Rabu, 15 Mei 2013

YOU’RE MY BREATH



Author              : Annisa Pamungkas
Main Cast          : All member BEAST (B2ST)
Original cast     : Haesa, Soo In
Genre               : romance, tragedy
Length              : one shoot

@@@

Haesa POV
        “Kalian mau memanas-manasiku!” bentak Yoseob ketika aku dan kekasihku, Gikwang, baru sampai di rumah mereka.
Yoseob adalah kakak dari Gikwang. Dia akan selalu seperti itu jika melihat kemesraanku dan Gikwang. Biar bagaimanapun, dia tetap kakak yang baik untuk Gikwang dan untukku juga.
        “Berhenti bermesra-mesraan di hadapanku!” cetus Yoseob lagi membuatku menahan tawa.
Kulihat Yoseob melotot seiring dengan tanganku yang merasa di sentuh sesuatu. Kulirik Gikwang yang saat itu sudah mengerling jahil ke hadapanku.
        “Gikwang!” pekik Yoseob lagi, kali ini sambil melempar bantalan sofa ke arah kami.
Beruntung bantal itu tak mengenaiku yang dilindungi oleh tangan Gikwang yang menghadangnya membuat tawaku semakin pecah. Ku lihat Gikwang juga tertawa. Dia memang senang sekali menggoda kakaknya itu. Tak lama ku rasakan tangan Gikwang mengelus lembut puncak kepalaku. Ketika menoleh, ku dapati Gikwang sudah melesat ke dalam.
        “Kalian tega sekali padaku.”
        Aku melirik Yoseob penuh simpatik, lalu aku menghempaskan tubuh di sampingnya.
        “Apa kau bertengkar dengan kekasihmu?” tanyaku hati-hati karena ku lihat wajah Yoseob menandakan ia tidak dalam keadaan baik. Yoseob cukup sensitive jika membahas kekasihnya yang baru ia pacari sekitar dua bulan itu.
        Ku dengar Yoseob menghela napas cukup berat. Ketika melirik, aku melihat wajahnya berubah kecewa. “Kami berpisah.” Seru Yoseob akhirnya membuat mataku membulat seketika.
        “Kami akan selalu ada untukmu.”
        Aku dan Yoseob sama-sama menoleh ke arah sumber suara dan mendapati Gikwang sudah duduk di sisi Yoseob yang lain sambil mengusap pundak kakaknya tersebut.
        “Jangan terlalu mengasihaniku seperti itu!” protes Yoseob. Wajah lucunya kembali menyulut gelak tawaku dan Gikwang.

@@@

        Ku rasakan ponselku berdering. Ketika menyambarnya di meja makan, langsung ku lihat layarnya, ternyata hanya sebuah pesan masuk. Ku pikir itu dari Gikwang, tapi senyumku memudar ketika membukanya.

Dari : Junhyung
Ada yang ingin ku tunjukkan padamu. Ku tunggu di bawah.

        Aku menatap bingung isi pesan yang masuk ke dalam ponselku. Namun aku tidak akan menemukan jawaban jika masih di sana. Dengan cepat ku sambar tas dan binderku yang tergeletak di atas meja. Lalu aku keluar meninggalkan apartmen yang ku tempati sendiri.
        Aku segera menyebrang menghampiri sebuah mobil yang ku ketahui milih Junhyung. “Ada apa?” tanyaku ketika Junhyung membuka kaca mobil. Junghyun adalah temanku sejak SMA. Tapi Gikwang tidak terlalu kenal dengannya.
        “Masuk saja.” Perintahnya sambil menggerakan kepala menyuruhku masuk ke dalam mobilnya. Aku pun langsung menuruti tanpa pikir panjang.
        Junhyung langsung melajukan mobilnya. Membawaku ke sebuah apartmen yang ku ketahui milik Soo In, mantan kekasih Yoseob. Yoseob pernah menunjukkan itu padaku. Junhyung segera turun tak lama setelah memarkirkan mobil. Ia juga menyuruhku turun sambil memberikan isyarat. Masih dengan beribu pertanyaan yang berkecamuk di benakku, akupun mengikuti Junhyung.
        “Ternyata Dongwoon sudah datang.” Gumam Junhyung saat kami keluar dari lift. Di depan sana ada seorang pemuda yang mendahului kami.

@@@

Gikwang POV
      Pusing. Itulah yang aku rasakan sambil memegangi kepalaku yang sangat sakit. Perlahan aku berusaha bangkit dari tempat tidur. Badanku juga terasas sangat sakit. Aku masih memegangi kepala dan mataku masih belum mampu terbuka. Aku sempat berfikir, apa tadi malam terlalu panas sehingga aku membuka kaosku dan tidur bertelanjang dada. Tapi tak ada yang ku ingat satupun kejadian tadi malam. Yang terakhir ku tau, aku habis mengantar Haesa pulang.
        Samar-samar aku mendengar suara tangis seseorang. Aku menoleh ke kiri dan mataku membulat sempurna ketika menyadari ini bukanlah kamarku, apalagi kamar Yoseob. Aku belum pernah ke tempat ini sebelumnya.
        Suara tangis itu masih terdengar. Aku menoleh ke arah lain. Ku pikir aku sedang berhalusinasi. Namun ternyata tidak. Hatiku mencelos ketika melihat seorang gadis duduk berlutut di sudut ruangan. Tubuhnya di tutupi selimut tebal. Ia tampak seperti orang yang ketakutan.
        “Haesa…” Panggilku ragu, karena tidak ada gadis lain di sisiku kecuali ibu dan Haesa tentunya.
        Gadis itu tak merespon. Lalu aku tersentak ketika mendapati seseorang membuka dengan kasar pintu kamar dari luar.
        “Dongwoon?” seruku heran. Kenapa pemuda itu bisa berada di sini.
        “Soo In.”
        Aku memperhatikan Dongwoon mendekati gadis itu yang ternyata bernama Soo In. Jujur saja, aku tidak percaya jika gadis itu benar-benar Soo In, mantan kekasih Yoseob. Soo In menatap takut-takut padaku, sementara itu ada seorang gadis yang berdiri mematung di ambang pintu dan menatapku kecewa.
        “Haesa!” teriakku yang segera bangkit sambil menarik selimut untuk menutupi tubuhku.
        Aku sudah tidak bisa berpikir jernih. Sakit sekali rasanya di tatap Haesa seperti itu. Terlebih, aku mendapati tubuhku hanya terbalut selimut.
        “Kau mau lari dari tanggung jawab!” bentak seseorang yang menghadang langkahku. Aku tak terlalu kenal dengannya. Yang ku tau dia teman SMA Haesa. Tapi yang pasti, pemuda ini sejak tadi berdiri di belakang Haesa.
        Aku tak berontak karena aku merasakan ada sesuatu yang aneh telah terjadi.

@@@

Haesa POV
      Hatiku sakit melihat kejadian tadi. Seseorang yang ku percaya telah mengkhianatiku dengan cara kotor seperti itu. Gikwang…! Aku hanya bisa menjeritkan namanya dalam hati. Lima tahun aku menjalin kasih dengannya dan harus hancur hanya dalam waktu semalam.
        Aku membawa kakiku berlari sejauh mungkin dari apartmen Soo In. Hatiku semakin sakit mengingat kejadian itu. Soo In, Gikwang. Aku sudah tak sanggup lagi menahan sakit ini. Aku tidak mau membayangkan apa yang Gikwang dan Soo In lakukan jika melihat penampilan mereka tadi. Aku hanya mampu berlari dan berlari tanpa tau arah tujuan.
        Aku yang kalap, menyeberang jalanan tanpa menoleh ke kanan dan kiri. Sebenarnya aku sadar ada sebuah mobil yang melaju cukup kencang, tapi aku tak peduli jika mobil itu menabrak bahkan hingga menghilangkan nyawaku.
        “Awas!!!” teriak orang-orang yang memekakkan telingaku.
        Mobil itu berhenti tepat waktu. Hanya beberapa senti dari tempat aku berdiri. Awalnya aku tak peduli jika mobil itu akan menabrakku, tapi jujur saja kejadian tadi cukup membuatku syok dan akhirnya kakiku lemas hingga aku meluruh di sana. Napasku pun memburu dengan cepat. Seiring dengan langkah kaki orang-orang yang langsung saja mendekat.
        “Haesa? Kau baik-baik saja?”
        Aku menoleh pelan karena merasa familiar dengan orang yang kini berlutut di sampingku meski masih dalam kondisi syok.
“Doojoon?” gumamku tanpa suara. Pemuda itu langsung memelukku erat membuatku bisa sedikit lebih tenang. Tapi, sejak kapan dia ada di kota ini?

@@@

        Doojoon juga teman ku semasa SMA. Doojoon dan Gikwang kakak kelasku. Dia juga sempat menyatakan perasaannya padaku, tapi ia kalah cepat dengan Gikwang karena pemuda yang kini menjadi kekasihku tenyata sudah menyimpan perasaan padaku sejak kami SMP. Meski begitu, persahabatanku dan Doojoon tetap terjalin, begitupula antara Gikwang dan Doojoon. Dan kini, Doojoon kembali setelah dua tahun pindah ke luar kota.
        Aku menunggu di dalam mobil. Tak lama Doojoon kembali sambil membawa dua gelas teh hangat. Ia memberikan satu untukku.
        “Apa yang terjadi denganmu?”
        Aku menghela napas berat sebelum menceritakan apa yang baru saja ku alami. Doojoon juga sangat terlihat kecewa dengan perbuatan Gikwang yang baru saja ku ceritakan. Ku lihat tangan Doojoon terjulur ketika air mataku mulai menetes.
        Aku tertegun melihat Doojoon tersenyum. Aku sangat beruntung bertemu dengan Doojoon di saat yang seperti ini.
        “Aku akan ada di sampingmu.” Ujar Doojoon membuatku sangat nyaman berada di sampingnya.

@@@

        Dua minggu berlalu sejak aku memergoki Gikwang di apartmen Soo In. Dan selama itu pula Doojoonlah yang menggantikan Gikwang di sampingku. Aku nyaman berada di samping Doojoon, meski rasanya tetap berbeda jika Gikwang yang berada di sampingku.
        Aku segera menyambar binder dan melangkah keluar kelasku. Siang ini aku memiliki janji untuk bertemu dengan Yoseob. Aku segera bergegas menuju kantin kampus karena tadi Yoseob mengirimiku pesan bahwa ia sudah berada di sana.
        Ketika melangkah masuk ke dalam kantin, aku langsung bisa dengan mudah menemukan sosok Yoseob. Aku menghela napas sebelum melangkah.
        “Maaf membuatmu menunggu lama.” Sapaku canggung.
        Yoseob memberikan senyuman khasnya. “Jangan bersikap seperti baru mengenalku.” Protes Yoseob.
        Aku juga sebenarnya tak nyaman berbasa-basi seperti itu. Terlebih sejak kejadian dua minggu lalu. Aku memang sangat ingin menemui Yoseob dan mengutarakan semua rasa sesak di dadaku akibat perlakuan Gikwang, tapi aku bingung harus bersikap seperti apa. Di sisi lain, Yoseob adalah kakaknya Gikwang. Dia pasti akan membela adiknya.
        “Aku sudah memesankan minuman untukmu.”
        Yoseob mendorong pelan gelas tepat ke hadapanku. Aku masih menunduk dan tak tau harus memulai dari mana.
        “Kau membenci Gikwang?”
        Pertanyaan Yoseob sontak membuatku terkejut. Untung saja aku tidak sampai tersedak minumanku sendiri. Aku menghela napas sebelum menjawab. Aku juga tak perlu meminta Yoseob untuk mengulangnya karena dia pasti sudah susah payah mengeluarkan kata-kata itu.
        Aku pun tak kalah beratnya menjawab pertanyaan Yoseob. “Harusnya, iya.” Aku diam sesaat. “Tapi aku tak bisa.”
        “Kau boleh menjauhinya, tapi…” Yoseob menepuk lenganku pelan. Ia kembali tersenyum. “Ku mohon sampai kapanpun kau jangan pernah membenci kami, terutama Gikwang.” Ujar Yoseob penuh harap. Jika sudah begini, aku tidak bisa menolak ucapannya. Yoseob sudah seperti kakakku sendiri.
        Aku tertawa kecil. “Aku tidak bisa membenci orang seperti mu.”
        Yoseob ikut menertawai ucapanku, namun sedetik kemudian tawanya memudar membuatku juga perlahan menghentikan tawa.
        Yoseob terdiam cukup lama. “Soo In hamil, dan mereka akan menikah minggu depan. Tapi aku sama sekali tak memintamu untuk datang.”
        Ku rasakan jantungku seperti berhenti berdetak ketika mendengar ucapan Yoseob. Apa yang ku takuti benar-benar terjadi. Aku memang telah mempersiapkan diri untuk menghadapi kenyataan ini. Tapi air mataku tak bisa terbendung lagi. Yoseob buru-buru menyodorkan tissue ke arahku.
        “Yoseob, aku masih membutuhkanmu.” Seruku dengan napas tercekat.
        “Kau boleh menemuiku kapanpun kau mau.”

@@@

Gikwang POV
      Tiga bulan berlalu setelah hari pernikahanku dengan Soo In. Kami tinggal di apartmen baru yang rencananya akan ku tempati bersama Haesa nanti. Setelah gadis itu lulus kuliah, aku berencana menikahinya. Namun takdir berkata lain.
        Aku duduk seorang diri di meja makan untuk sarapan. Aku juga menyiapkan sendiri semua keperluanku pagi ini. Selain itu, aku memilih tidur sendiri di kamar belakang dan hanya beralas karpet. Lebih baik badanku sakit, dari pada aku tidur satu kamar dengannya.
        “Aku ingin keluar. Pinjamkan mobil.”
        Itu pasti suara Soo In. Siapa lagi? Di sini kami hanya tinggal berdua. “Kuncinya di meja.” Seruku tanpa menoleh sedikitpun. Tak lama ku dengar pintu tertutup membuatku menyandarkan diri di sandaran kursi. Terlaluh lelah menjalani hidup seperti ini.
        Tak lama kemudian, aku bangkit meninggalkan sisa makanan dan piring kotor begitu saja di atas meja. Karena mobilku di bawa Soo In, aku memutuskan mengendarai motor menuju tempatku bekerja.
        Sore harinya saat perjalanan pulang dari tempat kerja, aku melihat mobil milik Doojoon. Tanpa pikir panjang, akupun mengikuti kemanapun ia akan pergi. Perasaanku mengatakan bahwa Doojoon akan menemui Haesa. Aku memang mendengar dari Yoseob kalau sekarang mereka dekat.
        Ternyata benar. Mobil Doojoon masuk ke pelataran parkir apartmen tempat Haesa tinggal. Aku hanya sanggup diam di atas motor dan menatap nanar mobil Doojoon yang semakin menghilang. Aku memang sakit hati jika ternyata Haesa jatuh ke dalam pelukan Doojoon. Tapi setidaknya itu lebih baik dan akan membuatku tenang karena orang itu adalah Doojoon. Sahabatku sejak SMA.
        “Semoga kalian bahagia.” Ujarku lirih sebelum meninggalkan tempat itu.

@@@

Doojoon POV
      Aku menunggu Haesa membukakan pintu apartmennya. Aku juga telah menyiapkan sesuatu untuk ku berikan padanya. Sebatang coklat. Tadinya ku pikir akan membelikan bunga atau boneka. Tapi aku mengurungkan niat karena Haesa bukan gadis yang menyukai hal-hal seperti itu.
        Tak lama pintu terbuka membuat degup jantungku berdetak lebih cepat. Ini yang sangat ku tunggu-tunggu sejak lama. Mungkin kalau bukan karena insiden Gikwang dan Soo In, aku tidak bisa menjadi sedekat ini dengan Haesa. Tapi bukan berarti aku bahagia di atas penderitaan orang lain. Terlebih orang itu adalah Gikwang.
        Aku sempat datang ke pernikahan Gikwang tiga bulan lalu. Tapi aku tak tega menceritakan kepada Haesa betapa Gikwang sangat tidak bahagia karena harus menikah dengan orang lain.
        Haesa menatapku dari kepala hingga kaki. Aku juga melakukan hal yang sama. Pakaian kami sangat kontras terlihat. Aku mengenakan kemeja dan sedikit menata rambutku karena aku berencana melakukan kencan bersama Haesa, tapi sepertinya tidak dengan gadis itu.
Haesa hanya mengenakan celana jins serta kaos yang lengannya sedikit di gulung. Rambutnya juga hanya diikat satu kebelakang. Dan yang paling membuatku syok adalah, gadis itu hanya mengenakan sandal jepit sebagai alas kaki.
        Haesa mendongak seperti bisa menebak isi kepalaku. “Apa kau pikir kita akan kencan?”
        Tentu saja ini kencan. Tapi aku tak bisa memaksa Haesa. Gadis itu memang tak bisa merubah kebiasaannya saat masih bersama Gikwang. Ia akan tetap berpenampilan seperti itu saat mereka kencan. Gikwang memang tak pernah memaksakan kehendaknya karena ia mencintai Haesa apa adanya gadis itu.
        Aku menyodorkan tanganku yang menggenggam coklat. “Kita hanya pergi jalan, bukan kencan.” Kataku mengalah.
        Haesa tersenyum. Tersenyum sebagai sahabatkah? Atau dia mulai membuka hatinya untukku? Entahlah, aku tidak bisa mengartikan senyuman itu. Meski hanya sebagai sahabat, aku tetap senang. Masih terlalu cepat bagi Haesa melupakan Gikwang. Terhitung sejak kasus yang menimpa Gikwang.

@@@

Haesa POV
      “Tapi pastikan Gikwang tidak di sana.” Cetusku pada seseorang di telpon. “Oke… cepat bukakan pintu.” Perintahku yang sebenarnya sudah berdiri di depan pagar rumah Yoseob dan… Gikwang. Tapi tentu saja pemuda itu sudah tidak tinggal di sini lagi.
        “Jadi kau menelpon dari depan pagar?” seru Yoseob ketika membukakan pintu pagar untukku.
        Aku hanya tersenyum tanpa rasa berdosa. “Aku sedang menyusun skripsi dan sangat membutuhkan bantuanmu.”
        “Apapun ku lakukan untukmu.” Yoseob tertawa sambil mengacak pelan rambutku. “Ayo masuk, di dalam ada Hyunseung.”
        Mataku membulat seketika saat mendengar Yoseob menyebut nama Hyunseung. Dia adalah sepupu Yoseob dan Gikwang. Kami juga kenal dekat karena Hyunseung sering mengunjungi rumah Yoseob. Tapi sekitar setengah tahun yang lalu, Hyunseung melanjutkan pendidikannya di London.
        “Hyunseung!” pekikku sambil berlari dan menghempaskan badan ke tubuh Hyunseung yang ternyata sudah menungguku di depan pintu. “Kapan kau kembali dari London?”
        “Baru saja.” Ujarnya singkat, lalu pelukan kami terlepas.
        “Oleh-oleh untukku.” Pintaku sambil menengadahkan kedua tangan.
        Hyunseung tertawa sambil menepuk pelan telapak tanganku yang terbuka. “Hanya itu sambutan darimu?” protes Hyunseung yang hanya mendapat balasan tawa dariku.

@@@

Yoseob POV
      Aku, Haesa dan Hyunseung langsung tenggelam membantu Haesa mengerjakan skripsinya. Sesekali kami sedikit berdebat, namun sedetik kemudian kami tertawa lagi. Selalu seperti itu hingga tak terasa dua jam berlalu begitu cepat.
        Ku lihat Hyunseung sedikit melempar badannya ke sandaran kursi. Aku tau ia lelah. Begitupun aku, tapi tidak dengan Haesa. Gadis itu masih berkutat dengan laptop yang katanya hasil meminjam dari Doojoon. Setidaknya masih ada orang lain lagi yang akan membantuku menjaga Haesa.
        “Kau tadi dari mana?” Tanya Hyunseung kepada Haesa membuatku mengawasi mereka seketika.
        Tapi yang ku lihat, Haesa sama sekali tak berpaling dari layar laptopnya.
        “Dari apartmenku.”
        “Memangnya kau tidak tinggal di sini?” pertanyaan Hyunseung sontak membuat aku dan Haesa saling melempar pandangan. “Ku dengar Gikwang sudah menikah. Denganmu, kan?”
        Benar saja. Apa yang kutakuti terjadi karena aku memang belum sempat menceritakan tentang semua yang dialami Gikwang pada Hyunseung karena Haesa lebih dulu datang. Aku menunggu apa yang akan dilakukan Haesa ketika gadis itu berdiri. Ia hanya menatapku penuh arti.
        “Aku ingin ke toilet.” Ujar Haesa yang ku yakini hanya alasan untuk menghindari kami karena pasti ia memintaku untuk bercerita pada Hyunseung.

@@@

Author POV
      Tiba-tiba Hyunseung berdiri dengan kasar sambil merobek foto pernikahan Gikwang yang ditunjukkan Yoseob lalu membuangnya ke sembarang tempat. “Ini tidak bisa dibiarkan.” Serunya sambil menatap Yoseob tajam.
        Yoseobpun segera mengejar Hyunseung yang berjalan menuju dapur. Hyunseung berjongkok di hadapan Haesa yang duduk di lantai dan menundukkan wajahnya dalam-dalam. Gadis itu pasti telah mendengar semua yang diceritakan Yoseob pada Hyunseung.
        Hyungseung mengulurkan tangannya untuk mengangkat wajah Haesa yang sudah basah karena air mata. Yoseob duduk di samping Hyunseung yang kini telah menghapuskan sisa air mata di wajah Haesa menggunakan tangannya.
        “Aku tidak akan membiarkan kau dan Gikwang seperti ini.” Ujar Hyunseung sambil menatap Haesa lembut. Perlahan, ia menarik tangan Haesa dan membawa gadis itu berdiri sambil melirik Yoseob. “Tanyakan pada Gikwang, dimana istrinya berada sekarang.”
        Yoseob membalas Hyunseung dengan tatapan bingung. “Tapi untuk apa?” protesnya.
        “Kau akan tau nanti.” Hanya itu yang dikatakan Hyunseung lalu pergi dan tak lupa membawa Haesa dalam genggamannya.
Meski bingung, Yoseob tetap menuruti permintaan Hyunseung untuk menghubungi Gikwang meski sambil mengejar.

@@@
Haesa POV
      Kami pergi dari rumah Yoseob. Hyunseung yang mengendarai mobil. Dan yang terakhir ku tau, Yoseob sedang menelpon Gikwang. Jujur aku masih merindukan orang itu. Tapi itu tidak boleh. Gikwang sudah menjadi suami wanita lain.
        “Percuma. Gikwang tidak tau di mana keberadaan Soo In. Ku rasa dia tidak akan pernah mau tau tentang Soo In.”
        Hatiku semakin sakit mendengar cerita Yoseob. Gikwang pasti sangat menderita.
        Tak lama, Hyunseung menepikan mobil. Mungkin kita telah sampai. Aku pun menyusul turun dari mobil. Ke sebuah apartmen. Entahlah, aku tidak tau siapa yang tinggal di sini. Aku hanya mengikuti langkah kaki Hyunseung dan Yoseob yang kini berhenti tepat di depan sebuah pintu. Ku lihat Hyunseung melirik dan Yoseob hanya mengangguk. Akupun pasrah tanganku di tarik Yoseob sampai ke belakang sebuah pilar. Setelah Hyunseung masuk ke dalam, Yoseob kembali membawaku keluar dan kami mendengarkan semua pembicaraan dari balik pintu.
        Yoseob merengkuh tanganku ketika kami mendengar pembicaraan beberapa orang. Hyunseung, Junhyung, Dongwoon dan Soo In. Astaga, apa yang mereka bicarakan? Yoseob tak kalah kecewa denganku.
        Ku rasakan mataku mulai basah. Yosoeb juga masih membeku di tempatnya. Bagaimana tidak? Ternyata selama ini Gikwang tidak bersalah. Malam itu ia hanya di jebak. Yang sebenarnya menghamili Soo In adalah Dongwoon. Mereka masih berpacaran bahkan saat Yoseob berpacaran dengan Soo In. Dongwoon tidak mau menikahi Soo In karena ia belum lulus kuliah. Dan akhirnya, Junhyung merencanakan penjebakan licik itu untuk Gikwang sebagai alat balas dendam karena ia selalu kalah dari Gikwang dalam banyak hal. Termasuk dalam hal mendapatkanku.
        Ku tekan kuat-kuat tanganku ke dalam dada yang semakin terasa sakit. Aku sudah tidak kuat mendengarkan pembicaraan itu. Ku kempaskan dengan kasar tangan Yoseob lalu aku segera lari dari tempat itu. Kembali, aku tak memperhatikan jalan ketika berlari menyebrang. Kejadian yang samapun terulang ketika sebuah mobil hampir menabrakku. Dan Doojoon pula yang melakukan itu. Aku sudah tak bisa perpikir dengan jernih. Aku menjatuhkan tubuhku di pelukan Doojoon hingga akhirnya aku kehilangan kesadaran.
        Ketika aku siuman, ternyata aku sudah ada di rumah sakit. Aku bangkit secara paksa dan hendak turun dari tempat tidur, namun Yoseob yang berada di sana langsung menahanku. Hyunseung juga berada di sana. Kini ia sudah ada di sampingku. Aku menatap mereka berdua menuntut penjelasan apa yang terjadi sebenarnya.
        Ternyata Hyunseung berteman dengan Dongwoon, namun Dongwoon tidak tau kalau Hyunseung sepupu Gikwang. Hyunseung sangat kesal ketika mengetahui Soo In justru menikah dengan Gikwang. Ia lah yang akhirnya mendesak Dongwoon untuk menceritakan semua yang sebenarnya terjadi.
        “Di mana Gikwang?” paksaku. Hanya dia orang pertama yang ku ingat ketika sadar tadi.
        Yoseob dan Hyunseung hanya menggeleng. Aku tidak bisa lebih lama lagi di sana. Aku mencabut paksa selang infuse yang menancap di tanganku membuat aku meringis seketika. Yosoeb dan Hyunseung langsung menatap khawatir padaku dan aku hanya membalas dengan senyuman.
        “Aku ingin menemui Gikwang.” Ujarku yang langsung menyeruak setelah rasa sakit di tanganku berkurang.
        Yosoeb dan Hyunseung tak begitu saja melepaskanku. Sampai akhirnya orang yang selalu disampingku akhir-akhir ini pun muncul. Doojoon. “Biar aku yang menemani Haesa mencari Gikwang.” Ujarnya membuat Yoseob ataupun Hyunseung tak bisa menolak.
“Kemana biasanya kalian pergi?” Tanya Doojoon yang khawatir melihat kondisiku. “Atau, di mana tempat yang cukup sering dikunjungi Gikwang?” Tanya Doojoon lagi membuatku seperti mendapat pencerahan.
        Itu dia… “Pantai…” seruku cerah. Doojoon hanya mengangguk dan aku mulai tersenyum sendiri karena sebentar lagi aku akan bertemu Gikwang tanpa mempedulikan bahwa dia sudah memiliki istri.

@@@

Gikwang POV
      Sebentar lagi malam. Sunset sore ini membuatku kembali teringat Haesa. Gadis yang sangat ku cintai. Aku memang bukan pemuda romantis. Menyatakan cinta pada Haesa saat sunset seperti ini sudah cukup romantis menurutku.
        Lagi-lagi aku teringat gadis itu yang kini sudah bersama Doojoon. Aku sempat melihat mereka berkencan beberapa waktu lalu. Suasana yang terjadi tak jauh beda seperti yang biasa Haesa lakukan bersamaku. Dan yang terakhir adalah beberapa jam yang lalu sebelum aku datang ke sini. Aku melihat Haesa hampir tertabrak mobil. Beruntung itu tidak sampai terjadi. Aku juga telah berlari menghampiri Haesa tanpa mempedulikan motorku yang ku biarkan begitu saja. Namun ternyata Doojoon lebih cepat dariku.
        Aku meluruh dan terduduk di atas pasir pantai. Tatapanku tak lepas dari cahanya orange yang terpancar dari matahari yang mulai tenggelam.
        “Gikwang…!” aku mendengar suara seseorang memanggil yang ku yakini adalah suara Haesa. Tapi aku tak menoleh. Mana mungkin Haesa berada di sini menemuiku. Aku menggelengkan kepala kuat-kuat untuk menegaskan bahwa ini tidak benar terjadi. Ini pasti karena aku sangat merindukannya.
        “Gikwang! Jahat sekali kau tidak mempedulikanku!”
        Kembali suara itu terdengar. Ku paksakan kepalaku untuk menoleh. Astaga, Haesa di sini. Ia menatap nanar ke arahku lalu jatuh terduduk sebelum aku sempat bereaksi. Ku tatap Haesa yang sedang menghapus air matanya dengan kasar. Dia selalu seperti itu. Tidak ada yang berubah. Aku buru-buru berpaling sebelum ia melihat senyumku. Karena itu sama saja dengan aku menyakiti hatinya.
        “Akh…” jeritku karena Haesa mencubit lenganku.
        “Gikwang!” pekiknya lagi kali ini sambil memukulku.
        Apa-apaan ini? Aku berusaha menangkis semua serangannya sampai akhirnya Haesa pun berhenti dengan sendirinya. “Kenapa kau memakai pakaian ini?” tanyaku heran setelah menyadari Haesa mengenakan pakaian pasien rumah sakit. “Apa yang terjadi padamu?” aku tak bisa menyembunyikan kepanikanku.
        Haesa tersenyum nakal ke arahku dengan wajah sembabnya membuat aku hanya mampu mengerutkan dahi. Aku menjauhi tubuhku ketika wajah Haesa mendekat.
        “Aku ingin menjadi orang jahat.” Cetusnya membuatku semakin bingung.
Tidak mungkin Haesa gila karena ku tinggal menikah dengan orang lain. Astaga… lebih baik aku mati dari pada melihat Haesa seperti ini karenaku.
        “Gikwang!” dia senang sekali berteriak menyebutkan namaku. Mungkin karena sejak tadi aku hanya terdiam. “Cepat ceraikan istrimu! Aku tidak mau tau, kau harus lakukan itu! Aku ingin merebutmu kembali darinya.” Racau Haesa membuat senyumku mengembang seketika.
        “Tapi aku tidak bisa.” Ujarku tiba-tiba. Ini pernikahan, bukan hanya sebatas hubungan sepasang kekasih. Lagi pula, bayi yang dikandung Soo In adalah anakku.
        “Soo In bukan hamil karenamu, tapi karena Dongwoon. Kau hanya di jebak. Semua ini rencana Junhyung, dia masih menaruh dendam padamu.”
        “Benarkah?” ujarku tak percaya dengan sedikit terbata.
        “Itu semua benar. Dan kini kau harus kembali pada Haesa.”
        Aku menoleh ke arah sumber suara. Ternyata Doojoon. Di belakangnya berdiri Yoseob dan Hyunseung.
        Plak! Lagi-lagi Haesa mendaratkan pukulan padaku. “Kenapa diam saja?” omelnya.

@@@

        “Apa yang akan kita lakukan malam ini?”
        Aku menoleh pada Haesa yang tidur di sampingku. Jangan berpikir negative dulu, kami telah menikah beberapa hari yang lalu. Tentu saja setelah aku menceraikan Soo In. Dan ini sudah lewat tiga bulan setelah kebenaran tentang Soo In terbongkar.
        “Apa yang akan kita lakukan malam ini?” Haesa mengulangi pertanyaannya karena aku tak kunjung menjawab.
        Aku menarik selimut untuk menutupi badan. “Tentu saja tidur.”
        “Hanya itu?” pertanyaan Haesa membuatku menoleh seketika.
Jujur saja, aku tidak mengerti apa yang ia bicarakan. Ku lihat Haesa cemberut kecewa karenaku. Astaga, apa yang harus ku lakukan?
        “Kau kan sudah pernah menikah. Masa kau tak tau apa yang bisa kita lakukan berdua selain tidur.” 
        “Apa kau lapar?” tanyaku polos lalu menarik tangannya. “Ayo… aku akan menemanimu masak sesuatu.”
        Aku tersentak mendapati Haesa menepiskan tanganku. Ia langsung menghempaskan badannya lagi sambil menarik selumut hingga menutupi seluruh tubuhnya. Aku hanya mengacak rambutku, frustasi. Aku sama sekali tidak tau apa yang seharusnya aku lakukan.
        “Besok akan aku tanyakan pasa Yoseob.” Ujarku akhirnya.
        Haesa kembali bangkit. “Gikwang…” serunya gemas. “Masa kau harus menanyakan hal itu. Terlebih pada Yoseob.”
        “Maaf. Aku sama sekali tak mengerti. Selama menikah dengan Soo In, aku sama sekali tidak pernah menyentuhnya walau hanya seujung kuku sekalipun.” Lirihku.
        Haesa akhirnya tersenyum. Aku lega karena ia bisa mengerti keadaanku. “Ayo kita tidur.” Ajaknya.
        Akupun mematikan lampu sebelum akhirnya berbaring di samping istriku tercinta. Ia tidur sambil memelukku. Kami nyaris tertidur jika saja tidak di ganggu seseorang yang mengetuk pintu kamar.
        “Gikwang… Haesa…”
        Ku rasakan Haesa menyibakkan selimut dengan kasar. Perlahan akupun mengikutinya, bangkit. “Astaga, Yoseob!” kesalnya lalu melirikku tajam. “Besok kau harus mencarikannya kekasih agar dia cepat menikah dan tidak menganggu kita lagi.”
        Aku tidak mempedulikan Yoseob yang masih mengganggu, lalu kembali berbaring.
        “Kau tidak menemui Yoseob?” protes Haesa karena aku kembali tertidur.
        “Malas.” Ujarku sambil tersenyum jahil.
        “YOSEOB… JANGAN MENGGANGGU KAMI…” teriakku dan Haesa bersamaan. Lalu kami menenggelamkan diri di dalam selimut mengabaikan Yosoeb di luar sana.

@_E_N_D_@

Tidak ada komentar:

Posting Komentar