Jumat, 01 Maret 2013

BLACK ORCHID (part 4)



        Hyun Rae terlihat menggandeng tangan Sungmin dan mengantarkan kekasihnya itu keluar rumah. Hyun Rae menunggu Sungmin di depan pagar rumah hingga pemuda itu masuk ke dalam mobilnya. Sungmin membuka jendela sambil melambaikan tangan dan Hyun Rae pun membalasnya. Setelah mobil Sungmin sudah jauh melaju, Hyun Rae bergegas masuk ke dalam rumah.
        “Ayah, sebenarnya siapa wanita itu?” Tanya Taemin ketika ayahnya muncul di ruang tengah.
        Jung Soo duduk di sofa berseberangan dengan Taemin. Pria itu masih belum menjawab pertanyaan anaknya. Tak lama istri Park Jung Soo, Kang Soo Ra pun muncul dari arah dapur. Kyuhyun pun yang sejak tadi duduk di samping Taemin, ikut tegang menunggu jawaban sang ayah.
        “Dia adik kandung ku.” Kata Jung Soo membuat kedua anaknya laki-lakinya terkejut.
        “Apa? Wanita itu adik kandung ayah?” sergah Hyun Rae tak kalah terkejut sambil duduk di samping Kyuhyun dan menatap tak ayahnya tak percaya. “Mana mungkin?”
        “Iya ayah…” timpal Kyuhyun. “Bagaimana bisa kami tidak mengetahui salah satu anggota keluarga ayah?”
        “Ceritanya panjang, nak.” Potong Soo Ra menengahi agar anak-anaknya tak mendesak Jung Soo untuk bercerita lebih lanjut.
       
@@@

        Haesa membimbing Joon duduk di sofa. Lalu ia mengambilkan makanan yang ia belikan khusus untuk Joon. “Ini sebagai permintaan maaf ku pada mu.” Ujar Haesa sambil membukakan box makanan untuk Joon. Tapi nampaknya Joon sama sekali tak menaruh minat pada makanan-makanan itu.
        “Apa kau tidak suka makanan yang ku pilihkan?” Tanya Haesa dengan tatapan sedih. “Maaf ya. Aku akan mencarikan makan lain untuk mu.”
        Joon menahan tangan Haesa ketika gadis itu bangkit. “Maaf. Tapi aku tak selera untuk makan.” Jujur Joon.
        Perlahan Haesa kembali duduk di samping Joon. Ia sangat mengerti dengan apa yang dialami Joon.
        “Aku sudah tak memiliki siapa-siapa lagi saat ini.” Cerita Joon dengan tatapan kosong lurus ke depan.
Haesa hanya diam mendengarkan tanpa berani untuk berkomentar atau pun bertanya lebih dalam. Mereka baru kenal semalam. Meski telah menyatakan ia bersedia mendengar semua keluh kesah Joon, tapi Haesa merasa belum berhak mengorek informasi lebih dalam tentang Joon.
“Aku tak memiliki saudara. Ayah ku menghilang 5 tahun lalu. Sedangkan ibu ku…” Joon sedikit memberi jeda dalam ucapannya. “Aku tak tau di mana keberadaannya sekarang.”
Haesa masih diam. Ia tak sanggup memikirkan apapun tentang Joon.
“Seharusnya aku tak perlu bercerita…” sesal Joon.
Haesa menatap Joon dalam. “Aku memang bekerja untuk mu. Tapi aku bersedia menjadi temanmu kapan pun kau mau.”
Joon tersenyum pahit membuat Haesa menyadari kesalahannya.
“Maaf. Aku tak selayaknya menuntut apa pun dari mu. Kau adalah majikan ku. Mulai sekarang aku tak akan mengganggu urusan pribadimu.” Kata Haesa cepat-cepat dan bangkit dari sana.
Namun tangan Joon lebih cepat untuk menahan gerakan Haesa hingga membuat gadis itu kembali duduk di sampingnya. “Aku yang tak pantas menjadi teman mu.” Ujar Joon masih dengan tatapan kosongnya.
Haesa tak mengerti dengan perkataan Joon. Namun ketika melihat tangan Joon masih menggenggam tangannya, membuat Haesa mengerti satu hal, Joon sangat membutuhkan seseorang di sampingnya. Haesa dapat merasakan kerasnya cekalan tangan Joon, namun ada kerapuhan ketika Haesa kembali duduk di sampingnya seperti saat ini.
“Setiap orang berhak untuk berteman atau pun memiliki teman, Joon.” Haesa mengingatkan sambil mengusap lembut tangan Joon menggunakan tangannya yang satu lagi.
Dengan cepat Joon menepiskan tangan Haesa, kemudian berdiri sambil menatap gadis itu dengan sorot tajam. “Kau tak akan berkata seperti itu setelah kau mengetahui diri ku yang sebenarnya.” Kata Joon tak kalah tajam dengan tatapannya.
“Kalau begitu, jangan beri tau pada ku apapun tentang diri mu yang sebenarnya.” Tegas Haesa sesaat sebelum Joon masuk ke dalam ruangannya. Haesa berdiri mendekat. “Jika kau tak ingin berteman, setidaknya kau harus menghargai pemberian orang lain.” Haesa memaksa tangan Joon untuk menerima makanan yang ia belikan tadi sebelum akhirnya masuk ke dalam pintu yang bersebelahan dengan pintu ruangan Joon.
Haesa menutup pintu cukup keras. Namun tak mempengaruhi Joon yang masih diam mematung dengan tatapan kosongnya.

@@@

        Malam itu, Donghae tengah menonton pertandingan sepakbola seorang diri di rumahnya. Tak lama, terdengar suara seseorang membuka pintu rumah dan membuat Donghae berbalik. Ternyata yang membuka pintu adalah Jonghyun.
        “Kau dari mana, Jong?” tegur Donghae.
        “Rumah sakit.” Jawab Jonghyun cepat sambil melesat naik ke atas tangga.
Donghae pun tak mau ambil pusing. Tapi, ia kemudian kepikiran juga. “Siapa yang di rawat di rumah sakit?” Tanya Donghae seorang diri.
Selang beberapa waktu, Sungmin pun muncul dan kembali membuat Donghae berbalik.
“Apa ayah sudah pulang?” Tanya Sungmin kepada Donghae karena memang hanya ada adiknya itu di sana.
“Di ruang kerja sepertinya.” Jawab Donghae tak yakin.
Tanpa berkata apa-apa lagi, Sungmin pun segera melangkah menuju ruangan yang di maksud Donghae tadi, tepat bersamaan dengan munculnya Jonghyun dari arah tangga yang telah berganti pakaian.
“Kakak!” teriak Jonghyun memanggil Sungmin sambil mengejar.
Sungmin tak merespon Jonghyun sampai akhirnya Jonghyun pun berhasil menangkap tangan kakaknya yang telah mencapai knop pintu. Donghae pun muncul seolah tak ingin ketinggalan informasi yang pasti akan dikatakan salah satu saudaranya tersebut.
“Apa?” Tanya Sungmin malas. Ia punya firasat Jonghyun akan menanyakan tentang kasus pembunuhan atau lebih parah, adiknya akan bertanya-tanya mengenai Changsun, adik dari kekasihnya yang hilang 19 tahun lalu.
“Kau pasti mengerti maksud ku?”
Sungmin medengus kesal. Benar kan dugaannya? “Nanti saja jika ingin membahas itu.” Sungmin segera masuk dan menutup kembali pintu di belakangnya.
“Hei… ada apa?” Tanya Donghae dengan suara pelan.
Jonghyun mengangkat bahu. “Sepertinya aku akan mendapat petunjuk lagi malam ini.” Kata Jonghyun berlagak selayaknya sedektif sungguhan.
Sementara di dalam, ketika Sungmin muncul tanpa permisi, ayahnya langsung menghentikan aktifitasnya lalu mendongak untuk melihat wajah anaknya.
“Ada apa, Sungmin?” Tanya Lee Jinki yang terlihat tak terganggu dengan kemunculan putra sulungnya yang tiba-tiba.
Sungmin duduk di hadapan ayahnya. “Ayah, kau pasti sudah sangat lama mengenal keluarga Park Jung Soo, kan?” Tegas Sungmin tanpa ingin bertele-tele lagi.
“Kecilkan suara mu jika tak ingin Donghae ataupun Jonghyun mendengar pembicaraan kita.” Jinki mengingatkan.
“Percuma, ayah. Mereka bahkan sedang di depan pintu ini sekarang.” Jelas Sungmin.
Sebenarnya Jinki mengerti jika Sungmin bukan tipe orang yang suka bercerita atau ditanya-tanya mengenai suatu hal yang sangat pribadi menurutnya. Maka dari itu, Jinki hanya ingin mengantisipasi kemungkinan terburuk jika Jonghyun akan mencecar kakaknya dengan pertanyaan-pertanyaan yang hanya akan membuat Sungmin semakin kesal. Namun jika Sungmin akhirnya tak keberatan dua adiknya mendengar pembicaraan mereka, Jinki pun hanya bisa menuruti.
“Baiklah… apa yang ingin kau tanyakan?”
“Apa tuan Jung Soo memiliki kakak atau mungkin adik perempuan?”
Jinki menatap anaknya penuh selidik. “Apa maksudmu?”
Sungmin pun bercerita tentang kejadian yang ia alami beberapa waktu lalu ketika masih berada di rumah Hyun Rae. Sementara di luar ruangan, baik Jonghyun atau pun Donghae sama-sama menajamkan pendengaran mereka sambil menempelkan telinga masing-masing tepat pada daun pintu.

*flashback*
        Saat itu Sungmin baru keluar dari kamar mandi. Entah muncul dari mana, tiba-tiba seorang wanita mendekati sambil menatap Sungmin lekat-lekat. Sungmin pun hanya sanggup mematung di sana.
        “Siwon…” pekik wanita itu sambil berhamburan memeluk Sungmin sambil menangis. “Kau sudah besar sekarang?” ucapnya membelai punggung Sungmin.
        ‘Siwon?’ Tanya Sungmin dalam hati masih mematung.
        Beruntung bagi Sungmin bahwa kejadian itu tak berlangsung lama. Jung Soo yang tiba-tiba muncul dengan lembut menjauhkan tubuh Sungmin dari wanita itu.
        “Jung Soo lihat. Aku telah menemukan Siwon ku.” Kata wanita itu sumringah sambil menunjuk Sungmin.
        “Iya, Siwon baru saja datang dan dia harus istirahat. Kau juga harus istirahat.” Rayu Jung Soo sambil membimbing wanita itu. Dan wanita itu pun dengan senang hati menuruti kemana pun Jung Soo akan membawanya.
        Sungmin menyaksikan pemandangan di depannya tanpa bisa berkata-kata. Sampai akhirnya Soo Ra pun muncul dan menyadarkan Sungmin dari lamunannya.
        “Tolong jangan katakan pada siapapun tentang kejadian ini.” Pinta Soo Ra penuh harap. “Termasuk anak-anak ku.”
        Sungmin pun mengangguk tanpa dapat untuk menolak.
*flashback end*

        Jinki hanya mengangguk tanda ia mengerti dengan semua cerita Sungmin. “Jung Soo memang memiliki seorang adik.” Ujar Jinki dengan tatapan menerawang. “Tapi yang ku tau, Yoo Ra mengalami kecelakaan dan tak pernah ada yang mendengar bagaimana nasibnya sekarang.”
        “Kira-kira, kapan kejadiannya?” Tanya Sungmin penasaran.
        Jinki berusaha mengingat-ingat. “Waktu itu kira-kira tak lama setelah Jonghyun lahir.” Kata Jinki namun masih terdengar ragu-ragu.
        “Berapa lama setelah kasus anak laki-laki tuan Jung Soo yang hilang?” Sungmin berusaha membantu ayahnya mengingat kejadian itu.
        “Ah… itu dia…” kata Jinki akhirnya. “Hanya beberapa minggu sebelum Changsun menghilang.”
        Di luar ruangan, Donghae dan Jonghyun masih setia mendengarkan percakapan antara ayah dan kakak mereka. Lalu Donghae dan Jonghyun pun saling menoleh dengan tatapan tak percaya dengan apa yang mereka dengar.

@@@

        Joon terbangun dari tidurnya setelah mendengar suara bising dari luar ruangannya. Dengan malas, Joon pun menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhnya kemudian bangkit dan langsung keluar dari ruangan itu. Di sana ia menemukan Haesa yang tengah menggunakan vacuum cleaner sambil mendengarkan lagu yang ia putar dari mp3nya.
        Joon masih sesekali menguap sambil mengusap matanya dan segera melangkahkan kaki menuju kamar mandi. Namun sepertinya Haesa tak mengetahui bahwa Joon sudah di sana.
        Tak lama, Joon keluar dari kamar mandi dan kali ini ia memutuskan menuju dapur untuk mengambil air minum. Ketika menuangkan air dari dalam dispenser, Joon menatap heran ke arah meja makan. Sudah tersedia beberapa menu makanan di sana.
        Joon menenggak minumannya dan tak lama Haesa pun muncul sambil menggotong vacuum cleaner untuk ia letakkan kembali di tempatnya semula.
        “Kau sudah bangun?” Tanya Haesa heran.
        Joon meletakkan gelasnya di tempat pencucian piring sebelum menjawab pertanyaan Haesa. “Kau sendiri?” Joon malah balik bertanya. “Apa kau tidak tidur semalam hanya untuk menyiapkan semua ini?”
        Haesa tersenyum geli. “Tidak separah itu, Joon. Aku memang sengaja bangun lebih pagi untuk melakukan pekerjaan ku hari ini.”
        Joon hanya mengangguk. “Kau sudah makan?” Tanya Joon setelah ia duduk. Haesa hanya menggeleng.
        “Kau makan saja. Masih ada satu pekerjaan lagi. Setelah itu aku akan makan.” Jelas Haesa sambil berbalik.
        “Bukankah kau ini temanku? Apa aku tak boleh mengajak temanku untuk makan bersama?”
        Haesa kembali berbalik menghadap Joon yang masih duduk manis di kursinya. Ia mendapati pemuda itu menatapnya dengan sorot mata penuh harap.
        “Tapi…”
        “Ku mohon.” Pinta Joon lebih dalam lagi.
        “Joon sebenarnya…” Haesa yang masih berdiri di tempatnya menatap Joon cemas. “Banyak yang ingin aku lakukan hari ini. Maka dari itu aku ingin pekerjaan ku selesai dengan cepat.”
        “Aku akan menuruti permintaan mu jika kau mau makan bersamaku.” Kata Joon dingin.
        Haesa semakin dalam kecemasan. “Tapi Joon, kau itu adalah…”
        Joon bangkit lalu berjalan menghampiri Haesa membuat gadis itu tak melanjutkan kata-katanya. “Kau tau?” Joon menatap Haesa tepat ke dalam mata gadis itu. “Aku hanya bosan makan seorang diri.” Ujar Joon membuat Haesa membulatkan matanya. Tanpa ragu, Joon meraih tangan Haesa hingga membuat gadis itu terkejut seketika. “Permintaan ku tak berat, kan?” Tanya Joon lagi dengan hati-hati, seolah tak ingin melukai apapun yang ada pada gadis di hadapannya saat ini. Perlahan, Joon pun menarik lembut tangan Haesa dan mengajak gadis itu duduk dan makan bersamanya.
        Sesaat, keheningan menyelimuti suasana makan pagi Haesa dan Joon. Haesa tak berani menatap Joon dan begitu juga sebaliknya.
        “Katakan padaku, apa saja yang ingin kau lakukan hari ini.” Kata Joon memecah keheningan.
        Haesa mendongak untuk dapat melihat wajah pemuda di hadapannya. Namun ternyata Joon sama sekali tak melirik Haesa ketika berbicara.
        “Aku hanya ingin berbelanja kebutuhan sehari-hari. Kau tau, isi kulkasmu hampir kosong sekarang.”
        Joon tersenyum. “Hanya itu?” dengan tegas Haesa menggeleng hingga membuat senyum Joon memudar perlahan. Joon menatap Haesa penuh Tanya.
        “Aku ingin menyaksikan pertandingan sepak bola.”
        Mata Joon membulat sempurna. “Kau? Menyukai olah raga seperti itu?” Tanya Joon heran.
        “Apa kau tidak suka?”
        Joon diam. “Sudah lama sekali aku tak bermain sepak bola. Mungkin sekarang aku juga sudah melupakan bagaimana cara menendang dalam permainan itu.” Cerita Joon lirih.
        “Apa kau ingin ikut bersama kami?” Tanya Haesa antusias.
        Joon tampak berfikir. “Dengan siapa kau pergi?” Joon balik bertanya dengan tatapan menyelidik.
        “Teman-teman ku.”
        “Yang kau temui semalam?”
        “Dari mana kau tau?” selidik Haesa.
        Mulut Joon serasa tercekat. Tidak mungkin ia mengatakan bahwa semalam ia mengikuti Sandeul dan tak sengaja melihat Haesa bersama beberapa orang di dalam gang sempit. “Hmm… aku hanya menebak.” Kata Joon beralasan.
        Beruntung Haesa tak mencurigai perubahan sikap Joon.

@@@

        Begitu sampai tempat kerja, Cheondung tak langsung mengganti pakaiannya. Ia malah terduduk di kursi ruang ganti sambil menatap lekat-lekat secarik kertas yang berada di genggamannya. Kertas itu berisi sebuah alamat yang diberikan salah seorang teman kerjanya. Hari ini akan ada dua orang yang menemuinya di café. Dan sesuai permintaan Jinyoung, Cheondung akan mengantarkan dua orang tersebut ke alamat yang berada dalam genggaman tangan Cheondung.
        “Cheondung…” panggil salah seorang teman kerja Cheondung yang tadi memberikannya kertas tersebut, Minhyuk.
        Cheondung pun mendongak. “Apa?”
        “Yang mencarimu telah datang, mereka di meja nomor 8.” Jelas Minhyuk, setelah Cheondung mengangguk, ia pun segera pergi.
        Dengan enggan Cheondung melangkah keluar menemui orang tersebut. ‘Kenapa Jinyoung menyuruhku mengantar ke apartmen Haesa?’ keluh Cheondung dalam hati sambil sesekali menatap tulisan pada kertas di tangannya untuk memastikan kebenaran penglihatannya.
        “Permisi, aku Cheondung.” Kata Cheondung ketika sampai meja 8. Dua pemuda yang menunggunya pun segera berdiri.
        “Oh… Aku Siwon.” Kata salah seorang dari mereka sambil menjulurkan tangannya. Cheondung membalas uluran tangan Siwon. “Dan ini adikku. Sun Woo.” Kata Siwon memperkenalkan Sun Woo pada Cheondung.
        “Apa kita berangkat sekarang?” tawar Cheondunng setelah bersalaman dengan Sun Woo.
        “Lebih cepat lebih baik, aku sangat lelah…” Sun Woo mengambil keputusan seorang diri sambil memasang tampang lelahnya.
        Cheondung hanya mengangguk sambil berjalan di depan Siwon dan Sun Woo. “Biar aku yang menyetir.” Tawar Cheondung ketika sampai di mobil Siwon.

@@@

        Haesa melihat-lihat deretan daging yang di jual di supermarket. “Kau lebih suka daging sapi, ayam atau ikan?” Tanya Haesa namun matanya tak lepas dari deretan daging dihadapannya.
        Tanpa sepengetahuan Haesa, Joon pun ikut menunduk untuk melihat-lihat apa yang ada di hadapannya. “Semua. Aku tak suka memilih-milih makanan.”
        Haesa terkejut karena merasakan suara Joon sangat dekat di telinganya. Hingga ketika menoleh, wajah mereka menjadi sangat dekat. Bahkan bibir Joon sudah hampir menyentuh pipi Haesa jika gadis itu tak bisa mengendalikan gerakannya. Cukup lama mereka dalam posisi seperti itu, saling terpesona satu sama lain.
        “Ibu… nanti sore aku ingin melihat Choi Minho bertanding…”
        Haesa langsung menegakkan badan menjauhi wajah Joon setelah mendengar seorang anak kecil merengek pada ibunya dan menyebut nama ‘Choi Minho’. Joon sendiri langsung memalingkan wajahnya untuk menutupi reaksinya yang tiba-tiba saja menjadi salah tingkah.
        ‘Minho maaf kan aku.’ Kata Haesa dalam hati penuh rasa bersalah.
        Tak lama, Joon mengeluarkan ponsel dari saku jaketkan untuk menerima sebuah panggilan. Ia melirik Haesa yang kini tengah sibuk sendiri, lalu Joon sedikit menjauhi tempat Haesa berada. Sejenak Joon menatap layar ponselnya yang menunjukkan nama ‘Andrew’.
        ‘Siwon?’ gumam Joon sebelum menjawab telpon dari Siwon. “Halo…”
        “Joon… aku dan Sun Woo telah sampai, tapi kami mau menuju apartmen yang kami sewa dulu untuk beristirahat sebentar. Setelah itu kami baru akan mengunjungi apartmen mu.” Jelas Siwon. Di sampingnya, Cheondung terlihat sedikit memperhatikan dan melirik Siwon curiga.
        Joon tetap mengawasi Haesa dari kejauhan. “Jangan.” Tolak Joon. “Biar aku yang akan menemui kalian di sana. Tepat jam 3 sore. Kirimi aku alamatnya.”
        Siwon mengangguk karena ia tak bisa menolak permintaan Joon. “Baiklah… aku akan mengirim alamatnya nanti.” Janji Siwon sebelum mematikan ponselnya.
        Setelah mengakhiri percakapannya dengan Siwon melalui telepon, Joon langsung menghampiri Haesa. “Kau sudah selesai?”
        Haesa menoleh lalu mengangguk.

@@@

        Cheondung menepikan mobil di pelataran parkir sebuah apartmen. “Apa kita sudah sampai?” gumam Sun Woo yang duduk di kursi belakang ketika merasakan mobil berhenti. “Padahal aku baru 5 menit tertidur, dan sekarang aku pusing.” Lanjutnya sambil memegangi kepala.
        Siwon, Sun Woo berjalan mengikuti langkah Cheondung. Mereka menuju lantai 6 menggunakan lift. Lalu berjalan menelusuri koridor.
        “Apa kau sangat hafal setiap jalan di apartmen ini?” komentar Sun Woo yang masih mengikuti langkah Cheondung yang sangat pasti.
        “Aku punya teman yang tinggal di sini.” Kata Cheondung sesaat sebelum menghentikan langkah di depan sebuah pintu yang terbuka sedikit. Cheondung menjulurkan kepalanya untuk mengintip ke dalam. “Jinyoung?” panggilnya karena Jinyoung mengatakan ia sudah berada di sana.
        “Iya… masuk saja.” Teriak suara seseorang dari sana.
        Cheondung pun mengajak Siwon dan Sun Woo untuk masuk. “Duduklah.” Kata Cheondung mempersilahkan kedua tamunya untuk duduk. Sementara dirinya segera melesat ke dalam dan menemukan Jinyoung baru keluar dari kamar mandi. “Ikut aku.” Paksa Cheondung sambil menarik Jinyoung menuju dapur.
        “Ada apa?” Tanya Jinyoung heran.
        “Apa kau yang membeli apartmen Haesa?” selidik Cheondung.
        Jinyoung menatap heran ke arah salah satu pelayan di cafenya itu. “Bahkan aku tidak mengenal seorang pun gadis bernama Haesa.”
        “Apartmen ini milik sahabatku, Haesa. Ia menjualnya untuk biaya perawatan kakaknya.” Jelas Cheondung. Jinyoung hanya mengangguk menanggapinya. “Lantas, siapa yang membeli apartmen ini? Dan mengapa kau terlibat?” Tanya Cheondung penuh selidik.
        “Yang membeli ini teman ku.” Jawab Jinyoung santai. Ia melirik arah belakang Cheondung karena ada seseorang yang mendekati mereka. Cheondung pun berbalik untuk memastikan apa yang dilihat Jinyoung.
        “Taemin?” ujar Cheondung tak yakin.
        “Cheondung?” Taemin justru terlihat sumringah bertemu dengan Cheondung. “Benarkah itu kau?” Tanya Taemin memastikan. Meski Cheondung tak menjawab, tapi ia yakin pemuda bersama Jinyoung ini adalah Cheondung yang ia kenal. Taemin pun langsung melesat memeluk Cheondung.
        “Jadi kau yang membeli apartmen Haesa?” Cheondung melepaskan pelukan Taemin.
        “Tapi kau tenang saja. Aku hanya menyewakan untuk mereka. Karena Haesa berniat membeli kembali apartmen ini suatu hari nanti.” Tegas Taemin sebelum Cheondung salah paham terhadapnya.
        Cheondung diam. Andai ia memiliki banyak uang, ia yang akan membiayai seluruh perawatan Kibum sehingga ia tak perlu melihat Haesa kerja keras seorang diri. Bahkan ia pun tak tau di mana Haesa berada sekarang.

@@@

        Sungmin berjalan menuruni tangga kantor polisi tempat ia bekerja. Di sana ia bertemu dengan Jonghyun. “Jong.” Sapa Sungmin. “Ku peringatkan kau, jangan sampai ada orang lain lagi yang tau tentang apa yang kau dan Donghae dengar semalam.” Ancam Sungmin. Tanpa menunggu respon apapun dari Jonghyun, Sungmin pun segera berlalu.
        Jonghyun memperhatikan langkah kakaknya yang menuruni anak tangga. Begitu berbalik, ia melihat Donghae melangkah pelan ke arahnya.
“Kau masih di sini?” Tanya Donghae sambil memperhatikan seragam lapangan Jonghyun.
        Jonghyun tak menjawab. “Kau mau membantu ku kan, kak?”
        “Pekerjaan ku bukan hanya mencari orang hilang saja, kau mengerti?” kata Donghae dingin.
        Jonghyun mendengus kecewa dan berniat meninggalkan kakaknya, namun Donghae dengan cepat menghalanginya. “Mungkin aku tidak bisa membantu mu secara langsung.” Ujar Donghae berusaha menghilangkan kesalah pahaman dalam diri Jonghyun. “Tapi aku bisa membantu untuk tidak mengatakan ke Sungmin bahwa kau sebenarnya masih akan mengusut kasus tersebut.”
        Jonghyun menatap kakaknya tanpa ekspresi.
        “Aku tau kau bergabung dalam sebuah agensi rahasia. Dan aku juga tidak akan mengatakan hal itu ke Sungmin atau pun ke ayah.”
        “Jadi, apa yang menurutmu harus ku lakukan?” Tanya Jonghyun meminta saran karena ia sendiri masih bingung dengan perkataan kakaknya.
        “Lakukan apa yang menurut mu dan teman-teman sesama agensi mu itu benar. Apalagi kalian melakukan itu untuk menolong orang lain, bukan?” kata Donghae bijak.
        “Benarkah?” Tanya Jonghyun lagi untuk meyakinkan diri bahwa Donghae ternyata mendukungnya.
        “Jika kau berhasil, aku akan sangat bangga padamu.” Kata Donghae sambil mengacak rambut Jonghyun dengan gemas.
        Jonghyun pun menepiskan tangan Donghae dari kepalanya. “Tapi ku mohon jangan perlakukan aku seperti itu lagi.” Pinta Jonghyun yang tak senang dengan perlakuan Donghae terhadapnya. Donghae pun hanya tertawa geli melihat ekspresi kekesalan dari adiknya.

@@@

        Minho melakukan sprint di pinggir lapangan sebelum bertanding. Ketika telah mencapai jarak beberapa meter, Minho berbalik dan kembali ke tempat ia start. Di sana ia melihat teman se-timnya, Baekhyun yang sedang melakukan pemanasan sambil sedikit berbincang dengan Sehun.
        Setelah dirasa cukup, Minho pun menuju kursi lalu duduk dan menenggak air dari botol. Kemudian Minho menoleh ke kiri karena ia merasakan ada seseorang yang duduk di sana. Ternyata Baekhyun yang sedang menghapus keringat di wajahnya menggunakan handuk kecil. Minho memperhatikan aktifitas Baekhyun dengan tatapan intens.
        Tak lama, Baekhyun pun menyadari bahwa sejak tadi Minho menatap ke arahnya. Untuk memastikan itu, Baekhyun sampai menoleh ke kiri dan ternyata tak ada yang menarik di sana. “Kau memperhatikan, ku?” Tanya Baekhyun takut-takut.
        Minho hanya mengangguk. “Ternyata kau tampan.”
        “Apa?” Mata Baekhyun yang sipit melebar seketika. “Kau menyukai ku?” teriak Baekhyun cukup syok dengan ucapan Minho.
        “Hei…!” Minho mendaratkan satu jitakan di kepala Baekhyun. “Aku masih normal. Bahkan aku mempunyai seorang gadis yang menjadi kekasihku sekarang.” Jelas Minho sebelum Baekhyun berfikir macam-macam.
        Baekyun mengusap kepalanya yang berdenyut. “Lalu, kenapa kau memperhatikan ku seperti itu dan mengatakan bahwa aku tampan?”
        Minho tertawa melihat wajah lucu Baekhyun. “Yang menyukai mu itu adalah kekasihku. Pantas saja dia tergila-gila padamu. Karena kau tampan.” Lanjut Minho mengakui ketampanan Baekhyun.
        “Benarkah?” Baekhyun tersenyum lebar. “Apa kekasih mu cantik?”
        Minho melotot dengan mata bulatnya. “Tidak. Dia tidak cantik. Setidaknya dia hanya akan terlihat cantik di mataku.”
“Kalau begitu, boleh aku menemuinya?”
“Aku tidak akan pernah mengizinkan mu bertemu dengannya.” Kata Minho galak. “Dia itu kekasihku.”
“Tapi dia fans ku.” Kata Baekhyun terdengar merengek. “Kau tau?”
Minho diam saja dan terlihat tak minat dengan apa yang ingin dikatakan Baekhyun.
“Kakak ku dan kakaknya Kyung Soo sangat menggilai Sehun. Bahkan adiknya Min Seok, Chanyeol dan Jong In sangat suka dengan Sehun. Kekasihnya Joon Myun juga.” Cerita Baekhyun sedih. “Tapi aku? Hanya kekasihmu saja yang bersedia menjadi fans ku.”
“Apa kau hanya berpura-pura agar aku mengizinkan mu bertemu dengan kekasih ku?” Tanya Minho penuh selidik dan tak terpengaruh dengan semua cerita Baekhyun.
“Tentu saja tidak!” kata Baekhyun tegas membuat Minho sedikit terkejut.

@@@

Tidak ada komentar:

Posting Komentar