Jumat, 24 Mei 2013

ONE PLACE IN YOU’RE HEART (part 2)



Author              : Annisa Pamungkas
Main Cast          :
·        L (Infinite) as Choi Myungso
·        Siwan (Ze:a) as Kim Siwan
Original Cast     :
·        Park Yoo Ra
Support Cast     :
·        Micky (JYJ) as Park Yoochun (kakak Yoo Ra)
·        Thunder (Mblaq) as Lee Cheondung (kakak Siwan)
·        G-Dragon (Big Bang) as Choi Ji Young (kakak Myungso)
Genre               : Romance
Length              : Two Shoot (2/2) end

@@@

Review part 1 : intinya kemaren Yoo Ra dan Myungso sama-sama kagak mau cerai. Lalu Myungso berniat ngajak Yoo Ra liburan. Tokyo? London? New York? Paris? *udah kayak lagunya Oppa-Oppa nya EunHae SuJu* (lupakan)…

Dan tempat beruntung yang author pilih adalah… *backsound : Heechul gebukin drum di belakang panggung*… PARIS… yeay… itu juga author nanya dulu sama salah satu reader setia author yang request FF ini…

@@@

@Charles de Gaulle Airport-Paris
        Perlahan sudut bibirku membentuk senyum saat menapakkan kaki di Paris. Aku menunggu Myungso yang sedang mengurus sesuatu. Hmm… Paris. Saat aku duduk di kursi tunggu, aku segera berdiri. Tunggu dulu. Kenapa Paris? Dan kenapa aku baru menyadari, Paris? Ini kota impianku bersama Siwan. Astaga, apa Tuhan belum mengijinkan aku menghapus bayang-bayang Siwan di memori otakku.
        “Kau kenapa?”
        Aku terlonjak saat suara lembut Myungso mengalun di telingaku. “Tidak,” aku mengelak. “Ayo pergi,” ajakku yang tanpa sadar menggamit lengan Myungso membuat pemuda itu menatapku. Aku yang tersadar, segera melepaskan tanganku.
        “Kenapa hanya tangan?”
        Aku menatapnya penuh Tanya.
        Myungso tersenyum. Entah kenapa senyuman itu mampu membuatku tenang dan nyaman berada di sampingnya. “Semua bagian tubuhku milikmu,” ujarnya jahil sambil mengerling nakal padaku.
        “Ya!” jeritku. Bukannya tak suka, tapi ini di tempat umum dan dia berani menggodaku.

@@@

Yoo Ra PoV
        Hari ke tiga kami di Paris. Aku menyodorkan segelas teh hangat pada Myungso. “Bukankah Ji Young oppa juga sedang ada bisnis di sini?”
        Raut wajah Myungso langsung berubah cemberut. “Harusnya kita tidak ke Paris,” sesalnya.
        Aku menertawai wajah lucu Myungso yang sedang kesal karena Ji Young oppa memaksanya untuk datang ke sebuah rapat perusahaan keluarga Choi yang baru merintis di kota ini.
        “Kita hanya di ganggu satu hari saja. Setelah itu, kita bisa menikmati liburan kita,” kataku untuk membuatnya tenang.
        “Lalu kau?”
        Aku tersenyum karena dia sangat mengkhawatirkanku. “Aku akan berjalan-jalan sendiri.”
        Setelah perdebatan panjang, akhirnya Myungso mengalah dan aku bisa berjalan-jalan mengelilingi kota Paris meski harus seorang diri.

@@@

Siwan PoV
      Akhirnya aku berhasil kabur dari rapat menyebalkan itu. Dan sekarang aku sangat lelah. Napasku belum teratur setelah berlari cukup jauh. Akhirnya aku lebih memilih jalan-jalan sendiri. Sampai-sampai aku tak sadar jika ini sudah jam tiga sore.
        Aku tidak pernah tahu kenapa tiap kali melirik arlojiku, aku selalu mendapati jarum jam jatuh tepat pada angka tiga. Itu sudah terjadi selama setahun terakhir. Lalu ketika di waktu yang hampir bersamaan aku selalu menyempatkan diri melihat ke dalam sebuah café yang tanpa sengaja aku lalui. Jika waktunya memungkinkan, aku akan mampir sebentar. Seperti ada yang aku cari, tapi aku tidak tahu apa itu.
        Tak lama setelah itu, aku menyadari ada sebuah keramaian tak jauh di depanku. Mungkin ada penampilan pengamen jalanan, tapi aku tak mendengar suara music sama sekali.
        Entah dari mana rasa penasaranku muncul. Aku segera melesat dan menyeruak sampai aku menemukan sesuatu yang menjadi pusat perhatian. Seorang gadis yang memiliki wajah Asia. Langsung saja aku mendekat dan membawanya pergi.
        Kembali aku merasakan ada yang aneh dari diriku. Aku membawa gadis yang pingsan itu ke apartmenku. Wajahnya sangat asing, namun aku sangat simpatik terhadapnya. Mungkin karena kami sama-sama orang Asia dan orang Korea juga, mungkin.
        Sampai akhirnya gadis itu mulai mengerjap-ngerjap dan perlahan membuka mata. “Kau baik-baik saja?”

@@@

Yoo Ra PoV
      “Kau baik-baik saja?”
        Aku berusaha beradaptasi dengan cahaya sekitar. Kepalaku pusing. Tapi aku tenang karena kini aku sudah tidak ada di pinggir jalan. Mungkin Myungso sudah menemukanku. Tunggu dulu. Ada yang aneh dengan suaranya. Itu bukan suara Myungso. Aku memaksakan diri untuk membuka mataku meski masih sedikit pusing.
        “Kau baik-baik saja?” ulang pemuda itu yang membuat mataku terbelalak seketika.
        “Siwan!” jeritku dan tanpa sadar kini aku sudah memeluknya erat. Tangisku pecah seketika. Inikah jawaban atas semua penantian panjangku selama setahun ini?
       
@@@

Siwan PoV
      Aku tersentak karena tiba-tiba gadis itu sudah memelukku. Apa-apaan ini? Tolong lepaskan. Tunggu dulu, tapi kenapa aku tak sanggup melakukan itu.
        Gadis itu kini menatapku. Ayo katakan sesuatu. Aku sudah tidak bisa bertindak apapun selain menatapnya asing.
        “Siwan kau melupakanku?”
        Deg! Seperti ada jutaan batu membentur kepalaku. Akh, kepalaku sakit. Tapi aku tetap memaksakan diri untuk menatapnya. Memikirkan, apakah kami pernah bertemu sebelum ini?
        “Aku Yoo Ra, Park Yoo Ra. Kau tidak mungkin melupakanku, kan?” gadis itu menatapku tak percaya. “Siwan, aku menunggumu di café itu tepat jam tiga sore, tapi kau tak datang. Kau ke mana, Siwan?”
        “Akh!” aku menjerit sambil memegangi kepala. Nama itu. Kenapa rasanya sangat tidak asing. Tapi aku yakin belum pernah bertemu dengannya sebelum ini.
        Otakku seperti memutar sebuah film. Di mana seorang pemuda yang dengan semangat ke luar dari rumah sambil membawa seikat bunga. Pemuda itu tampak sangat bahagia. Beberapa kali ia melirik jam tangannya. Sudah hampir menunjukkan pukul tiga sore.
        Sambil setengah berlari, pemuda itu menyeberang jalan. Lalu tiba-tiba ada beberapa orang yang menghalangi langkahnya. Pemuda itu dipukuli hingga babak belur. Di seberang sana ada sebuah café. Pemuda itu menatap nanar café yang hanya berjarak beberapa meter saja dari tempatnya berada. Ia melihat seorang pemuda masuk. Wajahnya sangat mirip dengan Myungso.
        Sementara itu, pemuda tadi sempat melihat seorang pemuda tak jauh di belakang orang-orang yang menghajarnya. Orang itu adalah Yoochun, pemuda tadi mengenalnya sebagai kakak dari gadis yang ia cintai. Pemuda yang tak lama setelah itu jatuh pingsan adalah Siwan.

@@@

        Saat membuka mata, aku langsung tersentak karena berada di tempat yang asing bagiku. Aku terbaring di sofa panjang, dan ada seorang gadis yang duduk di lantai, namun tertidur di sampingku.
        “Yoo Ra, bangun,” kataku lembut sambil mengguncang tubuhnya pelan. “Kita ada di mana?” tanyaku bingung, namun ku lihat dia menatapku dua kali lebih bingung. Aku langsung bangkit menuju jendela. Aku yang terkejut dengan apa yang ku lihat, menara Eifel. Lalu aku menoleh ke belakang tempat Yoo Ra berada. “Paris? Sejak kapan kita di sini?”
        Yoo Ra masih diam.
        Kali ini aku mencari cermin. Aku seperti orang gila dan histeris menatap wajahku sendiri. Wajahku tidak ada yang berubah. Bahkan aku terlihat tampan dari sebelumnya. Bukan ingin memuji diriku sendiri, tapi aku yakin, beberapa menit yang lalu aku masih berada di Korea dan baru saja di hajar oleh beberapa orang yang tidak ku kenal.
        Aku duduk di hadapan Yoo Ra dan memegang ke dua bahu gadis itu. “Yoo Ra katakan padaku apa yang terjadi. Bukankah kita akan bertemu di café jam tiga sore? Dan mana orang-orang yang menghajarku?”
        “Kau tidak datang,” ujar Yoo Ra lirih.
        “Tapi aku sudah datang. Aku bahkan sudah setengah jalan ketika menyebrang, dan aku…” nada suaraku sedikit berubah. Aku sangat berat mengatakan jika orang-orang itu adalah suruhan dari…
        “Siwan!” pekik seseorang yang tiba-tiba menyeruak masuk ke dalam apartmenku.
        Aku berdiri dan hanya menatap datar kakakku yang masih terengah-engah. “Cheondung hyung? Kau? Hyung, kenapa kita di sini? Bukankah hyung masih kuliah di London?” cecarku.
        Cheondung belum menjawab pertanyaanku. Ku lihat dia melangkah mendekat. “Aku sudah lulus kuliah hampir setengah tahun yang lalu. Kau lupa?”
        Aku bukan lupa, tapi aku benar-benar tidak tahu itu. Saat mataku mendapati kalender di belakang Cheondung, mataku membulat lebar. Kenapa yang terpajang adalah kalender baru. Ini bahkan belum akhir tahun.
        “Apa ingatanmu telah kembali?”
        Jadi, selama setahun ini aku hilang ingatan? Aku termundur beberapa langkah dan langsung membanting tubuhku di atas sofa. “Akh!” aku kembali menjerit karena kepalaku sangat sakit.
        “Siwan!” aku mendengar suara Yoo Ra, dan gadis itu menyentuh pundakku dengan sangat panic. Ia berusaha menenangkanku. Dan ku rasa itu cukup ampuh. Rasa sakit di kepalaku sedikit mereda.
        “Jadi, aku tidak datang?” tanyaku menyesal.
        Yoo Ra tak menjawab. Perlahan air matanya jatuh dan sontak membuatku menariknya ke dalam pelukanku.

@@@

Myungso PoV
      Berkali-kali aku menghubungi ponsel Yoo Ra, tapi ia sama sekali tak menjawab. Mataku juga menyapu jalanan yang ku lewati melalui kaca mobil.
        “Myungso, maafkan aku.”
        Aku tak menghiraukan ucapan Ji Young hyung yang tengah menyetir saat ini. Yang ku pikirkan saat ini adalah Yoo Ra. Ini sudah malam, tapi Yoo Ra belum kembali. Aku tidak tahu di mana dia sekarang.
        “Bagaimana kalau kita mencari ke rumah sakit?”
        Aku melotot ke arah Ji Young hyung yang seenaknya saja memberikan saran. Yoo Ra tidak mungkin menjadi korban kecelakaan. Aku tidak akan membiarkan itu. Tapi, jika itu benar terjadi? Itu tidak… akh, Yoo Ra kau di mana?
        Sampai detik ini aku masih mencoba menghubungi nomornya.

@@@

Yoo Ra PoV
      Aku lega karena ternyata Siwan baik-baik saja. Bahkan kini pemuda itu sudah ada di hadapanku. Ada dua hal yang baru ku ketahui tadi. Pertama, Siwan dan Cheondung saudara tiri, itu artinya selama ini Siwan tidak mengaku padaku kalau dia adalah anak orang kaya. Bahkan kakakku sangat terobsesi mengenalkanku pada Cheondung. Ke dua, ternyata Siwan mengalami hilang ingatan, dan penyebab utama dia mengalami itu adalah karena kakakku, Park Yoochun yang gila harta itu. Aku hampir gila memikirkan ini semua.
        “Kau kenapa?” Siwan menegur karena aku tak juga menyentuh makananku. “Kau sakit?”
        Aku menggeleng, namun hanya sesaat aku bisa menyembunyikannya karena setelah itu aku merasakan kepalaku sakit dan aku kehilangan kesadaranku.

@@@

Myungso PoV
        Aku terpaksa mengikuti ide gila kakakku untuk mencari Yoo Ra di rumah sakit. Mungkin karena aku sudah sangat frustasi karena sama sekali belum bisa menemukan Yoo Ra.
        Ji Young hyung sudah melangkah semakin jauh, namun langkahku justru tertahan karena di ujung sana aku melihat seseorang yang baru keluar dari dalam sebuah ruangan dan kini dia melangkah ke arahku.
        Pemuda itu tertunduk. Seperti terjadi sesuatu padanya. Aku semakin menegang karena wajah pemuda itu semakin jelas di mataku.
        “Siwan?” kataku pelan dan tak ku sangka pemuda itu menoleh. Dia benar Siwan.
        “Myungso?” ujarnya yang tak kalah terkejut sepertiku. Tapi sedetik kemudian, ia kembali menoleh dan melanjutkan langkahnya.
        Tanpa pikir panjang, aku mengikuti langkah Siwan. Aku tak menyangka bisa bertemu dengannya di tempat seperti ini. Terlebih dia juga ada di Paris.
        “Siwan, kau ke mana saja selama ini?”
        Siwan akhirnya menghentikan langkah, tapi aku baru sadar jika kami sudah di pinggir jalan. Jantungku berdebar-debar saat Siwan menoleh.
        “Kau ingat kekasihku yang bernama Yoo Ra?”
        Bagaimana mungkin aku lupa, bahkan Yoo Ra sekarang sudah menjadi istriku.
        “Jika kau bertemu dengannya, jangan pernah mendekatinya. Dia sudah berubah. Aku juga sudah tidak mencintainya lagi.”
        Siwan hampir pergi, namun aku dengan cepat menahannya. “Apa maksudmu?”
        “Yoo Ra bukan gadis baik-baik. Dia hamil. Dan aku tidak tahu siapa yang melakukan itu padanya.”
        Tiba-tiba saja ada petir yang menyambar hatiku. Yoo Ra hamil? Siapa yang telah… kesadaranku kembali seketika saat mendengar suara benturan benda dari arah jalan raya.
        “Siwan!” jeritku histeris dan langsung berlari ke arah tubuh Siwan yang sudah tergeletak di jalanan. Aku membawa kepala Siwan ke dalam pangkuanku. “Siwan maafkan aku. Yoo Ra gadis baik-baik. Tidak seperti yang kau pikirkan. Dia hamil karena dia sudah menikah.”
        Aku sadar Siwan terkejut mendengar ucapanku. Lalu aku menoleh dan mendapati Yoo Ra sudah berlutut di samping Siwan. Ia membekap mulutnya dan menangis mendapati kondisi Siwan yang sudah berlumuran darah.
        “Jika aku tahu keberadaanmu, aku tidak akan menikah dengan Yoo Ra. Aku pasti akan mengembalikan Yoo Ra padamu. Jika Yoo Ra hamil, itu pasti karenaku,” sesalku.
        Siwan tersenyum. “Apa setelah ini kau mau mengembalikan Yoo Ra padaku?”
        Aku tersentak mendengar pertanyaan Siwan. Aku juga tidak tahu bagaimana harus menjawabnya.
        “Ku mohon maafkan oppaku. Aku tahu kalau dia yang telah menyebabkan dirimu menderita selama ini.”
Pengakuan Yoo Ra tak kalah mengejutkan untukku. Dan setelah ini aku yakin, laki-laki gila harta itu pasti menyesal karena ternyata Siwan adalah anak orang kaya. Bahkan tuan Seulong, ayah tiri Siwan lebih kaya dari ayahku.
        Ini kenyataan pahit yang harus ku terima dan aku juga telah menata hatiku ketika momen ini benar-benar terjadi. Siwan membohongi dirinya saat ia mengaku telah membenci Yoo Ra. Terlihat ketika Siwan mengusap lembut pipi Yoo Ra yang dibanjiri air mata. Jujur, hatiku sakit melihatnya.
        Siwan sama sekali tak merespon ucapan Yoo Ra. ia hanya tersenyum, lalu melirik padaku. Cepat-cepat aku menggerakkan tubuhku untuk mengangkat Siwan. “Kau harus segera mendapat perawatan.” Tapi Siwan seperti mencegahku.
        “Percuma. Aku hanya ingin kau jaga Yoo Ra seperti kau menjaga persahabatan kita selama ini.”
        “Tapi…”
        Siwan menyelak ucapanku. “Semua sudah terjadi. Takdir tidak akan bisa di ubah.”
        Tangan dan tubuhku melemas seketika. Air mataku mengalir beriringan dengan tangisan yang ke luar dari mulut Yoo Ra.

@@@

Tujuh tahun setelah itu. Dan aku kembali ke sini. Paris. Tempat aku terakhir kali bertemu dengan Siwan. Tapi kini suasananya sangat berbeda. Yoochun hyung masih tetap mengutamakan perusahaannya. Tapi dia sudah tidak akan pernah terobesesi mengenalkan Yoo Ra pada pria yang lebih kaya dariku. Jika itu terjadi, aku yang akan menendangnya menjadi gelandangan. Jelas saja ia sangat takut dengan ancaman itu.
        Tapi yang terpenting, kini aku dan Yoo Ra hidup bahagia dengan seorang anak laki-laki, buah cinta kami. Tentu saja saat itu Yoo Ra hamil anakku.
        “Ayah!”
        Aku tersentak mendengar suara jeritan anakku yang sepertinya ketakutan. Aku menunduk dan mendapatinya menggapai-gapai tubuhku dan meminta di gendong. Akupun mengangkat tubuhnya yang semakin bertumbuh tinggi itu.
        “Kau kenapa?”
        “Itu…” dia menunjuk makam di hadapan kami sambil menangis. “Kenapa namaku ada di sana. Aku belum mati kan, yah?”
        Aku dan Yoo Ra menertawai sikap lucu anak kami. Makam tersebut adalah makam Siwan. Nyawanya tak bisa tertolong meski aku telah bersusah payah membawanya ke rumah sakit. Dan kami sepakat menamai anak kami ‘Siwan’. Tapi sepertinya Siwan kecilku salah paham.
        “Kau kan Choi Siwan, dan orang itu namanya Kim Siwan,” jelasku berusaha memberi pengertian padanya. Jelas saja aku akan membedakan marga mereka karena Siwan kecil anakku.
        Siwan kecil akhirnya mengangguk namun masih sedikit sesegukan. “Apa paman itu orang yang tampan?”
        Aku dan Yoo Ra kembali menertawai pertanyaan unik yang tercetus dari bibir mungilnya.
        “Kau Siwanku yang paling tampan,” kataku menghibur.
        “Tapi menurutku, Choi Myungso yang lebih tampan.”
        Aku menatap istriku yang telah berhasil membuat wajahku bersemu merah.
        “Apa tidak ada yang mengatakan aku tampan?”
        Kami semua menoleh dan terkejut. Tentu saja kecuali Siwan kecilku. Seorang pemuda tampan dan mengenakan pakaian serba putih. Wajahnya sangat tampan dan bercahaya.
        “Siwan?” aku dan Yoo Ra memekik bersamaan.
        “Ayah, ibu, aku di sini?”
        Aku menghela napas. Agak sedikit membingungkan berada di tengah-tengah dua orang yang memiliki nama ‘Siwan’. Dan itu membuat anakku kembali salah paham.
        “Apa kau anaknya Myungso dan Yoo Ra?”
        Siwan kecil mengangguk menjawab pertanyaan Siwan.
        “Siapa namamu?”
        “Siwan.”
        “Namaku juga Siwan, tapi aku Kim Siwan.”
        Aku menunggu reaksi anakku karena kini Siwan kecil kembali menatap makam Siwan. Lalu ia melirik Siwan dihadapannya. “Itu kau?”
        “Huwaaa! Hantu!” teriak Siwan kecil ketika Siwan mengangguk. Kini aku harus bekerja keras untuk membuat anakku tenang.
        “Apa kau bilang? Hantu?” Siwan tampak tak terima dengan ucapan anakku. Lalu ia melirikku dan Yoo Ra bergantian dan menunjukkan wajah kesalnya. “Apa kalian tidak mengajarkan pada anakmu perbedaan antara hantu dan malaikat sepertiku?” omelnya yang tak terima dengan perkataan Siwan kecil. Namun anakku justru semakin deras menangis.
        “Kau membuat anakku menangis!” tegur Yoo Ra dan kali ini Siwan bungkam karenanya.

@­_E_N_D_@

Akhirnya end… thanks buat readers yang udah baca, terutama reader setiaku yang udah request FF ini. Dan maaf sekali lagi kalau jalan cerita kesannya banyak yang di skip… apalagi pas Siwan muncul. Kesannya jadi sedikit gak jelas. Fantasi yang gagal. Sekali lagi author minta maaf.

Intinya : takdir memang tidak bisa di ubah. Yoo Ra di takdirkan untuk tetap bersama Myungso dan nyawa Siwan tidak bisa tertolong karena kecelakaan yang menimpanya. Kolaborasi antara happy dan sad ending.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar