Jumat, 22 Februari 2013

BLACK ORCHID (part 1)



        Berita perampokan di bank malam itu langsung terdengar cepat hingga kantor polisi setempat. Penyergapan dipimpin oleh Park Seungho, salah satu anggota polisi terbaik yang dimiliki kota itu.
        Perampokpun berhasil diringkus dan dijebloskan ke penjara. Namun naas, sorang wanita terkena tembak di dada kirinya. Tersangka utama langsung ditujukan pada Choi Seungho karena hanya ia yang menodongkan senjata terdekat ke arah wanita tersebut yang juga langsung dilarikan ke rumah sakit.

@@@

        Donghae dan Sungmin memasuki ruangan ayahnya, Lee Jinki, seorang kepala polisi yang terkenal sangat bijaksana. Ketiga putranya juga mengikuti jejak sang ayah, namun Jonghyun masih dalam masa pelatihan.
        “Aku sudah dengar tentang kasus penembakan seorang wanita bernama Kim Soo In. Bagaimana keadaannya?” cecar Jinki sebelum dua putranya sempat duduk.
        “Choi Seung Ho dinyatakan bebas karena terbukti jenis peluru yang ia gunakan berbeda dengan peluru yang bersarang pada tubuh wanita tersebut.” jelas Sungmin menjawab pertanyaan ayahnya. “Korban pun masih bisa terselamatkan, namun pelaku penembakan yang sebenarnya belum bisa kita temukan.”
        Lalu Jinki melirik ke Donghae, putra ke-duanya yang terlihat sibuk dengan pikirannya sendiri. “Ada yang mengganjal di pikiranmu, Donghae?” tegurnya.
        Donghae pun mendongak. “Menurut keterangan dari rumah sakit, peluru tidak menembus terlalu dalam sehingga korban pun bisa diselamatkan. Itu artinya, pelaku penembakan berada pada jarak yang cukup jauh. Karena peluru pasti terkena efek hambatan angin.”
        Jinki terlihat mengangguk bangga dengan analisis anaknya.
“Bukankah tepat di seberang bank tersebut adalah sebuah hotel?” Tanya Sungmin menerka-nerka. “Mungkin saja pelaku menembak dari sana?”

