Kamis, 21 Februari 2013

3twins (part 3)


Tiga…

      Nissa keluar dari mobil dengan cukup tergesa-gesa. Hari ini ia sedikit terlambat. Namun langkahnya terhenti sesaat ketika menyadari mobil yang terparkir di samping mobilnya bukanlah mobil milik Vicky atau Ricky yang seperti biasa ia lihat.
Nissa melirik jam tangannya.  Satu menit lagi bel. “Vicky sama Ricky tumben belom dateng?” namun ia sendiri tak punya cukup banyak waktu mengurusi hal itu. Nissa setengah berlari menuju kelasnya. Begitu melintasi parkiran motor, kembali ia menghentikan langkahnya. “Nicky juga gak ada?” Nissa dalam keheranan besar. Motor besar dengan warna merah dan paling mencolok, tidak terparkir di sana.
        Bel akhirnya berdering ke seantero sekolah. Tak ada waktu, Nissa hanya sempat untuk meletakkan tasnya di kursi panjang di depan-depan kelas dan berlari ke lapangan untuk upacara.
        Di sana Nissa bertemu Riyu. “Eh, tumben lo telat?” Tegurnya. “Pasti nonton bola semaleman!” Tebaknya.
        “Chelsea lawan Arsenal semalem seru banget.” Ujar Nissa penuh semangat.
        “Dasar lo ye! Itu kan ampe jam 2 pagi?” Tapi Riyu sama sekali tak heran dengan Nissa yang pecinta sepakbola. “Posisi lo jadi protocol udah ada yang nempatin tuh.”
        “Hah? Yang bener?” Tanya Nissa masih penuh semangat sambil berusaha melihat keadaan tak jauh dari tiang bendera.
        “Ngapain juga gue boonk? Lo sih, telat.” Ujar Riyu sambil berbalik.
        “Bagus deh.” Nissa tambah keliatan hepi banget. “Eh, tunggu tunggu tunggu.” Nissa mengejar Riyu yang sudah bergabung dengan teman sekelasnya di barisan. “Tritwins belom dateng ya?” (Tritwins yang dimaksud Nissa adalah Nicky, Ricky, dan Vicky).
        “Mana gue tau?” balas Riyu sedikit sewot. “Emang gue emaknya?”
        Nissa memutar bola matanya. Dan tanpa komentar, bergabung dengan teman sekelasnya yang bersebelahan dengan kelas Riyu.

@@@

        Ketika jam istirahat, Nissa bersandar di depan kelasnya. Ia harap-harap cemas sambil berusaha menelpon seseorang. Berulang kali ia menghubungi nomor yang sama. Namun hasilnya sama.
“Nick, aktivin donk hapenya.” Keluhnya. Sampai akhirnya, ada seorang cewek melintas di depannya. “Viola.” Teriak Nissa hingga cewek itu berbalik mendekatinya.
“Kenapa? Kok panic gitu?”
“Nicky masuk gak?”
Viola menggeleng. “Kenapa nih? Kangen ya?” ledeknya.
“Bukannya gitu.” Nissa langsung menepis pandangan Viola. “Gue heran aja. Hari ini tuh Ricky juga gak masuk.”
“Ricky gak masuk?” Viola mengulangi ucapan Nissa. “Vicky gimana? Coba lo telpon deh.” Viola memberi saran.
“Udah. Tapi gak ada satu pun yang aktiv. Kalo Vicky gue gak tau deh.” Ujarnya pasrah. Sampai akhirnya ia melihat Riyu dari kejauhan. “Riyu…!” Nissa berteriak sambil melambai agar Riyu menyadari ia memanggilnya.
“Vicky ada di kelas?” Viola yang bertanya ketika Riyu sudah berada diantanya dirinya dan Nissa.
“Di kelas?” Riyu ditanya malah balik nanya. “Masuk sekolah aja, nggak.”
Nissa menghela napas. “Tuh kan bener, tritwins gak masuk.” Ujarnya lemah.
“Kok bisa?” Riyu mengernyitkan dahi. “Tumben banget tuh anak tiga kompakan bolosnya.”
“Yaudahlah, lo tenang aja.” Viola berusaha menenangkan Nissa sambil mengusap lembut lengan temannya itu. “Mereka pasti punya alasan kok untuk ini.”
“Riyu!” Najwa berteriak dari belakang Riyu.
Riyu berbalik dan cukup terperangah melihat Najwa tiba-tiba muncul sudah dengan seragam SMA Deportivo. “Eh, elo Na? Udah di sini aja? Perlu bantuan gue?”
“Eh, Riyu, siapa nih?” tanya Viola dengan tatapan terganggu karena kehadiran Najwa. “Anak baru itu ya? Adik kelas kita, kan? Kok gak sopan sih manggil lo gak pake ‘kak’?” tuduhnya sambil memberi tekanan ketika menyebut ‘kak’.
Najwa langsung menyadari kesalahannya. “Iya kak. Maaf.” Sedetik kemudian, ia sudah menggeret Riyu pergi dari sana.
“Ya udah lah, gue mau nengokin anak madding dulu.” Kata Nissa akhirnya sambil melangkah pergi.

