Kamis, 21 Februari 2013

3twins (part 4)


Empat…

        Jika Ricky masih berada di Bandung, dan Vicky berada di kelas Nissa untuk mengikuti ujian Kimia, berarti yang kini berada di lapangan untuk mengikuti pelajaran olahraga adalah Nicky. Keliatan, ketika bermain futsal bersama teman-teman sekelasnya Vicky, Nicky terlihat paling menonjol dan mengusai permainan.
        Ketika pelajaran berakhir, Nicky berjalan menepi hampir seperti berbarengan dengan Riyu. Mereka sama-sama menuju kantin, kemudian mencari kursi kosong sambil membawa minuman.
        “Lama-lama, permainan lo bisa sebanding sama Nicky juga ya, Vick?” kata Riyu yang hampir membuat Nicky tersedak.
        Tapi akhirnya Nicky sudah bisa menguasai diri. “Nggak juga kok.” Kata Nicky merendah, seperti yang biasa Vicky lakukan. “Nicky tetep lebih jago dari gue.” Sekalian muji diri sendiri juga. Kesempatan. Kapan lagi? “Mungkin karena gue sering main bola sama dia juga. Jadi lama-lama permainan gue lumayan terasah.”
        Beruntung. Riyu sama sekali gak curiga.
        “Eh, lo tau gak, anak baru itu masuk ke kelas mana?”
        Kedatangan siswa baru di pertengahan semester seperti ini memang cukup menjadi sorotan. Jadi tak mencurigakan juga Nicky mengetahui hal tesebut. Meski selama dua hari ia absen masuk sekolah.
        ‘Najwa masuk kelas mana ya? Bego banget sih gue ampe gak tau. Kepikiran buat nanya aja, nggak.’ Batin Riyu.
        Dirasa tak mendapat jawaban, Nicky berdiri. “Yaudah kalo lo gak tau. Gue mau ganti baju dulu, ya. Gerah.” Kata Nicky sambil melangkah pergi.
       
@@@

        Jam istirahat pertama. Nicky hanya meletakkan kaos olahraganya ke dalam tas Vicky, kemudian kembali keluar dengan kemeja seragamnya yang belum dikancingkan satu pun. Sementara dasinya dibiarkan menyangkut seenaknya di leher. Nicky setengah berlari menuju ruang kelas dua yang berada di lantai atas. Beberapa siswa dan siswi di sana menatap Nicky heran. Pemandangan langka seorang Nicky yang kini kelas tiga berada di daerah kelas dua. Termasuk Ricky juga. Kerena mereka pasti mengira kalau Nicky itu Ricky.
        Nicky yang merasa menjadi pusat perhatianpun menghentikan langkahnya. “Kenapa? Ada masalah? Gak boleh gitu gue kesini?” tanya Nicky cukup galak. Sikap-sikap yang biasa ditunjukkan seorang senior yang cukup berkuasa terhadap juniornya.
        Namanya juga adik kelas yang hormat, atau lebih tepatnya takut terhadap kakak kelas. Mereka rata-rata langsung mingslep dan menyingkir pura-pura tak mengetahui keberadaan Nicky. Intinya, cari aman aja.
        Nicky sendiri tak mau ambil pusing. Tujuan ia kesana memang bukan untuk cari ribut sama para juniornya.
        Kini Nicky telah berada di ambang pintu kelas 2ips4. Suasana kelas yang semula riuh, langsung hening begitu tau Nicky yang mejeng di depan kelas mereka.
        “Mana anak baru yang namanya Najwa Ferdinan?” Tanya Nicky. Meski nadanya tak tinggi, tetap saja membuat seluruh penghuni kelas itu hanya sanggup menggelengkan kepala mereka.
        “Maaf kak. Dia gak di kelas ini.” Kata seorang anak perempuan sambil menunduk.
        “Terus, di kelas mana?”
        Anak itu melirik teman disampingnya. Beberapa anak kembali menggeleng. “Dia di kelas ipa. Tapi tepatnya saya kurang tau.” Kata anak itu lagi.
        Tanpa berterima kasih atau apalah, Nicky pergi. Seluruh anak di kelas tadi kompak bernapas lega.
        Nicky kembali melakukan hal yang sama ketika memasuki kelas 2ipa1. Tapi mereka hanya menunjuk ke arah belakang Nicky. Namun Nicky sama sekali tak mengerti maksudnya.
        “Lo semua ngapain sih?” Nicky mulai kesal karena merasa di permainkan. “Gue kan Cuma nanya, anak baru yang namanya Najwa itu yang mana?”
        “Saya, kak.”
        Nicky berbalik. Najwa telah berdiri dibelakangnya. Jika tak sekuat tenaga menahan, tubuh Nicky bisa terlihat goyah. Ia tekejut, terpaku, terpana, terpesona…
        ‘Venda?’ Ucap Nicky dalam hati.
        “Kakak cari saya?” Kata Najwa mengulangi.
        Nicky langsung tersadar. “Temuin gue diparkiran mobil jam istirahat kedua.” Hanya itu yang dikatakan Nicky sebelum pergi.
        Seluruh mata mengikuti langkah Najwa yang berjalan ke kursinya. “Cowok tadi itu siapa sih?” Najwa bertanya kepada Ivo, cewek berjilbab yang juga teman sebangkunya.
        “Itu kak…” Ivo tak melanjutkan ucapannya, ia justru menoleh ke Inka yang duduk dikursi belakangnya. “Lo tadi liat gak dia pake jam warna apa?”
        Inka mencoba mengingat-ingat. “Yang gue liat sih, putih. Tapi gue juga gak yakin.” Ucapnya ragu. “Kak Vicky kok penampilannya berantakan kayak kak Nicky gitu, sih?” Inka justru balik bertanya. “Terus, jutek pula ngomongnya.”
        “Kak Nicky tuh gak masuk, motornya aja gak ada.” kata Rhea ikutan, teman sebangku Inka.
“Apa mungkin itu kak Ricky?” Inka mencoba menerka-nerka. “Kali aja mereka iseng tukeran posisi.”
“Aduuhh… kalian ngomongin apa sih?” Keluh Najwa menyaksikan omongan kedua temannya yang sedikitpun tak bisa ia mengerti. “Vicky… Nicky… Ricky… siapa mereka? Nama kok pada Cuma beda huruf pertamanya aja, kayak anak kembar.”
“Emang mereka kembar…” Ujar Ivo dan Inka bersamaan.
“Hah?” Najwa pasang ekspresi tak percaya. “Tiga-tiganya?”
Ivo, Inka dan Rhea menggeleng kompak.
“Terus, gimana cara bedain mereka?” Tanya Najwa lagi. Ia sedikit terlihat ngeri.
“Lo liat aja deh barang-barang yang mereka pake.” Kata Rhea. “Kayak jam, ikat pinggang, ransel, mungkin sepatu juga, intinya apapun itu, kalo didominasi warna putih, berarti itu Vicky. Kalo hitam biasanya Ricky yang pake. Nah, kalo Nicky sukanya merah.”
Selama Rhea menjelaskan, Najwa mendengarkan sebaik mungkin sambil berusaha menghafal antara warna dan pemiliknya. “Duuhh… ribet amat?” Keluhnya.

@@@

Istirahat kedua. Najwa buru-buru keluar kelas ditemani Ivo, Inka, dan Rhea teman-teman sekelasnya. Sebelum memutuskan untuk turun, Inka mengajak teman-temannya melihat situasi dari tepi balkon.
“Itu… itu…” Kata Rhea yang heboh sambil menunjuk ke bawah. “Kak Ricky…”
Najwa, Inka dan Ivo melihat ke arah yang ditunjuk Rhea. Yang paling jelas terlihat adalah jam tangannya yang bewarna hitam. Jelas itu Ricky—yang sebenarnya adalah Nicky—yang berjalan menuju parkiran mobil.
“Aduuhh… sebenernya tuh lo punya salah apa sih ke kak Ricky?” Inka mulai terdengar ketakutan. “Coba inget-inget deh, soalnya gak mungkin seorang Ricky Airlangga mau capek-capek nemuin lo langsung ke kelas. Walau playboy, tapi kalo udah marah sangarnya bisa ngelebihin kak Nicky, tau.”
Najwa menggeleng. Kemudian ia menegaskan kembali pandangannya ke Nicky. Ia juga mencoba mengingat wajah Nicky ketika mereka bertemu di depan kelasnya pas jam istirahat pertama tadi.
“Gue inget.” Gumam Najwa, membuat ketiga temannya mengerubungi penuh minat. “Gue pernah ketemu dia beberapa kali.”
“Kapan? Dimana?” Desak Rhea penasaran.
“Beberapa hari yang lalu, gue pernah berantem rebutan buku gitu di toko buku.”
“What? Terus, dia marah-marah gak?” Ivo mewakili keterkejutan dua temannya yang lain.
“Marah?” Najwa yang heran balik bertanya. “Nggak juga sih, soalnya gue keburu gak butuhin buku itu lagi. Ya udah, gue kasih aja ke tuh orang.”
“Berarti bukan itu. Ada lagi gak?”
“Ada… waktu itu…”
“Udah deh.” Inka memotong ucapan Najwa. “Mending lo cepet samperin aja tuh anak. Keburu ngamuk. Kalian mau liat kak Ricky ngacak-ngacak ruang kelas kita?” Inka menakut-nakuti.
“Iya iya iya bener.” Kata Ivo cepat-cepat sambil menarik tubuh Najwa. Diikuti Inka dan Rhea.
Najwa pun terpaksa melangkahkan kakinya. Jujur aja, perkataan teman-temannya tadi tuh sedikit bikin Najwa ngerasa ngeri. Seseram itu kah keberadaan Ricky dan dua twins nya? ‘Ternyata ada yang lebih parah ya dari pada kak Vendi?’ batinnya. Najwa yang hampir sampai tangga, berhenti dan berbalik.
Ketiga temannya hanya bisa menyemangati Najwa dari jauh sambil tetap menyuruhnya pergi. Mau gak mau deh, Najwa tetap harus pergi.

@@@

Parkiran mobil sudah di depan mata. Najwa bukan semakin tenang, justru ia semakin takut dan hanya bisa meremas kedua tangannya. Tak ada siapapun di sana kecuali penjaga sekolah. Najwa sempat berfikir untuk kabur. Jika Nicky kembali menyatroni kelasnya, ia bisa berdalih… ‘Tadi gue udah ke parkiran, tapi lo nya yang gak ada…’ tapi sekali lagi, Najwa memperhatikan sekelilingnya. Masih tak ada siapapun. Aman. Najwa cepat-cepat berbalik.
“Mau kemana, lo?”
Teriakan seseorang mengejutkannya. Suara itu berasal dari arah belakangnya. Itu berarti, mau gak mau Najwa harus kembali berbalik. Ia sedikit tertunduk dan hanya memperhatikan jam tangannya. Warna hitam!
“Lo pikir gue Cuma mau ngerjain lo doank buat nyuruh dateng kesini?”
Najwa memberanikan diri melihat Nicky yang kini bersandar di belakang mobil terdekat. Dua jari kanan Nicky mengapit sebatang rokok. Jelas saja itu hanya pelengkap sandiwaranya sebagai Ricky. Karena diantara mereka bertiga, hanya Ricky yang merokok.
“Gue Nicky… dan mulai sekarang lo…”
“Maaf kak.” Dengan halus, Najwa menyelak perkataan Nicky. “Walau saya anak baru, tapi setau saya, bukannya kak Nicky itu identik sama warna merah ya? Dan katanya hari ini dia juga gak masuk.”
Skak mat! Nicky hampir membongkar identitas aslinya. ‘Berani juga nih anak!’ batin Nicky. Tapi bukan Nicky namanya kalo kalah begitu saja, apalagi sama adik kelas, anak baru pula. Stay cool. Nicky berusaha tampak tenang.
“Sama aja. Kalaupun gue pake barang milik Ricky, toh gak bakal ada yang bisa bedain juga kalo sebenernya gue Nicky.” Nicky benar-benar mengatakan kebenarannya. Tapi itu bukan masalah. Gak akan ada yang benar-benar tau ataupun curiga.
‘Benar juga.’ Pikir Najwa. Warna hanya sebagai identitas pembeda aja. Najwa udah gak mau komentar apa-apa lagi. Tugasnya sekarang hanya diam, mendengarkan, bicara jika diminta, selesai, dan cepat-cepat pergi dari Nicky. Simple.
“Dengerin perkataan gue baik-baik.” Perintah Nicky.“Mulai detik ini… lo berada di bawah pengawasan Nicky.”
Mata Najwa terlihat melebar. ‘Apa maksudnya?’ ia hanya bisa memprotes di dalam hati.
“Inget! NICKY…” Nicky mengulangi kemudian pergi meninggalkan Najwa yang masih terpaku di tempatnya.

@@@

Di kejauhan, Vicky melihat Nicky yang berjalan tergesa-gesa ke arahnya. Yang paling menyita perhatiannya adalah sebatang rokok di tangan Nicky. “Lo ngerokok? Sejak kapan?” Hardik Vicky begitu Nicky telah berada di hadapannya.
Cepat-cepat Nicky membuang puntung rokok yang baru terbakar sedikit dan menginjak hingga apinya mati. “Nggak, Vick. Gue Cuma gak mau ada yang curiga aja kalo ada yang liat Ricky gak ngerokok pas jam istirahat.” Ujar Nicky yang leluasa berbicara karena suasana sekitar sedikit sepi. “Dari tadi tuh rokok Cuma gue pegangin doank.”
Oke. Vicky percaya, karena Nicky memang gak ngerokok. Namun masih ada satu hal yang mengganjal di hatinya. “Tapi gimana caranya lo nyalain rokok itu?” Tanya Vicky penuh selidik.
Nicky memutar bola matanya. “Lo pikir Ricky doank gitu di sekolah ini yang ngerokok?” Nicky membalas perkataan Vicky.
“Iya juga sih” Kata Vicky akhirnya tanpa minta penjelasan lagi.

@@@

Bel pulang sekolah. Najwa merapihkan peralatan sekolahnya. Ivo yang telah selesai langsung berdiri.
“Lo balik sama siapa, Na?”
“Gue sama Riyu, Vo.” Jawab Najwa.
“Eh, gue duluan ya.” Kata Inka sekalian pamit mewakili Rhea.
“Yaudah, gue juga.” Ivo ikutan.
“Tunggu deh.” Najwa menghentikan langkah teman-temannya. “Kalo kak Ricky nyariin gue, bilang kalian gak tau ya.” Pinta Najwa setengah memohon sambil menempelkan kedua telapak tangannya.
“Sipp.” Rhea mengacungkan kedua ibu jarinya.
Ivo dan Inka mengangguk, lalu meninggalkan Najwa.