@@@

Rumah Sakit…
        Seorang perawat paruh baya masuk ke dalam ruang rawat pasien, membuat sang pasien menatapnya heran. Karena baru beberapa menit yang lalu perawat tersebut meninggalkan tempat itu.
        “Ada sesuatu suster?” Tanya sang pasien yang umurnya terpaut beberapa tahun di bawah sang perawat.
        “Ketika membantumu mengganti pakaian, aku melihat sebuah lambang aneh di punggungmu.” Kata perawat itu pelan agar tak ada yang mendengarkan pembicaraannya.
        Sang pasien yang tak lain adalah Kim Soo In, terkejut mendengar apa yang dikatakan perawat tersebut dan berusaha sebisa mungkin untuk tak terlihat mencurigakan. “Itu hanya tato biasa.” Jawabnya.
        “Aku tau itu lambang anggrek hitam. Siapa kau? Kenapa bisa kau memilikinya juga?” Tanya perawat itu tak tanggung tanggung.
        “Kau sendiri siapa? Hanya orang tertentu yang mengetahui bahkan memilikinya. Dan apa maksudmu mengatakan aku memilikinya ‘juga’?” Soo In balik bertanya dengan memberi penekanan pada kata ‘juga’.
        “Kau Whitney?” tebak suster itu dan Soo In hanya menggeleng. “Berarti kau Roslin?” tebaknya lagi, namun kali ini tepat sasaran. “Aku Voletta.” Kata suster Song Hyera—sesuai dengan nama pada name tag di seragamnya—tak lama setelah Soo In mengangguk. “Kapan kau bercerai?”
        “Sekitar 19 tahun yang lalu.”
        “Berarti setahun lebih dulu dari ku.” Ujar Hyera sedih. “Tapi aku tau kau istri terakhir Hyukjae setelah aku.”
        “Ku dengar, ia juga telah menikah lagi dan mereka masih bersama hingga sekarang.”
        Pernyataan Soo In membuat mata Hyera melebar. “Lagi?” Soo In hanya mengangguk lemah. “Dasar laki-laki gila.” Maki Hyera. “Jaga anakmu baik-baik, jangan sampai mereka bertemu dengan ayahnya tak tak bertanggung jawab itu. Terutama anak perempuan mu.” Ujar Hyera mengingatkan sebelum akhirnya pergi dari ruangan itu. Hyera terkejut karena ada seseorang anak laki-laki menghalaginya di depan pintu.
        “Apa maksud pembicaraan kalian?” sergah Kibum yang langsung mengintimidasi mata ibunya yang terbaring di ranjang. “Ibu bilang ayah meninggal 19 tahun yang lalu karena kecelakaan.”
        Hyera segera menyeret Kibum masuk lalu menutup pintu. “Dia Trevor anakmu?” Tanya Hyera setelah kembali ke sisi Soo In.
        “Namaku Kim Kibum, bukan Trevor.” Protes Kibum pada Hyera yang seenaknya mengganti nama orang lain.
        Hyera pun memakluminya. “Kau tak mengerti, sayang.”
        “Kalau begitu, beritahu apa yang harus ku mengerti.” Paksa Kibum.
        “Aku, Hyera, dan ada satu orang wanita lagi adalah mantan istri dari orang yang sama.” Soo In mulai bercerita.
        “Siapa dia?”
        Soo In menggeleng. “Dia orang yang sangat berbahaya. Kalian tak boleh menemuinya.”
        Kibum diam. Dia memang tak bisa melawan apapun yang dikatakan ibunya. “Tapi, aku boleh tau apa maksud nama ‘Trevor’?” Tanya Kibum hati-hati, karena ia sungguh penasaran mengapa Hyera memanggilnya dengan nama tersebut.
        “Itu hanya nama samaran agar identitas kalian tak mudah dilacak.” Hyera yang menjelaskan.
        “Apa Haesa juga memilikinya?”
        Soo In yang mengangguk. “Namanya ‘Fleur’. Tapi ku mohon jangan sampa adik mu tau.”

@@@

        Cheondung melepas celemeknya lalu bergegas menuju pintu belakang café tempat ia bekerja. Sesampainya di sana, ternyata sudah ada seorang gadis manis yang menunggunya.
        “Aku butuh pekerjaan tambahan.” Kata Haesa setelah Cheondung duduk di sampingnya.
        “Aku ngerti, kau pasti butuh biaya lebih untuk perawatan ibumu. Akan ku usahakan untukmu.” Cheondung memberanikan diri merangkul Haesa. “Setelah kak Yong Hwa datang, kita sama-sama menjenguk ibumu, ya?” hiburnya membuat seulas senyum menghiasi wajah sendu Haesa.
        “Tapi jangan sampai kakakku tau.” Pinta Haesa dan Cheondung pun mengangguk. Suasana hening sesaat, hingga suara benda jatuh tak jauh dari sana membuyarkan pikiran Haesa dan Cheondung.
        “Siapa kau?” Tegur Cheondung.
        Perlahan, orang tersebut melangkah mendekati Haesa dan Cheondung. Haesa menjamkan penglihatannya karena ia merasa kenal dengan orang tersebut. “Sung Sandeul?” tebaknya.
        “Haesa?” balas orang itu yang umurnya kira-kira sepantaran dengan Haesa.
        “Kalian saling kenal?” Tanya Cheodung dengan ekspresi bingung.
        Haesa menoleh. “Dia teman ku sewaktu belajar mua thai di tempat pak Jung Young Woon.” Jelas Haesa.
        “Maaf, bukan maksudku menguping pembicaraan kalian, tapi ku dengar kau membutuhkan pekerjaan?” kata Sandeul sambil menatap intens ke arah Haesa.

@@@

        Sandeul membawa Haesa ke sebuah rumah besar. Ketika memasuki ruang tamu, mereka menemukan beberapa orang yang seperti menunggu di sana. Orang pertama yang menarik perhatian Haesa adalah seorang pemuda yang ia kenali sebagai kakak dari Cheondung, Yong Hwa.
        “Sudah ku bilang kan, aku pasti berhasil menemukannya.” Kata Sandeul membanggakan diri.
        “Ayolah Sandeul. Mana mungkin gadis manis seperti dia kita libatkan dalam misi ini.” Protes Chulyong, kakak tertua Sandeul.
        “Misi?” Tanya Haesa menuntut penjelasan.
        “Dia memang orangnya.” Sergah Byunghae, ayah Sandeul sambil berdiri menghampiri Haesa dan Sandeul. “Kami sudah memperhatikanmu sejak lama. Dan hanya kau yang bisa melakukan ini.”
        Keluarga Sung Byunghae adalah keluarga pemburu. Dalam artian, mereka seperti detektif yang khusus mencari agensi rahasia pembunuh bayaran. Mereka juga bekerja sama dengan kepolisian setempat. Salah seorang anak dari kepala polisi Lee Jinki, Jonghyun juga bergabung dengannya. Target perburuan terbesar mereka adalah Spencer (tentu saja itu adalah nama samaran). Seorang pembunuh bayaran professional yang kini bahkan telah memiliki agensi sendiri. Namun hingga kini belum ada berita tentangnya setelah ia menghilang 19 tahun yang lalu.
        “Ku dengar, anaknya baru kembali dari London.” Byunghae menoleh dan menatap penuh harap ke mata Haesa. “Aku membutuhkanmu untuk menemukannya.” Pintanya.
        “Kenapa harus aku?” Mohon Haesa.
        “Kau bukan orang sembarangan. Kau juga menguasai satu ilmu bela diri, dan kau tidak akan mudah dicurigai karena kau anggota terbaru di sini.” Lanjut Byunghae meyakinkan Haesa.
        “Tuan, siapa nama anaknya itu?” terdengar pertanyaan dari mulut Jonghyun yang sejak tadi terdiam.
        “Russel.” Jawab Byunghae singkat.
        “Lagi-lagi nama samaran.” Keluh Sandeul.

@@@

        “Yong Hwa.” Teriak Haesa mengejar Yong Hwa ketika meninggalkan rumah keluarga Sung Byunghae.
        Yong Hwa pun berbalik. “Bukankah kau temannya Cheondung? Ada apa?” Tanya Yong Hwa dengan tatapan datar.
        “Sejak kapan kau terlibat di sini?” Haesa balik bertanya, namun Yong Hwa terlihat tak ingin membahas itu. “Apa Cheondung tau?” Tanya Haesa lagi tak menyerah.
        Yong Hwa kembali melanjutkan langkah, dan Haesa pun mengikutinya. “Cheondung bahkan juga terlibat di sini.” Kata Yong Hwa santai membuat Haesa membelalakkan mata. “Tapi statusnya adalah anggota bebas. Atau sebut saja dia kaki tanganku. Cheondung hanya akan beraksi atas perintah bahkan bersama dengan ku. Dia tidak terlibat jauh seperti anggota yang kau temui tadi. Makanya ia tak mengenal Sandeul.” Jelas Yong Hwa sebelum Haesa bertanya lebih jauh.
        Haesa diam, namun ia sibuk dengan pikirannya sendiri.
“Kau jangan heran. Ibuku dan tuan Byunghae saudara tiri. Jadi kami masih satu keluarga. Dan telah turun temurun keluarga kami melakukan hal ini.” Lanjut Yong Hwa. “Tapi bukan berarti tak ada orang lain yang bergabung. Sebut saja Jonghyun. Dia calon polisi yang punya obsesi lain untuk menjadi seorang detektif.”

@@@

        Waktu sudah menunjukkan hampir pukul 3 pagi ketika Donghae berlari menelusuri tangga menuju lantai 4 kantor kepolisian tempat ia bekerja. Begitu sampai, Donghae yang hendak berbelok sekuat tenaga menghentikan larinya agar sebuah tabrakan dapat dihindarinya.
        “Lee Donghae?” Tanya seorang gadis yang tadi hampir ditabrak oleh Donghae.
        “Jung Eun Gee?”
        Donghae mengajak Eun Gee bicara perihar keberadaan gadis itu yang berada di kantor polisi pada jam yang tidak lazim seperti saat ini, gadis itu ternyata temannya semasa SMA.
        “Kakakku mati terbunuh tengah malam tadi ketika pulang dari bekerja. Aku tak tau siapa yang tega melakukan itu. Padahal dua bulan lagi ia akan menikah.” Cerita Eun Gee sedih.
        “Jadi, Jung Han Yoo calon istri polisi Choi Seungho itu adalah kakakmu?”
        Eun Gee hanya mengangguk mendengar pertanyaan Donghae.

@@@

        “Ayah…” teriak Jonghyun dari arah ruang penyimpanan arsip kepolisian. “Data dari tahun berapa?”
        “Aku tak tau tahun berapa tepatnya, tapi yang pasti kasus 19 tahun yang lalu.” Balas Jinki dengan teriakan juga.
        Jonghyun mendengus kesal mendengar jawaban ayahnya. “Untuk apa kasus 19 tahun lalu itu masih dicarinya?” omel Jonghyun seorang diri.
        Jonghyun mengambil setumpuk berkas dari lemari besi dan membawanya ke sebuah meja. Ia mulai melihat satu-persatu data yang ada. “Ah… ini dia, akhirnya ketemu.” Ujarnya cerah ketika menemukan apa yang sejak tadi dicarinya dan langsung membawa berkas tersebut kepada ayahnya.
        Tak lama kemudian, Jonghyun pun kembali ke ruang arsip untuk membereskan arsip yang tadi sempat ia keluarkan dari lemari. Tak sengaja, ia pun menjatuhkan sebuah map. Jonghyun langsung memungutnya dan berniat meletakan kembali ke tempat semula. Namun entah kenapa, ia sedikit penasaran. Lagi pula, tak ada salahnya juga jika hanya melihat-lihat sebentar. Batinnya.
        “Ternyata isinya hanya kasus anak hilang dari keluarga Park Jung Soo yang tak terselesaikan.” Kata Jonghyun sambil meletakkan map tersebut ke tempatnya. Namun sedetik kemudian, ia menarik kembali dan dengan tergesa-gesa membuka map untuk melihat isinya lebih dalam. “Park Jung Soo memiliki 3 orang anak, Park Hyun Rae, Park Kyuhyun dan Park Changsun. Dan yang hilang adalah putra bungsunya.” Gumam Jonghyun. Ia berusaha berfikir keras. “Bukankah Park Hyun Rae adalah kekasih kak Sungmin?”

@@@

        “Maaf, aku tak tau kau tengah mengalami musibah, aku turut berduka cita.” Kata Haesa yang siang itu menemui Seungho di kantor polisi.
        “Tak apa. Bukan salahmu.” Kata Seungho sambil berusaha sekuat tenaga untuk mengukirkan senyum. “Ada apa kau menemuiku? Minho masih diluar kota. Apa dia menyakitimu?” guraunya membuat Haesa tertawa renyah.
        “Kalaupun Minho menyakitiku, aku akan langsung dengan mudah menghajarnya.” Kata Haesa bangga.
        Seungho pun akhirnya bisa tersenyum lepas mendengar celotehan Haesa. “Kalau memang bukan soal Minho. Lalu, ada apa kau mencariku?”
        “Aku hanya ingin berterima kasih, karena kau telah membantu biaya perawatan ibuku.” Ujar Haesa yang terdengar tak enak hati untuk mengatakannya. “Padahal, seharusnya kau tak perlu melakukan itu.”
        “Kau kan pacar adikku. Bahkan kau juga seperti adikku. Dan aku akan melakukan apa saja untuk membantu adikku.”
        “Aku tidak akan melupakan jasa mu.”

@@@

        Sebuah mobil sedan mewah membelah jalanan kota malam itu dengan kecepatan tinggi. Suasana jalan yang sangat sepi membuatnya leluasa menjadikan jalan raya seperti sirkuit balap.
“Kenapa aku harus kembali menjadi pembunuh seperti ini?” teriak pemuda itu yang berada di dalam mobil seorang diri. Ia pun meneteskan air mata sebelum akhirnya kembali berteriak frustasi.
        Matanya memandang lurus ke depan dengan tatapan penuh kebencian. Namun fikirannya melayang jauh dari keberadaannya saat ini. Hingga ia tak menyadari bahwa ada seorang pengendara sepeda motor yang dengan mudahnya ia hantam hingga terpental ke pinggir jalan.
        Pemuda itu pun keluar dari mobil untuk melihat keadaan pengendara sepeda motor yang tadi ia tabrak dan langsung memeriksa denyut nadinya. “Syukur kau masih hidup.” Ucap pemuda itu sambil memainkan jari di atas keypad ponselnya dan menoleh ke berbagai arah. Tak ada seorangpun di sana. “Maaf, aku tak bisa membawamu ke rumah sakit. Namun sebentar lagi akan ada ambulance yang akan menolongmu.” Ujarnya lagi sebelum meninggalkan lokasi, seolah sang korban dapat mendengar suaranya.

@@@

        Cheondung berlarian di koridor rumah sakit sambil mencari-cari sesuatu. Ia sempat melewati sebuah lorong, namun kemudian dia berhenti dan berbalik. Ada seseorang yang ia kenal di ujung lorong itu.
        “Haesa?” tegur Cheondung sambil perlahan mendekat.
        Haesa mendongak dengan wajah yang basah karena air mata. “Cheondung…” dalam sekeja, Haesa sudah tenggelam ke dalam pelukan Cheondung. “Semalam Kibum kecelakaan.” Lirihnya sambil menahan isak.
        Cheondung tak sanggup berkata-kata. Ia hanya mengusap lembut pungguh Haesa untuk membantu menenangkan sahabatnya. Perlahan, Cheondung mengangkat wajah Haesa agar bisa ia lihat. “Bagaimana dengan ibumu?” tanyanya sambil mengapus lembut air mata yang masih mengalir di pipi Haesa.
        Haesa menggeleng dan menggigit bibir bawahnya. “Kondisi ibu menjadi parah setelah mendengar kakak kecelakaan.”

@@@

        Jonghyun mengetuk pintu kamar Sungmin. “Masuk…” terdengar suara Sungmin dari arah dalam. Jonghyun pun membuka pintu dan melangkah masuk.
        “Ada apa?” Tanya Sungmin yang kala itu tengah bersantai di ranjangnya sambil membaca buku.
        “Aku hanya ingin bertanya…” kata Jonghyun sebelum duduk di tepi ranjang Sungmin. Sungmin menegakkan badan sambil menutup buku yang sejak tadi dibacanya. “Apakah nama ayah dari kekasihmu itu adalah Park Jung Soo?” lanjutnya mengutarakan hal yang ingin ia tanyakan.
        “Iya.” Jawab Sungmin singkat sambil mengangguk pelan.
        “Siapa nama adiknya yang bungsu?”
        Sebenarnya pertanyaan Jonghyun cukup janggal di telinga Sungmin. Karena untuk apa adiknya mempertanyakan hal tersebut. “Park Taemin.” Namun Sungmin tetap menjawabnya.
        Jawaban Sungmin tak memuaskan untuk Jonghyun. Lantas, ia pun kembali mengajukan beberapa pertanyaan lagi. “Selain Taemin, apa ia punya adik lagi?”
        Habis sudah kesabaran Sungmin. “Untuk apa kau menanyakan hal itu?” tegurnya.
        “Jawab saja dulu, nanti aku beri tau alasannya.” Jonghyun pun tak menyerah.
        “Namanya Park Kyuhyun.” Sungmin pun akhirnya mengalah dengan menjawab pertanyaan Jonghyun yang tadi sempat terhambat. “Ada lagi yang ingin kau tanyakan? Kalau tidak, kau boleh meninggalkan tempat ini.” Ujar Sungmin dengan bahasa formal layaknya mereka ketika berada di lingkungan kerja lalu kembali melanjutkan aktifitas membacanya yang tadi sempat sedikit mengalami gangguan.
        “Apa dia memiliki adik yang bernama Park Changsun?”
        Sungmin tersentak, perlahan ia kembali menutup bukunya sambil menatap Jonghyun intens. “Dari mana kau tau itu?” Tanya Sungmin curiga.
        “Ternyata benar?” Jonghyun kembali sibuk dengan pikirannya sendiri. “Changsun hilang sejak 19 tahun yang lalu dan hingga sekarang kasus belum terselesaikan.” Gumamnya.
        “Apa? Adik kak Hyun Rae hilang? Sejak 19 tahun yang lalu?”
        Jonghun dan Sungmin menoleh bersamaan ke arah pintu. Ternyata Donghae telah berdiri di sana sejak tadi dan ia pasti mendengar pembicaraan dua orang itu.
        “Kenapa kasus itu harus tenggelam begitu saja? Apa ayah dan pihak kepolisian tidak berusaha membatu mencarinya?” Tanya Donghae lagi sambil masuk dan bergabung dengan Sungmin dan Jonghyun di atas tempat tidur.
        “Ayolah… kalian harus tau… tuan Jung Soo dan pihak kepolisian sudah sepakat untuk menutup kasus tersebut. Sangat sulit untuk melacak keberadaan penculik bayi Changsun.” Kata Sungmin memberi pengertian untuk dua adiknya.
        “Ya sudah. Kau simpan saja informasi tersebut.” Ujar Donghae sambil menepuk pundak adiknya.
        “Ku minta pada kalian, jangan sampai kasus tersebut kembali mencuat. Park Jung Soo bukan orang sembarangan. Karena bisa saja itu mengancam keselamatan orang banyak.” Sungmin kembali mengingatkan sebelum Donghae dan Jonghyun meninggalkan kamarnya.

@@@

        Dering sebuah ponsel memecah keheningan malam di sebuah apartmen mewah kala itu. “Kenapa mereka harus mengganggu ku lagi secepat ini…!” marah pemuda itu dari balik selimutnya. Dengan malas, ia pun menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhnya lalu turun dari tempat tidur menuju meja rias tempat ponselnya tergeletak. Tertulis nama ‘Mathew’ di layarnya.
        “Halo…”
        “Lee Joon…” kata seseorang di seberang sana. “Ada projek besar untuk mu. Dan aku sudah mengirimnya melalui e-mail. Tapi ingat, jika kau tidak melakukan tugasmu dengan baik, ibu mu dalam bahaya.” Lanjut orang tersebut yang sedetik kemudian memutuskan sambungan telepon.
        “Halo…! Halo…!” teriak Joon tanpa mendapat respon. Dengan kesal ia pun membanting ponselnya hingga pecah di beberapa bagian. “Apa dia tidak memiliki pekerjaan yang lebih berguna dari pada menyuruhku membunuh orang lagi?” omelnya, lalu memaksa diri memasuki kamar mandi.
        Pemuda bernama Lee Joon tadi adalah pemuda yang sama yang menabrak Kim Kibum malam itu.

@@@

        Meski biaya perawatan untuk ibunya telah di tanggung oleh Seungho, namun Haesa harus tetap bekerja keras untuk membiayai perawatan Kibum yang hingga kini belum sadarkan diri.
        Seperti biasa setiap malam, Haesa akan menemui Cheondung di tempat kerjanya lewat pintu belakang. Begitu sampai, ternyata Cheondung yang lebih dulu menunggunya.
        “Aku telah mendengar semua dari kak Yong Hwa.” Kata Cheondung memulai pembicaraan tak lama setelah Haesa duduk. “Ku rasa ada sesuatu dalam dirimu yang bahkan kau sendiri tak mengetahuinya.”
        “Kau pernah mendengar nama Russel?”
        Cheondung menggeleng. “Sangat sulit mencari orang dengan menggunakan nama samaran seperti itu.”

@@@

        Lee Joon mempersiapkan diri di ruang kerjanya. Di atas meja, laptopnya masih menyala dan terpampang jelas 3 wajah orang yang akan menjadi target bunuhannya malam ini. Dua orang laki-laki dan satu orang perempuan. Sung Chulyong, Sung Hyo Min dan Sung Sandeul. Mereka adalah anak kandung dari Sung Byunghae.

        Sung Byunghae adalah pemilik agensi yang bertugas memburu para pembunuh bayaran. Jika ia berhasil menangkap salah satu dari kita, keberadaan mu akan berada dalam bahaya. Bunuh satu persatu anggota mereka. Mulai dari anak perempuannya : Sung Hyo Min. Jelas sebuah tulisan yang memuat keterangan atas gambar dari tiga orang tersebut.

        “Ternyata musuh terbesar seorang pembunuh bayaran seperti kami adalah mereka. Aku akan menghabisinya dengan tanganku sendiri.” Ujar Joon untuk meyakinkan dirinya.
        Dengan peralatan canggih yang dimilikinya, Joon pun meninggalkan ruangan. Tak lama setalah Joon menutup pintu, sebuah e-mail kembali masuk dalam akunnya.

@@@

        Haesa meninggalkan tempat ia bertemu Cheondung karena temannya itu harus kembali bekerja. Ia pun berbelok di sebuah persimpangan sempit, lalu memungut ranselnya yang tergeletak di sana. Haesa memang sengaja meninggalkan ranselnya di sana karena ia tak ingin Cheondung mengetahui bahwa ia telah menjual apartmennya untuk biaya perawatan Kibum di rumah sakit.
        Di ujung sana adalah batas akhir jalan sempit tempat Haesa berada sekarang. Haesa menghentikan langkah hanya beberapa meter sebelum ia keluar dari gang sempit tersebut karena ia mendengar suara kaki orang yang berlari. Belum sempat ia berbalik, seseorang datang dan menghantam tubuhnya. Mereka jatuh bersamaan hingga tubuh pemuda itu menindih tubuh Haesa yang lebih kecil.
        “Maaf.” Pemuda itu segera bangkit. “Kau baik-baik saja?” Tanya Joon sambil membantu Haesa berdiri.
        “Hei…! Berhenti…!” tiga pria yang tadi mengejar Joon mun muncul.
        Joon segera siaga sambil berdiri menghalangi Haesa sebagai upaya melindungi gadis itu.
        “Menyerahlah Joon…” kata pria bernama Kyung Jae.
        Dua pria di belakang Kyung Jae saling berbisik dan menatap Haesa melalui cahaya remang-remang yang menerangi jalan sempit itu. “Bukankah itu Fleur?” Tanya Sunghyun, salah satu dari mereka.
        “Fleur?” Jaeseop mengulagi perkataan temannya.
        Meski pelan, namun Joon dapat mendengar suara Jaeseop karena tempat itu sangat sunyi. Perlahan Joon melirik Haesa yang berdiri tegang di belakangnya. ‘Benarkah ia Fleur?’ gumamnya dalam hati.
        “Lebih baik kita membuat kesepakatan.” Ujar Sunghyun.
        Joon dua kali lipat bersikap waspada terhadap 3 orang itu. “Apa?”
        “Serahkan gadis itu, lalu kau akan kami biarkan pergi.” Tawar Jaeseop.
        ‘Berarti dia benar Fleur?’ kata Joon dalam hati. Joon merasakan Haesa meremas jaketnya sangat kencang. Ia tau gadis ini pasti sangat ketakutan. “Tidak akan.” Tegas Joon yang sedetik kemudian kabur sambil membawa Haesa lari bersamanya.
        “Jangan lari kalian!” teriak Kyung Jae yang berusaha menghentikan Joon dan Haesa sambil mengejar mereka.
        Joon dan Haesa masih berlari di dalam gang sempit dan gelap. Beberapa kali Haesa sekuat tenaga menarik Joon ke arah berlawanan dari jalan yang dipilih Joon. Tentu saja karena Haesa cukup mengetahui seluk beluk jalan itu. Dan beberapa menit kemudian mereka pun berhasil keluar dari gang sempit itu.
        Joon masih menggenggam tangan Haesa, lalu membawa gadis itu menyebrangi jalan yang mulai sepi dari kendaraan. Ternyata mobil Joon terparkir di sana. Joon membukakan pintu untuk Haesa.
        “Kau bisa tinggalkan ku di sini.” Kata Haesa.
        Joon menatapnya penuh arti. “Kau dalam bahaya.”
        “Kalau begitu tak usah kau pedulikan.” Balas Haesa yang membuat Joon menghela napas pasrah.
        “Berhenti kau, Joon…!”
        Joon dan Haesa menoleh, ternyata tiga orang yang tadi mengejar mereka muncul dari gang tempat Haesa membawa Joon keluar dari gang tersebut.
        “Cepat masuk!” perintah Joon sambil menarik paksa Haesa untuk masuk ke dalam mobilnya. Mereka pun dapat melarikan diri dari kejaran Kyung Jae, Sunghyun dan Jaeseop.

@@@

Pintu belakang tempat Cheondung bekerja terbuka. “Cheondung! Mana Haesa?” sergah Yong Hwa setelah adiknya muncul.
“Sudah pulang dari tadi.” Jawabnya dengan tatapan bingung.
        “Kau tau? Apartmen Haesa kosong. Dia telah menjualnya.” Kata seseorang lagi diantara mereka. Dia Sandeul.
        “Apa?” kejut Cheondung. “Astaga! Kenapa aku bisa tertipu?” sesalnya. “Haesa sama sekali tak menunjukan kesulitannya di hadapan ku tadi.” Jelas Cheondung yang kini mulai kalut.
“Dia pasti menjualnya untuk biaya perawatan Kibum di rumah sakit.” Kata Yong Hwa menerka-nerka.
        “Haesa dalam bahaya, kita harus segera menemukannya.” Ajak Sandeul kemudian berbalik dan mengambil langkah.
        Cheondung cepat-cepat mencekal tangan Sandeul. “Apa maksudmu?”
        Sandeul pun berbalik dan menatap Cheondung khawatir. “Anak buah Shin Donghee telah menemukan siapa itu Fleur.” Jelasnya.
        “Fleur?” Cheondung mengulangi kata-kata Sandeul dengan tatapan tak percaya. “Jadi, Fleur itu…”
        “Haesa dalam bahaya.” Sambar Yong Hwa seolah mengerti apa yang dirasakan adiknya, Cheondung.

@@@

Tidak ada komentar:

Posting Komentar