Senin, 11 Maret 2013

BLACK ORCHID (part 9)



        “Maaf adikku sangat menyusahkanmu.” Sesal Kibum saat mengembalikan ponsel milik Cheondung. Di saat yang bersamaan, Jinyoung juga menjulurkan tangan untuk memberikan ponsel kepada Yong Hwa. Taemin yang hendak mengambil minuman di meja, sedikit menggerakan badan memberi ruang hingga tanpa sadar tangannya menyenggol gelas di dekat Cheondung dan isinya pun tumpah sampai mengenai kaos Cheondung.
        “Cheondung, maaf…” ujar Taemin penuh penyesalan. “Aku tidak sengaja.” Lanjutnya sambil mengulurkan beberapa lembar tissue kepada Cheondung untuk membersihkan sisa minuman.
        “Sudahlah… tak apa.” Ujar Cheondung singkat.
        “Kau ganti pakaian saja.” Saran Jinyoung. “Di ruangan ku ada kaos yang bisa kau gunakan.”
        Cheondung hanya mengangguk sekali lalu bangkit dan menuju ruangan yang di maksud Jinyoung.
        Yong Hwa ikut bangkit tak lama setelah itu. “Aku ingin ke toilet.” Ujarnya kemudian sebelum ada yang bertanya.
        Taemin sangat bertanggung jawab atas perbuatannya. Ia masih sigap membersihkan sisa minuman Cheondung yang tumpah.
        “Sepertinya kau sangat pantas bekerja di sini setelah lulus sekolah.” Ejek Jonghyun yang membuat Taemin hanya meliriknya kesal.

@@@

        Joon melirik jam dinding di ruangan dokter Kibum. “Sepertinya aku harus pergi.” Ujar Joon sebelum akhirnya berbalik sambil mengenakan jaketnya.
        Sekilas, dokter Kibum melihat sebuah tanda di kiri atas punggung Joon. Sepertinya ia pernah melihat lambang seperti itu. Sedetik kemudian, dokter Kibum sudah melayang dengan pikirannya sendiri. Namun ia tak bisa menemukan apapun yang mengganjal di hatinya.
        “Joon…” panggil dokter Kibum sebelum Joon sempat menyentuh knop pintu. Setelah Joon berbalik, dokter Kibum pun bangkit dari kursi dan melangkah mendekati Joon. “Lambang apa yang ada di punggungmu?” selidiknya.
        Joon menatap dokter Kibum bingung. Sebenarnya Joon menyadari bahwa ada sebuah gambar yang tidak ia ketahui bentuknya tertera di bagian kiri atas punggungnya. Namun, ia tak pernah tau arti dari lambang itu.
        “Aku pernah melihat itu…” ujar dokter Kibum lagi karena Joon tak kunjung memberikan jawaban. Ia kembali berfikir keras. “Tapi kenapa punyamu berwarna putih?” heran dokter Kibum.
        “Apa yang sebenarnya sedang kau bicarakan?” kesal Joon.
        “Seorang pasienku. Dia…” dokter Kibum berusaha mengucapkan sesuatu, namun sangat sulit keluar dari kerongkongannya. Seperti ada sesuatu yang menahan kata-katanya agar tidak sampai terdengar oleh Joon. “…dia juga memiliki gambar itu di punggungnya.” Lanjut dokter Kibum akhirnya.
        Joon merespon datar. Tidak ada yang menarik menurutnya dengan semua yang dikatakan dokter Kibum. “Siapa saja bisa memiliki tattoo yang bergambar sama seperti yang ada pada punggungku.” Balas Joon santai. Seolah itu bukan sesuatu yang penting untuk di bahas.
        “Jadi, itu hanya tattoo?” Tanya dokter Kibum untuk memastikan.
        Joon sedikit berfikir. “Tentu saja bukan…” kata Joon meyakinkan. “Sudahlah… aku ingin pulang.” Ujarnya lagi sambil membuka pintu ruangan dokter Kibum. Namun, dokter muda itu cepat-cepat menahan tangan Joon.
        “Yang dimiliki pasienku berwarna hitam, namun punya mu berwarna putih.” Jelas dokter Kibum.
        Joon lurus-lurus menatap mata dokter Kibum. Sepertinya itu memang bukan sekedar tattoo atau apapun itu sebutannya. Ada sebuah rahasia besar dari sebuah lambang aneh yang tak terlihat seperti itu.
        “Apa maksudmu?” kata Joon akhirnya sambil menutup kembali pintu dibelakangnya.
        Dokter Kibum menceritakan kejadian beberapa jam yang lalu saat ia akan masuk ke dalam kamar pasien yang memili nama sama sepertinya, Kim Kibum. Dokter Kibum mengurungkan niat untuk masuk bukan karena Kibum sedang bersama temannya duduk di sofa, tapi karena pembicaraan antara Kibum dan Yong Hwa yang membuat dirinya tak bisa meninggalkan tempat itu.

