Jumat, 22 Februari 2013

BLACK ORCHID (part 2)




        “Di mana rumah mu? Biar ku antar pulang.” Tanya Joon sambil tetap berkonsentrasi menyetir.
        Cukup lama Haesa diam. “Kau boleh menurunkan ku di mana saja.”
        Joon menoleh dengan sangat terkejut. “Apa maksud mu? Ini udah malam. Aku akan mengantar mu pulang.” Usaha Joon dengan suara lembut . “Kau jangan khawatir, aku tidak akan menyakiti mu.”
        “Kau tau, aku sudah tidak memiliki tempat tinggal?” tegas Haesa. “Dan sepertinya, aku juga tak akan peduli jika kau akan menyakitiku.” Lanjutnya yang terdengar frustasi.
        Haesa kembali membuat Joon terkejut. Namun pemuda ini berusa menanggapi setenang mungkin. ‘Bagaimana bisa ia tidak memiliki tempat tinggal?’ Tanya Joon seorang diri.
        Setengah jam kemudian, mereka sampai di sebuah apartmen mewah. “Ikut dengan ku.” Ajak Joon tanpa menunggu persetujuan Haesa, pemuda itu menarik tangan Haesa keluar dari mobil.
        Mereka akhirnya sampai di depan pintu apartmen. Joon membukanya setelah menekan password. Begitu membuka pintu, Joon langsung masuk dan menyalakan lampu. Lalu ia berbalik karena di rasa Haesa tidak mengikutinya. Benar saja, karena gadis itu masih diam mematung di luar pintu apartmen Joon.
        “Cepat masuk.” Lagi-lagi Joon harus melakukan sedikit pemaksaan untuk Haesa.
        Setelah menutup pintu, Joon pun segera melesat ke dalam kamar yang memang hanya ada satu di sana. Tak lama ia keluar sambil membawa pakaian ganti untuknya serta selimut dan bantal.
        “Kau bisa pakai kamar ku.” Kata Joon sebelum melangkah ke ruang kerja yang berada di sebelah kamarnya. Joon mengurungkan niat untuk masuk, ia kembali menatap Haesa yang masih berdiri di tempatnya. “Jangan lupa kunci pintu kamar sebelum tidur.” Lanjutnya sambil tersenyum.
        Sejak pertama bertemu, baru itu Joon menunjukkan senyumnya.

@@@

        Joon menutup pintu dibelakangnya. Lalu melempar barang-barang bawaannya ke atas karpet sebelum akhirnya menuju meja kerja tempat laptopnya bertengger. Joon duduk di kursi sambil membuka jaket yang sejak tadi ia kenakan. Hal pertama yang menarik perhatiannya adalah e-mail yang sebenarnya sejak tadi masuk ke dalam akunnya. Sebuah pesan dari Kang Jung Woon.

Ternyata ayahmu memiliki anak selain dirimu. Tapi kami baru menemukan dua orang. Namanya Trevor dan Fleur dari istrinya yang bernama Roslin. Mereka sekarang sedang mengejar keluarga nyonya Roslin. Terutama Fleur, karena ia anak perempuan satu-satunya. Kalau kau bertemu dengannya, tolong jaga dia. Ini fotonya…

Joon membuka link foto yang diberikan temannya. Ternyata benar apa yang dikatakan orang-orang yang tadi mengejarnya. Foto yang terpampang itu adalah wajah Haesa.
        Joon meraih ponselnya dan mencari kontak dengan nama ‘Jerome’, yaitu nama samaran untuk Jung Woon.
        “Dia mengancam akan menyakiti ibuku jika aku tak menuruti mereka.” Hardik Joon ketika telponnya mendapatkan jawaban.
        Jung Woon menatap nanar di luar jendela tempat dirinya berada.
        “Aku tak tau lagi apa yang bisa aku lakukan.” Keluh Joon terdengar frustasi.
        “Aku akan bekerja keras untuk menyelamatkan ibu dan mencari ayahmu.” Hanya itu yang bisa dikatakan Jong Woon.
        Joon mematikan sambungan teleponnya.

@@@

Jonghyun terlihat sedang jogging pagi itu ketika ia melihat tiga orang tertidur di bangku taman. Karena merasa familiar, Jonghyun pun memutuskan untuk mendekati mereka. Benar saja, tiga pemuda itu adalah Yong Hwa, Sandeul dan Cheondung.
        “Kalian, ayo bangun…” kata Jonghyun sambil mengguncang-guncangkan tubuh tiga temannya itu. “Yong Hwa… Hei, Sandeul… Cheondung ayo bangun.”
        Yong Hwa pun mengerjap-ngerjap. “Jonghyun?”
        “Kenapa kalian bisa sampai tertidur di sini? Apa yang kalian lakukan semalam?” cecar Jonghyun.
        “Kami mencari Haesa.” Sandeul yang menjawab.
        Yong Hwa pun menceritakan perihal kejadian yang di alami Haesa.

@@@

        Joon membuka mata karena silau terkena pantulan sinar matahari yang menembus jendela ruang kerjanya. Perlahan Joon bangkit dan keluar dari ruangan itu.
        “Kau sudah bangu?” tegur Haesa dari arah dapur. “Maaf aku membuat dapur mu kotor. Aku hanya lapar. Tapi nanti pasti aku akan membersihkannya.” Kata Haesa cepat-cepat. “Oiya, aku juga masakan sesuatu untuk mu sarapan. Dan ku harap kau menyukainya.” Lanjut Haesa sebelum akhirnya kembali dengan aktifitasnya.
        Joon hanya mampu memandangi Haesa dari kejauhan. ‘Apa gadis manis sepertinya tidak keberatan memiliki saudara pembuhun seperti ku?’ kata hati Joon. ‘Astaga… bahkan tak bisa dipercaya bahwa semalam ia terdengar frustasi.’
        “Joon? Ada apa?” tegur Haesa karena melihat Joon yang masih terpaku di tempatnya.
        “Dari mana kau tau nama ku?” Tanya Joon heran, karena sejak semalam ia tak merasa menyebut namanya.
        “Aku hanya dengar dari pria yang mengejar kita semalam.” Kata Haesa menjawab kebingungan Joon. “Kau tidak keberatan kan aku juga memanggilmu Joon?”
        “Tidak. Namaku memang Joon.”

@@@

        “Aku juga punya berita bagus untuk kalian.” Bangga Jonghyun. Semua menatap Jonghyun penuh minat. “Ternyata ada sebuah kasus anak hilang 19 tahun lalu yang hingga kini belum terselesaikan.”
        “Sepertinya kau sangat menaruh minat untuk menjadi seorang detektif?” komentar Cheondung yang tiba-tiba kehilangan minat menanggapi cerita Jonghyun.
        Jonghyun berusaha tak terpancing amarahnya. “Ayolah, ini pasti akan sangat menyenangkan untuk pemula seperti kita.” Rayunya. “Kalian pasti tak akan bisa menebak dari keluarga mana anak ini berasal.” Lanjut Jonghyun yang tak kehabisan akal untuk menarik perhatian teman-temannya.
        “Paling anaknya Lee Hyukjae, bahkan dia sendiri hingga kini juga tak ada beritanya.” Sandeul juga terlihat kurang tertarik. “Sudahlah, tak akan ada habisnya cerita tentang Hyukjae.”
        Jonghyun benar-benar tak mempedulikan komentar miring dari siapapun saat itu. “Dia adalah anak dari… Park… Jung… Soo…” jelas Jonghyun dengan nada yang dibuat-buat.
        “Apa?” sontak membuat Cheondung, Yong Hwa dan Sandeul terkejut.
        “Maksudmu? Adiknya Park Hyun Rae yang berpacaran dengan kakak mu itu, Jong?” Tanya Sandeul yang kali ini sangat terlihat antusias.
        “Kyuhyun kakak kelas ku sewaktu SMA.” Kata Yong Hwa.
        “Taemin adik kelas ku, bahkan dia pernah naksir dengan Haesa.” Cheondung tak mau kalah bahwa ia juga mengenal salah satu dari anggota keluarga Park Jung Soo tersebut.
        “Anaknya yang hilang laki-laki atau perempuan?” Tanya Yong Hwa yang semakin penasaran.
        “Laki-laki, namanya Lee Changsun.” Jawab Jonghyun pasti. “Dan menurut informasi yang ku dapat, Changsun seumuran dengan Sandeul.”
        Sandeul kini sibuk dengan pikirannya. “Ah, sepertinya aku tak pernah mendengar nama orang yang bernama Changsun. Bahkan teman-teman sekolah ku juga tak ada yang bernama Changsun.”
        “Bisa saja dia berganti nama.” Cheondung menebak-nebak. “Karena menurut ku, kejadian itu sudah sangat lama. Jadi bisa saja penculik ingin menghilangkan jejak anak tersebut dari orang tuanya. Atau, jika penculik justru menitipkan Changsun di panti asuhan, ia pasti tidak akan meninggalkan Changsun beserta nama asli bayi tersebut.”
        Jonghyun menjentikkan jari mendengar analisis yang diutarakan Cheondung. “Kau benar.” Pujinya sambil menepuk pelan pundak Chendung, tapi Cheondung malah terlihat kurang nyaman dengan perlakuan Jonghyun terhadapnya.
        “Lalu, bagaimana kalau kita mulai menyusun rencana untuk menemukan Changsun?” Saran Sandeul. “Aku mulai bosan mencari Lee Hyukjae dan gerombolannya.” Keluhnya.
        “Aku juga berfikir sama seperti mu.” Kata Jonghyun yang bisa dipastikan sangat mendukung saran dari Sandeul. Lalu melirik penuh arti ke Yong Hwa. “Ibu mu seorang perawat di sebuah rumah sakit, kan?”
        Yong Hwa mengangguk pasti.
        “Kita coba cari cara mencari informasi di sana. Karena menurut data, rumah sakit tempat ibu mu bekerja itu adalah tempat di mana Changsun dilahirkan.” Jonghyun memulai rencana.
        “Tunggu…” potong Cheondung dan terlihat ada sesuatu yang janggal menurutnya. “Park Changsun dan Lee Hyukjae hilang dalam waktu yang hampir bersamaan, sekitar 19 tahun yang lalu. Meski kemungkinannya kecil, tapi bisa saja hilangnya mereka saling berkaitan?”
        Jonghyun, Yong Hwa dan Sandeul saling melempar pandang dan sibuk mencerna bahkan menerka analisis yang dilakukan lagi oleh Cheondung.

@@@

        “Aku akan keluar mencari pekerjaan.” Kata Haesa di sela-sela sarapan bersama Joon.
        Joon mengehentikan aktifitas sarapannya. “Maaf, aku tak bisa membiarkan mu pergi.” Kata Joon santai.
        “Kenapa?”
        “Ada hal yang mengharuskan ku memastikan kau dalam keadaan aman.” Lanjut Joon dengan cueknya sambil kembali makan.
        “Hei…!” tegur Haesa. “Aku masih punya keluarga. Ibu dan kakak ku sedang terbaring di rumah sakit. Aku membutuhkan uang untuk biaya perawatan mereka.”
        Joon kembali terdiam. Namun sedetik kemudian, ia sudah bisa kembali mengendalikan diri. “Kalau kau mau, kau bisa bekerja di sini. Dan aku akan membayarmu untuk itu.” Kata Joon dengan suara dingin tanpa melirik sedikitpun ke arah Haesa.
        Tak lama, Joon mendongak karena Haesa bangkit dari kursinya menuju dapur dan membawa serta piring kotor yang tadi ia gunakan untuk sarapan. Hanya dengan melihat cara berjalannya, Joon sudah bisa menebak bahwa saat ini Haesa pasti kesal dengannya.

@@@

        Yong Hwa dan Jonghyun keluar dari sebuah ruangan lengkap dengan seragam perawat sebagai penyamaran. Tak lupa, mereka juga mengenakan masker sebagai pelengkap untuk menutupi sebagian wajah mereka. Jonghyun yang berdiri di depan Yong Hwa melihat keadaan sekitar. Setelah kondisi dirasa aman, Jonghyun langsung menegakkan badan dan melangkah senormal mungkin untuk mengurangi kecurigaan orang-orang sekitar.
        Yong Hwa dan Jonghyun sedikit saling berbincang untuk mengalihkan pandangan orang-orang yang mereka temui. Mereka pun melewati beberapa kamar. Dan di salah satu kamar, seorang pemuda baru saja keluar dari sana. Namun Jonghyun dan Yong Hwa tak mempedulikan seolah kejadian itu memang biasa terjadi.
Tapi ada satu hal yang mereka tak sadari. Pemuda itu justru sama sekali tak tertipu dengan penyamaran Yong Hwa dan Jonghyun. Ia memperhatikan dengan seksama dua orang yang baru saja melintas di depannya. Terutama Yong Hwa, entah mengapa pemuda itu seolah sangat mengenalnya.
“Yong Hwa…?” tebaknya.
Jonghyun dan Yong Hwa pun sontak menegang. Jonghyun pun mengisyaratkan untuk Yong Hwa agar tak terpengaruh hingga akhirnya berhenti. Mereka tetap terus berjalan, namun itu sangat mencurigakan.
Yong Hwa tiba-tiba berhenti karena seseorang menangkap pundaknya. Perlahan, Yong Hwa pun berbalik, dan Jonghyun pun ikut tegang dibuatnya.
“Heechul?” kata Yong Hwa dengan mata terbelalak.
“Ternyata benar kau?” kata Heechul hendak menangkap masker yang digunakan Yong Hwa. Namun buru-buru dihalangi oleh Jonghyun yang malah menarik Heechul ke tempat yang sedikit tersembunyi.
“Apa yang kalian lakukan di sini?” tegur Heechul.
Jonghyun dan Yong Hwa kompak menekankan jari telunjuk mereka ke bibir masing-masing untuk membuat Heechul diam sambil sesekali melihat keadaan sekitar.
“Kau juga kenapa ada di sini, kak?” balas Yong Hwa tak mau kalah.
“Apa Cheondung tak memberi tau mu? Pacarku semalam hampir menjadi korban pembunuhan.” Sergah Heechul yang sedikit kesal dengan Yong Hwa yang tak lain adalah adiknya.
Justru Jonghyun yang sangat tercengan mendengar perkataan yang keluar dari mulut Heechul. “Jadi, Sung Hyo Min adalah kekasihmu?” Tanya Jonghyun untuk memastikan.
Heechul menatap Jonghyun heran. “Dari mana kau tau itu?” selidiknya. Lalu kembali beralih ke arah Yong Hwa.
“Aku anak kepala polisi Lee Jinki.” Ujar Jonghyun bangga. “Dan hanya ada satu kasus yang masuk ke dalam laporan kepolisian tadi malam.” Lanjutnya.
Heechul tak membalas perkataan Jonghyun. “Kalian belum menjawab pertanyaan ku.” Tagihnya.
“Kami tidak punya banyak waktu, nanti akan ku ceritakan semua padamu.” Kata Yong Hwa berjanji.
“Oke, kalian boleh pergi.” Ujar Heechul yang sangat tak di sia-siakan oleh Yong Hwa dan Jonghyun.

@@@

        Bukankah apartmen yang kau tempati adalah apartmen peninggalan ayah mu? Apa kau tidak menemukan apapun yang bisa dijadikan petunjuk atas keberadaan ayah mu?

        Joon termenung membaca pesan dari seorang temannya yang tinggal di luar negeri, Kang Siwon. Matanya menatap lurus ke dalam layar laptop. ‘Apa mungkin di sini ada petunjuk?’

@@@

        Sungmin sedang bersandar di kursi ruang kerjanya saat Donghae tiba-tiba muncul. “Apa ada yang kau pikirkan?” Tanya Donghae karena melihat wajah kakaknya yang cukup kusut siang itu.
        “Entahlah…” Kata Sungmin sambil menegakkan badannya. Donghae pun perlahan masuk dan duduk di kursi depan meja Sungmin. “Kau sendiri?” balasnya.
        “Ku rasa pelaku lebih dari satu orang.” Mulai Donghae.
        Sungmin menatap adiknya bingung. “Kasus mana yang sedang kau bicarakan?”
        Donghae sedikit mendekatkan tubuhnya ke tepi meja. “Tentu saja tentang pembunuhan itu.” Kata Donghae dengan wajah serius. “Apa kau tidak curiga?”
        “Apa yang harus dicurigakan?” Tanya Sungmin yang terlihat tak tertarik dengan topic yang diusung Donghae. “Dan apa yang membuat mu curiga?” balasnya. Dongahe tak menjawab. “Aku sedang tidak ingin membahas kasus itu. Kalo memang ada yang kau curigai, kau bisa coba ceritakan ke Jonghyun. Dia pasti akan merespon mu dengan baik.” Saran Sungmin dengan maksud yang tak lain adalah membuat Donghae pergi dari hadapannya.

@@@

        Jonghyun dan Yong Hwa berhasil menyelinap ke dalam ruang arsip. Mereka mencari data sekitar 19 tahun yang lalu.
        “Apa dari dokumen yang kau temui di kantor polisi itu tak ada penjelasan tentanng tanggal lahir Changsun?” Tanya Yong Hwa ketika Jonghyun baru memulai aksinya.
        Dengan segera Jonghyun menepuk keningnya dan merutuki kebodohannya. “Itu tak terfikirkan oleh ku.” Sesal Jonghyun.
        Setelah hampir 15 menit mereka di sana, belum juga membuahkan hasil. “Ku rasa kita lanjutkan pencarian lain waktu. Dan kau masih punya kesempatan untuk melihat kembali data-data tentang Changsun.” Saran Yong Hwa.
        “Baiklah…” dengan kecewa Jonghyun menyetujui.

@@@

        “Joon…” panggil Haesa dari luar pintu ruangan yang ditempati Joon sambil sedikit menggedor pintunya. Namun tak ada respon sedikitpun dari dalam.
        Selang beberapa lama, Haesa masih tetap melakukan hal yang sama. Namun kali ini karena telah cukup lelah, Haesa pun sampai duduk bersandar pada daun pintu. “Joon… kau tak mungkin mati, kan? Ayo jawab aku…” kata Haesa masih tetap berusaha.
        Sementara di dalam, Joon menarik selimutnya. Ternyata sejak tadi ia tertidur hingga tak medengar panggilan Haesa.
        “Joon… kalau sekali lagi kau tak menjawab, aku akan memanggil polisi dan mengatakan kau telah mati…” ancam suara dari luar.
        Joon cepat-cepat menegakkan badannya. “Apa dia sudah gila?” gumamnya sambil melangkah menuju pintu. “Aku belum mati…” kata Joon sambil membuka pintu. Ia tak tau jika Haesa bersandar di sana hingga gadis itu terjungkal ke belakang. Sontak Joon pun tertawa keras. “Apa yang kau lakukan?”
        Haesa tercengang melihat pemandangan di hadapannya. “Kau tertawa?” tanyanya kagum.
        Dalam sekejap, Joon pun berhenti tertawa. “Apa kau pikir aku robot yang tak bisa tertawa?” balas Joon tajam.
        “Tidak, bukan itu maksud ku.” Haesa langsung gelagapan merasa bersalah. Joon mengulurkan tangan untuk membantu Haesa. “Ini pertama kalinya ku lihat kau tertawa.” Mendengar itu, Joon membatalkan niat untuk menolong Haesa dan pergi begitu saja dari sana.
        Haesa pun segera bangkit dan mengikuti Joon yang mengarah ke dapur. “Apa yang kau lakukan di dalam? Sejak tadi aku memanggilmu.” Kata Haesa sambil bersandar di tepi meja makan.
        Joon menenggak air minumnya. “Aku tertidur dan tak mendengar kau memanggil, maaf.” Ujarnya datar tanpa menoleh ke Haesa sedikitpun, lalu kembali menghabiskan sisa air dalam gelasnya.
        “Pantas saja.” Keluh Haesa lemah sambil menghela napas.
        Joon memperhatikan sekitar. Ruangan di sini cukup rapih. Setidaknya lebih baik dari pada yang ia ketahui terakhir kali.
        “Joon… tak bisakah kau membukakan pintu dan mengijinkan ku keluar sebentar.” Pinta Haesa.
        “Kau mau keluar? Tunggu sebentar.” Joon bergegas kembali ke dalam ruangannya. Tak lama ia kembali sambil memakai jaket dan menenteng kunci mobilnya. Ketika sampai di pintu keluar, Joon berhenti dan berbalik karena merasa Haesa tak dibelakangnya. Benar saja, Haesa masih terpaku di tempatnya. “Kenapa masih di sana? Ayo… apa kau tidak lapar? Kita akan makan malam di luar.” ajaknya.
        Dengan enggan Haesa pun menyusul. ‘Sebenarnya bukan itu maksud ku…’ keluhnya dalam hati.
        “Waah… aku melupakan sesuatu. Tunggu di sini.” Kata Joon tiba-tiba. Kembali ia bergegas ke ruang kerjanya.
        Haesa mengikuti arah langkah Joon. Ketika melihat pemuda itu menghilang di balik pintu, Haesa langsung menoleh ke arah pintu yang tak di tutup kembali oleh Joon. Sontak, gadis ini pun tersenyum licik. “Maaf kan aku, Joon. Tapi aku janji aku akan pulang ke sini.” Ujarnya, lalu segera pergi dari sana.

@@@

        Sementara itu, Joon masuk ke dalam ruang kerjanya dan meraih ponsel yang tergeletak di samping laptop. Sekilas, Joon melirik ke layar laptopnya, dan ia langsung menegaskan pandangan karena melihat sebuah pesan masuk ke dalam akun e-mailnya. Dari Shin Dong Woo…

        Aku tau semalam kau gagal. Tapi malam ini, aku tak mau dengar hal itu terjadi lagi. Ku tegaskan sekali lagi. Jika kau gagal, kau pasti sudah tau akibatnya, kan? Ini foto Sung Sandeul untuk mengingatkan mu.

        Joon menutup layar laptopnya dengan cukup marah. “Tak bisa kah kau membiarkan ku istirahat malam ini saja, hah?!”
        Joon mencari kontak dengan nama ‘Nathan’ pasa ponselnya lalu menekan tombol panggil.
        “Keadaan di sini cukup gawat. Aku akan menghubungi mu lagi nanti.” Klik. Sambungan langsung terputus.
“Hallo…! Ryeowook…!” teriak Joon frustasi. Tapi percuma saja, karena orang yang tadi ia telpon benar-benar memutuskan sambungannya. Joon menghela napas untuk menenangkan diri. Lalu ia teringat dengan Haesa dan segera melesat keluar. Ia terbelalak melihat pintu tertutup. Joon memeriksa pintu kamar yang ditempati Haesa. Namun gadis itu tak berada di sana. Kemudian ia menelusuri tiap sudut ruangan di dalam apartmennya yang tak terlalu besar. Joon hendak berteriak untuk memanggil Haesa, namun ia segera tersadar karena ia tak mengetahui nama Haesa yang sebenarnya.
“Akh… siapa nama asli Fleur?” ujarnya frustasi namun tak melanjutkan mencari di dalam rumah karena ia sadar Haesa memang telah meninggalkan apartmennya. “Sial… aku kecolongan…” Joon segera keluar dari apartmennya.

@@@

        Sementara itu di kota berbeda, empat orang bersaudara tengah dalam perjalanan mengejar sebuah mobil yang melaju cepat di hadapan mereka. Siwon yang menyetir terlihat sangat berkonsentrasi. Sementara itu, dua orang yang duduk di kursi belakang—Ryeowook dan Sun Woo—bertambah panic karena ponsel Ryeowook mendapat panggilan dari Joon.
        “Siapa?” Tanya Jung Woon yang duduk di samping Siwon.
        “Joon…” Ryeowook dan Sun Woo menjawab kompak.
        Jung Woon menjulurkan tangan meminta ponsel milik adiknya. “Biar aku yang bicara.” Ryeowook pun menyodorkan ponselnya. “Keadaan di sini cukup gawat. Aku akan menghubungi mu lagi nanti.” Dengan cepat Jung Woon mematikan panggilan lalu mengembalikan ponsel milik Ryeowook.
        “Sudah saat nya Joon mendapatkan kembali miliknya.” Kata Siwon di tengah-tengah ia mengemudi.

@@@

        “Donghae?” tegur Eun Gee ketika melihat Donghae masuk ke dalam cafenya.
        “Eun Gee? Kau di sini juga?” balas Donghae.
        “Tidak…” Eun Gee menggeleng. “Ini café milik keluarga ku.” Kata Eun Gee membuat Donghae takjub.
        “Apa kau sedang sibuk?” Tanya Donghae basa basi.
        “Aku hanya main saja. Tidak ada yang harus ku kerjakan. Semuanya telah diurus oleh adikku.” Kata Eun Gee.
        “Kalau begitu, apa kau keberatan menemaniku makan malam?” pinta Donghae, dan tak di sangka Eun Gee malah menerima ajakannya.
        “Silahkan menikmati pesanan.” Kata sang pelayan sambil meletakkan makanan di hadapan Donghae dan Eun Gee. Saat itu, pelayan yang mengantarkan makanan adalah Cheondung.
        “Terima kasih.” Kata Donghae.
        “Hmm… Cheondung.” Panggil Eun Gee ketika pemuda itu meninggalkan mereka. Cheondung pun berbalik.
        “Ada yang bisa saya bantu lagi?” Tanya Cheondung dengan bahasa formal karena berhadapan dengan anak dari pemilik café tempat ia bekerja.
        “Kalau Jinyoung kembali, suruh dia menunggu ku ya.”
        Cheondung mengangguk. “Baik. Saya permisi.”
        “Maaf ya. Pihak kepolisian belum bisa mengungkap pembunuh kakak mu itu.” Kata Donghae tak lama setelah Cheondung pergi.
        “Tidak apa.” Kata Eun Gee lirih. “Aku akan sabar menunggu.”

@@@

        “Siapa itu?” Tanya Sun Woo perihal seorang pria yang di bawa beberapa orang dari sebuah mobil van yang sejak tadi mereka ikuti.
        Siwon langsung mengambil teropongnya untuk melihat lebih jelas karena jarak mereka cukup jauh. “Astaga! Tuan Hyukjae?” pekik Siwon terkejut karena pria tersebut adalah orang yang memang sejak lama di cari. Tak terkecuali oleh keluarga mereka.
        Tubuh Hyukjae yang lemah di bawa masuk ke dalam sebuah gang oleh tiga orang berseragam seperti ‘bodyguard’.
        “Jadi selama ini tuan Hyukjae diculik oleh Shin Donghee? Bukan melarikan diri?” Jong Woon sama terkejutnya dengan kenyataan yang dialami Hyukjae.
        “Kita harus beri tau Joon.” Ujar Ryeowook seorang diri sambil mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Joon, namun Sun Woo segera menghalangi pergerakan tangan kakaknya.
        “Jangan. Joon akan semakin dalam bahaya. Setelah kita berhasil menyelamatkan tuan Hyukjae, lebih baik kita merawatnya hingga Joon benar-benar bebas dari perangkap Shin Donghee.” Saran Sun Woo yang langsung dituruti oleh Ryeowook hingga pemuda itu membatalkan niat untuk menghubungi Joon.
        “Sun Woo benar. Lebih baik Joon tidak tau kalau ayahnya telah kita selamatkan. Dan kalian bersikaplah seolah-olah masih belum bisa menemukan keberadaan tuan Hyukjae.” Kata Siwon melengkapi saran dari adiknya. “Tuan Hyukjae, bersabarlah. Sebentar lagi kami akan menyelamatkan mu.”

@@@

        Haesa berhenti sambil mengatur napasnya karena ia berlari dari apartmen tempat Joon tinggal hingga sampai di depan gang kecil yang gelap namun akan membawanya menemui Cheondung.
        “Ternyata apartmen Joon sangat jauh dari sini…” ujarnya terengah-engah sambil kembali berjalan masuk menelusuri gak sempit itu. Sepanjang jalan Haesa terus berpegangan tembok agar tubuhnya tak limbung.
        Haesa terus saja melangkah ketika hampir beberapa meter lagi ia sampai di pintu belakang café Cheondung bekerja. Ia bahkan tak terlalu memperhatikan bahwa saat itu Cheondung tak sendiri. Ada seorang pria bertubuh tinggi dan cukup atletis bersama sahabatnya itu.
        “Haesa?” pemuda itu yang pertama menyadari kehadiran Haesa.
        “Minho?” ujar Haesa pelan, bahkan nyaris tak terdengar.
        Pemuda bernama Minho pun berdiri, diikuti Cheondung yang juga berdiri. Haesa berbalik seolah hendak pergi dari sana. Namun pergerakan Minho lebih cepat hingga ia dapat menjangkau tangan gadis tersebut.
        “Apa kau tak ingin bertemu dengan ku?” Tanya Minho dengan tatapan rindu.
Haesa berbalik sambil menunduk. Ia tak sanggup menatap Minho. “Maaf.” Kata Haesa pelan sebelum akhirnya menghempaskan diri ke dalam pelukan Minho.
“Ehm…” tegur Cheondung membuat Minho dan Haesa menoleh. “Sepertinya kalian butuh waktu untuk berdua. Aku harus kembali ke dalam.” Kata Cheondung kemudian berbalik.
“Cheondung…” panggil Haesa membuat Cheondung berhenti lalu berbalik. “Bisakah kau membawakan ku sesuatu? Aku lapar…” pinta Haesa.
“Oke…” jawab Cheondung singkat lalu kembali ke dalam.

@@@

Tidak ada komentar:

Posting Komentar