Senin, 20 Mei 2013

BLACK ORCHID 2 (part 2)



        “Apa tidak ada yang kau sembunyikan dari ku?” selidik Haesa ketika menemani Cheondung makan di ruang kerjanya.
        Cheondung sedikit terkejut hingga akhirnya tersedak. Ia sibuk menenggak air dari dalam gelasnya. Sementara Haesa, sama sekali tak peduli dengan penderitaan Cheondung.
        “Ternyata benar?” sinis Haesa sambil melempar pandangan ke arah lain.
        Cheondung belum menjawab. Ia juga masih sedikit terbatuk akibat tersedak tadi. “Kenapa kesannya kau menuduhku berbohong,” seru Cheondung membela diri.
        “Karena kau tidak bisa berbohong dari ku,” tegas Haesa. Tanpa menunggu respon, ia keluar meninggalkan Cheondung seorang diri di ruangannya.
        Cheondung hanya bisa menatap kepergian Haesa penuh rasa bersalah. “Maafkan aku Haesa,” lirihnya pelan bahkan nyaris tanpa suara.

@@@

        Yong Hwa menggulung celananya sebelum melangkah lebih dekat lagi ke bibir pantai. Ia juga tak lupa mengenakan kacamata hitam. Beruntung siang itu pantai tidak terlalu ramai pengunjung. Bahkan jumlah orang yang berada di sana masih bisa terhitung. Pemuda itu melipat tangannya di depan dada.
        “Aku sama sekali tidak ingin mempercayai bahwa Minho bukan kakakku,” ujar Yong Hwa ketika menyadari Kibum mendekat. Di balik kacamata hitamnya, Yong Hwa sama sekali tak focus memandang satu titik. Terlalu sesak mendapati kenyataan meski bukan dalam hidupnya. Satu tahun terikat dalam sebuah keluarga membuat Yong Hwa merasakan ikatan batin yang kuat selain kepada Heechul dan Cheondung, kakak dan adik kandungnya.
        Kibum memegangi dada kirinya. “Apa Minho merasakan sakit seperti ini?” Kibum semakin erat mencengkeram bajunya.
        Yong Hwa menatap nanar mata Kibum yang kini sudah terpejam seolah sedang menikmati rasa sakit di dadanya. “Apa kau mempermasalahkan Haesa bersama Joon?” Tanya Yong Hwa setelah beberapa lama mereka saling diam.
        “Haesa pernah menjadi seseorang yang memburu Joon. Jika saat itu rahasianya terbongkar, bisa saja Joon menghabisi nyawa Haesa,” Kibum berkata namun tidak merubah posisinya sedikitpun. “Tapi justru mereka saling menyelamatkan satu sama lain.”
        “Kau benar. Dan Haesa satu-satunya saudara perempuan yang ku miliki,” baru kali ini Yong Hwa merasakan perasaan sayang yang dalam kepada Haesa.
        “Aku hanya berharap hujan turun meruntuhkan semua masalah kita dan membuangnya hingga tempat yang jauh.”
        Yong Hwa masih tetap mengawasi Kibum. Perlahan pemuda ini melepaskan kacamata dari wajahnya lalu menatap ke langit yang entah sejak kapan berubah suram.

@@@

        Cheondung mulai mematikan satu-persatu lampu café. Hingga yang tersisa hanya ruangannya yang terletak tak terlalu jauh dari dapur. Hari ini ia memang memutuskan menutup café lebih cepat dari biasanya. Setelah mengambil tas dari ruangannya, Cheondung pun menutup pintu lalu menyusul Haesa yang telah menunggunya di pintu belakang. Tempat itu selalu penuh kenangan untuk mereka meski suasananya sama sekali berbeda ketika Cheondung bekerja di café Jinyoung.
        Ternyata di luar sudah turun hujan. Cheondung tak kembali ke dalam, dan justru semakin jauh menerobos derasnya air yang jatuh dari langit. Ia menghampiri Haesa yang telah merentangkan tangan di tengah guyuran hujan.
        “Ku harap Kibum dan Yong Hwa juga sedang menikmati hujan.”
        Bisa di pastikan Haesa telah menyadari kehadiran Cheondung, namun pemuda ini tetap diam dan tak merespon. Kembali, setitik rasa penyesalah menghantui Cheondung.
        Sementara di tempat lain, meski tak berani turun ke dalam jatuhnya hujan, Heechul tetap mengulurkan tangannya untuk merasakan tetesan air yang membasahi bumi. Kejadian serupa juga di lakukan Seungho yang masih berada di kantor polisi tempat ia bekerja.

@@@

        Yong Hwa merasakan sesuatu menetes di wajahnya. Sontak, pemuda ini mendongak sambil menengadahkan telapak tangannya. Tetes demi tetes air pun mulai jatuh di sana. Perlahan sudut bibir Yong Hwa terangkat dan membentuk seulas senyum. “Kibum… Hujan…” seru Yong Hwa antusias.
        Kibum memperhatikan sekeliling. Beberapa orang mulai berhamburan mencari tempat untuk berlindung dari hujan yang semakin lama semakin deras. Tapi ia sama sekali enggan untuk menyingkir.
        “Apa kita harus kembali?” Tanya Kibum meminta pendapat dari Yong Hwa. Dengan tegas Yong Hwa menggeleng. “Tapi kita bisa di marahi jika bermain hujan seperti ini. Apa kau tidak khawatir akan sakit?”
        “Kau ini bodoh atau apa?” sindir Yong Hwa. “Pakaianmu bahkan sudah sangat basah. Percuma jika kita mencari tempat berteduh. Lagi pula, aku rela dimarahi dari pada harus menyia-nyiakan hujan,” celoteh Yong Hwa panjang lebar.

@@@

        “Minho! Kembali!” teriak Baekhyun dari tempat yang bisa melindunginya dari hujan. “Kau bisa sakit jika terus berada di sana,” teriaknya lagi, namun semua usahanya sia-sia. Minho tetap diam memandang lurus ke tengah lautan meski pakaiannya sudah sangat basah di terpa hujan.
        “Jika harus frustasi seperti Minho, aku lebih baik tidak merasakan jatuh cinta sama sekali.”
        Baekhyun melirik tajam orang di sampingnya. Sehun. “Tentu saja lebih baik seperti itu. Karena kau pasti tidak akan tahan jika menjadi Minho,” sinis Baekhyun menanggapi ucapan temannya.
        “Jangan bersikap seperti itu padaku,” protes Sehun sedikit cemberut.
        “Maaf,” ujar Baekhyun pendek. Sedetik kemudian, ia kembali menuju Minho. Sehun membekap mulut Baekhyun ketika pemuda itu hendak berteriak yang mungkin untuk merayu agar Minho mau menepi dari bibir pantai.
        “Percuma…” desis Sehun meruntuhkan harapan Baekhyun. “Minho bahkan punya teman baru sekarang.”
        Baekhyun yang bingung dengan ucapan Sehun, langsung mencari-cari sesuatu yang mungkin bisa menjadi jawaban. Benar saja, tak jauh dari tempat Minho berdiri, ada dua pemuda yang berjalan menelusuri bibir pantai mengarah ke Minho.

@@@

        “Ku pikir hanya kita yang suka menikmati hujan,” seru Yong Hwa ketika mendapati seorang pemuda tak jauh di depannya tetap berdiri di bawah guyuran hujan.
        Entah apa yang membuat Kibum semakin mempercepat langkah mendekati pemuda tinggi itu. Yong Hwa pun mengukuti di belakangnya. “Minho!” teriak Kibum karena suaranya sedikit teredam hujan.
        Merasa ada yang menyebut namanya, perlahan Minho pun menoleh ke arah sumber suara. “Kibum? Yong Hwa?” gumamnya pelan.
        “Ternyata benar itu kau,” Pernyataan Kibum membuatnya tertawa sendiri. “Sepertinya kita memang tidak bisa menghilangkan kebiasaan ini.”
        Perlahan sudut bibir Minho mulai terangkat membentuk senyum. Ucapan Kibum tadi membuatnya tidak merasa sendiri menghadapi semua masalah ini.
        “Sampai kapan kau akan menghindari kami?” pertanyaan Yong Hwa membuat Minho tertegun. Memang tak seharusnya ia menghindari orang-orang yang tetap menganggapnya satu keluarga. “Apa kami bukan saudaramu?”
        “Maaf,” lirih Minho. “Mungkin sampai aku mendapat penjelasan dari ibu.” lanjutnya.
        Yong Hwa melirik Kibum penuh arti. Sedetik kemudian, wajah Yong Hwa berubah kecewa. “Kenapa para ibu meninggalkan kita di waktu yang tidak tepat? Ibuku bahkan hanya mengirim sms agar aku tidak menganggu liburan mereka.”
        “Apa ibuku pergi dengan ibu kalian?” Tanya Minho polos.
        “Tentu saja,” ujar Kibum pasti. “Mereka pergi liburan dan meninggalkan anak-anak mereka.”
        “Kau bicara seperti ibumu masih memiliki anak kecil?” ledek Yong Hwa.

@@@

         Haesa turun dari mobil Cheondung. Ia berjingkat sampai teras rumah keluarga Cheondung karena di luar masih hujan. Haesa memang sudah mempersiapkan diri sebelumnya, jadi ia tidak perlu repot-repot kembali ke rumah.
        Sambil menunggu Cheondung, Haesa mengibas-ngibaskan jaketnya yang basah. Tak lama Cheondung datang bersamaan dengan Heechul yang muncul dari dalam.
        “Kau jadi menemani ayah malam ini?” Tanya Heechul kepada Cheondung.
        “Aku juga ingin ikut dan menemani ayah,” putus Haesa meski Heechul tak bertanya padanya.
        Tak lama, seorang wanita dengan perut yang sedikit buncit muncul dan mengagetkan Haesa, Cheondung dan terutama Heechul.
        “Haesa, kau di rumah saja menemaniku,” putus Hyo Min, istri Heechul. Mereka menikah hanya beberapa bulan setelah pernikahan Chulyong dna Ji Woon. Saat ini ia tengah mengandung lima bulan.
        “Aku ingin menemani Cheondung menjaga ayah,” seru Haesa dengan nada penolakan.
        “Biar Heechul saja yang menemani Cheondung,” kata Hyo Min lagi dan tak ingin di protes. Langsung saja ia menarik tangan Haesa dan membawa gadis itu masuk sebelum ada yang menahannya.
        Haesa hanya melirik Cheondung dan Heechul dengan tatapan bersalah.
        Heechul menghembuskan napas berat. “Wanita memang maunya menang sendiri.”
        Cheondung hanya tersenyum simpul menanggapi penderitaan Heechul. Cheondung menyentuh pundak kakaknya lalu berkata “aku tak masalah jika pergi ke rumah sakit sendiri.”
        “Hyo Min akan membunuhku jika aku tidak pergi denganmu.”

@@@

        “Apa ini artinya calon anakmu adalah perempuan?”
        Hyo Min tersenyum malu mendapati Haesa melontarkan pertanyaan seperti itu karena ia yang iseng menyematkan sebuah jepit rambut kecil di rambut Haesa yang masih basah itu.
        “Apa itu berpengaruh?” Hyo Min balik bertanya dengan nada ragu.
        Haesa malah tertawa menanggapinya sambil melepaskan jepit rambut dari kepalanya. “Kenapa kau bertanya padaku? Aku tidak mengerti tentang hal seperti itu.”
        Hyo Min juga tertawa. Mungkin ia menertawai pertanyaan bodohnya.    Tak lama ponsel Haesa bergetar karena ada sebuah telpon masuk.
        “Taemin?” Tanya Hyo Sun karena ia sempat melirik layar ponsel Haesa.
        “Adiknya Joon,” seru Haesa sebelum menjawab panggilan Taemin. “Ya Taemin? Ada apa?” Haesa diam sesaat dan hanya mendengarkan apa yang dikatakan Taemin melalui telpon. “Apa? Bagaimana bisa?”
        Hyo Min melirik karena Haesa mulai terlihat panic. Ia menjadi penasaran dengan apa yang dibicarakan Haesa dengan Taemin. Sesuatu yang buruk pasti telah terjadi.
        Haesa tampak menggaruk kepala belakangnya yang jelas-jelas tidak dalam kondisi gatal. “Astaga… Anak itu kenapa selalu cari gara-gara? Sudah tau dia sensitive jika terkena air hujan, masih saja mengikuti kebiasaanku,” omel Haesa entah pada siapa. “Akan ku usahakan.”
        “Ada apa?” desak Hyo Min setelah Haesa mematikan sambungan telponnya dengan Taemin.
        “Joon,” Haesa hanya cemberut dan menjawab singkat pertanyaan Hyo Min.
        “Sakit?” tebak Hyo Min yang hanya di sambut anggukan dari Haesa. “Karena main hujan?” Haesa kembali mengangguk dan sontak membuatnya tertawa. “Astaga, anak itu,” Hyo Min berhenti tertawa ketika mendapati Haesa terdiam. “Kau tidak menjenguknya? Joon pasti sangat menderita saat ini.”
        Haesa melirik dengan merasa bersalah, “kau akan sendiri jika aku pergi. Dan harusnya tadi kau tak menyuruh Heechul pergi bersama Cheondung.”
        “Jangan pikirkan aku. Cepat temui Joon,” perintah Hyo Min agar Haesa menuruti perkataannya.
        Haesa bergegas pergi dari sana. Namun ketika sampai di depan pintu kamar yang biasa ia gunakan jika berada di sana, gadis itu kembali ke ruangan tempat Hyo Min berada.
        “Ada apa lagi?” Tanya Hyo Min karena Haesa masih di sana.
        Haesa masih tampak berat meninggalkan Hyo Min seorang diri. “Aku akan menghubungi Sandeul untuk datang dan menemanimu di sini.”
        “Kau boleh lakukan apapun agar kau tenang meninggalkanku,” ujar Hyo Min akhrinya, mengalah. “Joon sudah sangat membutuhkanmu.”
        Haesa mengecup singkat pipi Hyo Min sebagai tanda terima kasih. Ia sangat bahagia karena Hyo Min satu-satunya kakak perempuan yang ia miliki. Selama ini kakaknya laki-laki semua. Dan Hyo Min pun merasakan hal yang sama, karena selama ini ia tidak punya adik perempuan. Hyo Min bahkan tega menyuruh suaminya menemani Cheondung hanya karena Haesa.

@@@

        Taemin keluar dari mobil tak lama setelah ia melihat Sandeul berjalan menuju pagar rumah keluarga Heechul. Taemin berjalan ke dalam mengikuti langkah Sandeul. Sementara itu, tampak Haesa muncul dari dalam rumah, diikuti Hyo Min di belakangnya.
        “Sandeul, maaf merepotkanmu,” sesal Haesa seraya mengenakan jaketnya.
        “Hyo Min juga kakakku. Aku akan melakukan apa saja untuknya,” seru Sandeul yang sama sekali tak merasa keberatan dan sukses membuat Hyo Min tersipu dengan ucapannya.
        Haesa tersenyum menanggapi ucapan Sandeul sebelum berbalik menghadap Hyo Min. “Aku pergi dulu,” pamit Haesa lalu mengecup singkat kedua pipi Hyo Min.
        “Hati-hati,” seru Hyo Min mengingatkan.
        Haesa hanya mengangguk sebelum mengikuti Taemin menuju mobil. Taemin sendiri juga sedikit berpamitan kepada Hyo Min dan Sandeul.
        “Maaf jika kakakku merepotkan. Ia akan menjadi sangat manja jika sedang sakit.”
        Haesa melirik Taemin setelah memasangkan sabuk pengaman. “Kau tak perlu meminta maaf. Karena Joon pasti akan selalu merepotkanku. Bukan hanya hari ini saja,” cibir Haesa tentang kelakuan kekasihnya itu.
        Taemin tertawa geli menanggapi ucapan Haesa. “Kau benar,” dukungnya untuk Haesa, bukan untuk Joon.

@@@

        Minho, Kibum, Baekhyun dan Sehun menunggu Yong Hwa selesai perform bersama bandnya dari sisi kiri panggung.
        “Aku tak menyangka kalau saudaramu seorang penyanyi. Waah… keren,” gumam Sehun terkagum-kagum. Dan Minho hanya menatapnya aneh. Kali ini Sehun melirik Kibum yang berdiri di samping Minho. “Apa aku boleh berfoto dengan Yong Hwa setelah ini?”
        Kibum balas menatap Sehun, namun sekilas ia sempat melihat Baekhyun juga melirik ke arahnya. “Apa kau juga ingin berfoto dengan Yong Hwa?” tawar Kibum.
        “Eh?” Baekhyun bingung, namun sedetik kemudian ia menggeleng. “Tidak usah,” tolaknya. “Aku lebih senang berfoto dengan fansku.”
        Sehun melirik Baekhyun tajam. “Jumlah fansmu bahkan masih jauh di bawahku,” ujar Sehun menyombongkan diri.
        “Setidaknya aku memliki seorang fans setia seperti mantannya Minho,” balas Baekhyun tak mau kalah.
        “Sejak bertemu tadi aku berfikir keras seperti pernah melihatmu sebelumnya,” ujar Yong Hwa yang baru saja menyelesaikan konsernya. Semua mata menatap Yong Hwa, namun yang ditatap justru hanya menatap Baekhyun lekat-lekat. “Kau pemain sepakbola yang disukai Haesa, kan? Aku pernah melihatmu di ponsel Haesa.”
        Selagi Yong Hwa berbincang dengan Baekhyun—Sehun tak ingin tertinggal untuk terlibat di obrolan itu—hanya Kibum yang menyadari bahwa Minho telah menyingkir dari sana. Alasan utama Minho pergi pasti karena Yong Hwa menyinggung tentang Haesa.

@@@

        Hyun Rae bergabung duduk di samping Kyuhyun di ruang keluarga. Jung Soo dan Soo Ra juga berada di sana.
        “Ibu, mana Taemin?” Tanya Hyun Rae karena hanya adik bungsunya yang tidak terlihat. Joon? Bisa di pastikan ia tidak memiliki kekuatan lebih untuk turun ke bawah.
        “Taemin sedang menjemput Haesa,” jawab Soo Ra.
        Hyun Rae tertawa mendengar jawaban ibunya. “Si pembunuh bayaran itu sangat berlebihan jika sakit. Padalah ia hanya demam biasa akibat kehujanan.”
        Soo Ra menatao tajam satu-satunya anak perempuan yang ia miliki. “Berhenti menyebut adikmu sebagai pembunuh bayaran!” omelnya, namun Hyun Rae tampaknya sama sekali tak merasa bersalah.
        “Setidaknya Changsun adalah pembunuh bayaran yang tampan. Bahkan paling tampan di dunia ini ku rasa,” serunya membela Joon.
        “Sungmin?” ledek Kyuhyun.
        “Tentu saja Sungmin yang paling tampan,” seru Hyun Rae tak terima jika kekasihnya itu ikut dibanding-bandingkan. “Ayah saja kalah tampan dari Sungmin,” lanjutnya masih tetap membanggakan Sungmin.
        Sementara Jung Soo tampak tak peduli dengan ocehan anak gadisnya itu. Ia tetap focus menonton televisi.
        Soo Ra terkejut mendapati ponselnya bergetar. Ia menatap heran layar ponselnya karena Joon yang menelpon. “Kenapa sayang?” Tanya Soo Ra lembut.
        “Apa pacarku sudah datang?” rengek Joon dari kamarnya dan kini ia tengah bersembunyi di balik selimut tebalnya.
        Soo Ra menertawai pertanyaan konyol anaknya itu. “Sebentar lagi, Taemin sedang dalam perjalanan,” jelasnya.
        “Pasti si Changsun,” tebak Hyun Rae karena melihat ibunya telah menjauhkan ponsel dari telinga.
        “Siapa lagi?” gumam Kyuhyun menambahi.
        “Kyu, bagaimana hubunganmu dengan Eun Gee?” Tanya Soo Ra mengalihkan pembicaraan mereka.
        “Ibu, harusnya aku yang di Tanya seperti itu,” protes Hyun Rae. “Aku kan anakmu yang nomor satu.”
        “Kau kan tiga bulan lagi akan menikah dengan Sungmin. Jadi yang harusnya ibu tanyakan adalah persiapan pernikahan kalian, bukan hubungan kalian,” Kyuhyun membela ibunya.
        Perbincangan hangat mereka terganggu dengan bunyi mesin mobil yang memasuki halaman rumah mereka. Hyun Rae melirik Kyuhyun dan memerintahkan adiknya untuk melihat ke luar.
        Kyuhyun berdecak kesal. “Itu pasti Taemin,” yakinnya. “Jadi aku tidak perlu repot-repot membukakan pintu.”
        Lalu tatapan Soo Ra, Hyun Rae dan Kyuhyun kompak tertuju ke arah Jung Soo yang bangkit dan berjalan menuju kamarnya. Seluruh anggota di keluarga ini telah tahu bahwa hanya Jung Soo yang masih menolak hubungan Joon dengan Haesa.
        Benar saja, Taemin muncul bersama Haesa tepat ketika Jung Soo menutup pintu kamarnya dari dalam. Taemin sudah bisa membaca keadaan bahkan sebelum ada yang menjelaskan.
        “Haesa…” seru Hyun Rae memecah keheningan sambil melesat ke tempat Haesa berada lalu memeluk gadis itu. “Kau harus siap. Karena Changsun pasti akan selalu merepotkanmu jika sakit,” ujarnya.
        Entah kenapa hampir seluruh anggota keluarga Joon mengatakan hal yang sama pada Haesa.
        “Hyun Rae, kau jangan mengganggu Haesa terus. Biarkan dia menemui Joon,” ujar Soo Ra memperingatkan. Ia khawatir anaknya yang sedang sakit itu pasti sudah sangat menderita.
        “Oke ibu,” Hyun Rae melirik Haesa lagi sebelum kekasih adiknya di bawa pergi oleh ibunya. “Nanti temani aku ke butik untuk memilihkan gaun pengantin ya?” pinta Hyun Rae.
        “Apapun ku lakukan untukmu,” ledek Haesa diiringi kerlingan mata nakalnya.
        “Sana cepat urusi adikku,” seru Hyun Rae yang ngeri melihat tatapan Haesa sambil mendorong lembut tubuh gadis itu ke arah ibunya.
        Selagi Soo Ra dan Haesa ke kamar Joon, Taemin memilih menuju dapur, sementara Hyun Rae dan Kyuhyun kembali duduk di ruang keluarga.

@@@

        Tanpa sepengetahuan Minho, Kibum mengikutinya berjalan menuju luar gedung tempat Yong Hwa melakukan konsernya. Minho duduk di anak tangga terakhir. Kibumpun menyusulnya menuruni tangga lalu duduk di samping Minho.
        Minho tersentak kaget karena Kibum sudah duduk di sana. “Kau?”
        “Apa?” balas Kibum. “Tidak boleh aku duduk di sini?” sinisnya.
        Minho tersenyum geli mendengar ucapan Kibum. Ia hanya terkejut, bukan berniat untuk mengusir Kibum dari sana.
        Kibum menghela napas berat. “Jangan sok kuat,” ejeknya namun tak sambil menatap Minho. Sontak Minho menoleh. Setelah memastikan Minho telah bereaksi, Kibumpun akhirnya menoleh.
        “Cepat beri tahu Seungho tentang keberadaanmu,” perintah Kibum yang memang mengetahui bahwa Minho menyembunyikan keberadaannya bahkan kepada Seungho sekalipun. “Dia akan kecewa jika tahu dirinya diabaikan oleh adiknya sendiri,” lanjutnya.
        Minho mengalihkan pandangannya dari wajah Kibum. Tertegun dengan apa yang dikatakan pemuda itu. Minho menghembuskan napas untuk menghilangkan rasa sesak di dadanya. Menyesal karena telah mengecewakan kakaknya, Seungho.
        “Bagaimana keadaan ayah?”
        Kibum mendelik kesal karena Minho mengalihkan pembicaraan mereka. “Yang ku tahu, ayah masih belum sadarkan diri. Dan aku juga belum mendapatkan berita terbaru dari Cheondung,” ujarnya yang terpaksa menjawab pertanyaan Minho.
        “Malam ini Cheondung yang menemani ayah?”
        Kibum sudah membuka mulut, namun sedetik kemudian ia kesal sendiri karena tak ada kata-kata makian untuk Minho dari mulutnya. Sangat ingin ia memarahi Minho karena seharusnya ini giliran dia untuk menjaga ayah mereka di rumah sakit, tapi pemuda tinggi itu justru kabur tak bertanggung jawab. Sehingga beban terpaksa dilimpahkan kepada Cheondung.
        “Tunggu dulu,” seru Minho seperti menahan kekesalan Kibum padanya. “Jika kau masih di sini? Di mana Haesa sekarang? Berarti kau meninggalkannya sendiri di rumah? Kenapa kau tega melakukan itu? Bukankah para ibu masih berlibur?” tuduh Minho panjang lebar membuat Kibum hanya bisa menahan kesal padanya.

@@@

        Haesa hanya mengangguk kepada Soo Ra sebelum melangkah masku ke kamar Joon. Gadis itu hanya geleng-geleng kepala mendapati Joon masih meringkuk di balik selimut tebalnya.
        “Joon! Jangan berpura-pura tidur!” seru Haesa yang kini sudah berkacak pinggang.
        Joon tak merespon.
        Haesa hanya berdecak kesal. Ia sudah mengulurkan tangannya lalu menarik selimut untuk melihat sesuatu yang sejak tadi tertutup itu. “Joon!” pekiknya kesal karena bukan tubuh Joon yang ia temukan, melainkan hanya ada guling dan bantal. “Lepaskan!” Haesa memberontak karena kini ada yang memeluk pinggangnya dari belakang. “Joon!” teriaknya sambil tetap memberontak namun tidak berhasil melepaskan diri dari dekapan Joon, yang ada mereka justru jatuh bersama di atas ranjang besar milik Joon.
        “Ehm!”
        Haesa buru-buru melepaskan diri dari tangan Joon yang sedikit lengah karena ada yang memergoki mereka.
        Joon berdecak kesal sambil mengacak rambutnya. “Kenapa kau mengganggu kami?” kesalnya.
        Hyun Rae tak mempedulikan ucapan Joon dan tetap melenggang masuk sambil membawa nampan berisi makanan. “Cepat makan dan berhenti menyusahkan Haesa!” omelnya dan Joon semakin cemberut. Kembali, Hyun Rae tak mau ambil pusing apapun respon dari Joon. Ia lebih memilih meninggalkan Haesa bersama Joon di sana.
        Joon meringkkuk di atas kasurnya seperti anak kecil yang ngambek. “Joon! Siapa suruh kau kembali tidur?” protes Haesa sambil menarik kaos yang melekat di tubuh Joon hingga akhirnya pemuda itu duduk bersila di atas kasur.
        Haesa meraih nampan yang diletakkan Hyun Rae di meja. Ia membawanya ke atas kasur lalu ikut duduk bersila berhadapan dengan pemuda itu. Haesa meletakkan nampan tersebut di tengah-tengah mereka. Haesa menatap Joon tajam. Ia sama sekali tak ingin bersikap ramah saat ini. Terlebih itu adalah Joon. Joon sendiri masih diam.
        “Mau makan atau aku akan pulang?”
        Joon membulatkan matanya, bukan menjawab pertanyaan Haesa. “Kau mengancamku?” Tanya Joon persis seperti anak kecil.
        Tatapan Haesa melembut. Tentu saja ini hanya salah satu trik untuk membuat Joon sedikit luluh. “Aku akan sedih jika mendengar kau sakit seperti ini?”
        Joon membeku mendengar ucapan Haesa. Namun sedetik kemudian ia sadar. Tidak biasanya Haesa bersikap manis seperti itu untuknya. Merasa ada yang janggal, Joon mendekatkan wajahnya ke wajah Haesa dengan tatapan penuh selidik. Haesa otomatis sedikit memundurkan kepalanya menjauhi wajah Joon.
        “Jangan pura-pura baik. Katakan saja jika aku menyusahkanmu!” desis Joon yang merasa tak bisa dibodohi dengan kebohongan kecil yang dilakukan Haesa.
        Haesa sendiri tampak tak mau kalah. Ia membalas tatapan Joon dan tak kalah tajamnya. “Kalau memang iya, kenapa?”
        Joon menarik kembali wajahnya menjauhi wajah Haesa. “Maaf jika kau menyusahkanmu,” ujar Joon sedih.
        “Joon!” teriak Haesa membuat Joon sontak menutup telinganya.
        “Tak bisakah kau tak berteriak!” protes Joon.
        “Makanya, jangan buat aku kesal!” seru Haesa sambil menyendokkan nasi lalu menyodorkannya ke arah Joon. “Cepat habiskan makananmu!” Haesa memasukkan makanan ke dalam mulut Joon secara paksa.
        “Apa kau ingin membunuhku?” Joon kembali melancarkan protes dengan mulut yang penuh dengan makanan.
        Haesa tak menjawab pertanyaan Joon, ia justru membalikkan semuanya kepada Joon. “Apa kau tidak tahu kalau ibumu sedih jika kau sakit seperti ini?”
        Joon bungkam.
        Haesa kembali menyodorkan sendok berisi makanan ke mulut Joon. Joon menepiskan tangan Haesa dengan lembut. “Biarkan aku minum dulu,” ujarnya sambil meraih gelas yang masih terisi penuh air putih.
        “Jika ku dengar kau kembali membuat ibumu sedih,” Haesa diam sesaat sebelum melanjutkan ucapannya. “Sumpah Joon, aku benar-benar akan membunuhmu dengan tanganku,” lanjutnya mengancam Joon. Ia juga tak lupa menunjukkan kepalan tangannya tepat di depan wajah Joon.
        Joon bergidik ngeri mendapati Haesa mengancamnya seperti itu. Buru-buru Joon merebut sendok dari tangan Haesa lalu melahap makanannya.
        “Puas kau sekarang?”
        Merasa usahanya berhasil, Haesa tersenyum puas sambil mengacak gemas rambut Joon.
        “Kau pikir aku anak kecil!” protes Joon membuat Haesa tak bisa menahan tawanya.

@@@

Tidak ada komentar:

Posting Komentar