Selasa, 07 Mei 2013

BLACK ORCHID 2 (part 1)



“Lepaskan,” Haesa memberontak. Setelah berhasil melepaskan diri, ia langsung menggamit lengan Joon, “ayo kita pergi.” Joon yang tak berani menolak hanya melambaikan tangan canggung.
“Huaaa… mereka pergi…” rengek Taemin. Semua langsung panic dibuatnya.
“Taemin, jangan menangis,” usaha Cheondung. “Bagaimana kalau kau ku traktir di café baruku?” ujarnya yang tiba-tiba mendapat ide.
“Sungguh?” Wajah Taemin berubah senang. “Kalau begitu, ayo,” ujarnya penuh semangat sambil menarik tangan Cheondung.
Cheondung pun dengan sangat terpaksa menuruti kemauan Taemin. “Aku menyesal berkata seperti itu,” ujarnya kemudian.
Seungho, Kibum, Minho dan Yong Hwa saling melempar pandangan sebelum akhirnya mengangguk lalu mengikuti Taemin yang sudah membawa Cheondung berjalan cukup jauh.

@@@
1 tahun kemudian…
        “Akhirnya, kita mendapatkan libur,” seru Baekhyun penuh semangat ketika berjalan bersama Minho menuju lapangan parkir klub sepakbola mereka.
        “Aku tak sabar bertemu ibuku,” ujar Minho menimpali.
        “Salam untuk adikmu ya…” kata Baekhyun sebelum mereka berpisah menuju mobil masing-masing.
        Minho berhenti tepat di belakang mobilnya. “Maksudmu Yong Hwa atau Cheondung?” teriak Minho karena posisi Baekhyun sudah jauh di depannya. Ucapan isengnya hanya mendapatkan tawa dari Baekhyun.

@@@

        Tangan jahil Joon mendarat di kepala Taemin sambil mengacak gemas rambut adiknya itu, lalu menghempaskan diri di kursi yang selalu ia tempati ketika makan. Selama tinggal bersama keluarga Park Jung Soo, Joon memang tidak pernah makan sendiri lagi. Minimal akan ada satu orang yang menemaninya. Untuk pagi ini, hanya ada Hyun Rae dan Taemin.
        “Apa kau tidak pernah bosan melakukan itu?” protes Taemin di tengah acara makannya.
        Joon tampak tak peduli dengan kekesalan adiknya. “Apa yang lain belum turun?”
        “Bukan belum turun, tapi kau yang terlambat turun.”
        “Benarkah?” Joon melirik jam di tangan kirinya, ia memang sedikit terlambat bangun pagi ini. Joon kembali melanjutkan aktivitas makannya. Semakin lama, seperti ada seseorang yang memperhatikan dirinya. Diliriknya Taemin, tapi pemuda itu sama sekali tak berpaling dari piringnya. Lalu Joon melirik Hyun Rae.
        “Ternyata kau tampan.”
        Joon terkejut dan hampir saja tersedak. Apa-apaan ini? Pagi-pagi kakaknya sudah merayu. “Apa aku lebih tampan dari Sungmin?”
        “Tentu saja tidak,” cibir Hyun Rae tegas. Raut wajahnya langsung berubah. “Berapa banyak gadis yang kau kencani sebelum dengan Haesa?” Tanya Hyun Rae dan terdengar sedikit jahil.
        Joon membeku di tempatnya. Lalu menggelengkan kepala samar membuat Hyun Rae berdecak kecewa. “Haesa yang pertama,” ujarnya polos.
        “Kenapa kau bertanya seperti itu?” Tanya Taemin takut-takut.
        Hyun Rae menatap dua adiknya bergantian. “Apa ketiga adik laki-laki ku ini tidak ada yang menjadi playboy? Bahkah Kyuhyun yang justru pernah diduakan oleh Eun Gee.”
        Taemin melebarkan matanya, “dengan siapa?”
        “Donghae,” jawab Hyun Rae singkat.
        Joon terlihat berdiri sambil menenggak air minumnya. “Sudahlah… aku pergi.” Setelah meletakkan kembali gelasnya yang sudah kosong, Joon langsung beranjak dari sana.
        “Kakak… Tunggu…” teriak Taemin membuat Joon terpaksa menghentikan kakinya.
        “Ada apa lagi?” Tanya Joon malas.
        “Aku ingin menumpang ke sekolah.”
        “Aku tidak membawa mobil. Aku janji naik bus dengan Haesa. Tapi kalau kau mau, kau boleh bawa mobilku,” ujar Joon tanpa ingin membuang-buang waktu.
        “Benarkah?”
        “Jangan…” tegas Hyun Rae yang seketika membuat wajah Taemin kembali muram. “Biar aku yang antar.”