@@@

        Yong Hwa keluar dari toilet. Ketika berjalan untuk kembali ke tempat Jinyoung dan yang lainnya berada, ia melirik ke sebuah ruangan yang pintunya tak tertutup. Sedetik kemudian, Yong Hwa justru semakin menajamkan penglihatannya dan mengintip ke dalam ruangan itu. Ada seseorang di dalam yang berdiri bertelanjang dada dan membelakangi Yong Hwa yang berdiri di ambang pintu. Namun yang membuatnya terkejut adalah sebuah gambar di punggung kiri atas pemuda itu. Sama persis seperti yang dimiliki Kibum.
        “Cheondung?” pekik Yong Hwa pelan, namun tetap bisa di dengar oleh adiknya itu yang kini telah berbalik sambil memakai kaos yang sejak tadi berada di tangannya.

@@@

        Dokter Kibum dan Joon sudah kembali duduk di kursi seperti tadi. “Bukankah Lee Hyukjae nama ayahmu?” Tanya dokter Kibum memastikan.
        Joon mengangguk sekilas. “Tapi ada sangat banyak orang yang memiliki nama sama seperti ayahku.”
        Dokter Kibum menatap Joon dalam. “Ada berapa banyak orang di dunia ini yang bernama Lee Hyukjae, seorang pembunuh bayaran yang keberadaannya tak terlacak sejak 19 tahun yang lalu.” Tegasnya mengatakan lebih rinci lagi semua yang ia dengar dari Kibum, pasiennya. “Kemungkinannya sangat sedikit.”
        “Kenapa harus seperti ini?” geram Joon terdengar frustasi sambil mengacak-ngacak rambutnya. Raut wajah Joon berubah ketika mendapati dokter Kibum terlihat sama frustasi dengan dirinya. “Kenapa kau malah terlihat lebih terpuruk dariku?” protesnya.
        “Bagaimana tidak?” balas dokter Kibum tak terima. “Ku pikir itu hanya tattoo biasa. Tapi aku melihatnya tak hanya pada satu orang saja.” Dokter Kibum diam sesaat. “Sepertinya lambang itu memiliki keterkaitan bagi para pemiliknya.”
        Joon menegakkan badan dan menatap dokter Kibum serius. “Siapa saja yang kau ketahui memiliki gambar seperti yang ku punya?” Tanya Joon penasaran.
        Dokter Kibum melepaskan kacamatanya karena ia sudah sangat pusing menghadapi ini. “Dua pasienku, Kim Kibum dan seorang pemain sepakbola bernama Choi Minho.”
        Mata Joon membulat seketika saat dokter Kibum menyebutkan sebuah nama lagi selain Kim Kibum. ‘Bagaimana bisa Choi Minho…’ Joon sudah sangat bingung hingga ia tak bisa memikirkan apapun lagi.
        “Astaga…!” pekik dokter Kibum yang tiba-tiba teringat seseorang. Kim Haesa, seorang gadis yang ia ketahui adik dari Kim Kibum. “Gadis itu adiknya Kibum?” serunya membuat Joon menatapnya tajam. “Serta nyonya Kim Soo In, ibu dari Kibum dan gadis itu.”
        Joon menyandarkan punggungnya lelah. “Aku tau bahwa Kibum dan gadis itu adalah anak ayahku juga dari seorang wanita bernama Kim Soo In.” ia memberi jeda sesaat pada ucapannya. “Tapi Minho…” Joon sudah  tak sanggup lagi melanjutkan ucapannya.

