Jumat, 21 Februari 2014

PERFECT LOVE (chapter 7)




Author              : Annisa Pamungkas (@nniissaa11)
Main Cast          : B.A.P (Yongguk, Himchan, Daehyun, Youngjae,
  Jongup, Zelo [Junhong])
Support cast     : A-Pink (Chorong, Bomi, Naeun, Eun Ji, Namjoo,
                          Hayoung), G.Na (Soloist), B2ST (Doojoon), BtoB
Genre               : romance, family, brothership
Length              : chapter

***

        Eun Ji memasuki sebuah studio foto karena panggilan dari Peniel. Di sana cowok itu sedang melakukan pemotretan karena pekerjaannya yang sebagai fotografi. Eun Ji duduk si sebuah kursi untuk menunggu Peniel. Orang-orang yang terlibat di sana juga sudah mengetahui tentang Eun Ji.
        “Kita break 15 menit,” seru Peniel pada para model-modelnya. Ia kemudian berbalik dan memberikan kameranya pada seseorang yang sejak tadi sibuk berkutat di balik layar komputer. Peniel sendiri tidak heran dengan keberadaan Eun Ji di sana. Ia lalu melangkah ke tempat cewek itu berada. “Ke ruangan gue aja,” kata Peniel singkat.
        Tanpa bertanya apa-apa lagi, Eun Ji mengikuti langkah cowok itu.
        Sesampainya di ruangan tersebut, Peniel dan Eun Ji menghempaskan tubuh mereka di sofa. Eun Ji kemudian membongkar ranselnya dan mengambil sebuah map dari sana yang langsung ia serahkan pada Peniel.
        Peniel mengintip sedikit isi map tersebut. Sedetik kemudian ia menghela napas berat lalu menatap Eun Ji sendu. “Dunia desain bener-bener butuhin orang kayak lo.” Dengan tanpa semangat, Peniel melempar map ke atas meja.
        Eun Ji hanya mampu menyandarkan punggungnya lebih dalam ke sandaran sofa. “Nggak usah bahas itu lah, Niel.”
        Peniel sudah menegakkan tubuhnya. “Client gue yang ini kayak orang terpaksa di jodohin. Jadi, nanti lo di sini aja. Nggak usah di ruangan yang biasa lo pake. Biar gue yang nahan cowoknya di luar.”
        “Terpaksa di jodohin?” ulang Eun Ji tentang perkataan Peniel.
        “Lo pasti ngerti, lah. Dan cewek ini keliatan cukup tertekan. Jadi gue harap lo bisa sesabar mungkin sama dia,” jelas Peniel. “Gue sengaja ngelimpahin tugas ini ke lo karena gue yakin cuma lo yang bisa ngerti dia.”
        “Lo udah kenal mereka sebelumnya?” tanya Eun Ji lagi.
        Peniel menggeleng tegas. “Dia dapet rekomendasi ke gue dari Namjoo.”
        “Apa mungkin Namjoo juga berpikir hal yang sama kayak lo? Dia rekomendasiin lo karena dia tau lo pasti bakal ngajak gue kerja sama?”
        Peniel perpikir sesaat tentang perkataan Eun Ji. “Bener. Dan secara nggak langsung dia minta tolong sama lo.” Peniel dan Eun Ji kemudian sibuk dengan pikiran masing-masing. Seseorang mengetuk pintu ruangan Peniel dari luar. “Masuk!” seru Peniel dengan suara keras.
        Pintu perlahan terbuka dan memulcukan seorang cewek yang juga karyawan di sana. “Tamu anda sudah datang,” lapornya.
        Peniel mengangguk cepat. “Suruh masuk saja,” ujarnya setengah memerintah.
Cewek tadipun langsung berbalik dan tak lama kemudian ia kembali dengan membawa seorang cewek dan cowok bersamanya.
        “Semoga berhasil,” bisik Peniel sambil menepuk pelan pundak Eun Ji sesaat sebelum berdiri untuk menghampiri dua tamunya tersebut yang ternyata adalah Chorong dan Changsub. “Kalian udah dapat rekomendasi tempat untuk pemotretan?” tanya Peniel setelah berdiri di hadapan Chorong dan Changsub tersebut.
        Tidak ada yang merespon ucapannya. Seperti yang bisa terlihat, Chorong sedikit tertunduk dan sangat menghindari ketika Changsub seakan berusaha mengajaknya bicara.
        Peniel sempat melirik Eun Ji sesaat seperti mengatakan bahwa ucapannya tadi tentang Chorong terbukti. Sama sekali nggak terlihat kalau mereka pasangan yang saling mencintai, terutama dari sisi Chorong. “Hmm… bagaimana kalau kalian lihat rekomendasi dari saya?” ujar Peniel seolah mengalihkan suasana. Ia lalu melirik Chorong. “Mba Chorong bisa berbincang dengan Eun Ji,” serunya sambil menunjuk ke tempat Eun Ji berada. “Dia desainer kami,” lanjutnya.
        Chorong mendongak malas lalu menatap Eun Ji yang sudah berdiri dan mengangguk singkat sambil tersenyum. Dengan langkah berat, Chorong mendekat pada Eun Ji. Changsub sudah ingin melangkah untuk mengikuti Chorong, namun buru-buru Peniel menahannya.
        “Mas, bisa ikut saya ke ruangan lain. Di sini khusus untuk urusan para cewek,” kata Peniel berusaha mengalihkan perhatian Changsub. “Saya punya beberapa contoh tempat favorit pasangan yang biasanya di pakai untuk foto pra wedding mereka.”
        Dengan sedikit paksaan, Peniel mendorong pundak Changsub yang sepertinya tak bereaksi apapun. Peniel juga sempat melirik Eun Ji sekilas untuk memberi semangat pada temannya itu sebelum ia meninggalkan ruangannya sendiri.

***

        Zelo tidak langsung masuk ke kelasnya. Ia mengawasi dulu dari ambang pintu. Di sana ia melihat Jongup dan Hayoung yang berada di meja masing-masing. Itu artinya, mereka tidak sedang terlibat pembicaraan atau apapun antara keduanya. Zelo melangkah dan berdiri tepat di tengah-tengah antara Jongup dan Hayoung.
        “Gue mohon balikin kartu memori kamera gue yang waktu itu nggak sengaja lo jatohin,” kata Zelo untuk Jongup.
        Jongup mendongak perlahan saat Zelo mengawasi Hayoung. Ia bahkan mendapati sebuah amplop coklat di tangan Zelo yang mengarah padanya. Jongup sempat mengawasi sekitar. Masih cukup pagi dan kelas baru di huni beberapa orang. Bahkan Sungjae belum datang.
        “Terus, ini maksudnya apa?” Jongup justru balik bertanya dengan nada datar.
        Zelo baru menoleh kembali saat Jongup bersuara. Ia sejak tadi sedang memperhatikan Hayoung. Cewek itu tampak sama sekali nggak tertarik dengan urusannya bersama Jongup. Biasanya Hayoung tidak akan tinggal diam jika di rasanya Zelo akan melakukan sesuatu yang buruk pada Jongup.
        “Uang lo gue balikin. Dan gue mau memori itu balik juga ke gue,” ujar Zelo lagi. Dan setelah itu, ia melirik Hayoung lagi.
        Jongup juga nggak langsung merespon. Ia bahkan sempat menatap ke tempat Hayoung berada seperti yang dilakukan Zelo. Cewek itu sedang membolak-balikkan buku paket pelajarannya dengan tidak minat. Dengan pelan, Jongup menjauhkan amplop di depannya hingga Zelo menoleh. “Kenapa nggak lo beli memori baru lagi aja pake uang itu?”
        Zelo melebarkan matanya. “Isi dalam memori itu bahkan lebih mahal dari pada harga kamera yang lo rusakin kemarin,” desis Zelo seakan nggak terima dengan ucapan Jongup.
        “Oke maaf,” sesal Jongup. “Besok gue balikin ke lo. Dan uangnya juga nanti aja kalo memori itu udah gue kasih.”
        Zelo kemudian nggak berkata-kata lagi karena perhatian sedikit tersita dengan pergerakan Hayoung. Cewek itu tampak berdiri dan berjalan meninggalkan mejanya menuju pintu kelas. Jongup juga memperhatikan langkah Hayoung yang kini bahkan sudah tidak terlihat karena melewati pintu.
        “Hayoung kenapa?” tanya Zelo pada Jongup karena hanya ada cowok itu di sana dan memungkinkan untuk bisa menjawabnya. Ia seakan melupakan begitu saja apa yang baru terjadi antara dirinya dan Jongup.
        Jongup mengangkat ke dua tangannya ke atas seperti melakukan peregangan sambil menyandarkan punggungnya ke kursi. “Nggak tau,” jawabnya singkat. “Dari gue baru dateng udah begitu. Dan kalo di tanya, cuma ngejawab seadanya. Mungkin dia pernah cerita ke lo kalo dia ada masalah?” ujar Jongup seakan membalikkan pertanyaan Zelo. “Hayoung kan lebih deket ke lo dibandingkan ke gue,” lanjutnya.
        Zelo tampak nggak ingin merespon ucapan Jongup tadi. Ia memilih kembali ke kursinya yang tepat bersebelahan dengan Hayoung. Jelas karena ia nggak memiliki jawaban dari pertanyaan Jongup tersebut.

***

        “Tolonglah mba, itu di luar dugaan. Dan yang ngilangin itu saya, bukan Eun Ji,” terdengar suara Naeun di depan loket kemahasiswaan di kampusnya hingga membuat Youngjae langsung menarik tubuh untuk bersembunyi di balik pilar nggak jauh dari sana.
        “Masalahnya, mahasiswi bernama Jung Eun Ji itu bukan pertama kalinya kehilangan transkrip nilai,” kata salah satu staff di sana. “Apalagi di semester ini.”
        “Jadi nggak bisa, nih?” pinta Naeun sekali lagi.
        “Atau nggak, bikin surat permohonan dari orang tua,” ujar staff tersebut, namun tetap saja nggak bisa ngebuat Naeun bernapas lega. Pasalnya, cewek itu tau benar bagaimana kondisi keluarga Eun Ji.
        Naeun memejamkan matanya. Penyesalan masih terasa karena dialah penyebab transkrip nilai Eun Ji jatuh ke tangan Youngjae. Cewek itu lantas berbalik dengan tangan hampa. Dari kejauhan, tampak Daehyun berlari kecil ke tempat Naeun berada.
        “Bisa nggak, Na?” tanya Daehyun penasaran.
        Naeun menggeleng lemah. “Bukannya waktu itu kamu pegang transkrip nilainya Eun Ji, ya?”
        “Justru itu yang sekarang kebawa Youngjae. Aku juga dari tadi nyariin dia, tapi nggak ketemu. Bahkan temen deketnya aja juga nggak tau,” jelas Daehyun sambil merangkul Eun Ji dan mengajak ceweknya itu pergi dari sana. “Oiya, Eun Ji-nya mana?”
        “Kata Ilhoon lagi ke tempat Peniel.”
        Perlahan Youngjae ke luar dari persembunyiannya di balik pilar seiring dengan langkah Daehyun dan Naeun yang semakin menjauh dan obrolan ke duanya juga nggak bisa tertangkap telinga Youngjae lagi. Akhirnya cowok itu memilih menuju loket yang baru saja dikunjungi Naeun.
        “Apa kalo nggak ada transkrip itu, nggak bisa ngajuin perbaikan nilai?” tanya Youngjae yang memang belum pernah melakukan itu. Sejauh ini nilai-nilai kuliahnya cukup memuaskan.
        “Iya. Karena semua rinciannya ada di situ,” jelas si staff tersebut sambil menatap Youngjae penuh minat. “Kamu mau ngajuin per…”
        “Nggak, terima kasih!” sambar Youngjae yang sedetik kemudian sudah berbalik dan melesat pergi. Namun baru beberapa langkah, Youngjae menghentikan langkah karena mendengar suara cewek yang udah cukup dikenalnya. Saat berbalik, ia mendapati Eun Ji di loket tersebut.
        “Saya udah bilang ke ceweknya temen deket kamu yang anak kedokteran juga. Siapa namanya? Cowok yang sering nemenin kamu ke sini juga. Yang kemaren ngambilin transkrip nilai kamu,” jelas cewek staff loket sedikit berbelit.
        “Ceweknya Daehyun?” tanya Eun Ji memastikan.
        “Iya kali.” Staff itu menjawab dengan nada yang berbeda 180 derajat ketika bicara dengan Youngjae.
        Eun Ji hanya mendesah pasrah kemudian berbalik dan berniat meninggalkan loket. Namun ia cukup tersentak mendapati Youngjae berdiri seakan mengawasinya. Mau tidak mau, Eun Ji tetap melangkah dengan sedikit menutupi wajahnya di depan Youngjae. Ia masih seperti terauma dengan perlakuan Youngjae padanya di kelas kosong tempo hari.
        “Eun Ji.” Youngjae berusaha menyapa dengan ramah.
        “Pliss, jangan gangguin gue lagi, Young. Gue juga nggak akan ngerjain lo kayak kemarin lagi kok,” seru Eun Ji takut. Ia bahkan masih tidak berani mengangkat kepalanya. “Udah, ya!” lanjutnya yang kemudian melesat melarikan diri dari jangkauan Youngjae.
        “Eun Ji, tunggu!” teriak Youngjae namun Eun Ji seperti nggak mendengar perkataannya. “Tuh cewek kenapa, sih? Emang gue satpol PP, apa? Kok dia ampe ketakutan gitu?”

***

        Siang itu Bomi tampak berdiri menunggu bus di halte. Ia memang pulang cepat dan sengaja nggak menunggu Daehyun untuk pulang bersama seperti yang selalu mereka lakukan sejak sekolah. Ia sedang ingin sendiri.
        Sambil menunggu, Bomi memasang handsfree di ke dua telinganya untuk mendengarkan lagu yang ia putar melalui ponselnya. Nggak lama kemudian, berhenti sebuah motor sport yang memang sudah sangat familiar di mata Bomi. Itu motor milik Himchan.
        “Mas Himchan? Kok dia ada di sini?” pikir Bomi. Jelas saja cewek itu bertanya-tanya. Terlebih Himchan berhenti tepat di depan dirinya berada.
        Cowok itu udah membuka helmnya yang tadi sempat menutupi wajah tampannya. “Ayo pulang,” seru Himchan sambil tersenyum. Senyum yang sukses membekukan Bomi.
        Baru saja Bomi hendak bergerak, sudah ada seorang cewek yang lebih dulu menghampiri ke tempat Himchan berada. Dia adalah cewek yang memang sejak tadi duduk tepat di samping Bomi. Mereka jelas nggak saling kenal. Dan saat naik ke boncengan motor Himchan, cewek itu melingkarkan tangannya di pinggang pemuda yang sudah bertahun-tahun dikagumi seorang Bomi.
        “Duluan, ya?” seru Himchan. Ia nggak mungkin sejahat itu mengabaikan Bomi begitu saja, padahal mereka sudah cukup lama saling kenal. Sementara cewek di belakang Himchan, hanya menatap nggak suka ke arah Bomi.
        Bomi hanya menatap nanar motor Himchan yang semakin menjauh. Tanpa sadar, air matanyapun jatuh. Cepat-cepat Bomi menyekanya sebelum ada yang curiga. Gadis itupun berniat pergi dari halte tersebut. Niatnya untuk menyendiri semakin kuat. Bomi akhirnya memilih berjalan kaki menelusuri jalan. Sampai kemudian ada sebuah mobil yang memang sengaja menghampirinya. Tampak Minhyuk memunculkan diri dari sana.
        Minhyuk berdiri tepat di depan Bomi. Ia sudah hampir buka mulut untuk menanyakan Eun Ji tentu saja, namun ia bungkam lagi karena melihat raut wajah Bomi. Bahkan mata cewek itu sedikit memerah. “Lo kenapa?” tanya Minhyuk.
        “Nggak usah peduliin gue!” kata Bomi dingin. Ia sudah berniat pergi, namun Minhyuk menghalangi jalannya. “Apaan, sih?” ketusnya.
        “Eun Ji…”
        “Nggak tau,” sela Bomi. Bahkan Minhyuk belum sempat menyelesaikan kalimatnya.

***

        “Selamat siang…” kata Jongup ramah pada pelanggan yang baru saja datang. Ia sudah berada di café milik Eunkwang tempat ia bekerja paruh waktu. Jongup sedikit terkejut karena yang datang ternyata Namjoo. “Bisa saya bantu? Untuk berapa orang?” tanya Jongup lagi. Tentu saja itu bagian dari pekerjaannya. Meski dalam hati nggak bisa dipungkiri kalau cowok itu senang dengan kedatangan Namjoo.
        “Untuk satu orang saja,” balas Namjoo sambil menatap Jongup. Mungkin ia merasa seperti pernah bertemu dengan cowok itu.
        “Mari saya antar,” kata Jongup lalu mengikuti langkah Namjoo. “Silahkan, mau pesan apa?” tanyanya dan nggak lupa membukakan buku menu ke hadapan Namjoo.
        “Jus melon dan pan cake,” seru Namjoo.
        “Tunggu sebentar,” ujar Jongup yang kemudian menuju dapur untuk menyiapkan pesanan Namjoo. Setelah beberapa menit, Jongup kembali. Dan tentu saja membawa serta pesanan Namjoo. “Selamat menikmati,” serunya sambil meletakkan piring dan gelas ke hadapan Namjoo.
        “Terima kasih,” balas Namjoo. Jongup hanya mengangguk lalu berniat pergi kembali. “Tunggu sebentar.” Namun Namjoo buru-buru menahannya. “Kamu temennya Ilhoon yang di kelab itu, kan?” tanya cewek itu sedikit ragu. Pasalnya ia juga kurang yakin dengan ingatannya tersebut.
        “Akh, iya. Saya kenal Ilhoon di kelab milik mas Minhyuk,” jelas Jongup. Sesekali ia melirik ke sekitar. Khawatir jika ada yang mengawasinya mengobrol dengan pelanggan. Belum lagi, ia masih dalam kondisi bekerja.
        “Masih kerja di sana?” tanya Namjoo lagi. Sedikit penasaran.
        “Iya. Hanya setiap Jum’at dan Sabtu malam,” jelas Jongup dan tampak sedikit terburu-buru. “Maaf, saya harus kembali bekerja. Jika, ingin memesan kembali, silahkan panggil saya.” Tanpa menunggu respon dari Namjoo, Jongup segera balik kanan dan melesat menjauh.
        Dari balik pintu dapur, Jongup memeganggi dada kirinya yang terasa berdegup kencang. “Kok gue jadi deg-degan gini sih kalo ketemu cewek itu?” kata Jongup polos untuk dirinya sendiri.
        “Ciee… Jongup lagi jatuh cinta nih ceritanya?”
        Jongup sontak mendongak setelah mendengar suara seseorang bicara padanya. Ternyata itu Sungjae yang kini bahkan sudah berdiri sambil melipat tangannya di depan dada. Nggak lupa Sungjae menatap Jongup penuh minat.
        “Sejak kapan lo di situ?” protes Jongup yang memang merasa cukup terkejut dengan keberadaan Sungjae di sana.
        “Pengen tau aja…” seru Sungjae jahil sambil balik kanan dan pergi menjauh dari Jongup. Jongup sendiri hanya mampu menghembuskan napas panjangnya.

***

        Youngjae membatalkan niat untuk masuk ke dalam mobil ketika melihat pemandangan yang sedikit menarik perhatiannya. Eun Ji bersama seorang pemuda yang diketahui Youngjae seorang pemilik kelam malam. Minhyuk. Cewek itu bersikap hampir mirip seperti yang dilakukan pada Youngjae tadi. Namun di sana Minhyuk masih tetap bersikeras mengejar Eun Ji.
        Youngjae memilih menutup kembali pintu mobilnya dan diam-diam mengikuti langkah Minhyuk juga Eun Ji. Mereka menuju taman kampus yang letaknya di belakang parkiran motor. Minhyuk dan Eun Ji duduk di sebuah bangku kayu. Sementara Youngjae mengawasi dari balik pohon yang nggak terlalu jauh dari sana.
        Minhyuk tampak ingin meraih tangan Eun Ji, namun dengan tegas cewek itu menolaknya. Eun Ji bahkan sudah menggeser posisi duduknya menjadi sedikit lebih menjauh dari Minhyuk.
        “Apa Eun Ji selalu ketakukan gitu kalo sama cowok?” pikir Youngjae. Tentu saja nggak ada yang bisa menjawab pertanyaannya. Belum lagi Youngjae memang tengah sendiri di sana mengawasi Eun Ji dan Minhyuk. “Tapi setau gue kalo sama Daehyun nggak.” Setelah menyebut nama Daehyun, ia langsung terpikirkan dengan cowok itu. Ia nggak mungkin menyelamatkan Eun Ji seorang diri. Cewek itu aja bahkan bersikap hal yang sama seperti ke pada Minhyuk.

***

        “Bomi udah pulang duluan. Kamu pulang sama aku aja, ya?” ajak Daehyun. Tentu saja untuk pacarnya, Naeun.
        “Tapi temenin ke perpus dulu sebentar. Ada buku yang aku perluin,” kata Naeun. Daehyun mengangguk cepat. Mereka kemudian berjalan menuju tempat yang ingin di tuju Naeun. Namun tanpa mereka duga, Youngjae justru menghalangi ke duanya.
        “Youngjae?” gumam Naeun takut-takut. Jika berhadapan dengan cowok itu, ia selalu teringat Eun Ji. Dan tenju saja teringat kesalahannya yang tidak di sengaja pada sahabatnya itu.
        “Bisa tolongin Eun Ji?”
        Daehyun dan Naeun saling melempar tatapan bingun dengan pertanyaan Youngjae. Jelas saja, karena mereka sama sekali nggak pernah mendengar berita Eun Ji dekat dengan Youngjae hingga membuat cowok itu akhirnya ingin menolong Eun Ji. Belum lagi nada bicara Youngjae benar-benar menunjukkan kekhawatirannya.
        “Memangnya Eun Ji kenapa?” Naeun balik bertanya. Terdengar sedikit mendesak karena Youngjae menyinggung masalah Eun Ji.
        “Mending kita langsung ke taman aja,” kata Youngjae buru-buru. “Ayo,” desaknya lagi karena Daehyun dan Naeun sama sekali belum bereaksi sedikitpun. Youngjae berjalan lebih dulu sebelum akhirnya Daehyun menyusul dan kemudian Naeun juga melangkah.
        Nggak lama, mereka tiba di taman. Eun Ji dan Minhyuk juga masih tampak di sana. Namun dengan kondisi Minhyuk menggenggam ke dua tangan Eun Ji seakan nggak membiarkan cewek itu lepas. Sementara Eun Ji sendiri berusaha memberontak, ia bahkan sudah menangis.
        “Eun Ji dengerin aku dulu,” paksa Minhyuk. “Aku ngelakuin itu ke kamu karena aku sayang kamu.”
        “Nggak. Minhyuk pliss lepasin gue.” Eun Ji semakin deras menangis dan tertunduk.
        Melihat itu, Daehyun melesat lebih dulu lalu menjauhkan tubuh Minhyuk dari Eun Ji. Naeun juga menyusul Daehyun kemudian memeluk Eun Ji setelah Daehyun sudah berhasil memaksa Minhyuk melepaskan Eun Ji. Sementara Youngjae, hanya mampu mengawasi dari sana karena ia merasa Eun Ji seperti menjaga jarak darinya.
        “Gue mau ngomong sama Eun Ji,” kata Minhyuk.
        Sebelumnya Daehyun telah mengisyaratkan Naeun untuk membawa Eun Ji pergi dari sana. Dan ketika melintas di depan Youngjae, Eun Ji semakin menunduk dalam. Respon yang hampir sama ketika berhadapan dengan Minhyuk. Youngjae hanya mampu menghembuskan napasnya dengan kasar. Rasanya nggak nyaman mendapati Eun Ji bersikap demikian padanya.
“Tapi Eun Jinya belum siap, Hyuk.” Daehyun berusaha memberi pengertian pada Minhyuk.
        “Ya sampe kapan, Dae?” Minhyuk balik bertanya.
        Daehyun menggeleng. “Kasih Eun Ji waktu, oke?” pinta Daehyun sekali lagi.
        Dengan terpaksa, Minhyuk membalikkan badan. Ia bahkan sempat melempar tatapan tajam pada Youngjae yang memang nggak berpindah tempat sedikitpun. Setelah itu Daehyun juga mengambil arah yang berlawanan dengan Minhyuk. Youngjae menahan pundak Daehyun ketika cowok itu melintas.
        “Sebenernya ada apa sih, Dae?” tanya Youngjae yang nggak bisa menahan rasa penasarannya. Ia merasa sudah terlibat dengan kehidupan Eun Ji. Terutama sejak kejadian di luar kendalinya saat di kelas kosong.
        “Seperti yang lo liat. Minhyuk cinta mati sama Eun Ji. Tapi caranya salah dan bikin Eun Ji ketakutan gitu ke dia,” jelas Daehyun meski sebenarnya belum benar-benar bisa memuaskan bagi Youngjae. Masih ada hal yang tersembunyi.
        “Apa yang dilakuin Minhyuk?” tanya Youngjae sekali lagi. Kali ini terkesan sedikit mendesak. Tentu saja karena Eun Ji hampir bersikap serupa padanya. Melihat raut wajah Daehyun yang tampak nggak sanggup untuk menceritakan, pundak Youngjae justru terasa merosot. Perasaannya nggak enak. “Minhyuk pernah nyium Eun Ji dengan paksa?” tebaknya dengan tenggorokan tercekat karena Daehyun nggak juga bersuara.
        Mendengar itu, Daehyun mendongak cepat. Dari caranya bersikap sudah bisa ditarik kesimpulan bahwa tebakan Youngjae nyaris tepat sasaran. Daehyun meneguk ludah. “Berawal dari itu. Dan bahkan Minhyuk nyaris aja me…” Daehyun tiba-tiba kehilangan kata-kata.
        Youngjae merasakan hatinya mencelos. Meski ucapan Daehyun nggak selesai, namun ia sudah bisa menarik sedikit kesimpulan. “Jadi karena itu Eun Ji ketakutan kalo ketemu gue?” Youngjae sibuk dengan pikirannya sendiri.
        Melihat Youngjae sibuk dengan pikirannya sendiri, Daehyun menatap cowok yang naksir berat dengan ceweknya itu. Tatapan heran bercampur bingung. Aneh rasanya tiba-tiba mendapati Youngjae sebegitu pedulinya dengan Eun Ji. “Pernah ada kejadian apa antara lo sama Eun Ji?” seru Daehyun dengan tatapan menyelidik membuat Youngjae memucat seketika.
        “Nggak kok, Dae.” Youngjae berkata canggung. Ia bahkan sampai memaksakan senyumnya terbentuk. “Ya udah, makasih udah nolongin Eun Ji. Gue duluan ya,” serunya terburu-buru. Youngjae juga lebih memilih meninggalkan Daehyun di sana dari pada cowok itu mencurigainya sesuatu.
        “Apa lo mulai ngebuka hati buat Eun Ji?” Daehyun bicara sendiri seiring tubuh Youngjae yang semakin menjauh. “Eh, kok gue jadi sok ngerti Youngjae gini, sih?” Daehyun justru merespon ucapannya sendiri. Setelah itu ia menyusul Naeun dan Eun Ji setelah pacarnya mengirimi pesan dan mengatakan bahwa mereka di kantin.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar