Minggu, 03 Maret 2013

BLACK ORCHID (part 6)


        “Hei…! Aku ini kakak mu…”
        “Aku tau…”
        Cheondung yang pagi itu tengah membersihkan meja di cafenya, sedikit diganggu dengan keributan kecil yang ditimbulkan dua anak pemilik café tempatnya bekerja. Begitu menoleh, Cheondung melihat Jinyoung pergi meninggalkan café. Tersisa Eun Gee di sana. Ternyata gadis itu menyadari keberadaan Cheondung di sana dan membuat pemuda itu langsung menunduk sambil melanjutkan pekerjaan membuat seolah ia tak mengetahui keributan kecil tadi.
        “Cheondung…” panggil Eun Gee. Dengan gugup, Cheondung pun mengangkat wajah. “Setelah pekerjaan mu selesai, tolong bantu bereskan ruang kerja Jinyoung.” Pinta Eun Gee. Setelah Cheondung mengangguk tanda ia mengerti, Eun Gee pun pergi dari sana.

@@@

        Setelah siap dengan seragam sekolahnya, Taemin pun bergegas turun menuju ruang makan untuk sarapan.
        “Kau kesiangan, Taemin?” Tanya Soo Ra ketika putra bungsunya baru muncul.
        Taemin duduk di samping Kyuhyun. “Tidak bu, hanya ada yang belum ku selesaikan semalam.” Setelah itu, masing-masing dari mereka kembali sibuk sarapan. Sementara Taemin, ia sedikit tertegun karena menu hari ini sedikit berbeda dari biasanya.
        “Sun Woo… kenapa kau tak makan? Ayo cepat. Nanti kau bisa terlambat.”
        Taemin mendongak memandang ayahnya yang sepertinya sedikit tak mempedulikan apa yang dilakukan Yoo Ra.
        “Taemin, kau berangkat dengan kakak ya.” Tak lama, Kyuhyun berdiri. “Ayah… Ibu… aku berangkat.” Pamitnya.
        “Jung Woon…” teriak Yoo Ra dari arah dapur. “Susu mu sudah kau habiskan?”
        Kyuhyun tampak tak peduli, ia pun segera melesat pergi begitu saja. Sementara Taemin, setelah tak mendapat respon dari Jung Soo, ia pun beralih menatap ibunya menuntut penjelasan.
        “Cepat habiskan sarapanmu.” Hyun Rae menyenggol tangan Taemin sebelum bangkit dari kursinya. “Ayah… Ibu… aku pergi dulu.” Ucapnya kemudian sebelum menjauh dari meja makan.
        Taemin masih duduk di kursinya. Ia pun menghela napas dengan cukup keras. “Aku akan menuntut penjelasan nanti.” Kata Taemin lalu berdiri. “Tante… terima kasih, makanan buatan mu enak.” Puji Taemin ceria untuk Yoo Ra yang masih berkutat di dapur.
        “Kau belajar yang rajin.” Balas Yoo Ra.
        “Iya tante…” Taemin diam sesaat sambil menatap kedua orang tuanya. “Aku pergi…” ujar Taemin dingin sebelum pergi dari sana.
        “Sepertinya Taemin akan melakukan pemberontakan pada kita.” Ujar Soo Ra pelan.
        “Ku rasa tak ada salahnya dia tau.” Kata Jung Soo pasrah.
        “Beberapa hari ini, aku tak melihat Joon.”
        Jung Soo dan Soo Ra terkejut bersamaan ketika mendapati Yoo Ra sudah duduk di antara mereka. Sepasang suami istri ini pun saling melempar pandangan.