@@@

        Yong Hwa kembali ke ruangan tempat Jinyoung dan yang lain berada. Dengan langkah yang tergesa-gesa, orang pertama yang dihampiri Yong Hwa adalah Kibum. Cheondung juga muncul tak lama kemudian.
        “Tolong kembali jelaskan padaku arti dari lambang yang tertera di punggungmu.” Desak Yong Hwa yang langsung dihadiahi tatapan oleh orang-orang yang berada di sana.
        Awalnya Kibum juga bingung harus melakukan apa, namun akhirnya ia pun menceritakan pula arti lambang pada punggungnya yang ia ketahui. “Setauku, lambang itu hanya dimiliki istri dan keturunan langsung dari keluarga Lee Hyukjae.” Kibum menghela napas panjang. “Dan aku salah satu anak dari Lee Hyukjae.” Ujarnya lirih seolah tak ingin kenyataan itu benar-benar terjadi padanya.
        “Tapi tak mungkin aku juga anaknya Lee Hyukjae!” Cheondung menolak dengan tegas kenyataan lain yang akan menimpa hidupnya.
        Jinyoung menatap Yong Hwa dan Cheondung bergantian. “Bukankah kalian bersudara?” ujarnya menengahi, dan kini fokusnya hanya untuk Yong Hwa. “Berarti kau…”
        Yong Hwa siap menolak pernyataan Jinyoung meski masih mengambang. Namun Jonghyun sudah lebih dulu menarik kerah kaosnya sehingga membuat Yong Hwa tak bisa mengelak. Jonghyun mengintip punggung Yong Hwa yang tertutup kaos dan perlahan mata Jonghyun menyipit karena ia tak mengerti dengan apa yang dilihatnya.
        Jonghyun memaksa tubuh Yong Hwa untuk berbalik. Dan di sana ia mengangkat tinggi kaos Yong Hwa hingga menampakkan gambar yang mungkin di maksudkan. Sandeul juga berinisiatif melakukan hal yang sama pada Cheondung.
        “Bagaimana bisa kalian…” Kibum tak sanggup melanjutkan kata-katanya. Dan itu sudah bisa memberikan kesimpulan bahwa tanda pada punggung Hong Hwa dan Cheondung sama persis seperti miliknya.
        “Jika terdapat gambar yang sama, namun berwarna putih, apa itu ada kaitannya?” Tanya Taemin takut-takut yang sejak beberapa saat lalu.
        Semua mata menatap Taemin. Cheondung dan Yong Hwa merapihkan pakaiannya, lalu mereka saling tatap satu sama lain.
        “Setauku…” semua menoleh ke arah Sandeul yang berbicara. “…lambang itu memang terdapat dua warna, hitam dan putih. Yang hitam milik keluarga Hyukjae, dan yang putih…” Sandeul berhenti bicara sesaat. Tak lama ia pun menggeleng. “…aku tidak tau siapa yang memilikinya, tapi yang pasti keluarga itu termasuk saingan terberat keluarga Hyukjae hingga akhirnya menyulutkan dendam terutama bagi keluarga Hyukjae.”
        “Tapi aku tak ingin menjadi musuh Cheondung, Yong Hwa dan Kibum.” Seru Taemin yang lagi-lagi langsung menjadi pusat perhatian.
        Jonghyun yang menatap paling dalam. “Apa kau memiliki lambang itu juga?” selidiknya lalu mendekati Taemin. “Coba perlihatkan.”
        “Aku bisa memperlihatkan tanpa perlu kau paksa!” protes Taemin yang mendapat firasat buruk bahwa Jonghyun akan bersikap kasar padanya. Taemin pun melepaskan jas sekolahnya lalu melonggarkan dasinya. Dan perlahan, ia pun membuka satu persatu kancing yang saling bertautan pada kemejanya sambil berbalik.
        Semua menajamkan mata, tak terkecuali ketika Taemin menurunkan sedikit kemejanya hingga menampakkan lambang berwarna putih yang sejak tadi diperdebatkan.

@@@

        Haesa menaiki lift menuju apartmen Joon. Ketika sampai di lantai apartmen Joon berada, Haesa menghentikan langkah karena ada orang yang baru saja keluar dari apartmen Joon. Haesa tak mengenal dua orang itu yang adalah Siwon dan Sun Woo. Saat keduanya hampir mendekat ke tempat Haesa berdiri, gadis itu langsung berjongkok pura-pura membenarkan tali di sepatu ketsnya.
        “Joon harus tau kalau Zhoumi, Dong Woo dan Henry ada di sini.” Ujar Siwon kepada adiknya.
        “Aku curiga kalau ternyata Zhoumi masih memiliki dendam ke Joon.” Tandas Sun Woo.
        Meski Haesa pura-pura tak menyadari keberadaan dua orang itu, namun ia menajamkan pendengarannya untuk dapat menangkap ucapan Siwon dan Sun Woo.
        “Aku benar-benar ingin menemukan bukti bahwa Joon bukan pembunuh.” Kata Sun Woo penuh tekad.
        Haesa berdiri dan perlahan berbalik ketika Siwon dan Sun Woo telah melewatinya. Gadis itu menatap dua orang yang telah melangkah cukup jauh itu dengan sorot tajam. “Joon pembunuh?” ujarnya yang sama sekali tak ingin mempercayai semua yang telah ia dengar.

@@@

        Joon keluar dari mobilnya yang telah terparkir di basement apartmen tempat tinggalnya. Ia melangkah santai sampai akhirnya di kejauhan, Joon melihat dua orang yang ia kenal keluar dari basement.
        “Jung Woon dan Ryeowook?” pekiknya pelan kemudian menyusul dua saudara Siwon dan Sun Woo yang lain.
        “Siwon…! Sun Woo…!” Joon melihat Jung Woon meneriaki seseorang.
        “Kalian? Kenapa bisa sampai di sini?” terdengar Sun Woo bertanya dengan nada curiga.
        “Iya.” Siwon pun menimpali. “Siapa yang menjaga tuan Hyukjae?”
        Joon berhenti ketika mendengar Siwon menyebut ayahnya. Ia mengurungkan niat untuk mendekati empat orang terdekatnya itu. ‘Bukankah ayah…’ Joon tersentak dengan pikirannya sendiri. ‘Jadi mereka membohongiku?’
        “Ayah menyuruh orang untuk menjaganya.” Ryeowook terdengar menengahi. “Kami membawa berita penting untuk kalian.”
        “Nyonya Park Yoo Ra adalah ibu kandung kita.” Perkataan Jung Woon membuat mata Siwon dan Sun Woo membulat seketika. Tak terkecuali Joon yang sangat terpukul mendengar ucapan Jung Woon.
        “Tapi dia ibunya Joon.” Protes Sun Woo yang tak percaya begitu saja dengan berita yang disampaikan dua kakaknya itu.
        Jung Woon melirik adik bungsunya tajam. “Tapi nyonya Yoo Ra adalah istri ayah.” Tegasnya lagi. “Semua bukti sudah ada. Dia benar-benar ibu kandung kita.”
        “Aku masih memiliki ibu?” lirih Sun Woo dengan suara pelan dan matanya menatap tak focus ke suatu arah.
        Siwon menghela napas panjang. Sangat rumit untuk menyatukan kenyataan dan perasaannya saat ini. “Lantas, bagaimana nasib Joon selanjutnya.”
        “Kita temui Joon sekarang.” Kata Ryeowook tak tenang namun Siwon telah mencekal tangannya sebelum ia sempat melangkah dari sana.
        “Joon tak ada di apartmennya sekarang.” Jelas Siwon sambil melepaskan tangan Ryeowook.
        “Di mana dia?”
        Siwon menggeleng lemah. “Entahlah…”
        “Kita harus berada di samping Joon sekarang juga.” Perintah Jung Woon.
        “Kenapa dengan Joon?” paksa Sun Woon karena mendapat sinyal tak baik dari kakak sulungnya itu.
        “Joon bukan anak kandung tuan Lee Hyukjae.”
        “Tidak mungkin!” seru Sun Woo.
        “Kami juga tak ingin mempercayai itu. Makanya sekarang kita harus segera menemui Joon. Dia pasti terpuruk jika mendengar berita ini.”
        Joon yang bersembunyi di balik pilar tak jauh dari Jung Woon dan yang lain berada, mengepalkan tangan untuk meredamkan emosi. Ia belum menemukan keberadaan Yoo Ra. Dan kini, ia juga harus menerima kenyataan bahwa wanita yang selama ini ia panggil dengan sebutan ‘ibu’, ternyata bukanlah ibu kandungnya. Joon memaksa diri untuk pergi dari  sana.

@@@

        “Sebaiknya malam ini kau menginap di tempatku.” Tawar Yong Hwa kepada Kibum saat mereka menunggu Jinyoung mengunci pintu belakang cafenya.
        Kibum melirik Cheondung meminta saran. “Kau selalu baik pada kami. Dan kakakku hanya ingin membalas kebaikanmu.”
        Kibum menunduk mendengar ucapan Cheondung. “Apa Haesa sangat menderita karena ku selama ini?” ujar Kibum lirih dan merasa sangat bersalah.
        Cheondung tersenyum memberi semangat. “Adikmu adalah gadis yang kuat.”
        “Maaf aku ikut campur.” Semua mata melirik Taemin yang bersuara. “Tapi sebaiknya kau memang ikut bersama Cheondung. Apa kau tak ingin sembuh, lalu bekerja dan akhirnya bisa membeli apartmen mu kembali dari ku?”
        Sebelum ini, Kibum memang telah mengetahui berita tentang Haesa selama dirinya di rawat di rumah sakit. Mulai dari menjual apartmen hingga bekerja di tempat seseorang.
        Jonghyun mengacak gemas rambut Taemin. “Ternyata kau sudah besar.” Ujarnya dan lagi-lagi membuat Taemin menatapnya tak ramah.

@@@

        Haesa yang telah mengetahui password apartmen Joon segera masuk ke dalam dan tempat pertama yang ia tuju adalah kamar Joon. Namun Haesa mengurungkan niat untuk masuk ke dalam. Ia hanya berdiri di ambang pintu serta membayangkan akan menemukan banyak sekali senjata dan dokumen berisi daftar para korban yang telah atau akan di bunuh oleh pemuda itu. Tapi sedetik kemudian, Haesa menggeleng.
        “Joon bukan pembunuh.” Haesa meyakinkan hatinya. Bagaimana tidak, bahkan seorang Joon pernah menangis dipelukkannya.
        Cepat-cepat Haesa menutu pintu kamar Joon sebelum pertahanannya runtuh lalu ia melangkah ke dapur dan duduk di kursi makan. Haesa termenung di sana. Ia juga tak berniat menyalakan lampu meski suasana ruangan sedikit lebih gelap.
        Banyak kenangan bersama Joon yang gadis ini lalui selama tinggal di apartmen itu. Semua tak akan berubah untuk Haesa meski dengan satu kenyataan bahwa Joon adalah seorang pembunuh.

@@@

        Kyuhyun menghentikan mobilnya ketika melintasi kantor kepolisian tempat Donghae bekerja. Tangannya menggenggam stir dengan erat. Matanya menatap dua orang yang berdiri tak jauh dari sana dengan sorot kekecewaan. Tak lama, Kyuhyun keluar dari mobil dan mendekati kekasihnya, Jung Eun Gee yang sedang bersama seorang anggota kepolisian bernama Donghae.
        “Aku ingin mengatakan sesuatu padamu.” Kata Donghae sambil mendekatkan wajahnya ke telinga Eun Gee.
        Eun Gee tersenyum terpesona mendengar suara Donghae yang terdengar begitu lembut di telinganya. “Apa?”
        “Kau…” Donghae diam sesaat untuk mengatur napasnya. “…mau menjadi kekasihku?” Tanya Donghae gugup yang ternyata tengah menyatakan cintanya.
        Eun Gee melirik Donghae penuh Tanya. “Tapi…” ucapnya terputus. Buug!! Tiba-tiba gadis ini melihat Donghae sudah terjungkal akibat perbuatan seseorang. “Donghae!” pekik Eun Gee. Belum sempat ia mendekati Donghae, seseorang telah berdiri membelakanginya.
        “Jangan pernah mendekati kekasihku!” ancam orang itu tepat di depan wajah Donghae.
        “Kyu?” seru Eun Gee membuat orang di depannya berbalik.
        Kyuhyun menatap tajam mata kekasihnya. “Ternyata ini yang kau lakukan di kantor polisi?” tuduhnya. Kyuhyun menarik tangan Eun Gee sebelum kekasihnya itu sempat membela diri.
        Donghae bangkit dan mengejar Kyuhyun. “Kyu!” teriaknya. “Ini tak seperti yang kau bayangkan.” Tangan Donghae terjulur dan meraih tangan Eun Gee yang terbebas.
        Kyuhyun berbalik. “Lepaskan kekasihku!” perintahnya sambil menjauhkan tangan Donghae dari tangan Eun Gee.
Gadis itu hanya menatap Donghae penuh rasa bersalah dan membiarkan Kyuhyun membawanya ke dalam mobil.

@@@

        Yong Hwa menghentikan langkah ketika bersama-sama menelusuri gang sempit itu. Ia melirik ke bawah. Cheondung yang menyadari apa yang kakaknya lakukan, ikut berhenti lalu berbalik. Cheondung mendapati Yong Hwa tengah memungut sesuatu. Tak lama, yang lain pun ikut berhenti setelah mendapat isyarat dari Jonghyun.
        “Apa di antara kalian ada yang menjatuhkan ponsel?” Tanya Yong Hwa sambil mengangkat tinggi benda yang ia temukan.
        Taemin dan Sandeul saling melirik satu sama lain. Mereka seperti memikirkan hal yang sama. “Mungkin itu milik salah satu dari tiga orang yang aku dan Taemin temui.”
        Yong Hwa melirik Jinyoung penuh arti. “Biar aku periksa. Mungkin ada petunjuk di dalamnya.” Jinyoung mendekati Yong Hwa dan mengambil alih ponsel itu. Setelah beberapa lama, Jinyoung mendongak. “Tak ada yang aneh. Tapi pada kontaknya hanya terdapat nama-nama yang asing.” Ujarnya sambil menyodorkan ponsel itu ke orang yang pertama kali menemukannya, Yong Hwa. “Kau saja yang simpan. Mungkin pemiliknya akan menghubungimu.”

@@@

        Joon menginjak pedal gas lebih dalam lagi membuat mobilnya melaju dengan kecepatan tinggi membelah jalan kota. Tangannya kuat-kuat memegang stir. Matanya menatap lurus ke depan.
        “Tidak mungkin ini terjadi. Hyukjae adalah ayahku dan Yoo Ra adalah ibuku! Tidak ada yang bisa merebut mereka dari ku!” geram Joon penuh emosi. Matanya pun mulai memerah menahan tangis.
        Baru saja Joon terbebas dari kata ‘pembunuh’, namun kenyataan lain yang tak kalah pahit menghampiri dirinya.

@@@

        Yong Hwa membuka pintu utama rumahnya. Heechul yang kebetulan lewat, langsung menghampiri kedua adiknya yang datang bersama Kibum.
        “Syukurlah kau sudah bisa pulang dari rumah sakit.” Ujar Heechul sambil melangkah ke arah Kibum. Heechul melirik Cheondung yang tengah menutup pintu dibelakangnya. “Ajak Kibum istirahat.” Serunya.
        “Istirahatlah di kamarku.” Ajak Yong Hwa dan Kibum mengikutinya dari belakang.
        Setelah sampai di kamar Yong Hwa, Kibum langsung duduk di tepi ranjang dan Yong Hwa beralih menuju lemari untuk berganti pakaian. Tak lama, Cheondung muncul untuk mengantarkan ransel milik Kibum bersamaan dengan dering ponsel di saku jeans Yong Hwa.
        Chendung tak buru-buru pergi dari kamar kakaknya karena Yong Hwa mengeluarkan ponsel yang ia temukan. “Siapa?”
        Yong Hwa melirik lalu mengangkat bahu. Sementara Kibum sudah berdiri di sampingnya sambil menatap layar ponsel di tangan Yong Hwa. Tertera penelpon dengan nama kontak ‘Fleur’.
        “Bukankah itu nomor milik Haesa?” seru Kibum yang langsung membuat Cheondung merebut ponsel dari tangan Yong Hwa untuk memastikan perkataan Kibum.
        Cheondung menerima panggilan dan langsung menekan tombol loadspeaker agar Yong Hwa dan Kibum bisa ikut mendengar. Tak ada yang bersuara satupun.
        “Joon?” pekik suara seseorang dari ponsel. “Katakan padaku yang sebenarnya! Katakan bahwa kau bukan pembunuh. Joon bukan seorang pembunuh!”
        Cheondung melirik Kibum dan Yong Hwa bergantian. Namun mata kakaknya menatap tak focus ke satu titik.
        “Joon… jawab! Kau bisa mendengarku, kan?” seru Haesa karena tak mendapat respon apapun dari orang yang menjawab panggilannya. “Joon… tolong katakan kau benar bukan seorang pembunuh, Joon. Karena aku tak akan percaya itu. Joon yang ku kenal bukanlah pembunuh.”
        Klik… Cheondung yang tak tahan mendengar suara Haesa, memutuskan untuk mematikan ponsel secara sepihak. “Kenapa tak pernah terfikirkan oleh ku!” Cheondung memaki dirinya sendiri. Tapi kemudian, ia menatap Yong Hwa penuh arti. “Majikan Haesa mungkin salah satu dari tiga orang yang kau temui di café.”
        “Bukan.” Potong Kibum. “Joon orang yang berbeda.”
        Tak lama, ponsel yang masih dalam genggaman Cheondung kembali bergetar. Dari seseorang dengan nama kontak ‘Andrew’.
        “Jangan di angkat.” Kata Yong Hwa cepat sebelum Cheondung menekan tombol jawab pada ponsel.

@@@

        Haesa terduduk di lantai dapur sambil menatap layar ponselnya yang kini hanya menampilkan foto kekasihnya, Minho. Ia tak mengetahui bahwa seseorang yang menjawab telponnya tadi bukanlah Joon, melainkan Cheondung.
        “Minho…” seru Haesa diiringi buliran air mata yang mulai membasahi kedus pipinya. “Kau juga percaya kan kalau Joon bukan pembunuh?” ujar Haesa seolah sedang berbicara dengan kekasihnya. “Joon bukan orang jahat. Dia bahkan tidak pernah menyakitiku. Kau harus percaya itu.” Lanjutnya. “Minho… kau dengar aku kan?”
        Layar di ponsel Haesa perlahan meredup, lalu akhirnya hanya gelap yang mendominasi membuat Haesa menyadari bahwa ia berbicara seorang diri. Haesa memeluk lutut dan menenggelamkan wajahnya di sana sambil menangis.
        “Joon…” seru Haesa lirih dalam tangisnya.

@@@

        Seungho berjalan seorang diri menelusuri bibir pantai yang tenang sore itu. Ia terus berjalan mencari tempat yang cukup sepi untuk menyendiri. Sampai akhirnya ia tiba di dermaga. Seungho menyandarkan badan di kayu pembatas. Perlahan ia mengeluarkan sebuah kalung dari saku celana seragam polisinya. Kalung dengan bandul berbentuk lambang air itu adalah kenangan terakhir Seungho dari sang kekasih, Jung Han Yoo.
        Seungho memaksakan senyumnya sambil menatap bandul pada kalung itu. “Sayang, bagaimana kau di sana? Apa kau tak merindukanku?” Tanya Seungho bicara sendiri. “Kau pasti kini sangat bahagia.” Seungho menghela napas sesaat. “Aku telah merelakanmu pergi.” Ia pun berbalik menghadap hamparan laut di depan matanya. “Kau sangat suka air dan renang, kan?” Tanya Seungho lagi masih bicara pada bandul kalung ditangannya.
        Seungho menutup mata sambil mencium bandul kalung miliknya. “Berenanglah ke manapun kau inginkan.” Ujar Seungho sebelum akhirnya melempar kalung itu hingga tenggelam di tengah laut.
        Salah satu anggota kepolisian ini kembali menghela napas panjang untuk menangkan diri. Membiarkan wajahnya di terpa angin senja yang berhembus kencang.
Seungho mengedarkan pandangan, dan akhirnya tatapan itu terhenti ke ujung dermaga. Ada seorang pemuda di sana. Pemuda itu perlahan melepas jaketnya yang tak menyisakan apapun untuk menutupi bagian badannya.
Jarak antara mereka yang tak terlalu jauh membuat Seungho memicingkan mata agar bisa lebih jelas melihat sesuatu pada punggung pemuda itu. “Jangan…!” teriak Seungho sambil berlai mengejar pemuda itu yang kini telah melemparkan badannya ke laut. Seungho melepas jaket serta sepatu di dekat jaket milik pemuda itu lalu ikut menjatuhkan badan ke dalam laut.
Kepala Seungho akhirnya muncul di permukaan. Ia mengedarkan pandangan mencari sosok pemuda tadi. Entah hal apa yang membawanya melakukan hal bodoh seperti itu. Karena kini, pemuda yang ia kejar itu justru telah berada kembali di pinggir dermaga sambil berusaha naik. Seungho pun kembali berenang hingga tepi dan pemuda itu mengulurkan tangan untuk membantu Seungho.
“Apa yang kau lakukan?” Tanya Joon heran ketika berhasil menarik tangan Seungho ke atas dermaga.
“Kau sendiri?”
Joon tersenyum memungut kedua jaket yang tergeletak di dekat kakinya dan memberikan jaket milik Seungho pada pemiliknya. “Aku hanya ingin menenangkan diri.”
        Setelah itu, mereka berjalan beriringan meninggalkan dermaga tanpa sepatah katapun terucap dari mereka masing-masing.

@@@

        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar