Jumat, 24 Mei 2013

ONE PLACE IN YOU’RE HEART (part 1)



Author              : Annisa Pamungkas
Main Cast          :
·        L (Infinite) as Choi Myungso
·        Siwan (Ze:a) as Kim Siwan
Original Cast     :
·        Park Yoo Ra
Support Cast     :
·        Micky (JYJ) as Park Yoochun
·        Thunder (Mblaq) as Lee Cheondung
·        Seulong (2AM) as Lee Seulong
Genre               : Romance
Length              : Two Shoot (1/2)

@@@

        Tadinya cast di FF ini mau pake CN BLUE, tapi berhubung dapet permintaah dari reader setia author, main castnya minta di ganti sama L Infinite. Tapi it’s oke. Siapapun cast-nya, semoga para reader bisa menikmati. Anggap aja ini FF persembahan author buat para readers.

@@@

        “Yoo Ra, tunggu,” Siwan menghentikan langkah seorang gadis yang sudah berdiri di depan pagar rumahnya. Ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal ketika gadis itu telah berbalik. Itu hanya untuk mengalihkan ekspresi wajahnya yang gugup. “Aku mencintaimu,” ujar Siwan setelah mengumpulkan keberanian.
        Gadis itu malah tertawa menanggapinya. “Kau sudah mengatakan itu puluhan kali hari ini.”
        Siwan ikut menertawai sikap bodohnya. “Lalu, apa kau mau menikah denganku suatu hari nanti?” Tanya Siwan gugup. Dan kegugupannya bertambah ketika Yoo Ra mendekatinya. Lalu, chu~… Yoo Ra mengecup kilat pipi Siwan.
        “Besokpun aku mau menikah denganmu,” tantang Yoo Ra dengan senyuman menggoda, lalu berbalik.
        Siwan membeku seketika meski ia masih bisa mendengar apa yang baru saja di katakan Yoo Ra. Sedetik kemudian ia baru menyadari Yoo Ra sudah masuk melewati pagar tinggi rumahnya. “Besok temui aku di café jam tiga!” teriak Siwan dan hanya di balas acungan jempol oleh Yoo Ra.

@@@

Yoo Ra PoV
      Sudah hampir setengah jam aku menunggu, tapi Siwan tak kunjung muncul. Ponselnya juga mati. Apa mungkin dia lupa memiliki janji denganku?
        “Apa kau ke sini bersama Siwan?”
        Aku mendongak ketika mendengar seseorang menyebut nama kekasihku. “Myungso?” tanyaku pada pemuda yang kini sudah duduk di hadapanku.
        “Ternyata kau masih mengenalku?” ujarnya senang.
        Aku tidak mungkin melupakannya, dia sahabat Siwan sejak SMA meski aku hanya beberapa kali bertemu dengannya. Kami berbincang ringan tentang pertemanannya dengan Siwan. Sampai tak terasa sudah satu jam lebih, dan Siwan tak kunjung muncul.
        “Kemana pacarmu?” Tanya Myungso yang mulai lelah menunggu.
        Aku hanya menunduk. Aku juga lelah menunggu. Tak biasanya Siwan terlambat selama ini. Tak lama kemudian, Myungso terpaksa berpamitan untuk pulang. Dan aku masih setia menunggu di sini sampai setengah jam lamanya. Tapi yang datang bukanlah Siwan, melainkan kakakku.
        “Yoochun oppa?” gumamku terbata mendapati kakakku sudah berdiri dan menatapku tajam.
        “Mana kekasih yang kau banggakan itu?”  Tanya oppaku dengan nada tak suka. Dia memang tak suka aku menjalin hubungan dengan Siwan hanya karena Siwan bukan orang kaya seperti keluargaku. “Apa dia sudah memiliki banyak uang sekarang?” dan aku tak bisa menyela perkataannya.

@@@

        Dua bulan setelah itu, aku sama sekali tak mendengar kabar tentangnya. Bahkan setiap jam 3 sore aku selalu menunggunya di café itu. Tapi Siwan tak sekalipun muncul di hadapanku. Apa yang terjadi padanya?
        Aku menatap nanar jendela apartmen yang aku tempati sekarang. Teh manis hangat di tangankupun tidak terasa manis sama sekali di lidahku meski aku telah menambahkan banyak gula ke dalamnya.
        “Nanti sore aku akan menjemputmu seperti biasa,” kata seseorang di belakangku.
        Aku hanya menghembuskan napasku dengan keras. Hidupku telah berubah sejak kejadian itu. Aku dipaksa menikah oleh kakakku. Dan semua telah berlangsung hampir sebulan yang lalu. Katanya ini untuk kepentingan perusahaan. Setelah semua selesai, aku bisa bercerai dengannya. Apa dia pikir semudah itu? Terlebih orang itu adalah, Myungso. Ya, Myungso. Pemuda yang tadi bicara itu Myungso. Dia sahabat Siwan. Aku tidak mungkin menyakiti Myungso. Apalagi dia juga tidak bisa melakukan apapun untuk perjodohan itu, sama sepertiku.
        Seandainya orang tuaku masih hidup. Tapi aku sadar, takdir tidak bisa di ubah. Aku hanya berharap orang tuaku tenang di sana dan Siwan juga baik-baik saja.

@@@

Myungso PoV
      Sepertinya aku kesiangan, karena ku lihat Yoo Ra sudah tidak berbaring di sampingku. Meski kami telah menikah dan tidur satu ranjang, tapi aku bisa menjamin bahwa aku tidak pernah sedikitpun menyentuhnya. Karena aku tahu dia belum mencintaiku.
        Akupun keluar kamar karena Yoo Ra juga sudah tidak ada di kamar. Mungkin ia sudah berangkat kuliah. Ketika keluar kamar, aku tersentak karena ternyata Yoo Ra tengah sibuk di dapur.
        “Kau sudah bangun?” ku dengar dia bertanya ketika dia menyadari kehadiranku. “Duduklah, ini sebentar lagi selesai.”
        Aku tersentak mendengar ucapannya. Akupun duduk di kursi. Dan di atas meja sudah tersedia beberapa menu sarapan. Teh, kopi, susu, nasi goreng, spageti, dan terakhir Yoo Ra membawakan sepiring roti panggang ke hadapanku.
        “Apa akan ada yang datang pagi ini?” tanyaku heran saat ia sudah duduk di hadapanku.
        Dia menggeleng sambil tersenyum. Astaga, Yoo Ra ku mohon jangan memberikan senyuman itu untukku. Terlebih jika kau belum bisa mencintaiku dan melupakan Siwan. Dan apa itu artinya aku perlahan mencintainya? Hmm, entahlah. Mungkin karena dia adalah istriku, dan aku seperti memiliki tanggung jawab padanya.
        “Aku…” ujar Yoo Ra. Sepertinya ada hal penting yang ingin ia katakan padaku. “Myungso maaf jika selama ini aku belum bisa menjadi istri yang baik untukmu,” ku dengar suaranya seperti merasa bersalah.
        Aku memaksakan senyumku terbentuk. “Apa yang bisa ku harapkan dari pernikahan ini. Aku tahu kau masih sangat mencintai Siwan.”
        Yoo Ra mendongak dengan tiba-tiba, menatapku dengan tatapan yang sulit di artikan. “Tapi sudah setahun berlalu. Dan aku juga sama sekali tak mendengar kabarnya.”
        “Lalu?” tanyaku lembut karena aku ingin memberikan kesempatan untuknya berbicara. Mungkin dalam sejarah pernikahan kami, ini pertama kalinya Yoo Ra bicara banyak padaku.
        Ku lihat Yoo Ra sedikit tertunduk dan itu membuatku sedikit panic. Apa aku menyakitinya? Maafkan aku Yoo Ra, aku tidak bermaksud…
        “Aku ingin melupakan Siwan.”
        Aku kembali tersentak karenanya. “Kau yakin?” desakku agar Yoo Ra mau berfikir dua kali. Seharusnya aku senang, tapi aku tidak bisa. Itu sama saja aku merebut gadis yang dicintai sahabatku sendiri.
        “Setiap hari aku menunggunya di café itu, tapi dia sama sekali tak muncul di hadapanku,” suara Yoo Ra terdengar frustasi.
        Aku juga kecewa dengan diriku sendiri karena hingga detik ini tidak bisa menemukan keberadaan Siwan. Aku juga sempat meminta bantuan teman-temanku, tapi hasilnya selalu sama. Siwan seperti tidak berada di belahan dunia manapun.
        “Myungso!”
        Yoo Ra menyadarkanku dari lamunan itu. “Apa?”
        “Sebenarnya tadi aku ingin menanyakan apa makanan kesukaanmu. Tapi ku lihat kau sangat kelelahan dan tidurmu lelap sekali.”
        Aku tertawa melihat wajah lucu Yoo Ra ketika berkata seperti tadi. “Jadi kau memasakkan semua ini untukku?”
        “Karena… aku tidak tahu apa yang kau suka dan apa yang tidak kau suka. Jadi aku masakkan semua. Akh, aku memang bukan istri yang baik,” dia mulai menyalahkan dirinya.
        Tapi aku senang mendapat kejutan kecil seperti ini. Meski aku juga harus mempersiapkan diri jika tiba-tiba Siwan muncul di hadapan kami. Perasaan Yoo Ra untukku yang masih sedikit itu pasti langsung lenyap. Setidaknya aku manfaatkan saja dulu waktu yang ada. Apa yang ku takutkan belum tentu terjadi meski sangat kecil kemungkinannya.
        Mataku menjelajahi setiap sudut meja. Menatap penuh minat makanan di hadapanku. “Kau bisa masakkan apa saja untukku.” Dengan jahilnya, aku menarik semua piring dan gelas ke arahku.
        “Apa kau tidak menyisakan sedikit saja untukku?” rengeknya membuatku semakin gemas padanya.
        Aku menggeleng dan dia semakin cemberut. “Jika kau tidak mau makan dari sendokku, kau tidak akan mendapatkan apapun.” Aku menggodanya sambil menyendokkan nasi lalu ku dekatkan ke mulutnya.

