Kamis, 21 Februari 2013

3twins (part 10)


Sepuluh…

        “Lo bikin apa, sih?” Ricky mengambil sebuah ubi dan mengamati tiap detailnya. “Kue nastar, ya? Kayak mau lebaran aja.”
        Najwa tersenyum. “Masa gak tau, sih? Itu yang lo pegang, apaan?”
        “Ubi.”
        “Terus?”
        “Kue nastar dari ubi.” Ricku menjawab sekenanya. “Wah, lo kreatif juga ya?” Ujar Ricky kagum.
        Najwa tertawa. “Bukan. Ada-ada aja sih, lo. Emang beneran gak tau?”
        Ricky menggeleng. Ia mulai iseng mencomot adonan dan memain-mainkannya.
        “Gue mau bikin kolak biji salak.” Kata Najwa akhirnya.
        “Oo…” Ricky manggut-manggut gak jelas. “Kayak lagi puasa aja.”
        “Emang kalo gak bulan puasa, gak boleh?” Najwa menantang.
        Ricky tertawa. “Siapa juga yang mau ngelarang?” Ia kembali memilin adonan.        “Mau ada acara, ya?”
        “Gak ada, si Dylan kangen kolak biji salak katanya. Dia minta gue buat bikini.” Najwa menjawab tanpa menoleh ke Ricky sedikit pun. Masih banyak adonan yang harus ia bentuk.
        “Jadi, lo balikan sama Dylan?”
        Itu bukan suara Ricky, melainkan Zaquan yang berdiri di ambang pintu. Najwa menatap tajam ke mata adiknya. “Apa urusannya sama lo?”
        Zaquan hanya membalas dengan senyuman sinis, lalu pergi meninggalkan Najwa bersama Ricky.
        “Lo pernah pacaran sama Dylan?” Tanya Ricky iseng. “Tapi kalo gak mau jawab, ya udah. Gue gak maksa kok.” Ricky buru-buru meralat pertanyaannya karena Najwa cukup terlihat terganggu dengan perkataan adiknya tadi.
        “Yaelah, santai aja kali. Gue sama Dylan tuh jamannya SMP. Masih bocah banget. Sekarang malah deket banget.” Tak banyak membuang waktu, cewek itu melanjutkan pekerjaannya.
“Eh, bentuknya gak harus bulet-bulet gitu, kan?” tanya Ricky mengalihkan pembicaraan. Dilihatnya Najwa yang hanya mengangguk. Kemudian cowok ini diam sesaat dan berkonsentrasi penuh terhadap adonan di tangannya. Ia seperti anak TK yang tengah membuat sebuah prakarya dari lilin mainan. “Kalo bentuk ini boleh gak?”
        Najwa melirik hasil karya Ricky. Total cowok itu membuat tiga bentuk. Yang pertama huruf ‘I’. Lalu bentuk hati. Dan terakhir membentuk huruf ‘U’. Najwa menertawai pekerjaan Ricky. Saat mendongak, Ricky sudah tak berdiri di depannya. Cowok itu sedang membasuh tangannya di wastafel.
        “Gue numpang sholat, ya.” Tanpa menunggu Najwa memberi ijin, Ricky langsung menuju ruangan yang tak jauh dari dapur dan memang di sediakan untuk beribadah.
        Tak lama, terdengar suara langkah kaki mendekati dapur. Tak mungkin itu Zaquan. Karena suaranya seperti hak sepatu perempuan.
        “Kamu lagi apa, sayang?”
        “Lho? Mama udah pulang? Kok gak ngabarin dulu? Emang urusannya udah selesai? Papa kok gak ikut?”
        Diva melipat tangannya di depan dada. Kini ia berdiri tepat di samping putrinya. “Kamu itu, bukannya peluk mama, malah nanya-nanya gak jelas!”
        Cup… Najwa hanya mencium pipi ibunya lalu nyengir tanpa ada rasa berdosa.
        Diva menemukan adonan hasil karya Ricky yang masih tergeletak di meja. “Mama liat ada orang lagi sholat. Itu Rio, ya?” Tebak mamanya.
        Mendengar kata ‘Rio’, Najwa berubah jengkel. “Rio?” Najwa mengulangi perkataan ibunya. “Boro-boro sholat sunnah, yang wajib aja kelewat terus!” celetuknya sambil menyalakan kompor untuk memanaskan air.
        Diva tak berkomentar mendengar Najwa begitu merendahkan Rio. “Terus? Pacar baru kamu?”
        Najwa menghela napas. Agak malas juga jawabnya. Beruntung bagi Najwa, karena Ricky terlanjur muncul.
        Melihat sosok wanita di samping Najwa, Ricky langsung berubah canggung. “Nyokap lo ya, Na?” Ujarnya sambil menatap Najwa.” Tanpa harus di jawab pun Ricky pasti sudah tau jawabannya. “Halo tante, saya Ricky.” cowok itu langsung mendekati dan mencium punggung tangan ibunya Najwa.
        “Temennya Najwa di Deportivo, ya?” tanya Diva ramah.
        “Iya tante, kebetulan saya kakak kelasnya Najwa.” Nampaknya, Ricky tak hanya lihai memikat hati cewek-cewek di sekitarnya. Untuk urusan cari perhatian ke para ibu pun, cowok yang satu ini tetap tak kehilangan tajinya. Jelas saja, karena ibunya Najwa terlihat cukup akrab meladeni Ricky meski ini pertama kalinya mereka bertemu.
        “Oh, berarti kenal sama Riyu, donk? Dia itu anak adiknya tante.” Lanjut Diva.
        “Kenal kok, Tan. Tapi kita nggak sekelas.” Ricky terus membalas setiap pertanyaan yang di lontarkan Diva. “Riyu sekelasnya sama Vicky, sodara kembar saya.”
        “Ya ampun, kamu kembar juga?” Diva terlihat takjub. “Kakaknya Najwa juga kembar, tapi laki-laki sama perempuan. Tante baru ingat, kayaknya kamu temennya Venda, ya?”
        Najwa dan Ricky saling tatap. Tapi Najwa lebih memilih untuk menghindar. Ia mendekati kompor dan memasukan gula merah ke dalam panci berisi air mendidih.
        “Kalo itu bukan saya, tan. Tapi Nicky, sodara kembar saya yang satu lagi.” Tanpa menunggu Najwa, Ricky sudah menemukan jawabannya.
        “Kamu kembar tiga?” Ricky membuat rasa takjub Diva bertambah.

@@@

        Vicky bersama Nissa berada di rumah cewek itu. Mereka tengah menghadapi laptop Nissa yang sedikit bermasalah dengan programnya. Cukup lama mereka saling diam. Nissa malah terlihat sedikit cemas.
        “Kenapa? Ada yang mau lo omongin?” Tanya Vicky yang bisa menebak gelagat aneh yang ditunjukkan cewek disampingnya ini.
        “Hah? Nggak. Itu…” Nissa tampak tak siap dengan pertanyaan Vicky. “Hmm… Lo masih suka ketemu sama cowok yang namanya Vendi itu?”
        Vicky diam, namun ia tak menoleh.
        “Kalo emang gak pernah ketemu, ya gapapa.” Kata Nissa buru-buru meralat perkataannya.
        Cowok itu akhirnya menoleh. “Lo suka?” Tanya Vicky dengan suara lembut.
        Gantian Nissa yang diam. Cewek itu menggeleng ragu. “Perasaan gue ke Nicky udah habis.”
        Dalam hati, sebenarnya Vicky cukup terkejut mendengar pengakuan Nissa. Ternyata yang pernah diomongin Ricky benar.

Ricky mengembuskan asap rokoknya ke udara. “Gue kan udah bilang, cintanya Nissa ditolak sama Nicky.” Ujarnya santai.
“Bukannya selama ini mereka pacaran ya?”
Ricky tertawa sejadi-jadinya. “Lo kemana aja sih, Vick? Nicky tuh lagi pedekate sama alumni anak SMA Priority. Beda setahun di atas kita sih.” Keluh Ricky.

        “Kalo ada cowok selain Nicky, Ricky atau pun Vendi yang punya perasaan ke lo, apa ada kesempatan buat dia?”
        Nissa semakin diam. Ditatapnya cowok yang sudah bertahun-tahun dikenalnya itu. Vicky pun menatapnya balik lebih dalam. Ada sebuah kesungguhan dari cowok itu.
        “Jawab, Nis.” Pinta Vicky lembut.
        “Siapa?”
        Vicky menghela napas cukup dalam. “Gue.”
        Mereka terjebak dalam suasana seperti itu cukup lama.
        “Ehm…”
        Vicky dan Nissa langsung buyar dan kembali ke aktifitas masing-masing setelah mendengar dehaman dari kakak laki-laki Nissa, Nico.
        “Belajar yang bener, jangan pacaran mulu.” Ledek Nico sambil berlalu membuat Nissa dan Vicky sambil tersenyum canggung.

@@@

        Sudah hampir setengah sebelas siang ketika Nicky membuka pintu kulkas. Isinya lumayan masih lengkap. Mulai dari sayuran hingga buah-buahan. Tapi percuma saja. Nicky tak akan bisa mengolahnya. Dan buah yang menjadi kesukaannya pun sedang tak tersedia. Cowok itu hanya bisa berdecak kecewa. “Gue makan apaan?” Lalu ia menuju lemari tempat penyimpanan makanan. Kosong. Mie instan pun tak ada. Orang tua mereka memang hanya menyediakan mie atau pun makanan lain yang bersifat instan dalam jumlah yang relative sedikit. Rice cooker pun tak menyisakan sebutir nasi.
        “Gini nih. Bujangan yang ditinggal pembantu mudik.” Keluhnya seorang diri. “Males banget makan diluar sendirian.” Tak lama, cowok ini teringat dus susu segar di dalam kulkas. Dengan sangat terpaksa hanya itu yang bisa ia konsumsi siang ini. “Mama ke luar kotanya lama banget. Vicky juga, pergi gak ngajak-ngajak!” Ujarnya sambil mengambil gelas dan mulai menyalahkan orang lain.
        Di saat yang bersamaan, ponselnya yang ia tinggalkan di meja makan berdering. Nicky menuju meja makan sambil menenteng kotak susu dan gelas. Sebuah panggilan dari Vicky.
        “Kenapa?”
        “Eh, lo punya sidi instalan buat laptop, kan?” tanya Vicky di seberang sana.
        Nicky membatalkan niat menuang susu ke dalam gelas. Karena isinya tak seperti yang diharapkan. “Lagi di bawa Juna.” Ujarnya sebelum menenggak susu langsung dari kotaknya.
        “Oh… Yaudah deh.”
        “Eehh… Jangan dimatiin dulu.” Pinta Nicky yang sedikit panic.
        “Kenapa?”
        “Lo di mana? Gue laper nih. Temenin gue makan. Males keluar sendiri.”
        Vicky melirik Nissa. Mereka kini tengah berada di meja makan bersama Nico dan juga adik perempuan Nissa, Naura. Mereka akan mulai makan siang. Agak ngerasa sedikit bersalah juga sih. Saat ini Vicky di hadapkan dengan berbagai hidangan. Sementara kembarannya, kelaparan seorang diri di rumah.
        “Gue udah makan.” Vicky terpaksa berbohong. “Lagian, kasian Nissa. Laptopnya belum selesai gue kerjain. Emang Ricky belom pulang?”
        “Dia lagi sama Najwa. Mana mungkin rela gue ganggu.” Tampang Nicky mulai bête ketika Vicky menyinggung tentang Ricky.
        “Tuh anak sebenernya mau sama yang mana sih? Najwa apa Ivo?” Vicky ikut kesal perihal tabiat kembarannya yang playboy satu itu.
        Nicky mengangkat bahu meski Vicky tak akan mengetahuinya. “Tau deh. Gak jelas!” ia pun mulai malas membahas Ricky.
        “Yaudah. Lagian, kalo males keluar jangan kayak orang susah deh, pesen via delivery bisa kali, Nick?”
        Nicky seolah mendapat pencerahan. “Kenapa gak kepikiran dari tadi, sih?” ia menyalahnya diri sendiri. “Oke deh.” Tanpa panjang lebar, Nicky memutuskan panggilan secara sepihak.
        Baru saja mengakhiri telponnya dengan Vicky, ponsel Nicky kembali mendapat sebuah panggilan masuk. Kali ini dari Viola. Nicky hanya bisa mengernyitkan dahi. Karena tak biasanya cewek yang satu ini menelponnya.
        “Kenapa?” Sapa Nicky yang sama sekali tak ramah.
        “Hai, Rick. Tadi gue telpon ke nomor lo, tapi Nicky yang angkat, katanya dia lagi tukeran nomor sama lo. Jadinya, gue telpon ke nomornya Nicky, deh.” Ujar Viola panjang lebar.
        ‘Sialan si Ricky, ngejadiin gue kambing hitam!’ gerutunya dalam hati. “Terus?” Tanyanya jutek.
        “Bisa ketemu, gak? Gue mau ngebahas yang kemaren lo omongin.” Pinta Viola.
        ‘Emang kemaren gue ngomong apaan sama nih anak?’ tanya Nicky seorang diri sambil mengingat-ingat.
        “Gimana?” Tegur Viola karena Nicky tak kunjung memberi jawaban.
        “Boleh.”
        “Bener?” Viola kegirangan setengah mati.
        “Tapi ada syaratnya.”
        “Apa?” ujar Viola tetap penuh semangat.
        ‘Kesempatan bagus.’ Sebuah ide licik terbayang di benak Nicky. Ia pun tersenyum nakal. “Bawain gue makanan.” Pintanya tanpa berperasaan.
        “Okeh. Lo mau gue bawain apa?”
        Nicky tertegun mendengar cewek itu sangat tidak keberatan dan tanpa pikir panjang akan mengabulkan permintaannya yang sebenarnya memang sangat wajar. Cowok ini memikirkan makanan apa yang sekiranya ia inginkan. Apa lagi ini sudah hampir siang. Yang terlintas di benak Nicky justru adalah Najwa. Tapi bukan sekedar memikirkan cewek itu, melainkan ia teringat dengan makanan yang pernah Najwa tunjukkan padanya. Gado-gado. Yupz, makanan asli Indonesia itu yang cukup diinginkannya saat ini. Hanya saja ada sedikit masalah. Nicky lupa, bahkan tak tau apa nama makanan tersebut.
        “Nick.” Tegur Viola karena cukup lama menunggu Nicky berfikir. “Lo mau gue bawain apa?” Tanya cewek itu lagi.
        Yang Nicky ingat, makanan itu berisi berbagai macam sayuran hijau. Ada jagung, kentang, tahu dan tempe juga. “Gue mau salad.” Ujar Nicky akhirnya.
        “Oh, itu aja? Mikirnya ampe lama banget.”
        ‘Kayaknya gue salah ngomong nih.’ Kata Nicky dalam hati.
        “Udah itu aja? Gak ada yang lain lagi?”
        “Tapi bukan kayak salad yang lo pikirin.” Ralat Nicky.
        Viola bingung dibuatnya. “Maksudnya? Emang ada salad kayak apa lagi selain salad sayur sama buah?”
        Nicky malah semakin bingun dengan apa yang ia inginkan. “Itu lho, Vi.” Cowok ini sedikit memberi jeda dalam kata-katanya. “Salad khas Indonesia.” Kata Nicky yang seolah baru mendapat inspirasi.
        Viola semakin bingung. “Aduh… gue gak ngerti, Nick. Yang lain aja ya.” Cewek itu sedikit frustasi nampaknya.
        “Gak mau. Pokoknya lo harus bawain itu ke gue. Kalo nggak, yaudah gue gak mau ketemu lo.” Nicky setengah memaksa dan mengancam.
        “Oke.. Oke..” Viola benar-benar takut Nicky—yang menurutnya adalah Ricky—kecewa. Sebisa mungkin ia ingin memenuhi permintaan cowok itu. “Jelasin lagi ciri-cirinya lebih spesifik.”
        “Pokoknya sayuran. Ada jagung, kentang, tahu sama tempe juga. Tapi pake bumbu kacang gitu, bukan mayonaise.”
        “Yaudah. Gue cariin.” Kata Viola sebelum akhirnya menghela napas dan memutuskan sambungan teleponnya.
        Nicky pun tersenyum lega.

@@@

        Najwa menuangkan masakannya ke dalam wadah anti panas. Kolak biji salak buatannya telah selesai dan siap dinikmati. Ia juga telah menyisihkan satu mangkok untuk Ricky. Isinya jelas saja bentuk dengan hasil karya buatan cowok itu sendiri.
        “Lo gak kemana-mana hari ini?”
        “Nggak.” Jawab Ricky singkat. “Kenapa? Mau gue anterin kemana?” cowok ini menawarkan diri.
        “Bukan. Lo lagi gak ada kegiatan apa gitu? Soalnya kan lo udah dari pagi di sini.” Kata Najwa tanpa ingin menyinggung.
        “Oh, itu.” Ujar Ricky yang akhirnya mengerti maksud ucapan Najwa. “Paling ntar sore Cuma mau main bola aja.”
        “Sama kak Nicky dan kak Vicky juga?”
        Ricky hanya mengangguk.
        Tak lama, Diva muncul. “Na, masakan kamu udah selesai?”
        “Udah kok, ma. Ini baru aja mau di anterin ke rumah Dylan.”
        “Bawain sedikit buat Rio, ya.”
        “Ikh, mama apaan sih?” Najwa kembali kesal tiap mamanya membahas Rio. Cowok yang sangat ingin dihindarinya. Ketika ia melirik Ricky, cowok itu seolah tak ingin tau dengan pembicaraan antara ibu dan anak itu.
        “Kamu nggak boleh gitu. Walau kamu gak suka sama Rio, seenggaknya hargai mamanya Rio. Dia baik banget sama kamu.” Diva langsung berlalu karena tak ingin mendengar protes dari anaknya lagi.
        “Gue anter lo ke rumah Rio. Biar tuh anak gak bisa macem-macem sama lo.” Kata Ricky kembali menawarkan diri.
        “Yaudah, abisin makanan lo. Gue ganti baju dulu.” Ujar Najwa kemudian meninggalkan Ricky sendirian di dapur.
       
@@@

        Najwa mengetuk pintu, dan Ricky berdiri sedikit di belakangnya. Seseorang membukakan pintu. Itu Rio yang memandang takjub dengan kehadiran Najwa meski ia juga menyadari kehadiran Ricky bersama Najwa.
        “Lho, Najwa? Ayo masuk.” Ajaknya yang mempersilahkan Najwa untuk masuk.
        “Gue gak lama-lama. Nyokap lo ada?”
        “Di dapur. Lo masuk aja sana.”
        Tanpa basa-basi, Najwa pun masuk dan meninggalkan Ricky di sana bersama Rio.
        “Lo gak mau masuk ke rumah gue, … ?” Rio tampak menebak-nebak seseorang yang berdiri dihadapannya kini.
        “Lo gak mungkin lupa sama sepupu sendiri, kan?” kali ini Ricky sedikit kembali membuat keisengan dan korbannya adalah Rio.
        “Nicky?” Tebak Rio.
        Ricky berdecak kesal. “Kenapa si atlit sinting itu sih yang selalu mendominasi bersama Najwa?” Protesnya.
        “Jadi lo Ricky?” Rio kembali menebak.
        “Kalo ternyata gue Vicky?” tantangnya.
        Rio tersenyum menandakan ia tak bisa kembali diremehkan. “Kemungkinannya sangat kecil.”
        “Lo bener.” Kata Ricky akhirnya tanpa semangat.
        “Vicky gak akan bersama Najwa kalau bukan karena perintah atau permintaan dari lo dan Nicky.”
        “Maksudnya?”
        “Kok malah balik nanya? Vicky masih punya perasaan ke Nissa, kan?”
        “Hah?” Ricky cukup terkejut dengan perkataan Rio yang di luar dugaannya. “Nissa selama ini lebih dekat sama Nicky.” Jelasnya.
        “Lebih dekat, tapi gak menjamin Nicky punya perasaan lebih ke Nissa, kan?” Rio menantang.
        Ricky bukannya tak mau mengakui kebenaran perkataan Rio. Tapi ia masih belum yakin kalau ternyata Vicky memendam rasa ke Nissa. Karena memang selama ini Vicky sangat tertutup masalah cewek. Dan bisa saja apa yang di bilang Rio benar terjadi.
        “Oiya.” Kata Rio lagi karena Ricky yang kunjung merespon ucapannya. “Mulai sekarang, lo gak perlu capek-capek ngawasin Najwa. Karena gue gak akan ganggu dia lagi. Bilangin juga ke Nicky. Gue janji. Asalkan…”
        Ricky menunggu perkataan Rio yang sedikit menggantung.
        “Kasih gue kesempatan buat ngomong sama Najwa. Dan gue mohon lo bantuin gue. Karena selama ini Najwa selalu ngehindarin gue.”
        Ricky menatap Rio dalam-dalam. Ia memang melihat kesungguhan di mata cowok itu. Belum sempat Ricky membuka mulut, Najwa sudah muncul di ambang pintu.
        “Ayo pulang, kak.” Ajak Najwa sambil tetap berjalan. Tapi tangannya di tahan oleh Ricky.
        “Bentar, gue mau ketemu nyokapnya Rio dulu.” Tanpa meminta persetujuan Najwa, Ricky masuk dengan sebelumnya sedikit menepuk pundak Rio.
        Najwa yang sadar di tinggal berdua dengan Rio, hanya berdiri dan memunggungi cowok yang mati-matian dihindarinya.
        “Gue tau lo marah dan kecewa sama gue.” Kata Rio tanpa mempedulikan Najwa mau mendengarnya atau tidak. Tapi, memang mau tidak mau, cewek itu pasti mendengar semua yang dikatakan Rio. “Karena itu gue mau minta maaf dan berterima kasih.”
        ‘Minta maaf dan berterima kasih? Apa maksudnya?’ ujar Najwa dalam hati. Cewek ini tak sejahat itu untuk mengbaikan seseorang yang ingin meminta maaf padanya.
        “Gue minta maaf, pertama karena kehadiran gue yang sempet buat lo nggak nyaman. Dan kedua, karena lo sampe dikeluarin dari sekolah. Sumpah, itu cukup menyakitkan juga untuk gue pisah dari lo.”
        Ricky telah kembali dan menunggu Najwa dan Rio di belakang mereka.
        Najwa tetap diam dan mendengarkan tanpa merespon apapun. Ia juga tak merasa bersalah ataupun merasa bersimpatik dengan Rio.
        “Gue juga mau berterima kasih karena lo udah ngasih tau gue bagaimana rasanya patah hati.” Rio terdiam sesaat. Ia hanya tersenyum sebagai bentuk penyesalannya. “Itu sama sekali nggak nyaman.” Cowok ini kembali tertegun. Begitu banyak gejolak yang bertentangan dalam dirinya. “Gue…”
        “Gue bakal ngehubungin lo nanti.” Najwa menyambar perkataan Rio yang belum selesai lalu beranjak dari sana.
        Rio dan Ricky langsung bereaksi. Namun Rio sekuat tenaga harus menahan diri.
        “Biar gue yang ngomong sama Najwa.” Kata Ricky sebelum menyusul Najwa.

@@@

        “Iya bentar.” Teriak Nicky dari dalam rumahnya. Ia pun membuka pintu dan mendapati Viola yang berdiri di baliknya dengan penuh senyum. Sama sekali tak membuat Nicky terkesan. “Cepet juga lo nyampenya.”
        “Gue bawain pesenan lo.” Kata Viola yang masih tetap tersenyum meski Nicky tak menyambut hangat kedatangannya.
        “Duduk deh.” Kata Nicky. Tapi cowok ini tak mengajak Viola masuk. Melainkan hanya duduk di kursi teras.
        “Kok di luar?” protes Viola lembut ketika Nicky sudah terlanjur duduk di sana. “Bukannya enakkan di dalam?”
        “Gue pantang ngajak cewek masuk ke dalam rumah kalo lagi gak ada orang sama sekali.” Jelasnya.
        Cewek itu hanya mengangguk tanpa bisa memprotes Nicky lagi. Kemudian ia duduk dan menyerahkan kotak berisi makanan pesanan Nicky. “Semoga lo suka ya.”
        Nicky membuka tutup box makanan itu. Isinya memang sama persis dengan apa yang dikatakan Nicky. Namun tak seperti yang diharapkannya.
        “Ini apaan, Vi?”
        “Sesuai yang lo minta tadi.”
        Nicky mendesah kecewa. Tak lama, sebuah mobil berhenti. Ricky dan Najwa pun akhirnya muncul.
        “Oh, ada tamu?” kata Ricky sambil berlalu. Tangan kirinya menenteng sesuatu. Hanya sebentar, sebelum akhirnya ia kembali tanpa membawa bungkusan tadi.
        Nicky menahan tangan kembarannya ketika Ricky berjalan di depannya. “Mau kemana lagi lo?”
        “Nganterin Najwa balik.”
        “Nggak bisa!” kata Nicky tegas.
        Ricky menghentak tangannya hingga terlepas dari genggaman tangan kembarannya itu. “Apa-apaan sih lo!”
        “Lo yang apa-apaan?” balas Nicky. “Kenapa lo ngorbanin gue ke Viola!”
        Mendengar namanya disebut, Viola bangkit dan menghampiri Nicky. “Maksduhnya apa, Rick?”
        Nicky hanya melirik Viola sesaat lalu kembali menatap Ricky. Ia tak mungkin menyalahkan cewek itu yang gak tau apa-apa. “Viola nyariin lo, bukan gue! Tapi kenapa lo malah nyuruh Viola nelpon gue, dan seolah-olah gue tuh elo!” Nicky benar-benar menumpahkan semua kekecewaannya. Ia merasa di permainkan saudara sendiri.
        “Jadi, lo bukan Ricky?” Tuduh Viola pada Nicky. “Kenapa lo gak bilang?”
        Nicky menoleh. “Apa gue tega? Lo gak salah apa-apa, Vi.”
        “Oke. Terus, siapa yang minta gue jadi pacar Ricky?”
        “Pacar?” Mata Ricky terbelalak. Ia melirik Nicky dengan tatapan menuduh. Kemudian ia menatap Viola. “Kapan gue ngomong gitu, Vi? Ketemu lo aja jarang. Terakhir gue liat lo di perpustakaan, tapi kita nggak ngobrol kan, Vi?” Ricky mengharapkan pembelaan dari Viola, karena ia memang tak melakukan apa-apa terhadap cewek itu.
        “Jadi yang di perpustakaan, bukan Nicky? Tapi Ricky?” Viola meminta penjelasan.
        “Iya, Vi.” Ricky yang menjawab.
        “Maksud kalian apaan sih?” kekecewaan Viola akhirnya memuncak kepada dua cowok kembar itu. “Mau permainin gue? Cukup tau gue sama kalian!” ujar Viola sebelum akhirnya ia pergi dari sana.
        “Makanya, gak usah ribet tukeran tempat.” Kata Najwa setengah menyindir tak lama setelah Viola pergi. “Gue kan Cuma mau ketemu kak Ricky aja. Jadi runyam gini kan urusannya.” Cewek itu pun mengikuti jejak Viola setelah ia merebut kunci mobil dari tangan Ricky.
        Di depan pagar, Najwa berpapasan dengan mobil Vicky yang akan masuk. Cowok itu bertanya dengan isyarat. Entah kenapa akhir-akhir ini tiap kali bertemu Najwa, ia selalu merasakan sesuatu hal pasti terjadi antara Nicky dan Ricky.
        “Ada perang dingin kak di dalem. Gue cabut dulu ya.” Kata Najwa sekalian berpamitan.
        Ternyata benar dugaannya. Vicky langsung memasukan mobilnya ketika mobil Najwa berlalu.

@@@

        Ketika dalam perjalanan, Najwa kembali diingatkan ketika ia baru sampai di rumah Ricky dan mendapati Nicky berdua dengan Viola. Entah kenapa ia cukup sakit menghadapinya. Meski ia tekan kuat-kuat perasaan itu dan menganggap ‘bisa jadi yang bersama Viola adalah Vicky, bukan Nicky’. Tapi tetap saja semua tak bisa merubah kenyataan.
        Najwa menghentikan mobil di depan pagar rumahnya. Di sana ada Zaquan yang berdiri. Ia pun keluar dari mobil.
        “Lo mau ngapain?” Tanya Zaquan sambil mendekat.
        “Buka pagar. Lagian, gak mungkin juga kan lo mau bukain pagar buat gue?”
        Zaquan menahan tangan Najwa yang baru saja menyentuh pagar. “Gak perlu, gue mau pake mobil.”
        Najwa hanya mengangkat bahu. Tanpa berkata apa-apa lagi, ia meninggalkan Zaquan sendiri di sana dan masuk ke dalam rumah.
        “Na, mama mau bicara sama kamu.” Tegur mamanya sebelum Najwa sempat berlalu tanpa menyadarinya berada di ruang tamu.
        Najwa pun menoleh. “Oh. Maaf, ma. Aku gak tau ada mama. Memang ada apaan?”
        “Besok kamu bisa kembali ke Priority. Rio udah cabut tuntutannya.”
        Najwa melebarkan mata. Rasanya lebih membahagiakan keluar dari SMA Priority dari pada harus kembali ke sekolah itu. Tanpa komentar, Nawja pun meninggalkan mamanya dan masuk ke kamar. Ia langsung meraih ponselnya yang tertinggal di atas tempat tidur. Karena Ricky sudah bersedia untuk mengembalikan sim cardnya, Najwa tak perlu meng-sms cowok itu untuk bisa mendapatkan nomor ponsel Rio yang ia namai ‘playboy gak penting’.
        Cukup lama Rio untuk menjawab telpon dari Najwa. Karena beribu pertanyaan muncul di pikiran cowok itu perihal Najwa yang tiba-tiba menghubunginya. Tapi cewek itu memang sudah janji. Segera, Rio menepiskan pikiran-pikiran aneh karena ia harus menanggapi positif apapun yang di lakukan Najwa padanya.
        “Lo mau gue maafin lo, kan?” tanya Najwa tanpa basa-basi setelah Rio menjawab panggilannya.
        “Iya lah, Na. Gak ada lagi yang gue harapin dari lo selain kata maaf.” Ujar Rio sungguh-sungguh.
        Najwa menghela napas. Udah cukup baginya bersikap dingin ke Rio. Meski ia harus sedikit memanfaatkan cowok itu. “Oke, gue bakal maafin lo, tapi dengan satu syarat.”
        Semula Rio terlihat ragu. Tapi memang tak ada lagi yang ia harapkan dari cewek itu. Apapun yang di minta Najwa, sebisa mungkin ia akan lakukan. “Apa?”
        “Tolong jangan cabut tuntutan lo, karena gue gak mau balik ke Priority.” Kata Najwa dengan member tekanan ketika ia bilang ‘jangan’.
        “Karena di Deportivo ada Nicky?”
        Najwa nyaris tak bisa menjawab pertanyaan Rio yang di luar dugaannya.
        “Oke, Na.” kata Rio lagi, karena Najwa tak juga bicara. “Dengan atau tanpa karena Nicky, gue bakal tetap ngabulin permintaan lo.” Rio langsung mematikan telponnya. Meski sebenarnya cukup berat, tapi ia harus melakukan itu. Ia tak ingin lebih sakit lagi berlama-lama dengan Najwa di telpon, sedangkan yang ada pada diri cewek itu bukanlah diirnya.
        Rio benar-benar merasakan jatuh cinta yang tulus pada cewek itu. Tapi ia menyadari, ini adalah karma dari sikapnya selama ini kepada cewek-cewek lain. Karena itu, ia siap di sakiti Najwa melalui Nicky ataupun Ricky sekalipun, meski kedua cowok itu sepupunya sendiri.

@@@

        Vicky menunggu di meja makan. Tak lama Nicky muncul sambil menenteng segelas air mineral. “Nih, makanan buat lo.” Kata Vicky sambil menyodorkan box makanan untuk kembarannya yang tengah sedikit kelaparan itu.
        Nicky menerimanya tanpa komentar.
        “Kenapa lagi lo berdua?” tanya Vicky ketika menyadari kehadiran Ricky di ambang pintu. “Tonjok-tonjokkan, tonjok-tonjokkan sekalian deh lo pada. Mumpung di rumah gak ada siapa-siapa. Yang penting masalah antara kalian selesai. Gue gak mau kalian kayak gini Cuma gara-gara cewek.”
        Nicky menghentikan makannya yang tiba-tiba tak berselera, meski isi box-nya hanya menyisakan sedikit makanan. Ia menyandarkan badan, lalu menenggak hingga habis seluruh isi dalam gelasnya.
        Ricky sendiri sama sekali tak berniat mendekati kedua kembarannya itu. Ia hanya berdiri dan bersandar di sana.
        “Nicky pake nama gue buat nembak Viola.” Kata Ricky dengan nada tegas. Ia tak ingin terlihat kalah.
        Vicky menatap heran ke arah Nicky. “Lo gila?”
        “Apa bedanya sama kembaran lo yang satu itu.” Nicky membela diri, namun ia tak mau menyebut nama Ricky. “Dia udah jadiin gue umpan buat Viola.”
        “Tapi gue gak mungkin nemuin Viola.”
        “Ya iyalah, lo lagi sama Najwa, mana rela di ganggu.” Balas Nicky lagi setengah menyindir tanpa sedikitpun menoleh ke Ricky yang berposisi di belakangnya.
        Vicky harus menghela napas cukup panjang. Ia juga harus terus menyabarkan dirinya sendiri untuk menghadapi perang kedua kembarannya itu.
        Ricky akhirnya mendekat. Ia memilih duduk di samping Vicky.
        “Lo pilih Ivo atau Najwa?” pertanyaan Vicky jelas tertuju ke Ricky tanpa harus menatap cowok itu terlebih dahulu.
        “Lo udah janji buat ngelepas Najwa.” Kata Nicky yang seolah mengingatkan yang pernah diucapkan Ricky. Masih tidak menatap cowok itu meski kini Ricky jelas duduk diseberangnya.
        Ricky menatap Nicky. “Tapi lo gak memperjuangkan Najwa. Lo malah cuek sama tuh cewek.”
        Pandangan Vicky hampir tak lepas menatap Nicky yang duduk bersebrangan dengannya. “Lo suka sama Najwa?” tanya Vicky lembut namun terdengar ketegasan dalam nada bicaranya.
        “Itu cara gue. Dan gue masih terikat janji dengan Venda untuk menjaga Najwa.” Kata Nicky tak kalah tegas.
        “Lo suka atau nggak?” tanya Vicky lagi meminta kepastian karena Nicky mengatakan hal yang bukan menjadi pertanyaannya.
        Cukup lama Nicky diam. “Nggak.” Kata cowok itu akhirnya dengan suara pelan, lalu ia beranjak dari sana meninggalkan Vicky bersama Ricky dalam ketegangan.
        “Lo pilih Ivo atau Najwa?” desak Vicky, karena Ricky juga tadi belum sempat menjawab pertanyaannya.
        “Gue lebih dulu tertarik dengan Najwa.”
        “Ivo atau Najwa?” Vicky terlihat mulai kesal. Terdengar dari nada bicarannya yang sedikit lebih keras. Namun cowok ini tak menunggu Ricky untuk menjawab pertanyaannya.

@@@



Tidak ada komentar:

Posting Komentar