Kamis, 21 Februari 2013

3twins (part 5)


Lima…

“Di depan situ kak.”
        Atas permintaan Najwa, Nicky menghentikan motornya tepat di depan sebuah warung pinggir jalan yang menjual gado-gado. Najwa pun bergegas turun dari boncengan motor Nicky.
        “Kakak mau?”
        Nicky segera menggeleng atas penawaran Najwa. Tanpa ingin memaksa, cewek ini langsung menghampiri sang pedagang dan memesan seporsi gado-gado.
        Tak lama, Najwa kembali dengan sepiring gado-gado di tangannya. Ia pun menggeret sebuah kursi plastic untuk didudukinya.
        “Beneran nih, gak mau?” Najwa menawari Nicky sekali lagi.
        Jawaban Nicky tetap sama. Ia sama sekali tak sedikitpun memiliki minat dengan makanan yang akan disantap Najwa.
        “Yaudah, gue makan dulu bentar ya.”
        Nicky hanya mengangguk sambil memperhatikan gerak-gerik Najwa ketika makan. Cewek itu benar-benar sangat menikmati. Tak peduli dengan kondisi warung yang sangat sederhana itu dan terletak di pinggir jalan.
        ‘Venda dan keluarga bener-bener down to earth benget. Padahal orang tua mereka bukan orang sembarangan. Tapi mereka masih mau buat makan di pinggir jalan.’ Kata Nicky dalam hati atas kekagumannya terhadap keluarga Najwa. ‘Gue emang gak suka liat siswa yang pamer kekayaan orang tuanya, tapi gue sendiri juga gak pernah makan di tempat kayak gini. Jangankan beli, buat ngelirik aja, nggak.’ Ujar Nicky yang duduk di atas motornya, ia semakin tak melepas pandangannya ke Najwa.
        Sadar dirinya jadi pusat perhatian Nicky, Najwa pun akhirnya mendongak. Namun Nicky sama sekali tak terlihat kaget atau mengalihkan pandangannya.
        “Ditawarin, gak mau… tapi kok ngeliatin terus sih?” tanya Najwa curiga. Sesaat, ia menghentikan aktivitas makannya.
        “Emang, enak banget ya makanannya?” Tanya Nicky ragu-ragu sekaligus penasaran.
        Najwa tersenyum. Atau lebih tepatnya, ia menahan tawa. Gak aneh juga dengernya, seorang Nicky bertanya seperti itu. “Sebenernya tuh enak banget. Tapi, kalo kakak mau, cobain punya aku aja dulu.” Najwa menyodorkan piringnya.
        Nicky tampak ragu, antara menolak atau menerima.
        “Maaf ya, kak.” Najwa menarik kembali piringnya. “Bukannya gak sopan. Tapi yang aku liat, kayaknya kakak gak pernah makan ini deh. Jadi takutnya gak suka.”
        Nicky sebenernya salah tingkah, namun ia selalu bisa menyembunyikan ekspresinya yang satu itu. “Iya sih.” Nicky membenarkan perkataan Najwa. “Bumbunya sama kayak yang di siomay gitu gak?” tanya Nicky lagi yang masih penasaran.
        “Sebenernya hampir sama sih, Cuma bedanya ini lebih manis.”      
Nicky sudah tak bisa menahan rasa pernasarannya terhadap makanan yang unik dimatanya. “Beneran, gue boleh nyobain punya lo?” ujarnya sambil menunjuk ke atas piring Najwa yang isinya hanya tinggal setengah.
Najwa langsung mengangguk gembira. Dengan penuh semangat, Najwa menyodorkan piringnya yang langsung diterima Nicky.
“Enak gak?” tanya Najwa ragu-ragu setelah Nicky menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.
Nicky masih menikmati, namun ekspresi wajahnya yang datar sangat tidak bisa di gambarkan. Najwa semakin takut mendengar hasilnya.
“Kok enak, ya?” Kata Nicky akhirnya.
“Hah?” Najwa menatap Nicky dengan ekspresi tak percaya.
“Beneran, Na. Ini enak.” Nicky berusaha meyakinkan. Ia pun turun dari atas motornya. “Kira-kira, masih ada gak ya?” ujarnya sambil melihat ke arah etalase.
“Ini porsi terakhir, kak.” Kata Najwa sambil menunjuk piring yang masih dipegang Nicky. “Tapi kalo kakak mau, yaudah abisin aja.”
“Serius?” tanpa menunggu respon dari Najwa, Nicky segera pelahap isi dalam piring itu hingga habis.
“Doyan apa leper, kak?” ledek Najwa.
“Dua-duanya.” Jawaban Nicky membuat keduanya tertawa. “Kayaknya gue punya menu makanan favorit baru nih. Tapi, ada dua kekurangannya.”
“Apaan tuh?” Nicky berhasil membuat Najwa penasaran.
“Satu, kurang banyak. Dua, kurang pedes.”
“Gue gak begitu suka pedes, sih.” Sahut Najwa yang membuat Nicky tiba-tiba diam. “Kenapa, kak?” tegurnya.
“Gapapa.” Kata Nicky cepat-cepat, kemudian ia membawa piring kosong itu kepada penjualnya sambil membayar makanannya. “Ayo. Gue anter lo pulang sekarang.” Kata Nicky sambil naik ke atas motornya dan mengenakan helmnya.
“Lo udah telat buat latihan futsal, ya?”
“Nggak kok. Lagian, hari ini tuh jadwalnya gue main voli, bukan futsal.”
‘Voli?’ batin Najwa. “Disekolah, kan? Gue ikut ya.” Pintanya.
Nicky menoleh penuh tanda tanya. “Mau ngapain? Di sana tuh gak ada cewek. Nanti lo malah bête sendirian.” Nicky memperingatkan.
“Gue males balik cepet. Di sana juga bakal ada Riyu kok. Di kan lagi latihan panjat dinding.” Najwa tak mau kalah.
Nicky tak berani, bahkan lebih tepatnya tak ingin menolak permintaan Najwa. Entah kenapa, Najwa seolah memberi warna baru di hidupnya setelah ia gagal memiliki Venda yang notabene adalah kakak kandung Najwa.
“Tapi pulangnya tetep sama gue! Nggak sama Riyu!” Kata Nicky setengah mengancam.
“Oke.” Kata Najwa sebelum naik ke atas motor Nicky.
Tanpa diduga, Najwa sama sekali tak protes dengan ancaman Nicky. Cewek itu justru sangat terlihat tak keberatan. Padahal sempat beberapa kali Najwa selalu protes dan menolak meski Nicky telah menggunakan cara yang cukup telak bagi seorang cewek.
“Kok diem. Ayo buruan. Ntar telat lho!” Najwa mengingatkan karena Nicky tak segera menjalankan motornya.
Nicky tersadar dari lamunannya. “Iya, tapi kita ke minimarket dulu nyari minum.”

@@@

Begitu sampai kembali ke sekolah, Nicky mengajak Najwa ke lapangan voli. Sudah ada beberapa orang di sana sedang melakukan  pemanasan. Di tepi lapangan ada kursi panjang yang dikelilingi tas-tas siswa yang akan bermain voli. Najwa duduk di salah satu sisi yang tak begitu banyak terdapat tas.
Nicky begitu meletakkan tasnya sembarangan ke aspal, langsung melepas dasi dan kemeja seragamnya yang kemudian dilempar ke atas tasnya.
“Kak! Lo mau ngapain?!” protes Najwa ketika tak sengaja melihat Nicky yang seenaknya melepas ikat pinggang dan menurunkan resleting celananya.
“Apaan sih?” balas Nicky. “Lo pikir gue mau show off depan lo gitu?” ledeknya sambil menurunkan celana panjangnya yang menyisakan celana olahraga pendek yang biasa ia kenakan jika berolahraga. Tanpa menunggu Najwa memprotesnya lagi, Nicky segera melemparkan celananya ke atas tas dan berlari menuju lapangan.
“Dasar cowok! Gak pernah bisa rapih.” Keluh Nalula setelah melihat tumpukan pakaian di atas tas Nicky. Tanpa pikir panjang, segera ia membereskan semuanya.
Sambil melipat seragam milik Nicky, Najwa melempar pandangan berkeliling. Tak jauh dari lapangan voli, ada segerombolan anak yang sedang berlatih panjat dinding. Najwa menangkap sosok Riyu berada di antaranya. Setelah urusannya dengan seragam Nicky selesai, Najwa pun mendekati Riyu.
“Riyu.”
“Eh, kok masih di sini? Belom balik?” Tanya Riyu sambil pemanasan. Ia juga sudah mengganti seragam sekolahnya.
“Males ah di rumah. Sepi. Paling Cuma ada Zaquan doank.”
Belum sempat membalas, ada seorang cowok menghampiri mereka. “Mau nyoba manjat, Na?” tanya cowok itu.
“Lo kenal sama Yeriko, Na?” Tanya Riyu.
“Kita sekelas.” Jawab Najwa singkat, kemudian menoleh ke Yeriko. “Makasih, Yer. Gue gak bawa celana soalnya.” Tolaknya.
Disela-sela obrolan mereka, bola voli yang sedang dimainkan Nicky dan kawan-kawan melayang ke arah Najwa. Spontan, ia sedikin melompat dan mengangkat kedua tangannya ke atas untuk menghalau bola. Penempatan posisi yang bagus. Bola pun jatuh dan memantul di depan Najwa.
“Tolong lempar bolanya, Na.” Teriak Vicky dari dalam lapangan.
‘Vicky?’ ujar Nalula dalam hati. Ia mengenali itu Vicky karena baju yang dikenakannya berbeda dengan Nicky seperti yang sempat dilihat Najwa. Karena Nicky juga berada di sisi lain lapangan yang ditempati Vicky.
Najwa memukul bola dengan cara serve, seperti yang biasa dilakukan seorang pemain voli sebelum memulai permainan.

@@@

Nissa baru saja keluar dari sebuah minimarket. Ia langsung masuk ke dalam mobil dan menstaternya. Setelah mencobanya beberapa kali, mesin tetap tak mau menyala.
“Duuh… mobil gue kenapa sih?” keluhnya. Nissa yang sedikit frustasi, langsung keluar dari mobilnya dan menelepon Nicky.
Sudah ketiga kalinya Nissa melakukan panggilan, namun tak satu pun ada yang direspon. “Nick, lo di mana sih?” ujarnya cemas. Sekali lagi… tapi tetap tak ada jawaban.
“Coba gue telpon Vicky deh.” Kata Nissa sambil mencari nama Vicky di daftar kontak hapenya. Semuanya nihil. “Lo berdua pada kemana sih?” sesaat, Nissa meyandarkan badannya di mobil.
“Apa gue coba telpon Ricky aja?” Tanya Nissa ragu pada dirinya. “Tapi kan gue gak tau tuh anak udah balik ke Jakarta apa belom.” Ujarnya. “Apa salahnya dicoba.” Nissa meyakinkan diri.
“Aaarrgghhh… gak aktiv!” omelnya.
Tiba-tiba sebuah motor sport berwarna hijau berhenti di depan Nissa. Sang pengendara membuka kaca helmnya. “Hey… masih inget gue?” tanya cowok itu yang ternyata adalah Vendi, kakaknya Najwa.
Nissa memandang Vendi ragu, ia ingat pernah bertemu dengan cowok ini. Tapi ia lupa pernah mengenalnya di mana.
Vendi membuyarkan lamunan Nissa. “Lo temennya Vicky yang di SMA Deportivo itu, kan?” kata Vendi kemudian.
“Iya.” Ujar Nissa yang akhirnya inget kalau pernah bertemu Vendi di sekolahnya. “Kak Vendi ya?” tebaknya. Kala itu Vendi adalah orang yang akan membeli semua buku-buku bekas yang dikumpulkan Nissa dan teman-temannya dari perpustakaan sekolah. Dan mereka bertemu saat Vendi mengambil buku-buku tersebut.
Vendi hanya tersenyum sambil mengangguk. “Lagi ngapain di sini?”
“Gak tau nih, mobil aku gak bisa distarter.” Kata Nissa. “Udah nyoba nelpon temen buat minta bantuan, gak ada yang ngerespon.” Lanjutnya.
“Boleh aku liat gak?” Vendi meminta izin.
“Ya udah kak liat aja.” Ujar Nissa tanpa ingin buang-buang waktu sambil menyodorkan kunci mobilnya.
Semenit kemudian, Vendi keluar dari dalam mobil Nissa. “Aku rasa akinya aja yang bermasalah. Kamu tunggu di sini ya.” Kata Vendi yang kemudian kembali naik ke motornya.
“Mau kemana kak?”
“Nyari aki baru buat mobil kamu. Bentar aja kok. Apa kamu mau ikut?” Vendi menawari.
“Iya deh, aku ikut.” Kata Nissa yang langsung menyambat tasnya dari dalam mobil. ‘Dari pada nunggu di sini sendirian.’ Pikirnya sambil naik ke atas boncengan motor Vendi.

@@@

Nicky tau-tau sudah berada di belakang Nissa dan menarik tangan cewek itu yang sedang asik ngobrol sama Yeriko dan beberapa anggota ekskul panjat dinding. Tanpa Riyu di sana.
“Apaan sih, kak?” omel Nissa.
“Ikut gue main voli gantiin Juna, tuh anak kakinya keseleo.” Kata Nicky yang tanpa meminta persetujuan terlebih dahulu, menarik tangan Najwa ke dalam lapangan.
Najwa hanya bisa pasrah. Karena percuma aja nyoba kabur dari Nicky yang udah terlanjur memaksa. Lagian, permintaan Nicky kali ini juga gak begitu susah kok. Hanya mengajak bermain voli.
“Tapi gue jadi libero aja, ya.”
Nicky hanya mengangguk menanggapi permintaan Najwa. Kemudian ia beralih ke sisi lapangan yang lain, meninggalkan Najwa yang berada satu lapangan dengan Vicky.
Nicky yang melakukan serve, langsung mengarahkan bola ke Najwa. ‘Mau ngetes kemampuan gue?’ gumam Najwa dalam hati. Sedetik kemudian, Najwa berhasil mengembalikan bola ke lapangan Nicky.

@@@

“Kak, maksud lo apaan sih ngelakuin ini?” tanya Najwa ketika Nicky baru naik ke atas motornya. “Kalo emang pengen kenalan sama ngedeketin tuh gak usah pake ngancem-ngancem gitu.”
Nicky tak bisa menjawab.
“Mana hape lo?” pinta Najwa sambil menyodorkan tangan kanannya.
Nicky semakin bingung. “Buat apa?”
“Lo ga butuh nomor hape gue, gitu?” kata Najwa sekenanya. “Dari pada lo susah-susah nyari. Untung gue punya inisiatif. Lagian, gue tunggu dari hari pertama lo gangguin gue, eh, nggak minta-minta juga.”
Nicky tercengang mendengar perkataan yang keluar dari mulut Najwa. Ia melipat tangannya di depan dada. “Kenapa lo punya pikiran kayak gitu?” tanya Nicky dengan tatapan menyelidik.
Najwa mengangkat bahu. “Tapi kayaknya bentar lagi gue bakal punya banyak musuh nih.”
“Musuh?” Nicky mengulangi perkataan Najwa. “Lo di apain sama gerombolan cewek-cewek itu?” sambar Nicky.
Gantian Najwa menatap Nicky bingung. Ia hanya menggeleng.
“Pokoknya, kalo sampe ada yang berani macem-macem sama lo, lapor ke gue!” kata Nicky dengan nada mengancam.
“Lo serem juga ya, kak?” kata Najwa dengan tatapan ngeri.
“Makanya! Lo jangan macem-macem sama gue!” ujar Nicky lagi sambil memakai helmnya. “Ayo cepet naik!” perintahnya.
Baru Najwa akan menuruti perintah Nicky, tiba-tiba saja Riyu datang dan menarik tangan Najwa. Nicky belum sempat berkomentar karena Riyu terlanjur memeluk Najwa.
“Na… gue seneng banget…” Kata Riyu girang.
“Kenapa sih?” Tanya Najwa heran yang masih dalam pelukan Riyu.
Riyu melepaskan pelukannya dan kini ganti menempelkan kedua tangannya di pipi Najwa. “Ntar malem, gue kerumah lo ya.” Kata Riyu masih dengan nada gembira. Matanya pun menyiratkan kebahagiaan. “Awas kalo lo pergi!” ancamnya, tapi tak terdengar menyeramkan.
Nicky sendiri tak bisa melarang Riyu bersikap seperti itu ke Najwa. Ia hanya terpaku menyaksikan pemandangan di depan matanya.
“Lo baru jadian, ya?” Tebak Najwa.
Riyu tak menjawab, ia hanya sanggup kembali mendekap tubuh Najwa.
“Riyu!”
Teriakan seseorang membuyarkan selebrasi Riyu. Seorang cewek berdiri tak jauh dari sana menatap Riyu dengan ekspresi kecewa. Ketika Riyu berbalik, cewek itu justru pergi menjauh.
“Soraya!” teriak Riyu sambil mengejar cewek tadi. “Tunggu!”
“Tuh cewek pasti salah paham.” Kata Nicky yang kemudian menstater motornya. “Ayo cepet naik, kita harus nolong Riyu.”
Najwa langsung menuruti perintah Nicky.
Tak jauh dari pintu gerbang, Riyu berjalan kembali dengan langkah gontai. Nicky langsung menghentikan motor dan membiarkan Najwa turun untuk mendekati Riyu.
“Riyu, lo gapapa, kan?” tanya Najwa khawatir.
“Gapapa.” Jawab Riyu tanpa melihat ke arah Najwa. “Udah sana lo balik, bentar lagi maghrib.” Ia menoleh ke Nicky. “Tolong anterin Najwa pulang ya, Nick.” Pinta Riyu sambil berjalan pergi.
“Riyu.” Najwa mencekal tangan Riyu.
“Apaan sih, Na! Lepasin tangan gue!” Bentak  Riyu sambil menepis tangan Najwa.
“Tunggu gue di rumah lo nanti malem.” Teriak Najwa yang tak kembali berusaha menahan langkah Riyu. Ia justru mendekati Nicky dan naik ke atas motornya. “Ayo pulang.”
“Apa gak mau ngikutin Riyu dulu?”
“Riyu gak bakal macem-macem kok.” Kata Najwa yang seolah mengerti apa yang difikirkan Nicky. “Biarin aja ntar malem gue yang ke rumah dia.”
Nicky tak berani protes. Najwa pasti lebih tau cara menghadapi Riyu yang seperti tadi.

@@@

Dylan yang baru saja selesai mandi, melihat ponselnya yang tergeletak di atas tempat tidur. Ada dua pesan masuk. Salah satunya dari Najwa.

Dyl, anak2 black inject ada acara ngumpul lagi, kapan?

Najwa sendiri baru saja sampai rumah. Ketika tengah mengambil minum di dapur, ia merasakan ponselnya bergetar. Dylan membalas pesannya.

Ntar malem pengajian di rumah Aloy jam 8. Besok latihan sepatu roda di lapangan deket rumah Kenny jam 6 pagi. Minggunya nonton anak-anak pramuka lomba di SMA Rosengard jam 7 ngumpulnya di rumah Rama.

Najwa garuk-garuk kepala membaca isi pesan balasan dari Dylan. “Sebenernya black inject itu klub motor, pengajian, sepatu roda apa kumpulan pramuka penegak sih?” pikirnya keheranan.

Yaudah. Jemput gue ke semua acaranya.

@@@

Ivo mendorong troly belanjaannya ke meja kasir. Suasana supermarket yang ramai membuat cewek berjilbab ini harus rela mengantri. Cukup lama menunggu, Ivo iseng-iseng memandang berkeliling. Sampai akhirnya, pandangannya berhenti kepada seseorang yang kini berdiri dibelakangnya.
“Kak Ricky?”
Yang ditanya malah bengong.
Ivo tersenyum. “Jelas aja kakak gak kenal aku.” Kata Ivo. “Tapi anak-anak se-Deportivo sih gak mungkin gak kenal kakak.”
Ricky tersenyum. Jadi gak enak hati banyak yang kenal. Batinnya. “Nama kamu siapa?” tanya Ricky akhirnya.
“Inggita Voni Odelia. Tapi panggil aja Ivo, kak.”
“Panggilan kamu terbentuk dari inisial nama lengkap kamu donk, ya?” Ricky terlihat takjub.
Ivo mengangguk dan entah kenapa membuat Ricky sedikit kagum melihat sosok di hadapannya.
“Kakak Cuma belanja itu aja?” tegur Ivo kepada Ricky yang hanya menenteng setengah lusin minuman kaleng.
“Iya.” Jawab Ricky. “Gak niat beli apa-apa, soalnya bis yang kaka tumpangin tiba-tiba mogok di halte depan. Yaudah, sekalian aja mampir.” Jelasnya.
“Kamu sendirian?” tanya Ricky ketika tiba giliran Ivo untuk membayar belanjaannya.
“Berdua, tapi tadi mama dapet telpon suruh cepet-cepet pulang. Tante aku dateng katanya.”
“Nanti tungguin gue bayar dulu sebentar ya.” Pinta Ricky ketika Ivo telah selesai.

@@@

Tepat jam 8 malam, Dylan udah nongol di depan rumah Najwa. Ia hanya mengklakson mobilnya satu kali sebelum Najwa muncul dari balik pagar lalu masuk ke dalam mobil.
“Lo mau kemana, Na?” Tanya Dylan yang melihat Najwa membawa tas ransel yang biasa ia gunakan untuk sekolah.
“Pulang dari rumah Aloy, anterin gue ke rumah Riyu ya.” Pinta Najwa. “Gue mau nginep di sana.”
Dylan hanya mengangguk dan tak berkomentar apa-apa lagi.
Lima menit berlalu, Najwa baru menyadari kalau Dylan hanya mengenakan celana jeans tiga perempat dan kaos biru polos. “Katanya pengajian di rumah Aloy, tapi kenapa pakaian lo kayak gitu?” Protes Najwa.
“Tadi kan gue Cuma bilang pengajian di rumah Aloy, bukan berarti anak-anak balck inject juga yang ngaji.” Dylan membalas protes dari Najwa.
Najwa tercengang mendengar jawaban Dylan. “Terus, ngapain lo pada kesana? Emang pengajian apaan sih?” Najwa mengintrogasi.
“Syukuran. Soalnya besok kakaknya Aloy mau nikah.” Jawab Dylan enteng sebelum akhirnya memarkirkan mobilnya di depan sebuah rumah. “Kita ke sini ya buat makan-makan. Apa lagi?”
Najwa memandang keluar jendela. Sudah banyak mobil yang berjejer di sekitar sana. “Tapi belom ada yang tau kan kalo gue ikut ke sini?” tanya Najwa khawatir.
“Blom sih. Lo aja minta jemputnya mendadak.”
“Bagus.” Puji Najwa. “Jangan bilang siapa-siapa. Gue tunggu di dalem mobil.”
“Kalo lo gak turun, ngapain juga minta gue jemput ke sini?” protes Dylan.
“Gue Cuma penasaran aja, apa anak-anak black inject sama sekali gak ada yang tau keberadaan ka Vendi?”
“Makanya lo turun dulu. Jadi lo bisa mastiin sendiri.”
Najwa tetap pada pendirian. “Gue cukup mastiin semua dari dalam sini.”
Dylan menyerah. Ia tak bisa memaksa Najwa. “Oke. Tapi kalo ada apa-apa, segera lo telpon gue.” Kata Dylan. Setelah Najwa menangguk, Dylan pun segera keluar dari mobil.

@@@

Ricky membantu membawakan barang belanjaan Ivo hingga parkiran. “Makasih ya kak udah mau bantuin.” Kata Ivo setelah Ricky menutup bagasi belakang mobilnya.
“Iya sama-sama.”
Ivo masuk ke dalam mobilnya dan langsung membuka kaca jendela. “Kakak pulang naik apa?”
“Nyantai aja, banyak taksi kok di depan.”
Ivo mengangguk tapi tak segera pergi. Ia sibuk mencari-cari sesuatu. “Kok gak ada ya.” Gumamnya pelan. Tapi sikap Ivo membuat Ricky mencurigai sesuatu.
“Nyari kartu parkir?” tebak Ricky.
“Iya kak.” Kata Ivo kemudian menepuk dahinya. “Ya ampun, berarti kebawa pulang sama mama.” Ivo mulai panic.
“Tenang aja.” Ricky dengan santainya membuka pintu mobil Ivo. “Sini, biar gue yang bawa mobil lo sampai depan.”
Ivo pun menurut sambil pindah duduk di jok sebelah.
Entah apa yang dikatakan Ricky kepada petugas hingga ia berhasil meloloskan mobil Ivo. Ketika berbelok Ricky langsung menepi dan mengehntikan mobil yang dikendarainya.
“Kok berenti kak?” Protes Ivo. “Karena kakak udah nolongin aku dua kali, jadi sekalian aja aku anter kakak pulang.”
“Jangan. Biar gue yang nganterin lo. Kasih tau aja di mana alamatnya.” Kata Ricky sambil kembali menajalankan mobil. “Cewek gak baik nyetir malem sendirian.”
Ivo tak bisa menolak. Selama perjalanan, mereka lebih banyak saling diam. Atau terkadang Ivo yang memberanikan diri bertanya seputar keseruan Ricky bersama dua kembarannya.
“Tapi jangan bilang-bilang ya. Gue, Nicky sama Vicky kalo kepepet suka tukeran tempat. Gue nyamar jadi mereka, atau mereka yang nyamar jadi gue.”
Ivo sangat serius dan antusias menanggapi cerita Ricky. Pengalaman yang tidak semua orang bisa merasakan. Ivo sendiri tak sanggup membayangkan kehidupan kakak kelasnya yang kembar tiga itu.
“Kebiasaan orang tua gue tuh kalo anaknya ngelakuin kesalahan yang udah cukup fatal, mereka pasti masukin kita ke pesantren. Gak terlalu lama juga sih.”
“Semua udah pada pernah ngerasain?” tanya Ivo. Bukannya usil mau tau urusan orang, tapi Ivo bener-bener di bikin penasaran.
“Sebenernya Vicky doank yang gak pernah dimasukin pesantren. Jadi tuh dulu pas satu SMA, gue pernah berantem. Pihak sekolah ngelapor ke ortu gue. Vicky tuh penasaran pengen ngerasain juga di pesantren. Kebetulan gue ada kompetisi basket, jadilah dia yang gantiin gue. Tapi kita ketauan kalo tukeran posisi. Gara-gara nilai ulangan matematika Vicky yang digantiin Nicky jelek. Tau sendiri Nicky lemah di matapelajaran itu. Yaudah, malah kita bertiga bener-bener di masukin pesantren.”
Ricky menghentikan mobil.
“Gue nganterin lo sampe sini aja ya.” Kata Ricky yang sedetik kemudian membuka pintu.
Ivo baru sadar ketika Ricky menutup pintu. Ia segera turun dan menghampiri Ricky. “Maaf ya kak, aku keasikan dengerin cerita kakak.”
Ricky hanya tertawa menanggapinya. “Gapapa kok. Kapan-kapan gue cerita lagi. Dan maaf ya, gue Cuma nganterin lo sampe gang aja.”
“Harusnya aku yang berterima kasih karena kakak udah banyak nolongin aku sampe nganterin pulang juga.”
“Santai aja. Mending lo cepetan pulang deh. Takut ada yang liat lo dianterin pulang sama cowok.” Kata Ricky yang kemudian pergi dari sana.
“Hati-hati ya, kak.” Teriakan Ivo mengiringi langkah Ricky.

@@@

Dylan mencari alasan di depan teman-temannya yang sedang ngumpul untuk menengok Najwa di mobilnya. Ia langsung panic begitu tau Najwa sudah tidak ada di sana. Segera, Dylan menghubungi ponsel Najwa.
Najwa sendiri sudah berada di pinggir jalan tak jauh dari pintu gerbang perumahan Aloy yang ternyata masih satu perumahan juga dengan Ivo. Hanya beda blok.
“Halo…” Kata Najwa menjawab telpon dari Dylan.
“Na, lo dimana?” tanya Dylan khawatir.
Najwa menyadari kesalahannya. “Iya maaf gue pergi gak bilang-bilang. Gue udah lagi nunggu taksi buat ke rumah Riyu kok. Lo tenang aja.”
“Iya, tadi tuh…” Dylan menggantungkan kata-katanya setelah mendapati Aloy yang kini di belakangnya. “Nanti gue telpon lo lagi.” Bisiknya ke ponsel, kemudian memutuskan telponnya ke Najwa.
Najwa sendiri tak berkomentar apa-apa karena taksi yang ditunggunya sudah tiba. Ia segera membuka pintu berbarengan dengan tangan seseorang. Begitu menoleh, Najwa mendapati Ricky tersenyum padanya.
“Hai…” Kata Ricky dengan wajah pucat dan napas yang tersengal-sengal.
Najwa yang khawatir melihat Ricky berpegangan kuat pada badan taksi untuk menahan berat badannya, segera menarik Ricky masuk ke dalam taksi bersamanya. Begitu taksi mulai bergerak, perlahan Ricky bersandar di pundak Najwa hingga akhirnya ia tak sadarkan diri. Seketika Najwa panik dan segera melarikan Ricky ke rumah sakit.
Setibanya di rumah sakit, setelah Ricky masuk ke dalam UGD, Najwa diminta untuk mengisi data diri pasien.
“Itu tadi siapa? Kak Nicky, kak Vicky apa kak Ricky?” gumam Najwa seorang diri membuat kepanikannya bertambah. “Gue gak sempet liat jam tangannya.” Keluhnya.
Najwa berinisiatif mencari kontak seseorang di ponselnya. “Tuh kan, gue gak punya nomornya kak Nicky!” omelnya. “Bego banget sih, kenapa tadi gak maksa minta? Kak Nicky juga kenapa gak ngingetin?”
Tanpa sadar, Najwa justru menghubungi Riyu. Nomornya gak aktiv. “Ya iya lah gak aktiv, Riyu lagi galau.”
Tak lama, seorang perawat menghampiri Najwa dan menyodorkan sebuah dompet dan ponsel milik Ricky. “Alhamdulillah. Makasih ya, sus.” Ujar Najwa di tenagh kepanikannya.
“Siapapun lo, maaf ya, gue buka dompet lo tanpa izin.” Kata Najwa bicara sendiri kepada dompet Ricky. Ia tak berani bersikap kurang ajar menggeledah barang milik orang lain. Focus Najwa hanya pada sebuah kartu pelajar yang segera di keluarkannya.
“Ricky Airlangga.” Najwa membaca nama pemilik kartu pelajar tersebut. “Ya ampun, itu kak Ricky?”
Najwa merasakan sebuah benda bergetar dalam genggamannya. Ternyata ponsel Ricky. Ada sebuah panggilan masuk dan tertera nama Vicky di layarnya. Najwa akhirnya bisa kembali bernapas lega. Namun sebelum Najwa sempat menjawab panggilang Vicky, ponsel Ricky langsung mati kehabisan batere.
“Aduhh… lowbath, lagi.” Najwa kembali lesu. Tapi ia tak kehabisan akal dengan menukar sim cardnya dengan sim card ponsel Ricky.
        Najwa mencari nama Vicky di kontak ponselnya. Jelas saja menggunakan simcard Ricky yang di pasang di hapenya.
        “Kak, ini Najwa. Kak Ricky masuk rumah sakit. Kakak cepetan kesini ya.” Kata Najwa tanpa buang waktu begitu Vicky menjawab panggilannya.

@@@

        Riyu mengetuk pintu di rumah Najwa. “Najwa… Zaquan…” teriaknya dari luar.
        Tak lama pintu terbuka dan Zaquan yang muncul. “Kenapa?”
        “Najwa mana?” Riyu bertanya tapi sambil menerobos masuk tanpa menunggu Zaquan menjawab pertanyaannya.
        Begitu sampai di depan kamar Najwa, Riyu mengetuknya dengan tidak sabar. “Na… buka… kemana lo? Katanya tadi mau ke rumah gue? Gue tungguin kok lo gak dateng-dateng? ”
        “Kalian tuh apa-apaan sih?” tanya Zaquan herah yang kini sudah berdiri di belakang Riyu. “Najwa gak ada.” perkataan Zaquan membuat Riyu menatapnya tajam. “Dia bilang sama gue mau nginep dirumah lo.”
        “Apa?” Riyu hanya ingin memastikan ia tak salah mendengar.
        “Dia udah keluar dari jam delapan.” Kata Zaquan lagi. “Malah sampe bawa ransel segala.” Lanjutnya dengan suara enteng.
        “Tapi Najwa gak kerumah gue!”
        “Mana gue tau…” ujar Zaquan sambil seenaknya berjalan meninggalkan Riyu di depan kamar Najwa.
        Riyu cukup merasa kesal dengan sikap Zaquan terhadap Najwa. Untuk mengurangi rasa penasaran, Riyu membuka pintu kamar Najwa yang tak terkunci. Tak ada siapa-siapa di sana. Ia mencari hingga kamar mandi, dan hasilnya pun sama. Najwa tak ada di kamarnya.
        Dengan sedikit gusar, Riyu menekan nomor Najwa dari ponselnya. “Aarrgghh…! Masih gak aktiv!” geramnya sambil berjalan mengikuti jejak langkah Zaquan.
        Riyu mendapati Zaquan yang dengan santainya bersandar di sofa sambil menonton tivi dan menenggak sekaleng softdrink. “Heh!” Riyu menarik bagian leher kaos yang dikenakan Zaquan menggunakan kedua tangannya hingga Zaquan berdiri. “Kakak lo entah di mana sekarang! Tapi lo masih bisa santai-santai kayak gini di rumah?”
        “Hei… tenang bro…” Zaquan merespon Riyu dengan santai. Meski bisa saja Riyu tiba-tiba menghajarnya.
        “Lo masih berani nyuruh gue tenang?” bentak Riyu.
        Zaquan malah melengos dan menyepelekan amukan Riyu. “Terus gue harus nyuruh lo ngapain?”
        “Gimana kalo kalo apa yang dialamin Venda kejadian juga sama Najwa?” Riyu semakin kesal dengan sikap Zaquan.
        “Itu bukan urusan gue. Najwanya aja yang bego nolak Rio. Jelas-jelas Rio anak orang kaya. Sok jual mahal.” Zaquan malah menyalahkan Najwa.
        Riyu benar-benar harus mengeluarkan kesabaran ekstra. Demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, Riyu lebih memilih pergi meninggalkan Zaquan.

@@@

        Najwa menunggu di dalam kamar tempat Ricky dirawat. Ia tertidur di sofa sambil mendekap ranselnya. Hampir setengah 12 malam, Nicky dan Vicky baru datang. Mereka langsung membangunkan Najwa.
        “Na…” Nicky menepuk pelan pundak Najwa.
        Vicky langsung duduk di samping ranjang tempat Ricky berbaring. Mata Vicky memerah mendapati salah seorang kembarannya terbaring di rumah sakit dengan selang oksigen mengitari wajah Ricky.
        Najwa mengerjap-ngerjap. Entah sudah berapa lama ia di sana dan tertidur. Najwa memegangi kepalanya yang terasa pusing.
        “Ayo, Na… gue anter pulang.” Kata Nicky pelan.
        Najwa menggeleng. “Gue niat nginep di rumah Riyu, tapi karena udah malem, gue di sini aja boleh kan?” Pintanya.
        Nicky tampaknya tak tega menolak permintaan Najwa. “Terserah deh.” Ia hanya mengehela napas dan menyandarkan badannya di sofa. Tepat di samping Najwa.
        Najwa pun tersenyum pada Nicky penuh rasa terima kasih.
        “Gimana ceritanya kamu bisa ketemu Ricky?” tanya Vicky yang kini sudah berada di samping Najwa hingga membuat cewek itu berada di tengah-tengah.
        “Aku Cuma gak sengaja rebutan taksi di depan gerbang perumahannya Ivo. Terus, karena liat kondisi kak Ricky kayak gitu, aku langsung tarik dia masuk ke dalem taksi.” Ujar Najwa sambil gantian menoleh ke kedua orang di kanan dan kirinya.
        “Sejak kapan dia gak sadarin diri kayak gini?” tanya Vicky lagi.
        “Gak lama setelah kita masuk ke dalam taksi.” Jawab Najwa. Baik Vicky ataupun Nicky tak ada yang bereaksi setelah itu. “Emang kak Ricky sakit apa sih?”
        “Ricky perokok berat.” Nicky yang menjawab, membuat Najwa menoleh ke arahnya. “Sebenernya paru-paru Ricky udah gak kuat.”
        “Kenapa gak dilarang sih?” omel Najwa, kali ini ia menatap Vicky penuh penyalahan.
        “Eh, lo pikir?” Balas Nicky hingga membuat Najwa menoleh kembali padanya. “Kita gak ada yang usaha bikin Ricky berenti ngerokok?” Nicky terdengar tak sabar.
        Najwa langsung mingslep mendengar bentakan Nicky.
        Beruntung di sana ada Vicky yang menjadi penengah. “Udah deh, Nick. Najwa tuh gak tau apa-apa.”
        “Maaf ya, Na.” ujar Nicky penuh rasa bersalah.
        “Gapapa. Gue ngerti kok.”
        Suasana malam yang hening membuat ruangan terasa sangat sepi karena tak satupun dari mereka yang bicara. Ricky sendiri belum bereaksi apa-apa.
        “Tapi kak Ricky masih bisa sembuh kan?” kata Najwa akhirnya, terdengar sedikit khawatir.
        “Bisa, kalo dia mau ngurangin bahkan berhenti ngerokok.” Vicky memberikan secercah harapan.
        “Emang selama ini kak Ricky sanggup ngabisin berapa batang rokok sehari?” Najwa penasaran.
        “Dua sampe tiga bungkus.”
        “Hah?” Najwa tercengang. “Gila, apa?”
        “Baru tau kalo Ricky gila?” celetuk Nicky tepat dibelakang Najwa.
        Najwa tak berkomentar karena Vicky lebih dulu mengambil alih pembicaraan. “Waktu kita kelas satu SMA, Ricky pernah punya pacar. Cewek itu firstlovenya, tapi bukan berarti sekaligus pacar pertamanya juga.” Kata Vicky memulai cerita. “Awalnya cewek itu pernah bilang kalo dia gak suka sama cowok perokok. Tapi ternyata, semua bohong. Dia malah selingkuh dibelakang Ricky dengan cowok yang bisa dibilang perokok juga.
        “Sampai akhirnya berita itu didengar Ricky.” Vicky masih melanjutkan ceritanya. “Ricky yang awalnya gak pernah ngerokok, mulai belajar ngerokok dan berjanji, kalo dia gak akan berhenti ngerokok kalo dia belom bener-bener dapet cewek yang lebih baik dari cewek itu dan bisa menghilangkan sakit hatinya.”
        “Apa itu juga awal mula kak Ricky jadi playboy kayak sekarang?” tanya Najwa lagi yang merasa sudah cukup jauh menyelami kehidupan kakak kelasnya itu. Jadi, gak ada salahnya kalo ia ingin menyelam lebih dalam lagi.
        “Yupz…” suara Nicky yang terdengar. Ia ingin ambil bagian dalam bercerita. “Karena Jasmin udah selingkuh sama sepupu kita sendiri.”
        “Sepupu?” Najwa mengulangi perkataan Nicky. “Siapa?”
        “Rio.” Jawab Vicky singkat.
        “Rio mana nih?”
        “Wiryo Airlangga. Mantan lo.” Kata Nicky setengah menyindir.
        “Hah? Kalian sepupuan?” Najwa semakin tak percaya. “Kok bisa?”
        “Heran, ya?” Nicky balik bertanya. “Sama! Kita juga heran kenapa bisa sepupuan sama orang kayak gitu. Gak adik, gak kakak, sama aja!” Nicky ngomel sendiri.
        “Eh, tunggu deh.” Najwa seolah teringat sesuatu. “Dari mana lo tau kalo Rio mantan gue?” tanya Najwa dengan tatapan menyelidik terhadap Nicky.
        Nicky yang tak siap dengan pertanyaan Najwa, menatap Vicky meminta pertolongan. Namun Vicky tak membantu apa-apa. Mereka berdua malah saling melempar tanggung jawab.
        “Kak… pliss…” Najwa memandang Vicky dan Nicky bergantian. “Gue sekarang udah masuk ke dalam kehidupan kalian. Jadi tolong jangan sembunyiin apa-apa dari gue.”
        Vicky akhirnya mau untuk bercerita. Dimulai dari kedekatan antara Nicky dan Venda. Lanjut ketika Venda meminta Nicky untuk menjaga Najwa. Hingga Ricky yang suka pada Najwa.

@@@

Tidak ada komentar:

Posting Komentar