@@@

Ketika menuju parkiran motor, Najwa tak sengaja melihat Vicky dari kejauhan. “Itu kak Ricky bukan, ya?” Najwa menjamkan pandangannya sambil menerka-nerka. “Tapi kok pake kacamata? Terus…” Najwa terpaku pada jam di tangan kiri Vicky. “Putih…” Gumamnya. “Berarti itu bukan Ricky. Tapi gimana cara gue mastiin kak Ricky udah pulang apa belom? Dia ke sekolah naik apa, juga gue gak tau.”
Tapi entah apa yang membuat Najwa justru mengikuti kemana Vicky pergi. Sepanjang perjalanan, banyak orang yang menyapa Vicky, dan Vicky sendiri balas merespon hal yang sama.
“Ramah juga tuh orang.” Najwa memuji. “Beda sama yang tadi!”
Kali ini Vicky terlihat masuk ke dalam mobilnya. Najwa menunggu di balik pohon sambil memperhatikan sekitar. Takut Nicky tiba-tiba muncul. Mobil Vicky perlahan terlihat bergerak menuju gerbang.
“Akhirnya dia pergi juga.” Kata Najwa setelah menghela napas.
“Heh!”
Najwa dikejutkan oleh tangan seseorang yang tiba-tiba menyentuh pundaknya. ‘Semoga itu bukan kak Ricky.’ Najwa yang ketakutan hanya dapat berdoa dalam hati. Kemudian ia berbalik.
“Riyu…!” teriak Najwa. “Apa-apaan sih lo?” protesnya.
“Lo yang apa-apaan, Na!” Riyu membalas perkataan Najwa. “Ngapain lo di sini?” Tanya Riyu, namun matanya menangkap mobil Vicky tepat ketika baru berbelok.
“Nggak ada.” Kata Najwa cuek sambil pergi dari sana. “Ayo pulang.”
Begitu Riyu menoleh, tenyata Najwa sudah cukup jauh melangkah. “Tunggu, Na.” Riyu langsung mengejar.
Mereka masuk ke dalam mobil Riyu. Ketika tengah memasang sabuk pengaman, Najwa merasakan pintu disebelahnya terbuka. Jelas saja, karena ada seseorang yang membukanya dari luar.
“Jadi lo pulang sama Riyu?”
Najwa menoleh. “Kak Ricky?” Ia sedikit tersentak.
“Kok bisa?” Tanya Nicky dengan tatapan menyelidik.
“Rick, Najwa tuh sepupu gue.” Riyu yang menjawab.
“Bener gitu?” Nicky yang ingin memastikan, menatap Najwa penuh harap.
“Iya, kak.” Najwa membenarkan.
“Oke. Gue ngikutin kalian dari belakang.” Hanya itu yang dikatakan Nicky sebelum menutup pintu.
“Tunggu.” Riyu membuat Nicky membatalkan niatnya. “Lagian, emang kenapa sih, Rick?” Tanya Riyu yang heran melihat sikap janggal yang ditunjukkan Nicky. “Kok lo aneh gitu sikapnya ke Najwa.”
Najwa menahan napas. Jelas Riyu bertanya-tanya, karena ia sama sekali belum cerita tentang Nicky yang tiba-tiba muncul di kelas dan mencarinya. Najwa masih was was karena cerita teman-temannya. Satu yang mampu ia harapkan, Nicky tak bertindak nekat terhadap Riyu.
“Sory, Najwa sekarang dalam pengawasan gue. Ada suatu hal yang ngeharusin gue ngelakuin ini. Gue harus mastiin dia aman.”
“Iya, tapi kan gue…” Riyu siap memprotes sebelum akhirnya Nicky memotong ucapannya.
“Gue tau dan gue percaya sama lo. Tapi gue harus tetep mastiin semuanya sendiri.” Tanpa menunggu apa-apa lagi, Nicky membanting pintu disamping Najwa dan membuat cewek itu terlonjak.
“Na, ada apaan sih sebenernya?” Tanya Riyu berharap penjelasan.
Najwa hanya mengangkat bahu. Terang saja, karena ia sendiri tak mengerti maksud dari Nicky bersikap demikian terhadapnya.
Riyu pun tak ingin memaksa. Ia melihat dari spion, mobil Nicky bergerak begitu mobilnya melintas. Najwa sendiri hanya bisa pasrah dengan keadaan ini.

@@@

Keesokan harinya, Nissa terlihat baru saja turun dari taxi ketika ia melihat motor Nicky melintas dan memasuki gerbang. “Akhirnya, balik ke jatidirinya sendiri tuh anak.”
Tin… tin… Nissa terlonjak dan hampir saja memaki pengendara mobil di belakangnya jika ia tak segera mengenali mobil itu. Sang pengendara itu menurunkan kaca mobilnya.
“Nis, minggir donk.” Kata Vicky yang penuh senyum. “Lo mau, gue tabrak?” ledeknya.
“Yee… dasar lo!” Nissa hanya tertawa.
“Eh, tunggu ya, gue parkir dulu sebentar.” Kata Vicky. Tak lama, ia menepati janjinya kembali ke tempat Nissa berdiri sekarang.
“Hari ini Ricky masuk gak?”
Vicky tak menjawab pertanyaan Nissa. Ia justru menyodorkan sebuah amplop putih berlogo sebuah rumah sakit. “Nitip ini. Bilang aja kalo Ricky sakit.”
“Hah!” Mata Nissa terbelalak. “Ricky sakit? Sakit apa? Dia dirawat juga? Terus keadaannya gimana? Dia gak menderita…” Nissa tak melanjutkan kata-katanya karena keburu Vicky mendekap mulutnya.
“Sssttt…” Vicky mendesis di telinga Nissa. “Ricky gak sakit, lo tenang aja.” Vicky berhasil membuat Nissa diam. “Surat ini fiktif. Jadi kalo ada yang nanya, bilang aja gitu.” Nissa mengangguk menurut. “Bagus…” Vicky melepaskan dekapannya.
“Gila, ya.” Keluh Nissa. “Kalo aja gue gak kenal lo bertiga kayak apa, males juga gue ngelakuin ini.”
Vicky hanya tersenyum menanggapi kata-kata Nissa.

@@@

Najwa baru saja sampai ketika bertemu Rhea di bawah tangga. Mereka berjalan bersama menuju kelas sambil mengobrol.
“Hari ini lo gak bareng Riyu kan?” tanya Nicky yang sudah berada di kursi Ivo ketika Najwa baru duduk.
“Kak Ricky? Ngapain di sini?” Tanya Najwa dengan nada sedikit jutek.
“Nicky…” Kata Nicky sambil menunjukkan jam tangannya yang berwarna merah. Hari ini memang ia sudah tak menggantikan Ricky. “Bukan Ricky.”
“Ya terserah deh. Suka-suka kakak aja mau jadi siapa?” omel Najwa yang membuat teman-teman sekelasnya menoleh. Menurut sejarah, belum ada siswa SMA Deportivo yang berani melawan Nicky dan kedua twinsnya. Apa lagi seorang cewek.
Bukannya gak ada yang berani, tapi yang ada mereka terpesona sama tritwins ini dengan segala kelebihan dan kekurangan mereka. Gak ada satu pun yang bisa mengelak charisma yang dimiliki Nicky, Vicky dan Ricky.
Seperti biasa, Nicky tak akan menunjukkan kekalahannya. Ia berdiri sambil membereskan beberapa buku pelajaran yang sempat dibacanya sambil menunggu Najwa datang. “Pulang sekolah, gue yang nganter.” Ujar Nicky seenaknya lalu pergi.
Najwa hanya mampu bersandar lemas di bangkunya.

@@@

Ternyata benar, ketika pulang sekolah dan Najwa baru sampai di parkiran, Nicky sudah mejeng di atas motornya yang terparkir tepat di samping motor Najwa.
“Kakak ngapain di sini? Ngikutin aku ya?”
“Ikh, ge-er! Ini tuh motor gue.”
‘Terserah.’ Batin Najwa. Ia mengeluarkan kunci dari dalam tasnya. Najwa sedikit melirik ketika Nicky memain-mainkan sesuatu di tangannya. Busi motor. Najwa mengkerutkan dahinya, dan mencurigai sesuatu. Ia melihat ke bagian bawah motornya. Benar saja, busi itu milik motor Najwa. Ia kembali turun dari motornya dan berdiri di depan Nicky yang sudah mengeluarkan motornya.
“Maksud lo apa sih kak?”
Nicky menaikkan kaca helmnya. “Gue kan udah bilang mau nganterin lo balik.” Kata Nicky lembut. “Udah ayo cepet naik.” Perintahnya sambil mengisyaratkan Najwa untuk naik ke boncengan motornya.
“Kalo gue ikut lo pergi, apa kabarnya sama motor gue?”
“Udah deh lo tenang aja, gak bakal ada yang berani nyentuh motor lo.” Kata Nicky enteng. Ia menstater motornya. “Ayo cepet naik.” Perintah Nicky lagi, kali ini sedikit terdengar maksa.
“Kalo gue gak mau?” Najwa menantang.
“Ini tuh udah sore, sekolah juga udah sepi. Mau lo, dorong motor sendirian? Deket-deket sini gak ada bengkel.” Nicky seolah berusaha terdengar menakut-nakuti.
“Gue bisa urus diri gue sendiri.” Najwa tak mau terlihat lemah dan kalah. Harga diri seorang cewek nih. “Sekarang, tolong balikin busi motor gue.” Najwa menyodorkan tangan untuk meminta barang miliknya yang disembunyikan Nicky.
“Gue mau latihan futsal di GOR, tapi waktunya masih cukup kok kalo Cuma nganterin lo pulang, dan gue juga tau jalan pintas ke sana.” Nicky belum menyerah.
Tapi Najwa pun tetap pada pendiriannya. “Gue Cuma mau busi motor gue balik.”
“Gue gak bisa ninggalin lo sendirian, kecuali ada Riyu. Tapi gue tau Riyu udah balik.”
“Selama ini kan kita gak saling kenal.” Najwa mulai kesal. “Anggap aja sekarang keadaannya tetap sama. Jadi lo gak perlu khawatirin gue.”
Nicky merasakan ponselnya bergetar. Satu pesan masuk. “Oke.” Kata Nicky akhirnya setelah memasukkan kembali ponselnya ke saku celana. “Hari ini lo bisa lolos. Tapi besok, jangan harap.” Ancamnya sambil mengeluarkan barang yang sejak tadi diminta Najwa mati-matian. “Minggir!” bentaknya.
“Sabar… sabar…” Najwa hanya bisa menguatkan diri sendiri.

@@@

Pagi hari, ketika Najwa siap berangkat sekolah, seseorang terdengar mengetuk pintu kamarnya. ‘Itu pasti Zaquan.’ Batinnya. Pagi ini Najwa sama sekali tak ingin mendapat gangguan dari adiknya itu sedikitpun. “Apaan? Masuk aja.” Teriaknya sambil memasang dasi di depan cermin riasnya.
Pintu terbuka. Zaquan bersandar di ambang pintu. “Ada temen lo tuh.” Katanya.
“Temen?” Najwa mengulangi pertanyaan Zaquan sambil melirik adiknya. “Riyu maksud lo?”
“Kalo Riyu sih bukan temen. Gimana sih lo?” protes Zaquan.
“Iye bener.” Kata Najwa akhirnya. “Terus, siapa? Masa lo gak kenal?”
“Lo kan baru pindah sekolah. Itu temen lo di Deportivo.”
Najwa terlihat cuek. Mungkin aja itu Ivo, Rhea, atau Inka. Pikirnya.
“Itu cowok yang tempo hari nganterin lo surat.” Lanjut Zaquan sambil pergi.
“What?”

@@@

Najwa berlari keluar rumah. Ada sebuah mobil asing terparkir di depannya. Dan sang pengendara bersandar di sisinya sambil menenggelamkan kedua tangan ke dalam saku celananya.
“Kak Nicky? Lo ngapain di sini? Dan dari mana lo tau rumah gue?”
“Nicky?” Cowok itu balik bertanya sambil mengedarkan pandangan kesekililingnya. “Dimana?”
Berkacamata, dan jam tangan, ikat pinggang, serta sepatu yang semuanya berwarna putih. Najwa penepuk dahi. Jelas saja, itu Vicky, bukan Nicky. “Maaf kak, aku pikir…”
“Nicky?” Vicky menebak isi pikiran Najwa. Ia tertawa mendapati Najwa menganggung dengan pandangan penuh rasa bersalah. “Tuh anak kesiangan. Jadi, dia nyuruh gue buat jemput lo.”
Najwa masih diam. Atau bingung lebih tepatnya. ‘Mau aja di suruh-suruh.’ Ledek Najwa dalam hati.
“Udah, ayo cepet. Nanti telat.” Ujar Vicky lembut. Dan entah kenapa, Najwa menuruti tanpa mampu protes sedikitpun.

@@@

“Kata Zaq, kakak yang pernah nganterin surat ke rumah aku ya?” Tanya Najwa ketika mereka sudah ada di dalam mobil Vicky.
Vicky tak langsung menjawab. “Hmm…” ia menoleh ke Najwa sesaat. “Lo masih inget gue?” Tanya Vicky ragu.
“Kita yang pernah ketemu di toko buku kan?”
‘Dia bener-bener Cuma inget kejadian di toko buku aja. Padahal kan gue sama Ricky sempet ketemu juga sama dia.’ Kata Vicky dalam hati.
“Kakak ketemu kak Vendi di mana?” tanya Najwa penuh harap, kalo Vicky akan memberikannya titik terang tentang keberadaan Vendi.
Vicky tersentak. “Vendi? Vendi siapa?” Ia balik bertanya.
“Kakak jangan bohong sama aku! Kalo kakak gak kenal kak Vendi, gimana caranya kakak bisa dapetin surat itu untuk kakak kasih ke aku?”
Vicky menggaruk belakang kepalanya. “Waktu itu gue gak sengaja ketemu seorang cowok yang minta tolong buat ngasih surat itu. Dan dia ngasih alamat yang gue tanyain ke lo pas lari pagi di taman.”
“Hah? Taman? Jadi lo…”
“Iya.” Ujar Vicky seolah mengerti apa yang Najwa pikirkan. “Lupa?”
Najwa mengangguk membuat Vicky menertawainya. “Kok ketawa?”
        “Gue heran aja. Lo lupa kalo sempet ketemu gue di taman, tapi kenapa lo gak pernah lupa kalo ketemu Nicky di toko buku?” Ledeknya. “Ampe rebutan buku juga kan?”
        “Masa sih?” Najwa terlihat salah tingkah.
        “Oiya, ada yang mau gue tanyain. Kenapa waktu itu lo gak mau jujur tentang rumah lo?”
        “Maaf ya kak, bukannya gak mau jujur. Tapi gak tau kenapa, tiba-tiba aku tertarik banget sama perumahan itu. Padahal aku juga udah pernah ke daerah itu, tapi kemaren aneh aja.”
        Vicky hanya manggut-manggut menanggapi cerita Najwa. Mereka telah sampai di parkiran sekolah.
        Najwa tak buru-buruk keluar dari dalam mobil Vicky. “Kakak gak marah?”
        “Marah untuk apa?”
        “Karena aku udah bohong.”
        “Kakak sempet liat mobil kamu masuk gerbang perumahan kamu yang sebenarnya, tapi gak tau kenapa, kakak gak ngerasa dibohongin.”
        ‘Syukur deh.’ Batin Najwa.
        “Gak usah dipikirin.” Vicky mengacak lembut rambut Najwa. “Turun yuk.” Ajaknya.
        Begitu menoleh, Najwa mendapati Vicky telah keluar dari mobil.

@@@

        Tanpa diduga, Ivo, Inka dan Rhea sudah menunggu Najwa di dekat tangga. Meski masih pagi, tapi gossip Najwa yang berangkat bersama Vicky sudah gempar ke seantero sekolah.
        “Lo hebat. Dia kan ketua OSIS, danton pula. Pinter, baik, ramah, tegas. Pokoknya perfect deh. Makanya dia selalu masuk peringkat satu di jajaran tujuh cowok beken di Deportivo.” Ujar Rhea penuh semangat dan tak habis-habisnya mengagumi Vicky.
        “Tapi cowok lo kan juga masuk, Rhe.” Keluh Inka. “Masa lo sama sekali gak muji dia sedikitpun?”
        “Siapa? Aga?” Rhea balik bertanya. “Cuma peringkat tujuh, gitu.” Ujarnya menyepelekan.
        “Lumayan kali, Rhe. Dari pada lo manyun.” Ledek Ivo.
        Rhea diam. “Iya juga sih?” kata Rhea akhirnya. “Tapi gue heran, kenapa kak Nicky gak pernah lolos ya? Padahal kan ketuanya kak Nissa, dan mereka juga deket pula.”
        Ivo dan Inka mengangkat bahu dengan kompak. Dan Najwa… hanya bergantian memandang teman-temannya.
        Mendengar Rhea menyebut nama Nicky, Inka teringat masalah yang dialami Najwa terhadap ancaman Nicky. “By the way… Kak Nicky kagak ngamuk gitu, liat lo berangkat bareng Vicky?”
        “Mungkin dia belom liat kali.” Ivo meralat ucapan Inka.
        “Liat gak liat, kak Nicky juga pasti bakalan tau.” Rhea ikutan. “Secara… berita tentang tritwins tuh paling gampang nyebar.” Rhea melirik Najwa yang sejak tadi menjadi pendengar yang baik bagi ketiga temannya. “Lo kok diem aja sih? Kak Nicky udah gak gangguin lo lagi, kan?”
        “Kata siapa?” Pertanyaan Najwa membuat ketiga temannya melotot penasaran. “Kemaren sepulang sekolah, dia udah nyopot busi motor gue.”
        “Apa? Gusi?” Inka mengulangi.
        “Busi!” balas Ivo dan Rhea kompak.
        “Iya maaf, gue kan gak ngerti.” Inka mengakui kesalahannya.
        “Terus, lo balik gimana? Kelas kita kan pulang paling akhir, pasti sekolah juga udah sepi deh.” Kata Ivo yang terlihat khawatir mendengar cerita Najwa.
        “Lo tenang aja, kalo Cuma urusan masang busi motor tuh gue udah bisa kok.” Ujar Najwa membanggakan diri. “Buktinya, gue baik-baik aja kan sekarang?”
        “Berarti percuma ya, gue nyabut busi motor lo.”
        Najwa, Ivo, Inka dan Rhea menoleh ke arah sumber suara. Dari bawah tangga. Semakin lama, sosok itu semakin jelas.
        “Kak Nicky…” gumam mereka bersamaan dengan suara pelan.
        “Hey…” Kata Nicky yang berusaha ramah. “Gue Cuma mau mastiin, kalo Vicky udah jemput lo selamat sampai sekolah kok.” Kata Nicky sambil berbalik. Namun ia langsung kembali dan berdiri tepat di depan Najwa.
        Ivo, Inka dan Rhea yang gemeteran, saling menggenggam tangan satu sama lain.
        “Gue salut sama lo.” Kata Nicky membuat Najwa tak berani menatapnya, meski sudah sebisa mungkin ia tak ingin membuat Najwa takut terhadapnya. “Jarang, ada cewek yang mau ngerti tentang mesin motor.” Kata Nicky sebelum akhirnya mengacak rambut Najwa dengan gemasnya seperti yang dilakukan Vicky tadi. “Pulang sekolah gue tunggu di parkiran. Jangan berusaha kabur meski melalui Riyu sekalipun.” Ancamnya, kemudian pergi.
        Setelah memastikan Nicky benar-benar tak berada di sekitar mereka dalam jarak dekat, Rhea dan kawan-kawan akhirnya bisa bernapas lega.
        “Gila ya tuh cowok!” kata Rhea kesal.
        “Udah lah gapapa.” Najwa menenangkan. “Dia gangguin gue nya Cuma diluar jam sekolah aja kok.” Najwa hanya ingin teman-temannya tak ikut merasa tertekan dengan ancaman Nicky terhadapnya.
        Dengan susah payah, Najwa menarik tangan teman-temannya untuk kembali ke kelas.

@@@

        Setelah bel pulang berbunyi, Nicky jadi orang kedua yang keluar kelas setelah sang guru tentunya, dan langsung melesat ke kelas Najwa. Beberapa orang kembali mengintainya. Tiba-tiba ada segerombolan cewek yang menghalangi langkahnya.
        “Kakak kok jadi sering ke daerah kelas dua sih?” tanya salah satu dari mereka.
        “Apa kakak naksir sama anak baru itu?” Tanya yang lainnya lagi.
        “Atau jangan-jangan kalian udah jadian?”
        “Patah hati deh kita semua.”
        “Terus nasib anak-anak Nickylovers gimana donk, kak?”
        “Iya, kak. Anggotanya udah banyak lho?” tanya mereka lagi bergantian.
        “Hah? Nickylovers apaan tuh?” Nicky balik bertanya.
        “Nickylovers tuh nama kesatuan fans kak Nicky di SMA Deportivo ini.” Kata cewek yang pertama bertanya.
        “Gitu ya?” Nicky garuk-garuk kepala.
        Cewek-cewek itu udah pada gak menodong pertanyaan ke Nicky, tapi mereka semua setia menunggu Nicky menjawab semua pertanyaan-pertanyaan itu dengan tatapan penuh harap.
        Nicky malah menjadi salting dibuatnya. ‘Dalam suasana kayak gini, gue butuh Ricky buat ngadepin cewek-cewek aneh itu.’ Doa Nicky dalam hati. “Emang kenapa kalo misalnya gue jadian sama anak baru itu?” Tanya Nicky iseng.
“Kita semua tuh gak rela kak.” Jawab beberapa dari mereka hampir berbarengan.
“Eh, tapi kan masih ada Vicky sama Ricky.” kata Nicky lagi.
“Beda kak.” Kata cewek tadi. “Kak Ricky tuh playboy.”
“Iya… ceweknya banyak…” Sahut cewek yang satu lagi.
“Kalo kak Vicky terlalu kalem.”
“Dia juga terlalu sibuk sama ekskul dan OSIS.” Satu persatu dari mereka saling mendukung.
“Tapi kan gue galak? Preman sekolah… pakaian gue berantakan…” Nicky berusaha menjatuhkan imejnya.
“Tapi kak Nicky tuh keren…” Kata mereka lagi. Entah siapa yang berbicara.
“Kak Nicky tuh jago berantem… itu yang bikin kita ngefans sama kakak.”
“Diantara tritwins yang lain, kakak yang paling the best deh…”
Nampaknya usaha Nicky mempermalukan diri gagal total. Ini bener-bener cara terakhir untuk membebaskan diri dari kepungan cewek-cewek itu. ‘Gak ada cara lain.’ Pikirnya.
Nicky mengehela napas sebelum akhirnya mengeluarkan jurus pamungkas. “Heh! Terus kenapa kalo gue pacaran sama anak baru itu? Masalah buat kalian! Gue juga gak peduli sama fanbase yang kalian bikin! Atur aja diri kalian masing-masing!” Kata Nicky galak, tanpa membiarkan satu dari cewek-cewek itu berani protes.
Berhasil… mereka diam. Saling merapatkan diri satu sama lain.
“Dan mulai sekarang, jangan coba-coba ngusik kehidupan pribadi gue! Termasuk Najwa! Awas aja kalo sampe gue denger salah satu dari kalian ada yang nyentuh Najwa seujung kukupun! Bakal berhadapan sama gue!” Amcamnya. “Ngerti kalian?!”
Mereka dengan kompak mengangguk tanpa ada yang berani bersuara. Aksi nekat cewek-cewek itu menjadi sorotan beberapa anak yang ada di sana.
“Termasuk kalian semua yang adai di sini!” Ancam Nicky lagi sambil mengedarkan pandangan. “Minggir!” perintah Nicky hingga membuat cewek-cewek di depannya secara otomatis bergeser dan memberi jalan untuk Nicky.

@@@

Di kelas 2ipa1 hanya tersinya Najwa dan ketiga teman dekatnya. Adegan ketika Nicky membentak cewek-cewek yang menamai diri ‘nickylovers’ itu terjadi tepat di depan kelas mereka. Itu pula yang menyebabkan cewek-cewek ini tetap tinggal di kelas hingga Nicky yang bisa dipastikan akan membawa paksa Najwa pergi.
“Masih inget ancaman gue yang tadi pagi, kan?”
Benar saja. Nicky kini sudah mejeng di ambang pintu sambil menenggelemkan kedua tangan ke dalam saku celananya. Memang ini yang sejak tadi ditunggu empat sahabat ini. Najwa, Ivo, Inka dan Rhea berdiri berbarengan.
“Tenang aja kak.” Kata Rhea santai, karena Najwa sudah memperingatkan mereka untuk tidak takut menghadapi Nicky. “Najwa gak lupa kok sama ancaman kakak itu. Iya, nggak?” Rhea menoleh ke arah teman-temannya.
Ivo dan Inka mengangguk.
“Makanya itu, kita tunggu di kelas.” Sahut Inka.
“Soalnya kita yakin kakak pasti bakal nyusul ke sini karena takut Najwa kabur.” Ivo ikutan bicara. “Iya, kan?”
“Justru kita mau bantuin kakak buat mastiin Najwa gak bisa kabur.” Kata Rhea lagi.
Mereka melangkah mendekati Nicky.
“Kita duluan ya, Na.” Kata Ivo diikuti Inka dan Rhea. Setelah pamit, mereka meninggalkan Najwa dan Nicky di depan kelas.
“Yuk.” Ajak Nicky sambil berjalan beberapa langkah.
“Gue mau lo anter pulang, tapi dengan satu syarat.” Pinta Najwa yang masih berdiri di tempatnya.
Nicky menoleh.
“Gue mau kita cari makan dulu. Gue laper.” Kata Najwa.
“Oke.” Jawab Nicky enteng sambil kembali berjalan.
Najwa mulai mengejar. “Tapi tempat sama menu makanannya gue yang nentuin.” Teriaknya.
“Terserah” Balas Nicky sambil terus berjalan.

@@@

Tidak ada komentar:

Posting Komentar