@@@

Pagi itu, Yong Hwa melangkah menelusuri gang sempit sedari tempat kerja Cheondung. Namun samar-samar, ia mendengar langkah kaki seseorang tengah berlari. Yong Hwa pun segera mengambil tindakan untuk bersembunyi. Beruntung di sana ia menemukan kardus besar yang cukup untuk menutupi tubuhnya. Yong Hwa pun sedikit membuat celah kecil dari dalam kardus untuk membantunya mengawasi keadaan sekitar.
        “Berhenti!” terdengar teriakan seseorang, namun Yong Hwa belum dapat melihat dengan jelas apa yang terjadi. Suara kaki pun semakin dekat, dan tak lama terdengar pula suara tembakan senjata api. Lalu tiba-tiba saja, seseorang terjatuh tepat di hadapan Yong Hwa yang bersembunyi di dalam kardus.
        “Kau tidak akan bisa lari lagi, Kim Jaeseop…”
        Yong Hwa menutup matanya tak berani lagi untuk melihat apa yang akan terjadi setelah seorang pria menodongkan pisto ke tubuh Jaeseop yang terbaring di tanah. Kembali terdengar suara tembakan. Kali ini sangat dekat di telinga Yong Hwa karena aksi tersebut memang terjadi di hadapannya.
        “Sudah ku bilang kau tidak akan bisa lolos.”
        Setelah cukup aman, Yong Hwa kembali memberanikan diri mengintip dari celah kardus. Benar saja, pria yang baru saja membunuh Jaeseop tampak meninggalkan korban dengan santainya. Yong Hwa dapat dengan jelas melihat sosok pria itu yang bertubuh tinggi dan mengenakan pakaian serba hitam. Bahkan Yong Hwa pun sempat memfotokan menggunakan kameranya.
        Yong Hwa pun akhirnya keluar dari kardus dan segera meninggalkan tubuh korban yang masih tergeletak kaku.

@@@

        Dikarenakan Siwon dan Sun Woo berada di luar kota, pagi itu Hangeng tampak sarapan hanya ditemani dua anaknya yang lain, Jung Woon dan Ryeowook.
        “Sepertinya ponselku tertinggal di kamar.” Gumam Jung Woon sambil berdiri.
        “Jung Woon… bisa tolong ambilkan dompet ayah juga di kamar?” pinta Hangeng sebelum anak sulungnya itu meninggalkan meja makan.
        “Oke…” kata Jung Woon santai.
        “Setelah ini, jangan lupa kau bawakan sarapan untuk tuan Hyukjae.” Hangeng mengingatkan Ryeowook sebelum akhirnya berdiri. “Jika Jung Woon kembali, suruh dia menemui ku di mobil.” Pesannya.

@@@

        Cheondung membuka pintu ruangan yang biasa digunakan Jinyoung jika berada di café. Seperti yang tadi dikatakan Eun Gee, ia harus membereskan ruangan ini. Cheondung pun memulainya dengan merapikan beberapa kertas yang bertebaran di meja.
        Selagi mengumpulkan kertas-kertas tersebut, tanpa sengaja mata Cheondung justru tertuju ke layar laptop milik Jinyoung yang masih dalam kondisi menyala. Di sana tertampang jelas wajah ketiga anak Sung Byunghae. Chulyong, Hyo Min dan Sandeul. Karena merasa ada yang janggal, Cheondung pun tanpa sadar menelusuri sebuah akun e-mail yang terbuka hingga membuatnya membelalakkan mata.
        “Cheondung?” kata Jinyoung yang terkejut Cheondung berada di ruangannya. Di tambah lagi, Cheondung tengah melihat isi laptopnya. Menyadari apa yang sedang dilihat Cheondung, Jinyoung pun sontak mendekat.
        “Apa maksudnya ini semua?” selidik Cheondung.
        Jinyoung mengambil alih laptopnya. Ia pun menghela napas lalu menegakkan badan dan menatap Cheondung dalam.
        “Kau terlibat dengan pembunuh bayaran itu?”
        “Kalau aku terlibat, aku tidak akan mengorbankan kakakku sendiri!” sergah Jinyoung atas tuduhan Cheondung terhadapnya. Jinyoung kembali kepada layar laptopnya. “Aku tengah mencari tau tentang pembunuh kakakku. Dan ternyata aku berhasil membuka e-mail miliknya.” Jelas Jinyoung sebelum Cheondung semakin salah paham terhadapnya. “Tapi sayang, dia menggunakan nama ‘Russel’ untuk menyamarkan identitasnya.”
        “Russel?” Cheondung mengulangi ucapan Jinyoung.
        “Kau mengenalnya?” Tanya Jinyoung seolah mendapat pencerahan.
        “Tidak.” Cheondung menggeleng. “Tapi dia memang target yang menjadi buruan utama agensi keluarga Sandeul.”
        “Aku akan mencoba menjebol e-mail lain yang saling bersangkutan dengan e-mail yang ini.” Ujar Jinyoung tentang rencananya. “Dan untuk sementara waktu, jangan sampai ada orang lain lagi yang tau.”

@@@
       
        Jung Woon membuka laci di dalam kamar ayahnya. Dan ia pun mendapatkan apa yang sejak tadi ia cari. Namun tanpa sengaja, ia menjatuhkan sesuatu. Ternyata sebuah foto. Jung Woon pun memungutnya dan gambar pada foto itu pun sukses membuat matanya terbelalak. Itu adalah foto Hangeng waktu muda bersama seorang gadis, Park Yoo Ra.
        “Jong Woon… kenapa kau lama sekali?” Jong Woon mendongak dan mendapati ayahnya sudah berada di ambang pintu. “Apa yang kau lakukan?” sontak Hangeng merebut foto dalam genggaman tangan Jung Woon dengan sangat kasar.
        “Itu foto ibunya Joon, kan?” selidik Jung Woon sebelum ayahnya keluar dari kamar.
        Hangeng pun berhenti dan membalikkan badan.
        Jong Woon pun mendekati ayahnya. “Ayah… tolong ceritakan apa yang sebenarnya terjadi.” Pinta Jong Woon perlahan.
        “Park Yoo Ra istriku.”
        Pernyataan Hangeng sukses membuat Jong Woon syok. “Apa maksud ayah?” Tanya Jong Woon yang merasa seperti dipermainkan oleh ayahnya sendiri.
        “Dia ibu kandung kalian.” Kata Hangeng lirih.
        “Ayah jangan bohong!” tuduh Jong Woon.
        “Yoo Ra bukan ibu kandung Joon.” Tegas Hangeng. “Joon juga bukan anak kandung Hyukjae.”
        Jong Woon belum bisa mempercayai cerita ayahnya begitu saja. Ia juga tak menyangka Hangeng ternyata menyimpan begitu banyak rahasia besar. “Tapi kenapa tuan Hyukjae menikahi ibu? Dan kenapa ayah menolongnya?” masih banyak yang belum bisa diterima oleh Jong Woon.
        “Ibumu kecelakaan hingga ingatannya hilang dan Hyukjae lah yang menolongnya.” Ujar Hangeng dengan tatapan kosong karena ia tak sanggup melihat mata anaknya. “Hyukjae menemukan Joon di depan rumahnya. Dia juga tak tau kalau Yoo Ra adalah istriku.”
        “Kenapa ayah tak merebut ibu kembali?” Jong Woon memegang pundak ayahnya, namun Hangeng masih tak ingin menatapnya.
        “Keluarga Hyukjae sangat berjasa dalam hidupku. Bahkan aku bisa menjadi dokter seperti sekarang ini adalah karena mereka.” Hangeng memberi jeda sesaat dalam ucapannya. “Yoo Ra sangat menderita ketika bersamaku.”
        “Tapi kini kau yang menderita tanpa ibu.”
        Hangeng memberanikan diri menatap mata Jong Woon. “Kau tak mengerti hidup seperti apa yang selama ini aku jalani.”

@@@

        Kibum mengerjap-ngerjapkan matanya mencoba menstabilkan cahaya yang masuk ke dalam matanya. Perlahan ia pun mencoba bangkit dan turun dari tempat tidurnya. Tangan kirinya masih dalam perban dan tangan kanannya membawa botol infuse itu pergi keluar bersamanya.
        Meski masih sedikit terlihat pincang ketika berjalan, Kibum tetap menelusuri koridor rumah sakit hingga akhirnya sampai di depan sebuah ruangan. Perlahan, Kibum membuka pintu kamar tempat ibunya di rawat.
        Sementara di tempat lain, Haesa terlihat tersentak terbangun dari tidurnya dengan napas yang memburu. Keringat juga tampak membasahi wajahnya. Pemandangan ketika Kibum berusaha menemui ibunya ternyata muncul dalam mimpi Haesa. Ada sedikit perasaan bersalah karena ia sudah beberapa hari ini tak mengunjungi dua orang yang sangat penting dalam hidupnya.
        “Kau sudah bangun?” Tanya Joon yang sama-sama baru saja keluar kamar. Namun Haesa tak menjawab. Gadis itu melesat menuju pintu masih dengan mengenakan kaos yang ia pakai saat tidur tadi. “Kau mau kemana?” Joon mengejar Haesa karena merasa ada yang aneh dengan gadis itu. Haesa masih tak merespon. “Jawab aku!” tegas Joon sambil menghalangi tangan Haesa yang hampir saja meraih gagang pintu.
        “Aku ingin bertemu ibu…” kata Haesa sambil menutup wajahnya dan tiba-tiba saja gadis itu tengah menangis.
        “Kalau kau ingin pergi, kau bisa bilang padaku.” Joon memegang pundak Haesa. “Aku tidak akan melarang. Apalagi jika kau ingin bertemu ibumu. Mungkin aku bisa mengantarmu ke sana.”
        Haesa semakin kencang menangis. Joon berusaha menyingkirkan tangan Haesa yang menutupi wajah gadis itu.
        “Jangan menangis.” Kata Joon lembut sambil mengusap air mata yang mengalir di kedua pipi Haesa. Persis ketika gadis itu melakukan hal yang sama padanya beberapa waktu lalu.
        Bukannya berhenti menangis, Haesa justru semakin deras mengeluarkan air matanya. “Aku ingin bertemu ibu dan kakak…” isaknya.
        Joon menggaruk belakang kepalanya yang jelas-jelas saja tak gatal. Ia hanya bingung harus bersikap seperti apa untuk mengendalikan Haesa saat ini. “Jika kau berhenti menangis, aku akan mengantarmu menemui ibumu.” Kata Joon terdengar frustasi.

@@@

        “Di mana kau menemui jasad korban?” selidik Sungmin kepada Jonghyun ketika di kantor polisi.
        “Di dalam gang sempit menuju belakang café milik keluarga Jung Young Woon.” Kata Jonghyun.
        “Jam berapa kau ke sana? Dan untuk alasan apa kau berada di sana?” Tanya Sungmin lagi.
        Jonghyun mendengus kesal. Ia hanya tidak ingin kakaknya bersikap terlalu formal terhadapnya, padahal mereka hanya berdua di sana. “Ayolah. Aku kan sudah bilang, aku ingin menemui Yong Hwa.”
        “Untuk apa kau menemui Yong Hwa di pagi hari?”
        “Apa itu penting untuk di tanyakan?” protes Jonghyun.
        “Terima kasih atas kesaksian anda. Selamat siang.” Kata Sungmin sebelum akhirnya meninggalkan Jonghyun di sana.

@@@

        “Kau mau kemana Taemin?” tegur Soo Ra ketika mendapati anak bungsunya yang baru pulang sekolah terlihat berlari menuju bagian atas rumahnya. Namun Taemin tak menjawab.
        Taemin pun sampai di depan sebuah kamar. Lalu ia mengetuk pintu tersebut. Tak lama, pintu pun terbuka dari dalam. “Sun Woo?” kata Yoo Ra yang mendapati Taemin di depan pintu kamarnya.
        “Boleh aku masuk?”
        “Masuklah…” ajak Yoo Ra dengan senang hati.
        Taemin pun melangkah pelan lalu duduk di tepi ranjang Yoo Ra. “Tante maaf. Ada yang ingin ku tanyakan.”
        “Tanyakan lah, Taemin.”
        Taemin mendongak dan mendapati Yoo Ra sudah berdiri menghadap jendela. “Bolehkah aku tau, siapa itu Sun Woo?”
        Yoo Ra tak langsung menjawab. “Aku memiliki empat orang anak. Semuanya laki-laki. Jung Woon, Siwon, Ryeowook dan Sun Woo.” Ujar Yoo Ra masih menghadap ke luar jendela.
        ‘Siwon dan Sun Woo? Mereka seperti yang menyewakan apartmen Haesa dariku?’ pikir Taemin dalam hati.
        “Aku mengalami kecelakaan dan kehilangan ingatanku. Termasuk ingatan tentang ke-empat putraku. Setelah ingatanku kembali, ternyata aku telah menikah lagi dengan pria lain dan merawat seorang anak bernama Joon.” Lanjut Yoo Ra, masih tetap tak berpaling ke Taemin.
        “Tante memiliki anak lagi dari pria itu?”
        “Joon anak angkat kami.”
        “Tante tau di mana mereka sekarang?” Tanya Taemin memberanikan diri.
        Yoo Ra pun akhirnya berbalik. “Entahlah…” ujarnya lirih. “Mungkin mereka masih di kota yang sama tempat kami saat masih tinggal bersama dulu. Atau mungkin mereka sudah tak di sana. Aku pun tak tau.”
        “Boleh aku melihat foto mereka?” Tanya Taemin takut-takut.
        Yoo Ra tersenyum untuk menghibur diri. “Kalaupun ada, itu percuma. Mereka pasti sudah besar sekarang. Apalagi Sun Woo, mungkin ia sudah sebesar dirimu.”
        Taemin sedikit merutuki kebodohannya. Jelas saja, tidak mungkin. Kejadian itu sudah bertahun-tahun yang lalu terjadi.
        “Maaf karena aku memanggilmu Sun Woo.”
        “Tidak perlu minta maaf. Aku tidak keberatan kok.” Kata Taemin cepat-cepat.

@@@

        Donghae berlari keluar kantornya setelah mendapati pesan dari Eun Gee untuk menemuinya di bawah.
        “Eun Gee?”
        “Aku mendengar terjadi pembunuhan lagi tadi pagi. Apa ada kaitannya dengan kakakku?”
        Donghae tak menjawab. “Belum ada kepastian lebih lanjut tentang kasus tersebut.” kata Donghae. Namun tatapannya terlihat tak sejalan dengan apa yang ia ucapkan.
        “Jangan membohongiku.” Protes Eun Gee. “Atau aku akan langsung menanyakan ke Seungho.” Tegasnya sambil berbalik.
        Donghae segera menangkap lengan Eun Gee sebelum gadis itu menjauh. “Kami mencurigai pelaku adalah orang yang sama.” Ujar Donghae akhirnya.
        Eun Gee menatap Donghae penuh kemenangan. “Sekecil apapun informasi darimu sangat bermanfaat untukku. Terima kasih.” Eun Gee pun meninggalkan Donghae sebelum pemuda itu sempat berkata-kata.

@@@

        Joon mengikuti kemanapun langkah kaki Haesa. Setelah beberapa menit menelusuri koridor rumah sakit, gadis itu pun berhenti di depan sebuah kamar. Joon hanya mengikuti sampai pintu.
        “Kakak?” ujar Haesa karena mendapati Kibum duduk di samping ranjang ibunya. “Maaf kan aku.”
        “Aww…!” ringis Kibum ketika Haesa berlutut di sampingnya hingga sedikit menyenggol tangannya.
        Haesa mendongak. “Kau tak memaafkanku?” Tanya Haesa polos.
        “Kau ini bodoh atau apa?” Kibum balik bertanya. “Tak melihat kondisi tangan ku?”
        “Jadi, apa tidak ada bagian tubuhmu yang bisa ku peluk?”
        Kibum menatap Haesa ngeri. Tapi di sisi lain, ia juga sangat merindukan pelukan dari satu-satunya adik yang ia miliki. “Kau bisa memeluk leherku.” Ujar Kibum akhirnya, meski ia sendiri masih ragu. “Tapi pelan-pelan.” Tegasnya sebelum Haesa melancarkan aksinya.
        Sementara itu, Joon masih berada di posisinya sekarang ini. Memperhatikan kerinduan antara dua kakak adik dihadapannya. Namun, saat itu pikirannya melayang entah kemana. Ia seperti pernah melihat Kibuk sebelumnya.
        Haesa mencium kilat pipi kakaknya. “Aku merindukanmu.”
        “Jelas saja. Kita sudah lebih dari tiga hari tak bertemu. Ku pikir kau melupakanku.” Kata Kibum.
        “Aku tidak mungkin melupakan seorang Kim Kibum.” Protes Haesa yang masih memeluk leher Kibum dari belakang.
        Itu dia. ‘Kim Kibum’. Joon benar-benar ingat sekarang. Kibum adalah orang yang ia tabrak malam itu. Dan Joon juga sempat melihat tanda nama yang melekat pada pakaian yang dikenakan Kibum.
        “Biasanya, sehari saja tak bertemu, kau pasti akan selalu menghubungiku untuk cepat pulang.” Kibum mengingatkan. “Bagaimana jika nanti kau dan Minho telah menikah dan kalian akan tinggal berdua? Apa kau akan memintaku untuk datang setiap hari?”
        Joon tak bisa berbuat banyak. Ia hanya mampu menunduk ketika Kibum membahas tentang Minho dan pernikahan Haesa. ‘Kenapa rasanya hatiku sakit mendengar itu. Harusnya aku bahagia untuk Haesa.’ Gumamnya dalam hati, karena ia masih meyakini bahwa Haesa adalah saudaranya.
        Haesa cemberut menanggapi perkataan Kibum. “Apa itu artinya aku tidak boleh menghubungimu jika sudah menikah?”
        Kibum tertawa mendengar ucapan adiknya. “Aku ini kakakmu. Tak ada yang berhak melarangmu bertemu dengan ku, walau itu seorang Choi Minho sekalipun.” Jelasnya.
        Haesa tersenyum malu. “Aku mencintaimu, kak.” Ucapnya sebelum mencium pipi Kibum sekali lagi.
        “Apa kau tak bosan menciumku terus?” protes Kibum. Haesa pun hanya menggeleng. “Kau membawa teman?” kata Kibum akhirnya yang telah menyadari keberadaan Joon.
        Haesapun melepaskan pelukannya dan menegakkan badan. “Dia bossku.” Kata Haesa sambil mengisyaratkan Joon untuk mendekat. “Joon, ini kakakku.”
        “Maaf tak bisa bersalaman. Aku Kim Kibum.” Kibum melirik seorang wanita yang terbaring di atas ranjang rumah sakit. “Dan ini ibu kami.”
        Joon mengangguk mengerti. “Tak apa. Aku Lee Joon.”
        Kibum memperhatikan Joon. “Sepertinya kau boss yang baik untuk adikku.” Kibum sukses membuat Joon tersipu. “Kau bahkan rela mengantarkan adikku.”
        “Aku hanya berusaha menjadi boss yang baik.”
        “Oiya, besok aku sudah diijinkan pulang.”
        Haesa dan Joon sontak saling melempar pandangan. Karena, bagaimana mungkin Haesa membawa Kibum pulang. Sedangkan dirinya saja telah menjual apartmen miliknya. Haesa juga tak memberi tau Kibum perihal kejadian tersebut. Joon hanya mengangguk sedikit. Menandakan bahwa ia akan melakukan sesuatu untuk Haesa.
        “Kau masih ingin di sini?” Tanya Joon.
        “Iya.” Haesa mengangguk. “Aku ingin menemani ibuku.”
        “Aku ingin menemui temanku sebentar. Dan nanti aku akan kembali untuk menjemputmu. Jadi, kuharap kau menungguku.”
        “Jangan memanjakan adikku seperti itu. Kau kan bossnya.”
        “Kenapa kau berkata seperti itu?” protes Haesa kepada kakaknya. “Tadi kau bilang dia boss yang baik. Dia memang baik kan?” Haesa membela Joon.
        Joon sedikit tertawa menanggapi perdebatan kecil antara Haesa dan Kibum. “Sudahlah… tak perlu diributkan seperti itu.” Lerainya. “Aku akan tetap ke sini untuk menjemput Haesa.” Ucap Joon memastikan sebelum akhirnya meninggalkan ruang rawat Soo In.

@@@

        “Masuk saja…” teriak Jonghyun dari dalam kamarnya. Tak lama, pintu pun terbuka. “Kau dari mana?” tegurnya ketika Yong Hwa telah duduk di tepi ranjangnya.
        “Aku dari rumah.” Kata Yong Hwa. “Maaf karena aku, kau harus menemukan korban penembakan itu dan dimintai kesaksian di kantor polisi.” Ujarnya penuh rasa bersalah.
        “Maksudmu?” Jonghyun yang tengah duduk dikursi memandang Yong Hwa penuh Tanya.
        “Aku tak ingin mengambil resiko. Aku juga tak ingin membiarkan tubuh korban tergeletak lebih lama di sana.” Jelasnya.
        “Kau yang pertama melihat kejadian itu?” Tebak Jonghyun penuh selidik.
        Yong Hwa menghembuskan napas sebelum akhirnya membaringkan tubuhnya di atas kasur Jonghyun yang nyaman. “Bahkan korban di bunuh tepat di depan mataku.”
        Jonghyun membelalakan mata. “Bagaimana bisa?” Jonghyun mendekati Yong Hwa dengan rasa penasaran yang cukup tinggi.
        Yong Hwa melirik Jonghyun yang telah duduk di sampingnya. Yong Hwa pun bercerita mulai dari ia mendengar suara kaki orang berlari, lalu saat pelaku menembakkan peluru ke tubuh Jaeseop hingga ia memotret tubuh pelaku dari dalam celah yang ia buat pada kardus.
        “Coba ku lihat.”
        Yong Hwa mengeluarkan ponsel dan menunjukkan foto pelaku kepada Jonghyun dan membuat pemuda itu menatap lekat-lekat sosok yang tertampang cukup jelas di layar ponsel Yong Hwa.
        “Ku rasa keputusan Yong Hwa untuk mengalihkan saksi pada mu cukup benar, Jong.”
        Yong Hwa dan Jonghyun sontak bersamaan menoleh ke arah pintu tempat sumber suara berasal. Dan Donghaelah yang berada di sana.
“Mereka akan menjadi sangat berbahaya jika keberadaan mereka yang sebenarnya telah tercium hingga kantor polisi.” Kata Donghae sambil melangkah masuk dan masih mengenakan seragam kepolisiannya. “Kita harus mengusutnya hingga benar-benar tuntas sebelum akhirnya melaporkan mereka ke kantor polisi.” Lanjut Donghae yang kini sudah duduk di samping Jonghyun. “Itu foto pelaku?” Donghae menunjuk layar ponsel Yong Hwa yang masih dalam genggaman Jonghyun.
“Badannya cukup tinggi seperti…” Yong Hwa sedikit mengingat- ingat seseorang yang memiliki tinggi tubuh seperti pelaku. “Ah, iya…” ujar Yong Hwa yang sepertinya telah menemukan sosok yang tepat untuk menggambarkan penjelasannya. “Kalian tau pemain sepakbola bernama Choi Minho?”
“Maksudmu, adiknya polisi Choi Seungho?” Tanya Jonghyun untuk memastikan. Sementara Donghae masih terlihat focus menatap layar ponsel Yong Hwa.
“Benar.” Yong Hwa mengangguk membenarkan tebakan Jonghyun. “Tapi kurasa pelaku masih sedikit lebih tinggi dari Seungho dan Minho. Bahkan ku rasa ia masih lebih tinggi dari adikku, Cheondung.” Ujar Yong Hwa memperkirakan.
“Kalian kenal seseorang yang mengerti tentang jenis-jenis senjata api?” Tanya Donghae tiba-tiba. “Coba kalian lihat ini.” Lanjutnya sebelum Yong  Hwa ataupun Jonghyun menanyakan maksud ucapannya.
Jonghyun dan Yong Hwa saling mendekat untuk melihat sesuatu yang ditunjuk Donghae.
“Pelaku memegang senjata.” Jelas Donghae lagi.
“Aku akan coba menanyakan kepada ayahnya Geun Suk, teman band ku.” Kata Yong Hwa memberi pencerahan.
“Tapi kau tekankan pada mereka untuk tidak membicarakan kasus ini kepada orang lain.” Tegas Donghae mengingatkan. Yong Hwa pun mengangguk mengerti.
Jonghyun menoleh ke Donghae. “Mungkin kita bisa tanyakan juga ke Seungho?” sarannya.
“Aku memang berencana melakukan itu.” Donghae menyetujui saran dari Jonghyun. “Dan informasi dari Yong Hwa bisa jadi referensi yang bisa menguatkan kasus untuk kita.”
“Aku akan mengirimkan gambarnya padamu.” Kata Yong Hwa.
“Satu lagi…” ujar Donghae setelah mengingat sesuatu. “Aku ingin membenarkan informasi yang kemarin.” Jonghyun dan Yong Hwa menunggu penuh minat. “Aku membahas ini dengan Seungho tadi siang. Ternyata, peluru yang menembus lengan Jung Han Yoo dan Sun Hyo Min adalah termasuk jenis yang sama. Lalu peluru yang merenggut nyawa Jung Han Yoo dan Kim Jaeseop juga peluru yang sama namun berbeda dengan jenis pertama tadi. Sedangkan peluru yang ditemukan oleh Yong Hwa, benar-benar berbeda dari dua jenis peluru sebelumnya.” Jelas Donghae panjang lebar.
“Apa itu artinya pelaku tidak hanya satu orang?”
“Bisa saja. Karena pelaku yang kulihat tadi pagi hanya beraksi seorang diri. Dan bisa jadi mereka membagi tugas ketika menyerang.” Kata Yong Hwa menyetujui ucapan Jonghyun tadi.

@@@


Tidak ada komentar:

Posting Komentar