              : Annisa Pamungkas (@nniissaa11)
Main Cast          : B.A.P (Yongguk, Himchan, Daehyun, Youngjae,
  Jongup, Zelo [Junhong])
Support cast     : A-Pink (Chorong, Bomi, Naeun, Eun Ji, Namjoo,
                          Hayoung), G.Na (Soloist), B2ST (Doojoon), BtoB
Genre               : romance, family, brothership
Length              : chapter

***

        “Kalo nggak mau cerita juga gapapa kok, Young.” Zelo lalu melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.
        Cepat-cepat Hayoung menahan tangan Zelo. “Zel, tunggu.”
        Zelo menatap lembut karena ia nggak mau memaksa cewek di sampingnya itu. “Hayoung gue nggak…”
        “Kakaknya Jongup pacaran sama mba Chorong, kakak gue.” Hayoung menyela ucapan Zelo. “Sedikit banyaknya gue tau tentang cerita keluarga mereka. Jongup udah nggak punya ayah. Sedangkan ibunya kurang memperhatikan dia dan ke tiga kakaknya karena frustasi pernah kehilangan dua anaknya sekaligus.”
        Zelo membeku mendengar cerita keluarga Jongup.
        “Jongup nggak mungkin minta uang ke kakak-kakaknya untuk ganti kamera lo yang rusak. Dia akhirnya kerja part time di café milik kakaknya Sungjae,” lanjut Hayoung. “Makanya gue minta sama lo jangan pernah sekalipun mendesak Jongup buat cepat ngeganti kamera lo. Dia juga nggak mungkin lari dari tanggung jawabnya.”
Karena Zelo cukup lama merespon ucapannya, Hayoung memilih kembali melanjutkan langkahnya. Namun Zelo juga cepat menyadarinya dan langsung menyambar tangan Hayoung.
        “Apa itu juga alasan lo selalu peduli ke dia?”
        Hayoung membalikkan badan. “Maksud lo, Zel?” tanyanya bingung.
        Zelo menghembuskan napasnya. Ia lalu menatap Hayoung tepat di mata cewek itu. “Lo suka sama Jongup?”
        Mendengar itu, Hayoung justru terkekeh. “Nggak lah, Zel. Jongup udah suka sama orang lain. Begitu pula dengan gue. Udah ya,” ujarnya buru-buru. Hayoung langsung balik kanan dan memperbesar jaraknya dengan Zelo. Dalam hati cewek itu merutuki diri. “Mudah-mudahan Zelo nggak curiga apa-apa.”
        “Young! Hayoung!” teriak Zelo, namun cewek yang di maksud seperti nggak mendengarnya.

***

        Daehyun dan Bomi menemani Naeun menunggu taksi di halte dekat gerbang kampus mereka. Nggak lama, Eun Ji dan Ilhoon melintas di depan mereka. Mereka saling sapa karena Eun Ji akan pulang bersama adiknya, Ilhoon. Namun nggak ada yang menyadari bahwa Naeun masih menyimpan rasa bersalahnya pada Eun Ji.
        Eun Ji hanya menunjukkan senyumannya agar Naeun nggak terlalu memikirkan hal itu.
        “Itu taksinya,” seru Daehyun memecah keheningan. Ia lalu mengisyaratkan agar taksi berhenti. Daehyun kemudian membukakan pintu untuk Naeun.
        Naeun tersenyum haru untuk Daehyun. “Makasih, Dae.”
        “Hati-hati,” ujar Bomi tepat sebelum Daehyun menutup pintu taksi. Ia dan Daehyun kemudian langsung bersiap untuk pulang karena Daehyun juga sudah membawa motornya ke luar.
        Dari dalam taksi, Naeun melihat Daehyun dan Bomi pergi ke arah yang berlawanan. Setelah itu, menyandarkan pundaknya ke jok mobil dengan gelisah. “Gue harus ngambil transkrip nilainya Eun Ji ke Youngjae,” tekadnya. Kebetulan, mobil Youngjae juga sempat melintas di samping taksi yang dihuninya.
        “Pak, ikutin mobil tadi,” ujarnya pada sopir taksi.
        Setengah jam kemudian, mobil Youngjae terlihat berhenti di depan pagar rumahnya. Naeun sendiri langsung ke luar dari taksi lalu menghampiri Youngjae.

***

        Sore itu, Namjoo terlihat baru saja menyelesaikan kegiatan pemotretannya di sebuah studio foto. Namjoo berjalan menuju area parkir. Kebetulan cewek itu mengendarai sendiri mobilnya. Saat akan membua pintu, ada tangan seseorang yang menahannya. Buru-buru Namjoo menoleh.
        “Hyunsik!” serunya sedikit terkejut.
        Cowok yang ia panggil Hyunsik tadi hanya tersenyum manis. “Kejutan,” serunya riang. Bahkan Hyunsik sudah membuka tangannya lebar-lebar seakan siap menerima hadiah pelukan untuk Namjoo.
        Namjoo sendiri tanpa sadar sudah menghempaskan tubuhnya ke dekapan Hyunsik. Ia memang sudah sangat merindukan kekasihnya itu. “Kamu bilang nggak bisa pulang?”
        Hyunsik terkekeh mendengar suara manja yang ke luar dari bibir Namjoo. “Aku emang nggak dapet libur lama. Aku ingin kita tunangan.”
        Namjoo langsung menjauhkan tubuhnya dan menatap dalam cowok dihadapannya. “Gimana sama mba Chorong kalo kita tunangan duluan?”
        “Minggu depan mba Chorong lamaran. Jadi kita sekalian tunangan aja. Aku juga udah bilang sama keluarga aku. Dan mereka semua setuju,” jelasnya. “Kita omongin sekalian jalan aja,” sambung Hyunsik lalu menarik Namjoo dan membukakan pintu penumpang untuk kekasihnya itu. Hyunsik sempat merebut kunci mobil di tangan Namjoo sebelum ia menuju kursi kemudi.
        “Aku seneng kalo mba Chorong akhirnya bakal nikah juga,” gumam Namjoo saat mobilnya yang dikendarai Hyunsik sudah meninggalkan area parkir gedung. “Sama mas Yongguk, kan?”
        Hyunsik tampak membeku mendengar pertanyaan Namjoo. Namun ia tetap berusaha untuk focus menyetir. “Mas Yongguk belum mau nikah,” ujar Hyunsik akhirnya.
        Namjoo menoleh cepat. Ia bahkan sampai menyentuh pundak Hyunsik. “Terus, mba Chorong bakal nikah sama siapa kalo bukan sama pacarnya?”
        Hyunsik nggak langsung menjawab.

***

        “Youngjae!” panggil Naeun yang bahkan sudah berdiri beberapa meter di belakang cowok itu.
        Youngjae sendiri membatalkan niat untuk membuka pagar rumahnya dan langsung berbalik. “Naeun?” gumamnya pelan, namun nggak bisa menutupi rasa bahagianya karena cewek yang ia suka selama ini ada di depan mata. “Ada apa?”
        “Lo belom buka hadiah dari gue, kan? Ada sesuatu yang keselip di situ. Gue mau ambil, boleh?” pintanya lembut.
        Mendengar itu, perlahan senyuman Youngjae memudar. “Kenapa nggak Eun Jinya langsung yang minta ke gue?”
        “Eh?” Naeun sedikit tersentak dengan pertanyaan sekaligus nada bicara Youngjae.
        Youngjae sempat menghela napas untuk sedikit menenangkan diri. “Eun Ji yang nyuruh ngambil transkrip nilainya, kan?” tuduhnya membuat Naeun kembali tersentak.
        “Jadi, lo udah liat?” ujar Naeun takut-takut.
        “Udah,” jawab Youngjae pendek. “Dan kalo Eun Ji mau benda itu, suruh dia yang minta langsung ke gue. Oke? Makasih udah repot-repot nemuin gue. Kalo lo mau pulang, gue bersedia nganter.”
        Naeun yang sedikit melamun, langsung tersadar karena perkataan terakhir Youngjae. “Nggak usah, Young. Gue cari taksi di depan aja,” ujarnya cepat-cepat dan langsung saja balik kanan lalu meninggalkan Youngjae.
        Youngjae sendiri masih menatap punggung Naeun yang semakin menjauh. “Bener kata Eun Ji. Gue emang masih suka sama lo. Tapi gue nggak sekalipun berniat ngerebut lo langsung dari Daehyun.” Youngjae bicara seorang diri.

***

        “Ilhoon! Makan dulu sini!” teriak Eun Ji dari arah dapur apartmennya yang ia tempati bersama Ilhoon. Cewek itu juga sudah menghidangkan beberapa menu makanan di sebuah meja bar kecil yang terhubung ke ruang tamu. Tempat itu juga digunakan oleh keduanya sebagai meja makan.
        Nggak lama, Ilhoon memunculkan diri dari dalam kamarnya sambil mengusap rambutnya yang basah menggunakan handuk.
        “Binder kakak yang kemaren udah ketemu?” Ilhoon bertanya setelah menempati kursi tepat di seberang Eun Ji yang saat itu tengah menuangkan air ke dalam gelas.
        Eun Ji mengangguk sambil menyodorkan segelas air putih ke hadapan Ilhoon. “Iya. Ternyata bener kebawa Naeun.”
        Ilhoon tampak menenggak minuman pemberian Eun Ji tadi.
        “Liat ada kertas-kertas fotokopian di meja belajar kamu, kan? Itu kakak yang bawa dari Daehyun,” kata Eun Ji lalu menyendokkan nasi ke dalam piring Ilhoon.
        Ilhoon tertegun sesaat mendengar ucapan Eun Ji. “Yang kakaknya kerja di Bank itu, ya?” ujar Ilhoon memastikan.
        “Yongguk?”
        Ilhoon mengangguk cepat. “Tadi pas di Bank aku ketemu. Sempet ngobrol bentarlah,” jelasnya kemudian.
        Belum sempat Eun Ji menjawab, suara bel sudah lebih dulu menyelanya. Eun Ji sudah hampir beranjak dari kursi, namun Ilhoon buru-buru menghalanginya.
        “Aku aja yang bukain,” kata Ilhoon yang kemudian langsung melesat ke depan dan meninggalkan Eun Ji di sana. Nggak lama, karena setelah itu Ilhoon sudah kembali sambil mengajak seseorang. “Mas Peniel nih, kak.”
        Eun Ji mendongak dan mendapati salah satu temannya di sana. “Ada apaan, Niel? Lo sampe repot-repot ke sini. Oiya, ayo makan sekalian.”
        Cowok bernama Peniel tersebut duduk di samping Ilhoon. Ia juga sambil menyodorkan sebuah amplop coklat ke hadapan Eun Ji. “Bayaran untuk kostumnya Namjoo kemarin.”
        “Lanjut makan lagi nih nanti?” goda Ilhoon yang di balas kekehan oleh Peniel dan Eun Ji sendiri.
        “Makasih, Niel. Makan, yuk.” Eun Ji menyodorkan sebuah piring bersih ke hadapan Peniel yang dengan senang hati diterima cowok itu.
        “Ngeliat apa yang udah lo dapet dari ngedesain pakaian, gue jadi pengen nyulik lo ke Jogja. Bakal ada event besar. Jadi lo nggak usah kuliah kedokteran lagi,” kata Peniel. “Kadang gue nyesek liat prestasi lo di kampus.”
        Eun Ji tampak menghela napas. Pasrah dengan nasibnya yang harus terpenjara di tempat yang sama sekali nggak dia inginkan. “Mau gimana lagi, Niel?”
        “Bener, mas. Kalo mau nyulik kak Eun Ji, nanti bakal Ilhoon bantuin. Apapun itu.”
        “Bener, ya?” tanya Peniel setengah menantang.
        “Beres,” tegas Ilhoon. “Ayo makan, mas.”
        Eun Ji menatap kedua cowok dihadapannya. Hanya mereka yang mendukung bakatnya di dunia seni. Peniel bahkan menyalurkan hobi dan bakat Eun Ji hingga menghasilkan sebuah pekerjaan sampingan yang sangat dinikmati cewek itu.

***

        “Punya flashdisc nggak, Dae?”
        Daehyun yang sedang mengerjakan tugas kuliahnya, langsung menoleh ketika ada seseorang yang berbicara kepadanya. Ternyata Yongguk yang hanya menyembulkan kepalanya di balik pintu. “Waah… kebawa Bomi, mas. Jongup mungkin punya.”
        “Mas aja yang nyari,” sela Yongguk saat Daehyun sudah berinisiatif untuk bergerak ke tempat meja belajar Jongup berada. Yongguk membuka laci teratas. Dan ia menemukan sebuah kartu memori yang biasa di gunakan pada kamera. “Cuma ada ini.” Yongguk menunjukkan benda yang ada di tangannya. “Pinjem bentar aja, kok.”
        Daehyun mengangguk cepat. Sedetik kemudian Yongguk melesat pergi dari kamar dua adiknya itu. Yongguk langsung kembali ke kamarnya yang juga di tinggal Himchan ke luar. Yongguk duduk di depan laptopnya yang ia letakkan di atas meja belajar yang kini fungsinya sebagai meja kerja.
        Nggak lama kemudian, Himchan kembali dengan membawa segelas susu coklat dan secangkir kopi hitam. Untuk kopi, ia letakkan di samping laptop Yongguk.
        “Novel apa sih, mas? Kok tumben kebagian yang itu?” seru Himchan.
        “Kata temen mas sih bukan cerita cinta. Makanya, kamu bantuin, ya? Soalnya mas lagi ngedit buku traveling, nih.” Yongguk berbicara sambil tetap focus ke layar laptop di hadapannya. Himchan hanya menganggukkan kepala. “Cuma jadi pembaca pertama aja. Kalo emang semisalnya bagus, bakal di proses lebih lanjut. Minta tolong salah satu murid kamu juga boleh,” lanjut Yongguk.
        Himchan yang baru akan membuka ranselnya, sempat berhenti sesaat ketika mendengar Yongguk berkata seperti itu. Himchan melirik penuh minat ke arah kakaknya.
        Yongguk yang menyadari gelagat aneh Himchan, juga menoleh perlahan. Yongguk berdecak seakan tahu apa yang ada di benak Himchan. “Pasti bakal milih murid yang cantik, nih? Inceran kamu ya?” ledek Yongguk.
        Himchan terkekeh mendengarnya. “Kalo nggak terlalu deket sama Jongup juga udah pasti aku deketin, mas,” candanya. Nggak lupa Himchan juga mempersiapkan laptopnya di atas meja yang letakknya bersampingan dengan milik Yongguk.
        “Guru yang punya pacar lebih dari satu pasti cuma kamu aja, nih. Mau di jadiin yang keberapa lagi?”
        “Nggak usah dipertegas juga kali, mas!” protes Himchan namun dengan ekspresi seolah malu-malu yang sukses membuat Yongguk menatapnya jijik. Namun tentu saja Himchan hanya bercanda melakukannya.

***

        Bomi berlari-lari kecil menyeberangi rumahnya dan menuju ke rumah keluarga Himchan. Saat membuka pagar, ia menemukan Jongup duduk sendiri di kursi yang berada di teras rumahnya.
        “Tumben di luar. Nggak belajar?” tegur Bomi.
        “Eh, mba Bomi?” seru Jongup yang sediki tersentak dengan kehadiran Bomi di rumahnya malam itu. “Udah kok. Mba Bomi nyari mas Himchan? Tadi sih lagi di kamarnya. Nggak tau deh mau ngerjain apa sama mas Yongguk,” jelas Jongup yang sudah hampir tahu kebiasaan Bomi ke sana.
        Bomi lalu duduk di salah satu dari tiga kursi yang tersisa. “Nggak juga, sih. Hmm… temenin minum wedang ronde yuk, Jong.”
        Jongup menoleh cepat sambil mempertimbangkan ajakan Bomi. “Berdua aja, nih?”
        Bomi hanya mengangguk membenarkannya. Sedetik kemudian, Jongup berdiri sebagai reaksi menyetujui ajakan Bomi. Mereka lalu pergi, bahkan Jongup sampai nggak pamit pada kakak-kakaknya.

***

        Malam itu, Zelo berdiam diri di tepi kolam renang pribadi rumahnya. Pikiran cowok itu seakan melayang. Zelo duduk sambil menekuk lutut. Sementara salah satu tangannya ia celupkan ke air dan merasakan dinginnya air kolam. Zelo bahkan nggak tahu kalau Youngjae juga termenung di tepi balkon kamarnya yang langsung mengarah ke kolam renang.
        “Kenapa gue kepikiran omongannya Eun Ji terus tentang Naeun?” keluh Youngjae. Sedetik kemudian ia mengacak rambutnya, frustasi.
        Klik! Klik!
        Youngjae seakan tersadar dari lamunannya ketika mendengar suara kamera. Ia sudah hampir meneriaki Zelo, namun langsung ia batalkan karena ternyata Zelo sedang duduk diam di tepi kolam tanpa membawa kamera. Youngjae tampaknya baru menyadari kejadian itu. Dan kini ia sibuk berpikir siapa yang tengah memainkan kamera.
        “Ternyata masih bagus.”
        Youngjae melihat ke bawah balkon. Ada seseorang yang berbicara di sana. Nggak lama, muncul sosok Doojoon yang kini tengah mengarahkan kameranya ke tempat Zelo berada. Namun tampaknya Zelo sama sekali nggak bergeming.
        Klik! Klik!
        Doojoon masih saja menjadikan Zelo objek fotonya. “Waah… Zelo ada bakat jadi model juga rupanya?” ujar Doojoon sedikit memuji. Ia sepertinya tidak tahu jika Zelo tengah melamun.
        “Kamera baru, om?” tegur Youngjae dari balkon.
        Doojoon langsung berbalik dan melihat ke atas. “Kamera yang rusak kemarin, Young. Zelo bilang lagi dibenerin. Padahal sama sekali nggak. Ya udah, om bawa aja. Cuma ganti lensa doank,” jelas Doojoon.
        Zelo mendongak setelah mendengar perkataan Doojoon. Ia bahkan sampai berdiri tiba-tiba. “Itu kamera yang kemarin rusak, pa?” seru Zelo sedikit heboh. Ia bahkan sudah melesat mendekati Doojoon lalu menyambar kamera di tangan ayahnya. Zelo memeriksa tiap detail bagian kamera tersebut. “Sial. Ternyata cuma ganti lensa doank?” desisnya.
        Doojoon menatap Zelo curiga. “Emang cuma rusak di lensa aja kan, Zel?” tanya Doojoon memastikan. “Oh, iya. Layarnya juga sedikit retak. Tapi udah diganti.”
        Zelo mengembalikan kamera dengan perasaan mencelos. “Zelo udah sempet nanya temen, katanya rusak di beberapa bagian. Dan susah di cari juga penggantinya itu. Mau nggak mau harus beli kamera baru.”
        “Lo di bohongin, Zel,” tegas Youngjae yang mendengarkan semua perkataan Zelo.
        “Youngjae bener. Nyatanya papa bisa dapet semuanya, kan? Emang kamunya aja yang kurang ngerti tentang kamera.”
        Zelo sudah membuka mulutnya, namun nggak ada yang berhasil ia katakan. Hanya karena sebuah kamera, ia sudah menyusahkan hidup seseorang.
        “Oiya, papa juga nggak nemu kartu memorinya di dalam kamera,” ujar Doojoon sambil menepuk pundak Zelo. Sementara tangannya yang lain kembali merebut kamera yang tadi masih di tangah Zelo. “Jangan lama-lama di luar. Angin malam nggak bagus buat badan,” kata Doojoon sebelum meninggalkan Zelo yang masih terdiam di sana.

***

        Bomi membawakan secangkir wedang ronde yang langsung di terima oleh Jongup. Mereka duduk di trotoar jalan yang memang hampir selalu ramai di malam hari.
        “Gimana perkembangan hubungan mba Bomi sama mas Himchan?” tanya Jongup memulai obrolan mereka.
        Bomi hanya terkekeh mendengarnya. “Nggak ada yang berubah. Masih kayak yang terakhir kali kamu liat, Jong.” Ia kemudian sibuk menikmati minuman di tangannya.
        “Kenapa nggak cari cowok lain aja, sih? Mba Bomi terlalu baik buat mas Himchan. Mas Eunkwang juga kayaknya masih cinta tuh sama mba? Nggak mau balikan aja? Dia baik banget, loh.”
        Mendengar Jongup menyebut nama Eunkwang, Bomi langsung berdecak kesal. “Iya, tahu. Tapi aku sama sekali nggak punya perasaan apa-apa sama dia. Bahkan waktu kita dulu sempet pacaran. Kamu juga nggak akan ngerti deh sama apa yang terjadi di hidup aku.”
        Jongup justru kini yang terkekeh mendengar keluhan Bomi tentang hidupnya. “Ya karena, mba nggak pernah cerita.”
        Bomi menghela napas berat. “Walau aku pacaran sekalipun sama mas Himchan, tetep aja yang menentukan kita bisa nikah atau nggak itu papa aku.”
        Jongup menoleh cepat. “Kok gitu? Emangnya mba nggak boleh pacaran?”
        “Papa bilang dia yang bakal milih calon suami aku nantinya. Dia janji akan milih yang terbaik.”
        “Terus, mba bakal nerima gitu aja?”
        “Pernikahan tanpa restu orang tua itu nggak akan berjalan mulus,” ujar Bomi pasrah.
        Kali ini Jongup yang mendesah berat. “Mba beneran tulus ya cinta ke mas Himchan?”
        “Ya tulus lah. Tapi mau di apain lagi? Mas Himchan udah milih cewek lain.”
        “Terus, mba nggak sakit hati, gitu?”
        Merasa ada yang janggal dari pertanyaan Jongup, Bomi menoleh cepat membuat Jongup sedikit terkejut dan seperti menutup-nutupi sesuatu. “Lo lagi ngerasain hal yang itu, ya?” tebak Bomi dengan tatapan menyelidik.
        “Hah?” seru Jongup yang tampaknya sedikit nggak siap dengan pertanyaan Bomi. “Ketebak ya?” tanya Jongup gugup membuat Bomi menertawainya.
        “Sama siapa, Jong? Temen sekelas kamu?”
        Jongup hanya mengangkat bahu. “Lucu nggak, sih? Kita tuh sebenernya belom kenal secara langsung. Aku cuma pernah ketemu dia sekitar dua atau tiga kali. Tapi aku pernah denger sedikit cerita tentang dia. Dan dia tadi nggak sengaja dateng ke cafénya mas Eunkwang sama pacaranya.”
        Bomi hanya terperangah dengan cerita Jongup tanpa bisa berkata-kata.

***

        Yongguk melihat-lihat foto-foto yang ternyata ada di dalam kartu memori yang ia pinjam dari Jongup. Didominasi foto-foto perempuan bersama anak kecil. Mungkin juga menggambarkan suasana hangat antara ibu dan anak. Ada juga foto wanita hamil. Dan hampir semuanya diperoleh dari tempat-tempat umum.
        “Sejak kapan Jongup mengoleksi foto kayak gini?” gumam Yongguk sambil berpikir. Ia sempat menoleh sekilas ke tempat Himchan berada.
        “Apaan?” seru Himchan, namun Yongguk tidak mengatakan apa-apa.
        Yongguk kembali mengalihkan tatapannya pada foto-foto yang terpampang di laptopnya. Kemudian muncul beberapa foto Youngjae yang diambil saat cowok itu baru bangun tidur dan berdiri di balkon. Yongguk juga nggak bereaksi apa-apa. Mungkin ia lupa pernah bertemu cowok itu di Bank tadi siang.
        Himchan sempat melirik sekilas ke arah laptop Yongguk. Namun nggak ada yang menarik perhatiannya. Himchan sudah kembali menoleh ke tempat laptopnya berada, namun hanya sekilas karena kali ini ada foto seseorang yang membuatnya kembali mengarahkan tatapan ke laptop Yongguk. Himchan bahkan sampai sedikit memajukan tubuhnya agar bisa melihat dengan jelas.
        “Zelo?” gumam Himchan tanpa suara saat slide foto menampilkan gambar diri salah satu muridnya itu. “Itu foto siapa, mas?” tanya Himchan pura-pura nggak tahu.
        “Nggak tahu juga. Mas cuma pinjem dari Jongup,” jelas Yongguk.
        Himchan mengangguk mengerti. Ia juga nggak mungkin menceritakan bahwa Jongup merusaki kamera temannya. “Aku ke luar dulu, mas.” Himchan langsung melesat pergi sebelum Yongguk sempat meresponnya.
        Yongguk sendiri juga nggak menaruh kecurigaan apapun terhadap Himchan. Ia lalu lebih memilih kembali menelusuri tiap foto yang tersimpan di dalam kartu memori tersebut. Kembali, slide foto menampilkan gambar-gambar seorang wanita bersama anak kecil yang terlihat seperti anak mereka.
        “Mungkin ini punya temennya Jongup,” kata Yongguk untuk dirinya sendiri.


***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar