Rabu, 10 April 2013

KRIS WITHOUT WINGS (part 5)



        Sehun berjingkat memasuki rumah. Ia ingin sedikit mengejutkan Kris sebagai ucapan selamat atas kelulusannya. Sehun tersenyum jahil kala melihat sepasang kaki panjang terjulur melebihi panjang sofa tempat orang tersebut berbaring. Sehun pelan-pelan melepas ranselnya sebelum mendekati sosok yang ia yakini adalah Kris.
        ‘Bentuk kaki Luhan hyung tidak seperti itu.’ Gumam Sehun dalam hati. Ia semakin dekat dan semakin mempersiapkan diri. Mungkin Sehun akan berteriak mengucapkan selamat untuk Kris. Lebih bagus lagi kalau sampai Kris kesal padanya.
        Sehun berhenti beberapa senti dari balik sofa. Sepertinya ada yang aneh, pikir Sehun. Meski televisi menyala, tapi entah kenapa suasana sangat tenang. Sehun masih diam di tempat ketika mendengar ponsel milik Kris berbunyi. Ia menunggu sampai hyungnya itu meraih ponsel. Namun telah cukup lama karena Kris tak kunjung menggerakkan badannya sedikitpun.
        Sehun seperti mencurigai sesuatu. Ia mengitari sofa agar mengetahui kenapa Kris sama sekali tak bergerak. Sehun berdecak karena Kris hanya tertidur dengan pulasnya Ia sampai tak tega untuk membangunkan hyungnya itu. Sehun menoleh karena ponsel Kris tak kunjung berhenti berdering.
        “Ayah?” ujar Sehun ketika melihat siapa layar ponsel Kris. tanpa piker panjang, Sehun menyambar ponsel Kris untuk menjawab panggilan dari ayahnya. “Halo, ayah…”
        “Kris…” ujar tuan Choi dari seberang telepon. Ia tak menyadari bahwa yang menjawab telponnya bukanlah Kris, melainkan Sehun. “Kau ingin ayah belikan mobil apa sebagai hadiah kelulusanmu?”
        Sehun terbelalak mendengar ucapan ayahnya. “Mobil?” gumam Sehun tanpa bersuara. “Ferary dua pintu.” Cetus Sehun buru-buru dan langsung mematikan ponsel karena dirasakan Kris mulai terjaga dari tidurnya.
        “Oh, kau sudah pulang?” seru Kris sambil mengusap wajahnya ketika menyadari Sehun berdiri tak jauh dari tempat dirinya tertidur.
        Sehun meletakkan kembali ponsel Kris di atas meja. Ia menunjukkan senyumnya seolah tak pernah terjadi apa-apa. “Hyung…” seru Sehun sambil merentangkan tangannya.
        Kris yang tersentak semakin memojokkan tubuhnya ke sandaran kursi ketika menyadari Sehun hendak memeluknya. “Apa yang kau lakukan?”
        Sehun seperti tak mendengar. Ia benar-benar menjalankan aksinya untuk memeluk Kris. “Selamat hyung…”
        “Sehun lepas!” protes Kris sambil mendorong-dorong wajah Sehun untuk menjauhinya.
        Sehun menuruti untuk menjauhkan tubuhnya dari Kris. “Kau tak suka aku peluk, hyung?” sedih Sehun sambil memanyunkan bibirnya.
        “Tapi tatapanmu menakutkanku.”
        Sehun langsung nyengir. Ia lega karena Kris bukan membencinya, tapi hanya sedikit risih dengan sikap Sehun yang seperti anak kecil. Apapun itu, Sehun tak peduli.

@@@

        Ini saatnya. Beberapa kali Jongin tertangkap tengah tersenyum. Di pandanginya ponsel milik Gwangsoo yang masih dalam genggamannya. Langkah untuk bertemu dengan Suho semakin dekat. Jongin kembali menyeruput minuman yang dipesannya.
        “Maaf tuan muda saya terlambat.”
        Jongin berdiri untuk merespon seseorang yang kini tengah sedikit membungkuk di hadapannya.
        “Jangan memperlakukanku seperti itu, paman.” Pinta Jongin yang merasa risih dengan perlakuan Gwangsoo terhadapnya. Jongin menyentuh pundak tinggi Gwangsoo dan mengisyaratkan pria itu untuk duduk. “Aku bukan majikanmu lagi, jadi mulai sekarang panggil saja aku Jongin.
        “Jangan tuan muda.” Tolak Gwangsoo.
        Jongin juga tak bisa memaksa karena bagaimanapun dirinya tetap anak kandung tuan Kim meski ia tak tinggal lagi bersama ayahnya. “Yasudah paman. Aku sudah memesankan minuman untukmu.”
        Gwangsoo hanya mengangguk singkat sebelum menyeruput minuman yang sudah tersaji di hadapannya.
        Tak berapa lama, hening yang menguasai Jongin dan Gwangsoo. Jongin berinisiatif memulai pembicaraan setelah teringat ponsel milik Gwangsoo. Ia berniat mengembalikan benda itu kepada pemiliknya. “Aku sangat berterima kasih pada paman.”
        Dengan sopan, Gwangsoo menerima ponsel dari tangan Jongin. “Itu sudah menjadi tugasku.” Ujar Gwangsoo. Tak lama kemudian, pria tinggi itu juga teringat sesuatu yang ia bawa. Selembar kertas yang langsung di terima Jongin ketika Gwangsoo memberikannya.
        “Ini apa paman?” Tanya Jongin yang tidak mengerti.
        “Itu data tentang tuan muda Suho. Rumah, sekolah, kampus, nomor telepon dan alamat beberapa akun di jejaring social milik tuan muda Suho.”
        Tatapan Jongin tak lepas dari deretan tulisan di hadapannya. Sesekali ia juga mengangguk ketika Gwangsoo menjelaskan.
        “Cepatlah bertemu dengan tuan muda Suho.”
        Jongin mendongak ketika Gwangsoo berbicara kembali.
        “Apa sesuatu terjadi pada hyungku?” Tanya Jongin yang mulai tak bisa menahan kepanikannya. “Hyungku baik-baik saja kan, paman?” cecar Jongin lagi.
        “Tenang tuan muda. Tuan muda Suho baik-baik saja. Namun ia sedikit menutup diri dari lingkungan luar.” Gwangsoo sedikit menenangkan diri sebelum melanjutkan cerita. “Meski tidak pernah di ceritakan, dari sikap tuan muda Suho selama tuan dan nyonya berpisah sama sekali tak bisa membohongiku.
        “Aku sangat yakin tuan muda sangat merindukan anda. Dan ku mohon anda sama sekali tidak membenci tuan muda Suho terlebih apa yang ia lakukan tadi siang.”
        Jongin tertunduk. Tangannya meremas kertas pemberian Gwangsoo.
        “Tuan muda Suho beberapa kali mengikuti kegiatan anda. Contohnya pertandingan basket beberapa waktu lalu. Tuan muda memang tidak sempat untuk menonton, tapi ia memperhatikan anda dari jauh setelah pertandingan selesai.”
        Jongin mengangkat wajahnya takut-takut. Ada hal yang sangat ingin ia katakan. Sekuat tenaga Jongin berusaha mengeluarkan pertanyaan yang menjadi bebannya selama ini. “Apa ayah membuat hyung menderita?”
        “Tidak secara langsung, tapi ku yakin tuan muda memang tersiksa berpisah dengan kalian, terutama nyonya Kim.”
        “Apa yang harus kulakukan?” Tanya Jongin dengan tatapan penuh harap bahwa Gwangsoo benar-benar bisa membantunya.
        “Aku bisa membantu mempertemukan kalian.” Ucapan Gwangsoo membuat wajah Jongin cerah seketika. “Tapi hanya sekali.” Lanjutnya yang sukses membuat Jongin kembali muram. “Karena jika tuan besar tau, beliau bisa menghentikan biaya sekolah untuk anda. Dan itu yang sangat dihindari oleh tuan muda Suho.”
        “Jika ayah menghentikan biaya untuk keperluan sekolahku, apa artinya ayah sudah tidak bisa menghalangi lagi untuk ku bertemu Suho hyung kapanpun?”
        Gwangsoo menatap Jongin khawatir. “Jangan tuan muda. Tuan muda harus menyelesaikan pendidikan sampai ke Universitas.”
        Jongin berdiri dengan kasar. “Aku tidak peduli jika tidak kuliah. Aku hanya ingin bisa bersama dengan hyungku.” Teriak Jongin penuh emosi. Semuanya memang sudah tak bisa terbendung lagi. Tujuan hidup Jongin hanya untuk Suho. Mungkin ia akan lebih memilih untuk mati dari pada tidak bisa memeluk hyungnya lagi.
        Untuk menghindari amukannya yang lebih parah lagi, Jongin memutuskan untuk meninggalkan Gwangsoo sendiri di sana.

@@@

        “Biar ku bantu, hyung.” Kyungsoo merebut paksa piring-piring yang hendak di bawa Lay menuju taman belakang.
        Mereka sedikit mengubah dekorasi halaman belakang rumah Lay sebagai perayaan kelulusan Minseok, Lay dan Jongin. Sebuah meja yang penuh dengan makanan sengaja mereka letakkan di tengah-tengah. Sedikit sentuhan cahaya lilinpun ikut menghiasi meja makan. Minseok juga tengah memasang lampu kelap-kelip untuk menambah kemeriahan pesta kecil tersebut.
        “Jongdae hyung?” seru Minseok ketika mendapati Jongdae muncul. “Maaf karena kami sedikit merusak tamanmu.” Minseok mengusap tengguknya sebagai ekspresi rasa bersalahnya.
        “Kenapa kalian tak mengajakku jika mengadakan makan malam?” ujar Jongdae sedih.
        Minseok tertawa kecil. “Tentu saja kau boleh bergabung, hyung.” Hibur Minseok. Pemuda ini menajamkan pandangan pada seseorang yang mendekat dari arah belakang Jongdae.
        Jongdae berbalik untuk memastikan apa yang dilihat Minseok. “Oh, itu temanku.” Kata Jongdae menjawab isi pikiran Minseok.
        Kyungsoo tiba-tiba muncul bergabung. Namun tatapannya tak lepas dari seseorang yang kini sudah berdiri di samping Jongdae. “Tadi ku pikir kau Sehun.” Ucap Kyungsoo polos masih menatap pemuda itu. Setelah menatap lebih intens lagi, mata Kyungsoo semakin membulat. “Astaga. Kau Luhan, Kan? Kakaknya Sehun.”
        Jongdae melirik heran ke arah pemuda di sampingnya yang memang benar Luhan.
        “Benarkah kau kakaknya Sehun?” timpal Minseok.
        “Apa kalian sudah saling kenal?” selidik Jongdae.
        Luhan menggeleng samar tanpa maksud untuk menyinggung karena ia benar-benar tak mengenal dua pemuda di hadapannya itu.
        “Mereka teman-teman Lay. Minseok dan Kyungsoo.” Jelas Jongdae.
        Luhan mengangguk sebagai tanda membalas sapaan Minseok dan Kyungsoo. Namun diam-diam ia tenggelam dalam pikirannya sendiri ketika mendengar nama Lay dan Minseok. Meski sudah berteman lama dengan Jongdae, Luhan sama sekali tidak mengenal dekat seorang Lay.
        “Ayo ngobrol sambil duduk…”
        Jongdae, Luhan, Minseok dan Kyungsoo menoleh ke arah Lay yang sudah mengambil satu tempat di meja makan. Mereka pun satu persatu duduk mengelilingi meja.
Tatapan Luhan langsung tertuju pada satu kursi kosong yang tersisa. Ia melirik Minseok dan Lay diam-diam. Tiba-tiba saja Luhan teringat Kris jika mengingat dua nama tadi. Jika kursi yang tersisa hanya satu, berarti… Luhan tak ingin melanjutkan pikirannya.
        Jongdae juga menyadari adanya satu kursi kosong di antara mereka. “Mana Jongin?”
        Pertanyaan Jongdae membuat Luhan membeku di tempatnya. Dugaannya benar dan apa yang ia takutkan terjadi. Harusnya saat ini ia melakukan hal yang sama bersama Kris dan Sehun. Tapi kenyataannya, Luhan bersama orang-orang yang kerap kali membuat Kris pulang dengan wajah penuh luka.
        Luhan berpura-pura sibuk dengan ponselnya. “Kenapa?” bisik Jongdae yang menangkap gelagat aneh dari Luhan.
        “Maaf, sepertinya aku tidak bisa berlama-lama di sini.” Ujar Luhan sambil berdiri dan menatap satu-persatu orang-orang di hadapannya.
        Jongade mengangguk dan ikut menyusul berdiri. “Yasudah, aku antar kau ke depan.”
        “Hyung, salam untuk Sehun.”
        Luhan hanya mengangguk mendengar permintaan Kyungsoo sebelum benar-benar meninggalkan tempat itu.

@@@

        Sehun mengusap kedua matanya sambil sesekali menguap. Anak bungsu di keluarga Choi ini bahkan berjalan dengan kondisi mata sedikit terpejam. Hari libur adalah jadwal Sehun untuk bisa bangun lebih siang. Tapi tidak untuk hari ini ketika sang ibu membangunkan Sehun lebih pagi dari biasanya.
        Sehun masuk ke dalam kamar Kris. Ia duduk di tepi tempat tidur sambil mengguncang-guncangkan tubuh seseorang yang bersembunyi di balik selimut. “Hyung… ayo bangun.”
        Tidak ada renspon dari orang tersebut. Sehun kembali menguap. Ia masih sangat mengantuk sekali. Matanya masih terus menutup erat meski sekarang Sehun sudah berada di kamar salah satu hyungnya itu.
        “Kris hyung…” gumam Sehun lagi dengan suara berat. Kantuknya sudah tidak dapat di bendung lagi. Sehun menjatuhkan badannya tepat di atas tubuh orang dibalik selimut tersebut.
        “Akh…” jerit suara dari balik selimut. Tapi Sehun tak merespon dan tetap memejamkan mata. “Kris…! Minggir!” kesal orang tersebut. “Sehun?” pekiknya setelah menarik selimut yang menutupi wajahnya. Dan ternyata orang itu adalah Luhan, bukan Kris seperti apa yang diperkirakan Sehun.
        Luhan berdecak kesal karena Sehun tidur sangat terlelap dengan napas teratur.
        “Sehun… kau berat.” Sekuat tenaga, Luhan menyingkirkan tubuh Sehun dari atas tubuhnya dan menyingkirkannya dengan sedikit kasar hingga tubuh Sehun berpindah ke sampingya.
        “Akh…” kembali terdengar jeritan suara Kris. Ternyata Sehun jatuh tepat menimpa tubuh Kris yang tertutupi selimut di samping Luhan. Kris menyingkirkan selimut sambil bangkit dengan kasar. “Hyung, apa yang kau…” ucapan Kris terputus ketika menyadari siapa yang menimpa tubuhnya. “Sehun?”
        “Hyung… aku masih mengantuk…”
        Kris melirik Luhan meminta penjelasan. Namun Luhan menggeleng karena ia tak tahu kenapa Sehun bisa berada di sana. Kris mengajak Luhan untuk keluar dengan lirikan mata. Luhanpun menyetujui dan mereka meninggalkan Sehun seorang diri di sana.

@@@

        Kejadian malam tadi masih terekam dengan baik di benak Suho. Pertemuan antara Jongin dan Gwangsoo. Karena curiga dengan gelagat aneh yang ditunjukkan Gwangsoo, Suho diam-diam mengikuti sopir pribadinya itu. Beruntung Suho mempersiapkan diri dengan beberapa benda yang bisa membantunya dalam penyamaran.
        Hingga Jongin pergi dari café malam itu, tak satupu yang menyadari keberadaan Suho yang sebenarnya memilih kursi tak jauh dari tempat yang dipilih Jongin. Semua pembicaraan antar Jongin dan Gwangsoopun dapat dengan jelas terdengar di telinga Suho.
        Suho menghembuskan napas keras. Terasa sesak di dadanya ketika Jongin mencetuskan keinginannya untuk bisa bertemu Suho meski itu sama saja merusak masa depannya.
        Sejak pulang dari mengintai pertemuan adik dengan sopirnya itu, Suho sama sekali tak tertidur. Ia hanya diam duduk di sofa sambil menekuk lututnya.
        “Harusnya aku yang berkorban untuk Jongin. Bukan dirinya.” Sesal Suho yang kembali mengingat pengorbanan yang akan dilakukan Jongin. Tak terasa butiran bening menyelinap keluar dari tepi matanya. Dengan sigap Suho segera menyekanya sebelum benar-benar jatuh.

@@@

        “Ayah membeli mobil baru lagi?” heran Luhan yang melangkah mendahului dua adiknya.
        Tuan dan nyonya Choi keluar dari dalam mobil yang hanya bisa ditumpangi oleh dua orang saja. “Ini untuk Kris.” Kata tuan Choi dengan bangganya.
        Sehun menatap takjub ke arah Kris. Namun Kris hanya memandang heran ekspresi Sehun yang berlebihan itu. “Kau benar-benar mendapatkannya, hyung?” Pertanyaan Sehun membuat Kris bertambah bingung. “Whoah… hebat.” Seru Sehun yang langsung berhamburan ke arah ayah dan ibunya untuk mengagumi mobil mewah yang kini menjadi milik Kris.
        Luhan menggerakkan kepala mengisyaratkan Kris untuk bergabung. Dengan enggan Kris pun mendekati Luhan.
        “Seperti keinginanmu kan, Kris?”
        Pertanyaan nyonya Choi membuat kening Kris berkerut. “Kapan aku meminta dibelikan mobil?” Tanya Kris heran.
        “Bukankah semalam kau menyebutkan mobil keinginanmu ketika ku telpon?” timpal tuan Choi untuk mengingatkan anaknya itu.
        Kris menggaruk belakang kepalanya. Ia semakin bingung dengan apa yang terjadi. “Kapan aku berkata seperti itu? Aku bahkan tidak tau kalau ayah menelponku semalam.”
        Sehun mengawasi sekitar. Tak ada yang menyadari gelagat aneh yang ditimbulkan Sehun. Semua sibuk dengan pikiran masing-masing. Terutama Kris. Jika memang tuan Choi benar-benar menelpon Kris seperti apa yang diakuinya, mungkin Kris tidak akan menyebutkan merk mobil yang semahal itu.
        Luhan melirik Kris khawatir. “Coba kau ingat-ingat lagi.”
        Kris berpikir keras. Ia teringat ketika tertidur di sofa. Saat itu Kris memang mendengar ponselnya berbunyi, tapi ia tidak merasa menjawab panggilan karena matanya sangat berat untuk terbuka. Kris menatap Luhan penuh arti seperti telah menemukan sesuatu. Lantas ia langsung melirik Sehun dengan tatapan menyelidik.
        Merasa rahasianya terbongkar, Sehun tak membalas tatapan Kris seolah tak pernah terjadi sesuatu.
        “Sehun! Mengakulah bahwa kau yang menjawab telponku dari ayah?” tuduh Kris karena semua petunjuk mengarah ke adik bungsunya itu. Saat ia terbangun memang hanya ada Sehun di sana.
        Sehun menghembuskan napas. Ia tak bisa menyembunyikan apapun dari Kris. “Tapi ferary dua pintu itu keren, hyung.” Cetus Sehun akhirnya.
        Kris siap buka mulut untuk memprotes Sehun. Namun sedetik kemudian Kris mengurungkan niat. Ia melirik Luhan yang menatapnya heran. Kris hanya menggerakan matanya ke arah mobil. Seolah bisa menangkap maksud lirikan Kris, Luhan tersenyum jahil.
        “Apa kalian merencanakan sesuatu?”
        Baik Kris ataupun Luhan seolah tak mendengar ucapan Sehun. Mereka dengan kompak berlari ke arah orang tua mereka.
        “Terima kasih ayah…” teriak Kris yang langsung berlari menuju pintu untuk pengemudi.
        “Kami ingin mencobanya.” Luhan menyambar kunci dari tangan tuan Choi lalu segera melesat ke dalam mobil. Lalu Luhan menyerahkan kunci tersebut pada Kris.
        “Hyung, kalian mau kemana?” protes Sehun yang kini telah mengetuk-ngetuk kaca mobil di samping Kris.
        “Bukankah ini keinginanmu?” ujar Kris yang secara tak langsung menyalahkan Sehun. “Aku ingin jalan-jalan dengan Luhan hyung. Jadi kau jangan merengek minta ikut karena mobil hanya untuk dua orang.”
        “Kita naik mobil Luhan hyung saja, hyung.” Sehun terus merengek agar Kris dan Luhan mau mengajaknya.
        “Tidak mau!” tolak Luhan.
        Kris menginjak gas tanpa perintah meninggalkan Sehun merengek seorang diri. “Daah Sehun…” teriak Kris untuk menggoda adiknya.
        “Ayah…” Sehun meminta pembelaan dari ayahnya.
        Namun tuan Choi seolah tak peduli. Ia merangkul istrinya untuk masuk ke dalam rumah meninggalkan Sehun seorang diri di sana.
        “Hyung jahat…” lirih Sehun yang sudah tidak bisa melakukan apapun lagi. “Aku menyesal telah meminta ferary dua pintu.”
        Sehun berbalik sambil cemberut karena ditinggal dua hyungnya serta menyesali keputusannya semalam. Sehun melangkah gontai memasuki rumah. Ia juga sesekali melirih ke arah pagar berharap Kris kembali untuk menukar mobil dengan milih Luhan sehingga Sehun bisa ikut bergabung dengan mereka. Namun hingga sampai di depan pintupun semua harapan Sehun tidak ada yang terkabul.

@@@

5 komentar:

  1. hahaha
    parah banget..
    kasian Sehun ditinggal sama ke 2 hyungnya.. wkwkwkwk
    miris bgt... wkwkwkwk

    BalasHapus
  2. siapa suruh minta FERRARY 2 pintu... jelas2 tuh mobil cuma bisa buat ber 2...

    BalasHapus
  3. hahahaha
    kaga ada... dy sendiri yang minta...
    kasian si Sehun...
    niatnya pengen jalan sama Luhan, malah dy yang ditinggal sendirian di rumah.. wkwkwkwk :D

    BalasHapus
  4. ama Kris kali, bukan ama Luhan... kan itu mobilnya Kris... malah kris yang ngajakin Luhan...

    BalasHapus
  5. eeehhh...
    iya itu maksudnya..
    mau ngomong ribet banget.. hehehe :)

    BalasHapus