@@@

        Minho mengenakan kaca mata hitamnya. Sesekali kepalanya mengangguk mengikuti alunan lagu. Ia memang sangat menikmati liburannya hari ini. Minho juga menyempatkan diri menoleh ke kanan dan ke kiri. Sampai akhirnya, mata Minho berhenti pada seorang gadis yang duduk sendiri di halte bus.
        “Haesa?” seru Minho semangat. Liburannya seolah terasa lengkap karena ia bisa bertemu dengan gadis yang dulu sempat ia pacari selama 2 tahun lebih.
        Minho memperlambat laju mobilnya lalu mulai menepi. Namun sedetik kemudian, Minho membatalkan niatnya. Ia sedikit memukul stir sebelum akhirnya kembali menginjak pedal gas dan melajukan mobilnya sekencang mungkin.

@@@

        Haesa duduk seorang diri di halte bus. Sesekali ia melirik jam tangannya lalu mendengus kesal. Tak lama, ada tangan seseorang yang menjulurkan sebatang coklat tepat di depan wajah gadis itu. Siapa lagi kalau bukan Joon? Tapi Haesa tak mempedulikannya. Pemuda itu tak menyerah. Kali ini ia menunjukkan setangkai buanga mawar putih.
        Haesa berdiri dengan tegas. “Kau…” ia tak melanjutkan ucapannya karena di depan sana tiba-tiba saja ada mobil yang melaju kencang. Masih membekas di ingatan Haesa bahwa mobil itu ingin menepi. “Minho…?” pekik Haesa saat masih bisa melihat mobil tadi. Tapi ia tak antusias untuk mengejar.
        Haesa menghela napas sebelum akhirnya menunduk. Coklat dan bunga. Dua benda yang dibawa oleh Joon untuknya. Tapi ketika menoleh, gadis itu tak menemukan Joon di dekatnya. Justru pemuda itu sudah berjalan cukup jauh darinya. Haesa menyempatkan diri untuk memungut coklat dan bunga tersebut sebelum akhirnya berlari mengejar Joon.
        “Joon…” teriak Haesa sambil berlari.
        Haesa sudah mensejajarkan langkahnya dengan Joon. “Ku pikir kau mengejar Minho,” sindir Joon dengan santai sambil terus berjalan dan menenggelamkan tangan di kedua saku jinsnya.
        “Jika ku tau akhirnya kau seperti ini, lebih baik tadi aku benar-benar mengejar Minho.”
        Joon tersentak lalu berhenti dan menoleh ke arah Haesa. Gadis itu tengah menatapnya tajam. Beberapa saat kemudian, Haesa menghempaskan coklat dan bunga di tangannya lalu berbalik dan segera menjauhi Joon.
        “Haesa…” pekik Joon panic. Namun akhirnya ia tetapa menyusul gadis itu.

@@@

        Memang sudah satu tahun lalu Minho melepaskan Haesa ke tangan Joon. Tapi hingga detik ini, Minho masih sangat sensitive jika menyinggung masalah antara Joon dengan Haesa. Seperti tadi, ketika ia hendak menghampiri Haesa, Joon justru muncul di saat yang tidak tepat menurut Minho. Pemuda ini lebih memilih menghindar dari pada hatinya semakin sakit melihat gadis yang dicintainya bersama pemuda lain.
        Tak jauh di depan sana, ada kerumunan orang-orang yang mengelilingi sesuatu. Entah apa yang membuat Minho justru tertarik untuk turun dan mencari tau apa yang sedang terjadi.
        Mata Minho melebar ketika mendapati sesuatu yang menjadi jawaban. “Ayah…!” pekik Minho yang langsung berlutut di samping pria yang tergeletak dan mengeluarkan darah dari kepalanya. Tanpa pikir panjang, Minho langsung menggotong tubuh Hyukjae dan ia bawa ke dalam mobil sebelum akhirnya ia menuju rumah sakit.
        Sesampainya di sana, Hyukjae segera mendapatkan perawatan. Pantas saja tadi ada sesuatu yang sangat kuat untuk menarik Minho menuju kerumunan. Ternyata ayahnya menjadi korban kecelakaan.
        “Apa tidak ada yang menemanimu pergi?” gumam Minho kecewa ketika menunggu Hyukjae di luar ruangan. Pikirannya melayang kepada Seungho, Heechul, Kibum, Yong Hwa dan Cheondung. “Apa mereka sesibuk itu?”
        Tak lama, dokter Kibum yang tadi merawat ayahnya keluar dari ruangan dan membuat Minho berdiri otomatis.
        “Bagaimana keadaan ayahku?” Tanya Minho khawatir.
        “Ikut aku, kami butuh tambahan darah untuk tuan Hyukjae.”
        Minho mengangguk tanpa pikir panjang dan mengukuti dokter Kibum ke ruangannya. Apapun akan ia lakukan untuk sang ayah.

@@@

        Seungho keluar dari sebuah ruangan sambil memegangi kapas yang menempel di lekukan lengannya. Ia menatap Minho simpatik yang terduduk di ruang tunggu. Pikirannya juga campur aduk dengan apa yang menimpa Minho saat ini.
        Minho berdiri lalu menghela napas cukup berat. “Aku ingin menemui ibu,” ujarnya tanpa menoleh lalu berjalan meninggalkan Seongho yang juga tak sanggup untuk menahan Minho.
        “Kau mau ke mana?” tegur Heechul yang baru datang saat bertemu dengan Minho di koridor rumah sakit.
Minho tak menghiraukan kakaknya yang muncul bersama Kibum. Seolah ia tak mengenal dua orang yang menegurnya barusan. Minho terus berjalan. Kali ini ia sambil mengenakan kacamata hitam untuk menutupi ekspresi di matanya.
Ketika baru saja keluar dari pintu utama rumah sakit, Minho bertemu dengan Cheondung. Respon yang ditunjukkannya pun sama. Ia tetap tak merespon apapun dan tetap pergi meninggalkan Cheondung.
“Minho!” teriak Yong Hwa dan langsung mengejar tepat bersamaan ketika Minho masuk ke dalam mobil dan secepat mungkin pemuda itu meninggalkan area parkiran.
Yong Hwa menggaruk belakang kepalanya. “Apa dia tidak mendengarku?” keluhnya, namun tak membuang waktu untuk segera masuk menemui ayahnya.
Yong Hwa menghentikan langkah ketika melihat Seungho, Heechul, Kibum dan Cheondung sedang berbicara dengan dokter Kibum.
“Aku juga bingung. Nyatanya, memang tidak ada kesamaan DNA antara tuan Hyukjae dan Minho.”
“Pantas saja Minho sama sekali tak mau berbicara denganku,” keluh Seungho setelah mendengar penjelasan lebih rinci dari dokter Kibum.
“Jadi, siapa ayah kandung Minho yang sebenarnya?” Semuanya menoleh ke arah sumber suara, Yong Hwa. Namun, tak ada yang mengetahui jawabannya.
“Kenapa Minho seolah dipermainkan oleh takdir?” tak ada yang sanggup merespon ucapan Seungho.
        Kibum mendekati Seungho dan merangkulnya. “Biar bagaimanapun, Minho tetap adik kita,” hiburnya.

@@@

        Lagi, malam itu Joon menjadi orang terakhir yang bergabung di meja makan. Ia memang pulang telat karena sebelumnya menemani Haesa ke rumah sakit untuk menjenguk Hyukjae.
Tidak seperti tadi pagi, malam ini seluruh anggota keluarga Park lengkap berkumpul. Namun sepertinya beberapa dari mereka sudah menghabiskan setengah makanan sebelum Joon benar-benar duduk untuk bergabung.
        “Apa kau masih menjalin hubungan dengan anak perempuannya Hyukjae?” Tanya Jung Soo yang bisa di pastikan untuk Joon, meski pria ini sama sekali tidak berpaling dari piring makannya.
        Joon meletakkan gelas dengan pelan ke atas meja sebelum menjawab pertanyaan ayahnya. “Aku bukan playboy yang bisa dengan mudah berganti pasangan, ayah,” jelas Joon untuk menyakinkan ayahnya tentang kepribadiannya yang mungkin belum diketahui pula oleh anggota keluarganya yang lain.
        Taemin melirik Joon khawatir, namun tampaknya tidak mudah mempengaruhi pemuda itu. Memang hanya Taemin yang paling mengerti Joon.
        Park Jung Soo masih terlihat sangat santai seolah apa yang ia lontarkan hanya sebatas pertanyaan ringan untuk menemani suasana makan malam. “Aku hanya ingin mengingatkan, siapa itu Hyukjae.”
        Joon melepaskan sendok lalu menghempaskan tubuh ke sandaran kursi sambil menghela napas keras. Taemin sampai menghentikan makannya untuk mengawasi sang kakak.
        “Hyukjae?” ulang Joon. Pemuda itu tersenyum pahit. “Aku justru tinggal bersamanya sampai usia 14 tahun,” ujar Joon seolah mengingatkan masa lalunya.
        Suasana makan malam berubah menegang. Tak terkecuali untuk Soo Ra, Hyun Rae dan Kyuhyun. Hanya Jung Soo seorang yang menikmati makan malamnya. Pria itu juga tak terlalu menanggapi ucapan Joon tadi. Bahkan kini ia telah menyelesaikan makannya lalu meninggalkan meja makan.
        “Ayah!” pekik Joon sebelum ayahnya terlalu jauh meninggalkan meja makan. Jung Soo berhenti. Di saat yang bersamaan, Joon berdiri. “Apa yang ayah khawatirkan adalah status tuan Hyukjae sebagai mantan pembunuh bayaran?”
        “Joon…” desis Soo Ra berusaha menghentikan Joon. Ia justru mendapat tatapan tajam dari salah satu putranya.
        “Ibu… jika ayah membenci tuan Hyukjae, berarti ayah juga harus membenciku. Karena aku juga pernah menjadi pembunuh bayaran. Kalian harus ingat itu,” tegas Joon. Pemuda ini justru mendahului Jung Soo meninggalkan ruang makan keluarga mereka.
        “Anakku baru saja kembali, jadi ku mohon kau tidak membuatnya pergi untuk yang ke dua kalinya,” ujar Soo Ra memperingatkan, namun ia sama sekali tak melirik sedikitpun di mana posisi suaminya berada. Setelah beberapa saat Jung Soo tak merespon apapun, Soo Ra pun mengeluarkan air matanya. Hyun Rae langsung mendekat untuk menenangkan ibunya.

@@@

        Pagi itu, Baekhyun baru saja kembali ke rumah setelah satu jam jogging. Ia dengan santainya melangkah sambil menggunakan earphone di kedua telinganya. Tak lama kemudian, langkahnya terhenti setelah mendapati sebuah mobil yang cukup familiar berhenti tepat di depan pagar rumahnya.
        “Minho?” pekik Baekhyun yang langsung mendekati mobil lalu mengetuk kacanya. “Minho…” panggil Baekhyun lagi.
        Perlahan, kacapun terbuka dan Minho menegakkan badannya.
        “Ternyata benar,” gumam Baekhyun. “Sejak kapan kau di sini? Kenapa kau tidak pulang ke rumahmu?” selidik Baekhyun. Memang tadi pagi ketika ia hendak pergi berolahraga, mobil Minho belum terparkir di sana.
        “Aku tidak pulang semalaman,” lirih Minho.
        “Tapi…” Baekhyun menggantungkan ucapannya karena melihat raut wajah Minho yang seperti menyembunyikan sesuatu. Mungkin tentang Haesa, atau tentang yang lain. Tapi yang pasti, ia memang cukup banyak tau tentang Minho dan keluarganya.
        “Yasudah… kau istirahat saja dulu di rumahku,” ajak Baekhyun khawatir dengan temannya itu. Minho pun tak menolak, karena memang itu yang ia butuhkan saat ini.

@@@

        Kibum yang baru saja keluar kamar, langsung menuju ruang makan dan bergabung dengan Haesa untuk sarapan. Memang hanya ada gadis itu di meja makan.
        “Apa ibu sudah pergi?”
        Haesa menelan makanannya sebelum menjawab pertanyaan kakaknya. “Kau lupa? Bahkan ibu sampai tidak pulang tadi malam.”
        Kibum duduk di hadapan adiknya. “Malam ini kau menginap saja di rumah Cheondung.,” ujar Kibum. Ada sedikit rasa bersalah di sana. “Aku dan Yong Hwa mungkin baru akan kembali besok bagi.”
        Haesa mendongakkan kepala untuk menatap kakaknya. “Kalau begitu aku di rumah sakit saja. Cheondung juga akan menginap di sana.”
        “Cheondung?” Kibum mengulangi ucapan Haesa. “Kenapa harus dia lagi? Lagi pula, bukankah Minho sedang mendapatkan libur? Apa dia tidak mau menemani ayah…” Kibum tak melanjutkan ucapannya.
        “Bahkan Seungho saja tidak tau di mana Minho berada saat ini,” kata Haesa yang tak menyadari gelagat aneh dari Kibum. “Aku pergi sekarang. Ku rasa Joon sudah menungguku,” pamit Haesa tanpa menunggu respon dari Kibum.
        Kibum sendiri masih dalam keterpakuan. Bagaimana tidak, ia bahkan mengetahui berita tentang Minho dan Hyukjae. Mereka memang sengaja merahasiakan semua ini dari Haesa. Bukan ingin berniat jahat, mereka hanya ingin menjaga perasaan Haesa. Apa jadinya jika gadis itu mengetahui bahwa ia dan Minho ternyata bukan saudara.
        Kibum buru-buru mengeluarkan ponselnya untuk mengontak Seungho. “Apa kau tidak tau di mana Minho sekarang?” tegur Kibum setelah mendapat jawaban dari Seungho.
        “Ku rasa Minho menghindar,” ujar Seungho berat. “Dan aku tidak tau di mana ia sekarang.”

@@@

        “Kenapa akhir-akhir ini kau sering bangun lebih siang?” tegur Taemin bahkan sebelum Joon sampai di meja makan. Hanya tersisa Taemin pagi itu.
        Joon menghempaskan tubuhnya dengan kasar di kursi lalu menghela napas berat. “Kenapa kau belum berangkat? Kau sudah selesai sarapan, kan?” Joon balas bertanya.
        “Kau belum jawab pertanyaanku?” protes Taemin karena pertanyaannya tak di respon.
        Joon belum langsung menjawab. Ia menyendokkan makanan ke dalam piringnya. “Apa kau mempermasalahkan aku berpacaran dengan Haesa?” Tanya Joon penuh harap.
        “Jika kau menyakitinya, itu yang ku permasalahkan,” ujar Taemin santai, lalu menenggak sisa air minum di gelasnya. Ucapan Taemin membuat Joon bisa bernapas lega. Setidaknya, masih ada anggota keluarganya yang lain yang masih mendukung hubungannya dengan Haesa. “Apa kau sedang bermasalah dengannya?” selidik Taemin.
        Joon mengunyah makanannya lambat-lambat sambil sedikit berfikir. Ia melirik Taemin. “Entahlah,” Joon mengangkat bahu sebagai tanda masih ada yang ia bingungkan. “Masih ada sosok Minho dibelakang kami. Dan…” Joon menggantungkan ucapannya.
        Taemin menyandarkan badannya seolah mengetahui hal lain yang mengganjal di hati kakaknya itu. “Sudahlah… ayah hanya belum memahami siapa dirimu.”
        Joon memaksakan senyumnya ketika mendengar ucapan Taemin. Sejak ia kembali ke rumah ini hingga sekarang, memang hanya Taemin yang sangat mengerti dan perhatian terhadapnya. “Ku rasa hanya kau yang benar-benar memahami diriku di rumah ini,” pujian Joon membuat Taemin tersenyum malu.
        “Hanya kau yang bisa membuatku merasakan memliki kakak laki-laki sebenarnya.”
        Mata Joon melebar seketika. “Lalu selama ini kau anggap Kyuhyun apa?”
        “Dia juga kakak laki-lakiku,” ralat Taemin. “Tapi kehidupanmu lebih menantang menurutku. Tidak pernah sekalipun Kyuhyun berselisih paham dengan ayah.”
        “Kau adikku yang hebat,” Joon balas memuji Taemin diiringi tangan jahilnya yang selalu mendarat di kepala Taemin untuk mengacak rambutnya. Dan ketika Taemin memprotes akibat perbuatannya, Joon hanya akan tersenyum. Karena menurutnya, itu sangat menyenangkan.

@@@

        Seperti hari-hari sebelumnya. Kini Haesa juga menunggu Joon di halte tempat biasa mereka bertemu. Meski hanya ketika dalam perjalanan saja mereka bisa bersama, baik Haesa maupun Joon tidak akan menyia-nyiakan waktu kebersamaan mereka. Tapi nampaknya Haesa sedikit diselimuti kegelisahan pagi ini. Ia menunggu dengan cemas.
        “Lama menunggu?”
        Haesa tersentak mendengar suara seseorang dan langsung membuatnya berdiri lalu menatap orang yang kini sudah berdiri di hadapannya. Di saat yang bersamaan, bus yang akan mereka tumpangi pun tiba. Gadis itu langsung saja menyambar tangan Joon. “Ayo pergi,” ajaknya sambil menarik tangan Joon.
        Mereka duduk di kursi yang berada sedikit lebih belakang. Haesa sama sekali tak melepaskan genggaman tangannya terhadap tangan Joon, namun tatapan gadis itu bukan untuk kekasihnya, melainkan memandangn hampa ke luar jendela.
        “Kau kenapa?” bisik Joon yang cukup mencurigai sikap aneh yang ditunjukkan Haesa pagi ini.
        “Ku mohon jangan memprotes apapun yang aku lakukan padamu hari ini,” pinta Haesa tanpa sedikitpun mengalihkan pandangannya.
        Joon menatap khawatir kekasihnya itu, “kau sakit?”
        Haesa menahan tangan Joon ketika dirasakan tangan kekasihnya itu bergerak. Bisa dipastikan Joon ingin memeriksan suhu tubuh Haesa melalui kening gadis itu. Haesa melirik Joon dengan tatapan sedikit merasa bersalah. Gadis itu juga tak berkata apa-apa. Yang bisa ia lakukan adalah menyandarkan kepalanya ke pundak Joon.
        ‘Apa ada hubungannya dengan Minho?’ pikir Joon. ‘Tidak mungkin,’ Joon menggeleng untuk menghilangkan pikiran-pikiran jeleknya terhadap Minho.

@@@

        Haesa kembali ke dapur dengn posisi ponsel masih ditempelkan di telinganya. “Kau bahkan baru menelponku satu jam yang lalu, dan sekarang kau menelpon lagi? Apa tidak ada kerjaan lain yang bisa kau lakukan,” cecar Haesa bertubi-tubi.
        “Aku hanya ingin memastikan keadaanmu,” di tempat berbeda, Kibum nampak membela diri.
Sementara Yong Hwa yang sejak tadi duduk di samping Kibum hanya menggelengkan kepala melihat sikap protektif Kibum terhadap Haesa. Baru sama adik saja sikapnya seperti itu, bagaimana terhadap kekasihnya kelak? Pikir Yong Hwa.
        Di lain tempat, Cheondung hanya menahan tawa ketika Haesa masuk ke dalam ruangannya dengan raut wajah cemberut dan melemparkan badan di kursi yang berseberangan dengan Cheondung. “Sudahlah… berhenti menelponku jika hanya ingin menanyakan hal yang tidak terlalu penting. Lebih baik kau membersihkan pakaian Yong Hwa,” Haesa memutuskan sambungan telpon secara sepihak.
        Cheondung sampai harus menutup mulut agar tawanya tidak sampai pecah. “Apa itu Kibum?”
        Haesa menatap Cheondung tajam. “Apa kau pikir ini telpon dari Heechul? Atau Seungho?” cibir Haesa masih dengan rasa kesalnya.
        “Lebih baik kau memasakkan sesuatu untukku,” kata Cheondung berusaha mengalihkan masalah Haesa.
        Haesa meletakkan ponsel di meja kerja Cheondung dengan kasar, lalu bangkit dan tanpa protes, ia akan mengabulkan permintaan Cheondung.

@@@

        “Takdir seolah mempermainkanku!”
        Baekhyun hanya bisa terdiam mendengar cerita Minho. Dari nada biacara saja bisa dipastikan Minho benar-benar terpuruk dan dalam kekecewaan yang amat sangat besar. Bukan karena seseorang, tapi karena takdir yang seolah mempermainkannya.
        “Maaf, aku tidak bermaksud melibatkanmu dalam permasalahanku,” lirih Minho merasa bersalah.
        Baekhyun menatap sahabat yang duduk di seberangnya. Ia melihat Minho tertunduk dan hanya menatap hampa ke gelas dihadapannya.
        “Apa aku harus merebut Haesa kembali dari Joon?”
        Ini yang ia takutkan dari seorang Minho yang tengah putus asa. “Apa kemarin Joon merebut Haesa darimu?” desis Baekhyun tajam, seolah mengingatkan Minho bahwa Joon tidak sedikitpun berniat memisahkan Haesa darinya.
        Minho diam tak menjawab. Itu artinya, ia membenarkan ucapan Bakhyun.
        “Kurasa Joon tidak akan mendekati Haesa jika dari awal ia tau kau dan Haesa berpacaran, bukan akhirnya hanya sebagai saudara sebelum ini.”
        Minho menghela napas berat sambil menyandarkan badannya di sandaran kursi. “Kenapa ibuku tak mengatakan dari awal bahwa aku bukan anak kandung Hyukjae?” tegas Minho lagi yang sedetik kemudian kembali menyesal telah melampiaskan emosinya ke Baekhyun yang sama sekali tak bersalah.
        “Apa kau keberatan jika kau ku ajak pergi untuk sekedar melupakan masalah ini walau untuk sesaat?” tawar Baekhyun. Ia tidak bisa bersikap egois untuk menghadapi kondisi Minho saat ini.
        Minho berpikir cukup lama. Sampai akhirnya ia mengangguk samar. “Ku rasa tidak ada salahnya.”
        “Kita pergi ke tempat Sehun,” putus Baekhyun sebelum akhirnya menyeret Minho untuk bersiap-siap.

@@@

        “Apa jadwal kita setelah ini?” Tanya Yong Hwa sebelum menenggak minuman kaleng di tangannya. Merasa tak mendapat respon, Yong Hwa melirik dan mengawasi Kibum yang duduk di sampingnya.
Pemuda itu sejak tadi hanya memandangi layar laptop di pangkuannya. Yong Hwa menatap Kibum khawatir karena yang dilihatnya bukanlah jadwal kegiatan band yang ia menejeri, melainkan foto yang terpampang pada layar laptopnya. Foto keluarga barunya, Seungho, Heechul, Minho, Yong Hwa dan Cheondung.
        “Aku ingin sekali Minho, bahkan siapapun itu tidak mengetahui bahwa Minho bukanlah anak kandung ayah.”
        Kibum masih tak merespon. Namun sedetik kemudian, ia menghela napas. Lelah dengan kenyataan yang ada. Harus kembali ada yang kalah dan tersakiti.
        Kibum melirik Yong Hwa penuh arti, “siapa menurutmu yang lebih pantas untuk Haesa?”
        Yong Hwa tersenyum sebelum menjawab pertanyaan ajaib yang keluar dari mulut Kibum. “Kau aneh. Melontarkan pertanyaan seperti itu padaku,” ujarnya lalu kembali menenggak isi minuman kalengnya. “Apa kau akan menghubungi Haesa lagi?” protes Yong Hwa ketika melihat Kibum mengeluarkan ponselnya.
        “Apa kau tidak mengkhawatirkan kondisi Haesa dan Minho yang seperti ini?” balas Kibum tegas.
        “Apa aku harus menunjukkan sikap sepertimu sebagai tanda aku juga mengkhawatirkan mereka?” seru Yong Hwa tak mau kalah. Dengan sigap ia merebut ponsel Kibum sebelum kakaknya itu sempat menghubungi Haesa. Yong Hwa tetap mengawasi Kibum yang terdiam. “Apa jadwal kita setelah ini?” tegur Yong Hwa lembut sebagai tanda bahwa masih banyak yang harus mereka lakukan selain memikirkan hubungan antara Minho dan Haesa serta Joon nantinya.
        Kibum membuka beberapa folder di laptopnya. “Sekarang jadwal kosong. Empat jam lagi kita baru melakukan gladi resik untuk acara nanti malam,” kata Kibum meski terdengar tidak semangat. Tapi ia harus tetap menjalankan kewajibannya sebagai menejer band yang digawangi Yong Hwa.
        Yong Hwa menatap berkeliling. Di sudut ruangan ia menemukan Geun Suk yang tertidur di sofa. Hongki dan Jung Shin juga melakukan kegiatan yang sama tertidur di bawah sofa. “Aku bosan jika hanya diam di sini menunggu empat jam lagi.”
        Kibum melirik Yong Hwa yang telah berdiri dan menatap adiknya penuh Tanya. “Kau mau ke mana?”
        “Jalan-jalan…” ucap Yong Hwa singkat, namun baru beberapa langkah ia berhenti dan berbalik. “Kau mau ikut atau tidak?” tegasnya kepada Kibum yang masih duduk di tempatnya.
        “Iya iya aku ikut,” seru Kibum yang langsung mengejar Yong Hwa.

@@@

Tidak ada komentar:

Posting Komentar