@@@

        Aku berdiri mengahadap cermin dan berusaha mengikatkan dasi di leherku. Astaga! Bagaimana ini? Aku memang tidak pernah bisa memasang dasi seorang diri. Selama ini ibu yang membantuku. Bahkan setelah menikahpun aku akan berangkat sedikit lebih pagi hanya untuk menemui ibu dan meminta dipakaikan dasi. Tapi pagi ini? Aku tidak mungkin pulang karena ibu sedang ke luar kota menemani ayah. Aku pun mengacak rambutku, frustasi.
        “Kau kenapa?”
        Aku langsung berbalik saat mendengar suara Yoo Ra di belakangku. Ia menatapku khawatir. “Tidak ada,” kataku berbohong. Tapi ku yakin kepanikanku sama sekali tak bisa ku tutup-tutupi.
        “Apa kau tidak mau mengatakannya padaku?” pertanyaan Yoo Ra terdengar sedikit menutut.
        “Itu, sebenarnya aku…” aku sedikit kesulitan menjelaskannya karena sekarang aku gugup melihat Yoo Ra melangkah ke arahku.
        “Apa kau tidak bisa memasang dasi?” tebaknya.
        Aku menghela napas lega karena tidak perlu susah payah mengakui hal itu. Tanpa perintah, Yoo Ra mulai memainkan dasiku.
        “Kenapa tak meminta bantuanku?”
        Benarkah apa yang dia ucapkan? Sejujurnya aku masih sedikit kurang percaya dengan apa yang terjadi pada kami tadi pagi. Aku merasa seperti bermimpi Yoo Ra memasak untukku. Jadi, aku ragu untuk meminta bantuannya.
        “Selama ini, siapa yang membantumu memasangkan dasi?”
        Aku memikirkan jawabannya. Bukan tidak ingin mengakuinya, tapi aku malu jika selama ini yang membantuku memasangkan dasi adalah… “Ibuku.”
        Yoo Ra tersenyum geli mendengar jawabanku karena ternyata aku tak bisa menahan diri untuk tidak mengakuinya. “Mulai pagi ini, kau tanggung jawabku dan berhenti mengganggu ibumu,” omelannya membuat ku tersenyum dan seperti melayang.
        Seperti inikah rasanya jatuh cinta? Jatuh cinta pada seseorang yang telah menjadi istriku selama setahun. Lalu, apakah setelah ini aku boleh menjadi orang jahat? Karena sepertinya aku tidak ingin mengembalikan Yoo Ra pada Siwan. Astaga, Siwan maafkan aku.

@@@

Yoo Ra PoV
      Setelah mengantar Myungso sampai depan pintu apartmen, aku kembali ke dalam untuk menyelesaikan tugasku membersihkan peralatan makan yang kami gunakan saat sarapan. Belum sempat aku membuka keran, bel rumah berbunyi. Aku segera melesat ke luar. Mungkin Myungso melupakan sesuatu. Tapi ternyata bukan Myungso yang datang.
        “Yoochun oppa?” aku menatap sinis kedatangan kakakku karena kakakku memancarkan aura buruk saat ini. Pasti ada sesuatu yang akan ia bicarakan padaku.
        “Apa Myungso sudah berangkat?”
        Aku menutup pintu dan tak menjawab pertanyaan Yoochun oppa. Kini dia sudah duduk di ruang tamu apartmen ku.
        “Ada apa?” tanyaku penuh selidik sambil duduk di hadapannya.
        “Aku akan membebaskanmu dari sini,” ujarnya santai.
        Jujur, aku tidak mengerti dengan apa yang ia katakan. “Maksud oppa?”
        “Perusahaan kita sudah jauh lebih baik. Itu artinya urusanku dengan keluarga Choi sudah selesai dan kau bisa segera bercerai dengan Choi Myungso.”
        Aku terbelalak mendengar ucapan kakakku. Segitu mudahnya dia bicara dan mengatur hidupku. “Apa setelah ini kau akan menjodohkanku dengan pria lain lagi?” tanyaku ketus.
        “Jadi kau mau melakukan itu?” Wajah Yoochun berubah cerah. “Aku akan segera mengatur pertemuanmu dengan Lee Cheondung, putra tunggal dari Lee Seulong. Kau tau kan mereka pemilik…”
        ‘Prak!’
        Sebelum kakakku selesai bicara, aku lebih dulu membungkamnya dengan tamparan. Apa dia fikir dia bisa menjualku demi kepentingannya sendiri.
        “Kau berani menamparku!” bentak Yoochun tak terima dengan apa yang ku lakukan padanya.
        “Aku lebih baik keluar dari keluarga Park dari pada harus berpisah dengan Myungso!” teriakku kesal.

@@@

Myungso PoV
      Aku kembali ke apartmenku karena ternyata ponselku tertinggal di kamar. Ketika aku membuka pintu, ada seseorang bersama Yoo Ra di dalam. Ternyata itu Yoochun hyung. Tapi aku mengurungkan niat untuk masuk saat mendengar apa yang Yoochun hyung katakan pada Yoo Ra.
        Astaga! Apa dia sudah gila menginginkan kami bercerai karena ia akan menjodohkan Yoo Ra dengan orang lain lagi. Tanganku mengepal saat ku dengar Yoochun hyung membentak Yoo Ra dan aku segera menemui mereka.
        “Aku lebih baik keluar dari keluarga Park dari pada harus berpisah dengan Myungso!”
        Benarkah yang dikatakan Yoo Ra? Aku hanya menatap punggung istriku dalam diam.
        “Myungso, kau dengar sendiri kan?”
        Aku melirik Yoochun hyung yang kini sudah menyadari keberadaanku dan Yoo Ra pun menoleh padaku.
        “Yoo Ra sudah bukan keluarga Park lagi. Itu artinya mulai detik ini Yoo Ra sudah tidak memiliki hak apapun di perusahaanku. Dan aku yakin setelah ini kau akan menceraikannya, kan?”
        Cih, dia terlalu percaya diri sekali. Apa dia pikir aku akan melepaskan Yoo Ra begitu saja. Aku menatap dua orang dihadapanku dengan ekspresi datar. Hatiku sakit saat melihat Yoo Ra hampir menangis.
        Aku sengaja berdiri di samping Yoochun hyung agar dia merasa menang karena dia pikir aku berada di pihaknya. Akupun menatap Yoo Ra datar dan sontak saja membuat Yoo Ra langsung menangis.
        “Jangan menangis,” kataku masih dengan nada datar.
        Aku mendengar Yoochun seperti menertawai Yoo Ra. “Benar kan apa kataku. Ayolah Yoo Ra, kau boleh menarik kembali ucapanmu dan aku akan segera mengenalkanmu dengan Cheondung.”
        “Hyung!” ujarku tegas membuat Yoochun berhenti tertawa. Aku menoleh tajam. “Ke luar dari apartmenku!” usirku padanya.
        “Oke, karena urusanku telah selesai,” ujarnya santai. Dan aku tersentak karena ternyata Yoochun menarik paksa tangan Yoo Ra. “Ayo pergi,” ajaknya.
        Aku tersadar saat menatap Yoo Ra yang seperti meminta bantuan padaku. “Tunggu!” teriakku untuk menghentikan Yoochun. Dengan langkah lambat aku mendekati mereka dan merebut tangan Yoo Ra darinya. “Aku hanya menyuruhmu pergi, bukan dengan membawa Yoo Ra bersamamu.”
        “Tapi kau tidak akan mendapat apa-apa darinya karena mulai saat ini Yoo Ra bukan bagian dari keluarga Park!”
        Aku tersenyum kecut mendengar Yoochun seperti menakut-nakutiku. “Aku tidak peduli. Karena sejak setahun lalu Yoo Ra memang sudah tidak menjadi bagian dari keluarga Park, tapi Yoo Ra sudah menjadi bagian dari keluarga Choi.”
        Tanpa berkata-kata lagi, Yoochun pergi meninggalkan apartmenku. Yoo Ra yang masih shyok, langsung menjatuhkan tubuhnya ke sofa. Aku sendiri segera masuk ke kamar. Beberapa menit kemudian, aku kembali keluar.
        “Apa kau tidak bekerja?”
        Aku tersenyum melihat kebingungannya karena aku telah berganti pakaian. “Aku akan cuti sampai dua minggu ke depan,” kataku sambil menarik lembut tangan Yoo Ra dan membimbingnya ke kamar. Dia hanya menurut meski masih bingung.
        “Kau mau ke mana?”
        Aku belum menjawab karena masih sibuk memasukkan beberapa helai pakaianku ke dalam koper. Setelah selesai, aku berbalik sambil tersenyum. “Kau tenang saja. Aku tidak akan menceraikanmu dan membiarkan Yoochun seenaknya mengatur hidupmu. Kau istriku, dan aku akan selalu membelamu.”
        Yoo Ra masih belum mengerti dengan apa yang kuucapkan.
        Aku mendekatinya lalu memegang kedua pundaknya. Menatapnya kembut sambil berkata, “aku mencintaimu.”
        Yoo Ra membulatkan matanya.
        “Aku tidak akan melepaskanmu begitu saja.”
        “Iya, aku tahu, tapi…”
        Yoo Ra akhirnya bicara, namun aku segera menyelaknya. “Kita akan liburan ke manapun yang kau mau. Kau mau ke mana? Tokyo? London? New York? Paris?” aku mengusap kepalanya lembut meski dia belum menjawab lalu mengeluarkan satu koper kosong lagi untuk Yoo Ra. “Kau bersiap-siaplah, dan aku akan mengurus keperluan yang lain,” kataku lalu keluar meninggalkan Yoo Ra seorang diri di kamar.

@@@

Yoo Ra PoV
        Belum selesai aku bicara, Myungso menyelak ucapanku. “Kita akan liburan ke manapun yang kau mau. Kau mau ke mana? Tokyo? London? New York? Paris?” dia mengusap kepalaku lembut meski aku belum menjawab lalu dia mengeluarkan satu koper kosong lagi untukku. “Kau bersiap-siaplah, dan aku akan mengurus keperluan yang lain,” katanya lalu keluar meninggalkan ku seorang diri di kamar.
        Sesekali aku memang harus egois. Liburan pasti akan menyenangkan. Karena aku akan sangat terbebas dari desakkan Yoochun oppa padaku. Tak lama Myungso kembali ke kamar tepat setelah aku menutup resleting koperku.
        “Apa kau sudah menentukan tempatnya?”
        Aku menggeleng. “Bagaimana kalau kau yang pilihkan.” Aku melemparkan kembali pilihan itu padanya.
        “Sebenarnya aku sudah memesan tiket untuk kita ke Paris.”
        “Lalu kenapa kau masih bertanya pilihanku?” omelku. Apa dia pikir membeli tiket pesawat semudah membeli permen di warung?
        “Kau yang tidak pernah meminta apa-apa dariku? Sesekali aku ingin kau yang memilih. Tapi jika kau melempar kembali padaku, yasudah, kita ke Paris sekarang.”

@_To_Be_Continue_@

Nanti Yoo Ra bakal ketemu sama Siwan di tempat liburan mereka. Bagaimana perasaan gadis itu saat bertemu dengan pemuda yang pernah ia cintai? Apa yang terjadi pada Siwan selama setahun terakhir? Lalu, apa Yoo Ra akan memaksa untuk kembali pada Siwan? Atau tetap memilih Myungso karena pemuda itu telah menjadi suaminya? Tunggu di part 2 ya readers…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar