Jumat, 24 Mei 2013

TRITWINS VS BUKU BIOLOGI (FF version)



Author              : Annisa Pamungkas
Main cast          : Yoseob (Beast/B2ST), Kiseop, Jaeseop (U-Kiss)
Original cast     : Hye Ra, Eungi, Haesa
Support cast     : Dongjoon (Ze:a), Sungjong (Infinite), Niel (Teen Top)
Genre               : tragedy, brothership
Length              : one shoot

@@@

Pulang sekolah…
        Jaeseop bersandar di pintu mobilnya yang berwarna hitam. Dikanan dan kirinya juga terparkir mobil berwarna putih dan merah. Yang putih, udah pasti milik Kiseop. Karena begitu sampai, Kiseop langsung melempar ranselnya ke dalam mobil. Dan mobil yang merah, berarti punya Yoseob? Bukan. Itu punya Hye Ra. Sebelum pergi, ia sempat membuka kaca mobilnya dihadapan Kiseop dan Jaeseop.
        “Kiseop, ini buku lo.” Ujarnya sambil menyodorkan sebuah buku setebal novel ‘breaking dawn’. “Makasih ya.”
Namun Jaeseop lah yang merebut buku itu diiringi tatapan jahilnya. “Tawaran gue yang tadi masih berlaku lho, Ra.”
“Ya ampun, aku tersanjung.” Kata Hye Ra pura-pura manis. “Sekali nggak, tetep nggak!” Hye Ra langsung menutup jendela mobil dan pergi dari sana.
“Seneng banget sih ngeledekin anak orang!” Kiseop membela Hye Ra sambil merebut buku itu dari tangan Jaeseop.
Jaeseop hanya tertawa tak peduli. Lalu mengeluarkan sebungkus rokok dari saku celananya. Dengan cukup iseng, Jaeseop menyodorkan rokok itu ke Kiseop. Jelas saja Kiseop menolak mentah-mentah, karena ia tak merokok.
Tiba-tiba beberapa orang siswa terlihat berlari berhamburan. Ada beberapa orang juga dibelakang mereka yang terlihat sebagai pengejar.
“Woy! Jangan lari lo!” Teriak salah satu dari mereka. Begitu melewati Kiseop dan Jaeseop, ia merebut buku yang gipegang Kiseop.
Wajahnya mirip dengan Jaeseop dan Kiseop. Jelas saja, mereke bertiga kembar dan itu Yoseob. Park Yoseob. Preman sekolah. Terkenalnya sih gitu. Gak segan-segan menghajar siswa, terutama yang pamer harta di depan matanya. Seragamnya sama sekali gak rapih. Kemejanya berkibar karena tak dimasukan ke dalam celana. Cara pakai dasinya tak beda jauh dengan Jaeseop. Lengan seragamnya digulung beserta lengan kausnya.
 “Menurut lo, Hye Ra kenapa kesel banget sama Yoseob?” tanya Kiseop pada Jaeseop yang tengan menikmati rokoknya.
Jaeseop mengembuskan asap rokoknya ke udara. “Gue kan udah bilang, cintanya Hye Ra ditolak sama Yoseob.” Ujarnya santai.
“Bukannya selama ini mereka pacaran ya?”
Jaeseop tertawa sejadi-jadinya. “Lo kemana aja sih, Kiseop? Yoseob tuh lagi pedekate sama alumni anak SMA Sun Moon. Beda setahun di atas kita sih.” Keluh Jaeseop.
Suasana ricuh di depan gerbang nampaknya mulai reda. Yoseob pun perlahan muncul dari kejauhan, ia berjalan sambil menenggelamkan salah satu tangannya ke dalam saku celana. Yoseob tersenyum kepada kedua kembarannya dengan penuh kemenangan.
“Hai para kembaranku. Makin cakep aja kalian.” Ledek Yoseob sambil berhenti sesaat, kemudian kembali berjalan.
“Heh!” Kiseop menarik kerah seragam Yoseob. “Mana buku gue?” Pintanya.
“Hah? Buku? Buku apaan?” Yoseob balik bertanya.
“Eh, jangan belagak amnesia mendadak gitu deh!” Kiseop mulai kesal. “Tuh buku penting banget.”
“Oohh… iya iya iya…” Kata Yoseob akhirnya. “Tadi gue pake buat nimpuk.” Lanjut Yoseob tanpa rasa bersalah.
“Terus, sekarang mana bukunya?” Pinta Kiseop lagi, kali ini lebih tegas.
“Kecebur got.” Jawab Yoseob enteng.
“Apa?” Kiseop berteriak cukup histeris. “Gue gak mau tau, sekarang juga lo ganti buku itu.”
“Iya gue bakal ganti. Tapi jangan hari ini juga donk. Ntar sore gue mau ketemu Haesa.” Yoseob memohon.
“Gue gak mau tau.”
“Udah lah, lo tenang aja.” Kata Jaeseop yang berusaha menjadi penengah. “Urusan Haesa biar gue yang gantiin lo.”
Yoseob melirik kesal ke Jaeseop yang tak membantu apa-apa.
“Sekarang gini aja, lo pilih pergi buat cari buku itu, atau gue gak mau bantuin lo ngerjain tugas Biologi punya lo.” Kiseop yang sudah cukup kesal terdengar mengancam.
Yoseob melirik jamnya. 15.12. ‘Sial!’ umpatnya dalam hati.
“Gue tunggu sampe jam 5.” Ujar Kiseop santai sambil berjalan menuju pintu mobil. Diikuti Jaeseop setelah membuang puntung rokoknya.
Yoseob tak punya banyak waktu untuk berfikir. Ia segera menempatkan diri diantara mobil kedua saudaranya itu dan meminta Kiseop dan Jaeseop untuk membuka kaca mobil masing-masing.
“Oke. Gue setuju.” Kata Yoseob akhirnya—meski terpaksa—sambil memandang ke Kiseop. “Tulisin judul buku sama nama pengarangnya.” Perintah Yoseob, kemudian beralih ke Jaeseop. “Gue berniat nembak dia hari ini. So, gue harap lo gak bikin kacau semuanya.” Yoseob memperingatkan.
“Serahin ke gue.” Jaeseop tersenyum puas, lalu menyodorkan ponselnya. Sesaat Yoseob menatap penuh tanda tanya. “Lo mau semuanya lancar, kan?”
Yoseob pun akhirnya mengerti. Dengan enggan ia mengeluarkan ponselnya untuk ditukar dengan milik Jaeseop. Kemudian kembali menoleh ke tempat Kiseop berada. Ia pun meraih kertas yang disodorkan Kiseop.
“Inget! Jam 5 sore.” Kiseop kembali mengingatkan, lalu pergi meninggalkan Yoseob. Tapi Jaeseop justru menghampiri Yoseob sambil menyodorkan kunci mobilnya. Yoseob yang mengerti dengan maksud Jaeseop, dengan enggan mengeluarkan kunci motornya untuk ditukarkan dengan kunci milik Jaeseop. Setelah mendapatkan yang ia inginkan, Jaeseop pun berjalan menuju lapangan parkir motor.
“Aarrgghh…!!!” Yoseob kesal sendiri.
Beberapa orang yang melintas, sontak memandang Yoseob dengan tatapan ingin tahu.
“Apa liat-liat!” teriak Yoseob galak sebelum akhirnya masuk ke dalam mobil Jaeseop.

@@@

        Ini adalah toko buku ketiga yang dikunjungi Yoseob seharian ini. Segera ia menanyakan buku yang tengah dicarinya kepada petugas di sana.
        “Ada di sebelah sana, mas.” Ujar mbak karyawan toko sambil menunjuk salah satu lemari penyimpan buku.
        Akhirnya. Yoseob pun menghela napas dan… tanpa pikir panjang, Yoseob menyambar buku itu dan langsung membawanya ke kasir.
        Tak ada yang diinginkannya setelah itu selain pulang. Terang saja, Yoseob langsung ke sana sepulang sekolah. Ia pun masih mengenakan seragam putih abu-abunya.
Begitu Yoseob berada di atas escalator, beberapa cewek anak SMA memperhatikannya sambil bergumam gak jelas ke teman-temannya yang lain. Suasana itu membuat Yoseob merasa sangat tidak nyaman.
Sebisa mungkin Yoseob berlari menghindari kerumunan cewek-cewek centil itu. Sampai akhirnya ada insiden kecil terjadi. Yoseob menabrak seorang cewek hingga barang belanjaan mereka sedikit berceceran.
“Maaf ya, gue buru-buru.” Kata Yoseob yang merasa bersalah.
“Iya, gapapa.” Balas cewek santai.
Mereka pun berdiri. “Nih.” Yoseob menyodorkan tas plastic milik cewek itu yang berhasil di kumpulkannya.
“Makasih.” Ujar cewek itu lagi penuh senyum sebelum meninggalkan Yoseob.
Sesaat Yoseob terhanyut dalam pesona cewek itu. Namun semua buyar ketika ponselnya bergetar. Yoseob merogoh saku celananya.
“Apaan lagi sih, Seop?” keluh Yoseob ketika menjawab telpon dari salah satu kembarannya itu.
“Bukunya udah dapet belom?” Tanya Kiseop dari tempat yang berbeda.
“Iya, udah. Ini juga gue udah mau balik kok.” Jawab Yoseob enggan.
“Cek lagi, udah bener apa belom? Gue gak yakin sama lo.”
“Iya bawel.” Yoseob memutuskan sambungan telponnya. Semula ia berniat langsung pergi dari tempat itu. Namun rasanya ada yang aneh dengan barang berlanjaannya. “Kok, agak sedikit lebih berat dari yang tadi, ya?” tanya Yoseob seorang diri.
Untuk mendapatkan jawabannya, Yoseob mengikuti saran Kiseop untuk memeriksanya. Yoseob membuka tas plastic belanjaannya. “Hah?” Yoseob tercengang mendapati isi tas itu bukan buku yang baru saja ia beli. “Kenapa buku biologi bisa berubah jadi novel remaja?”
Baru kali ini sebuah buku pelajaran yang berjudul biologi bisa menjadi sebuah barang berharga yang tak ternilai harganya bagi Yoseob.
Yoseob berlari dengan tekad bisa menemukan cewek tadi lagi. Ia menuju pintu keluar mall penuh keyakinan bahwa cewek itu juga melintas di sana.
Yoseob menajamkan mata menyapu sekelilingnya mencari cewek itu. Pandangannya berhenti di atas jembatan penyebrangan yang terdapat tepat di depan gedung mall itu. Yoseob merasa lega mendapati cewek itu menuju halte transjakarta.
Sekuat tenaga Yoseob mengejar. Tak peduli cacian dari beberapa orang yang tak sengaja tertabrak tubuhnya meski ia telah berteriak minta maaf.
Sesampainya di halte, Yoseob sudah melihat sosok cewek itu menunggu bus datang. Tapi dirinya justru di hadang petugas.
“Tiketnya, mas.” Pinta petugas itu.
Yoseob melupakan hal yang berkaitan dengan transjakarta busway, ia harus terlebih dahulu membeli tiket. Segera Yoseob menuju loket penjualan tiket.
“Satu, mbak.” Kata Yoseob sambil mencari dompet di saku celananya, namun pandangannya sesekali mengawasi cewek tadi.
“Tiga ribu lima ratus rupiah.” Tegur penjaga loket karena Yoseob tak kunjung menyodorkan uang.
Yoseob menepuk jidat. Ia baru menyadari kalo dompetnya benar-benar terjatuh di kamar mandi tadi pagi. Saku celana yang lain juga tak menyisakan uang sepeserpun. Uang terakhirnya sudah ditukar dengan buku biologi. Alhasil, Yoseob membatalkan transaksinya. Dan semakin kalap ketika cewek tadi sudah menaiki bus dan kini bus mulai meninggalkan halte.
Yoseob mendekati tepi pagar pembatas. “Wooyy…!! Turun lo!! Buku kita ketuker.” Teriak Yoseob sambil melambaikan buku itu ke arah bus. Tak peduli pandangan orang-orang yang menatapnya.
Yoseob tertunduk. Bus semakin jauh berjalan.

@@@

Sore itu Kiseop lagi menyiram tanaman di halaman rumahnya. Tak lama, sebuah taksi berhenti tepat di depan pagar.
“Siapa?” pikir Kiseop.
Belum sempat Kiseop menghampiri, Yoseob muncul membuka pintu pagar dan bergegas menuju dalam rumah.
“Bukunya gimana?” tegur Kiseop ketika Yoseob melintas. Tapi Yoseob tak menjawab.
Begitu Yoseob masuk, Jaeseop keluar.
Yoseob berlari menuju kamar mandi yang berada dalam kamarnya. Ternyata dugaannya benar. Dompet kulit berwarna hitam itu tergeletak di lantai kamar mandi. Begitu Yoseob memungutnya, ia kembali keluar.

@@@

“Kok lo malah beli novel? Buku biologinya mana?” tanya Kiseop yang menemukan novel yang diletakkn Yoseob di atas meja ketika kembarannya itu muncul.
“Kenapa lo naik taksi? Mobil gue mogok? Terus, lo tinggalin di mana?” Jaeseop melakukan hal yang sama.
“Buku biologi ketuker, dompet gue ketinggalan.” Yoseob menjawab sambil tetap berjalan. Ia membuka pintu taksi. “Sekarang gue mau balik ke mall buat ngambil mobil lo.” Lanjut Yoseob kali ini sambil menatap Jaeseop.

@@@

Pagi hari, Yoseob baru saja memarkirkan motornya di halaman sekolah. Sebuah motor berhenti di samping motornya. Sang pengandara itu cewek.
Yoseob tercengang ketika cewek itu membuka helmnya.
“Lo anak SMA ini juga?” tegur Yoseob galak.
Itu cewek yang kemaren tabrakan dan bukunya tertukar dengan Yoseob. Namanya Eungi.
“Lo yang kemaren nabrak gue di mall, kan?” Eungi balik bertanya.
“Bagus deh kalo lo masih inget. Sekarang, mana buku gue?” pinta Yoseob setengah memaksa.
“Gak ada di gue.” Ujar Eungi sambil melengos pergi. Tapi Yoseob berhasil menahan tangannya.
“Heh! Lo tuh anak baru di sini. Jadi jangan macem-macem sama gue.” Yoseob sedikit terdengar mengancam.
“Terus, ngaruh gitu karna gue anak baru, terus gue harus takut sama lo?” balas Eungi.
“Gak usah sok jagoan deh. Udah, cepet, mana buku gue?” kata Yoseob lagi, kali ini sedikit memaksa untuk menggeledah tas Eungi.
“Apa-apaan sih lo, kak!”
“Yoseob, berenti!” teriak Jaeseop yang diikuti pula oleh Kiseop dan Hye Ra dibelakangnya.
“Jaeseop, cewek ini yang bukunya ketuker sama gue.” Ujar Yoseob sambil menunjuk Eungi. “Dan dia gak mau balikin. Lo tau kan kalo gue ada tugas buat hari ini?” Yoseob sedikit minta pembelaan dari Jaeseop.
“Tugas lo udah selesai kok.” Kata Kiseop menyeruak. Ia menyodorkan print out tugas Yoseob dan sebuah buku. Buku biologi yang sempat menjadi barang berharga bagi Yoseob. “Itu buku yang ketuker sama novelnya Eungi.” Lanjut Kiseop.
“Kok bisa ada di lo?” Tanya Yoseob penuh curiga.
Hye Ra tersenyum dan membuat Yoseob semakin curiga dan mencurigai sikap cewek yang kini berdiri di samping Eungi sambil merangkulnya.
“Semua yang terjadi di bawah scenario Kiseop.” Kata Hye Ra.
Kecurigaan Yoseob berpindah ke Kiseop.
“Semata-mata supaya lo bisa menghargai sesuatu.” Kiseop membela diri.
Dongjoon, Sungjong dan Niel muncul. Mereka adalah orang yang kemarin sempat dikejar oleh Yoseob.
“Jadi, kalian termasuk dalam scenario?” Tanya Yoseob memastikan tebakannya benar.
Dongjoon, Sungjong dan Niel mengangguk kompak.
Entah kenapa, Yoseob sontak melirik dimana Eungi berada. “Dan lo… Anak baru yang juga sepupunya Hye Ra, gitu?”
Gantian, Hye Ra dan Eungi yang mengangguk kompak.
“Pantesan lo berani ngelawan gue.” Yoseob baru menyadari sesuatu. “Biasanya anak baru sopan ke gue.”
“Bukan sopan! Tapi takut.” Celetuk Jaeseop.
“Yaiyalah, takut. Lo galak sih, kak.” Eungi menimpali perkataan Jaeseop yang membuat Yoseob sedikit salah tingkah.

@@@

Tidak ada komentar:

Posting Komentar