@@@

“Kalo minta temenin keliling sekolah tuh bilang donk. Jangan maen tarik kayak gini.” Riyu menggoda sepupunya itu.
“Penting banget gitu?” balas Najwa jutek.
“Ya, itu sih terserah lo aja. Tapi gue Cuma mau ingetin, walau sebenernya gue sendiri juga gak enak ngedengernya.” Riyu terdengar ragu. “Kalo di lingkungan sekolah, coba biasain panggil gue ‘kak’. Tapi diluar itu, suka-suka lo deh.”
“Iye.” Jawab Najwa singkat.
Mereka sampai di kantin dan duduk di meja kosong. Beberapa orang curi-curi pandang memperhatikan Najwa yang hanya duduk berdua dengan Riyu. Dan cukup ampuh untuk membuat Najwa tak nyaman.
Najwa mendekatkan wajahnya ke Riyu. “Heh? Lo udah punya cewek ya? Kok mereka ngeliatin gue sinis gitu?” Najwa bertanya dengan suara pelan.
“Gue belom punya cewek, tapi kalo fans…” Riyu menjawab dengan santai seolah tak terjadi apa-apa. “Banyak…”
“Yee… Narsis dahsyat lo!” celetuk Najwa sambil mendaratkan satu jitakan kepada Riyu.
“Aduh.” Riyu meringis kesakitan. “Sadis banget sih lo?”
“Bodo!” Ujar Najwa cuek.
“Oke.. oke..” Riyu tak ingin melanjutkan. “Ada apaan lo nyari gue?” Tanya Riyu akhirnya, masih sambil mengelus kepalanya yang tadi dijitak Najwa.
Najwa menghela napas. “Udah dapet kabar tentang ka Vendi? Temen kalian kan banyak yang sama juga. Masa satu pun gak ada yang tau sih?”
“Gue udah berusaha tanya sana sini kok. Mereka juga udah gue peringatin buat ngabarin kalo ada yang liat dimana Vendi. Tapi ampe sekarang belom ada hasilnya.”
Najwa merasa tak ada harapan. “Ntar malem gue nginep di rumah lo ya?” pinta Najwa.
“Heh? Yang bener aja?” Wajah Riyu terlihat keheranan.
“Kenapa? Gak boleh?” Najwa balik bertanya dengan nada mengancam.
“Woelah, sensi amat sih?” balas Riyu. “Lagian, tumben aja.”
“Ortu gue ke Kalimantan selama sebulan. Yaa… rumah gue sepi lah. Atau nggak, lo yang nginep di rumah deh.” Kata Najwa penuh semangat, kali ini terdengar sedikit merayu.
“Tapi kan masih ada Zaquan.”
Najwa menyandarkan badannya. Seketika semangatnya hilang kala mendengar Riyu menyebutkan nama Zaquan. “Intinya, mau apa nggak?” Najwa hanya ingin memastikan tanpa ingin membahas adiknya.
“Yaudah, terserah lo aja.” Riyu hanya bisa mengalah.
“Nah, gitu donk.” Ujar Najwa membuat Riyu gemas setengah idup terhadapnya. Kemudian berdiri. Namun Riyu berhasil mencekal tangan Najwa.
“Lo pulang ama siapa nanti?” Tanya Riyu. Biar gimanapun sikap Najwa terhadapnya, Riyu sama sekali gak bisa dendam terhadap sepupunya yang satu ini.
“Ya sama lo lah, Riyu. Apa gunanya gue punya sepupu satu sekolah gini.” Ujar Najwa sekenanya.
Riyu langsung melepas cengkeramannya terhadap tangan Najwa. Ia tak bisa mengiyakan permintaan Najwa, tapi ia juga gak tega untuk menolaknya juga.
“Yaudah deh terserah lo aja.” Kata Najwa kemudian berbalik. “Jangan nyesel kalo ampe ‘bread talk’ melayang ya.” Lanjutnya sambil melangkah.
Sontak Riyu menatap langkah Najwa. “Sial! Ngancem gue pake ‘bread talk’.”

@@@

Ricky dan kedua kembarannya masih berada di Bandung. Seperti kebiasaannya, Ricky pagi ini sedang menikmati sebatang rokok ketika Vicky menghampirinya di tepi balkon kamar yang mereka tempati bertiga.
Vicky yang membawa dua gelas susu, memberikan salah satunya ke Ricky. “Apa jadinya ya, Deportivo tanpa tritwins?” ledek Vicky, seraya membayangkan suasana sekolah tanpa mereka bertiga.
Ricky tertawa. “Pasti bakal heboh parah.” Ia menimpali. “Bisa jadi Nissa udah pasang berita di madding.” Lanjutnya, tapi kemudian terdiam. “Eh, tritwins apaan?” tanya Ricky dengan tampang polos.
“Tritwins tuh panggilan buat kita bertiga.” Jawab Vicky.
“Emang? Sejak kapan? Siapa yang ngasih nama gitu? Kok gue gak tau?” Ricky nyerocos masih dengan tanpang sok polosnya.
“Yee… kemana aja sih lo?”
“Eh, Nick.” Ricky berteriak ketika mendapati Nicky keluar dari kamar mandi sambil mengusap-ngusap rambutnya menggunakan handuk. “Lo tau tritwins?”
“Tritwins?” Nicky mengulangi. Ketika ia memastikan Ricky mengangguk, Nicky menghampiri ke balkon. “Tau. Nissa yang bikin, kan? Itu kan panggilan buat kita bertiga.”
“Kok gue baru tau ya?”
Nicky tertawa. “Lo gimana sih? Seantero sekolah tuh udah pada tau kali.” Ujarnya sambil mengambil gelas dari tangan Vicky dan menghabiskan isinya yang tinggal setengah itu.
“Maklum lah, doi terlalu sibuk sama profesinya sebagai playboy.” Vicky ikut menambahi. Namun Ricky sama sekali tak mau ambil pusing perihal ledekan kedua kembarannya ini.
Suasana hening sesaat.
“Rick.” Ujar Nicky akhirnya setelah beberapa saat terdiam. Ricky pun menoleh. “Cewek anak SMA Priority yang lo taksir itu, namanya Najwa Ferdinan?”
Ricky tak langsung menjawab. Ia justru kembali teringat kejadian yang sudah hampir setengah tahun berlalu.
Ketika sekolahnya mengadakan sparing melawan sekolah Najwa. Saat itu, Najwa yang bermain voli mewakili sekolahnya, benar-benar bermain cantik dan sangat menyita perhatian Ricky. Kala itu Ricky yang juga menjadi atlit basket untuk sekolahnya, baru keluar dari toilet sehabis berganti pakaian. Ricky yang tergesa-gesa tak begitu memperhatikan langkahnya, menabrak seorang cewek yang tak lain adalah Najwa hingga cewek itu terjungkal.
“Eh, maaf gue gak sengaja.” Kata Ricky yang langsung membantu Najwa dengan menarik tangannya.
“Iya gapapa. Maaf juga aku gak liat.” Najwa membalas ucapan Ricky sambil membersihkan celananya.
“Rick. Buruan.” Teriak seseorang dari kejauhan.
“Iya.” Ricky meneriakinya balik. Ia kembali menatap Najwa. “Gue duluan ya.” Ujarnya lagi sebelum pergi. Ketika berbelok, Ricky menyempatkan diri berhenti dan berbalik. Meski hanya sedetik, Ricky cukup puas kembali melihat Najwa yang kini berlajan ke arah berlawanan dengannya. Kejadian itu berhasil membuatnya tersenyum salah tingkah.
“Heh? Bengong lagi, lo?” Suara Vicky membuyarkan lamunan Ricky.
Ricky tertawa dan telihat salah tingkah dipergoki seperti itu oleh Vicky dan Nicky.
“Jadi bener?” Nicky hanya ingin memastikan sesuatu.
“Bener apanya?” Ricky balik bertanya. Masih terlihat cukup salah tingkah. Namun ia berusaha menyembunyikannya dengan pura-pura kembali menikmati rokoknya.
“Gak usah berlagak sok polos gitu lo, boy.” Vicky benar-benar memanfaatkan kegugupan Ricky untuk meledeknya.
“Seperti apa permintaan Venda.” Kata Nicky cukup serius. Ia tak terpengaruh provokasi Vicky untuk mojokin Ricky. Namun Ricky masih belum merespon. “Udah saatnya lo ngedeketin cewek itu.”
“Maksudnya?” Vicky justru yang balik bertanya. “Lo mau nyuruh Ricky buat ngapain?”
Tatapan Nicky lurus ke arah Ricky. “Gue mau lo jadi gue buat ngejagain Najwa.”
Ricky akhirnya menoleh. Vicky ikut tercengang mendengarnya.
“Gue gak mau.” Ucap Ricky tegas.
“Kenapa?”
“Itu amanat Venda buat lo. Kalo sampe dia tau kita tukeran tempat, gue yakin dia bakal kecewa berat. Apa lo tega kalo itu sampe beneran terjadi?” Gantian, Ricky yang membuat Nicky terdiam.
Ricky sadar akan niat baik yang ditawarkan Nicky. Untuk mengurangi rasa bersalahnya terhadap Nicky, ia mendekati salah satu kembarannya itu dan memegang pundaknya.
“Gue ngehargain niat baik lo.” Ujar Ricky lagi. “Tapi gue mau pake usaha gue sendiri buat ngedeketin Najwa.”
Vicky merengkuh pundak kedua kembarannya itu. Ia menatap Nicky. “Nick, lo gak usah khawatir sama kembaran kita yang playboy satu ini. Bukan rintangan berarti buat dia kalo Cuma dihalangin sama lo.” Kali ini Vicky bicara sambil menengok ke Ricky.
Ricky balas menatap Vicky. “Kayaknya lo seneng banget nyebut gue ‘playboy’?”
“Hah?” Vicky tak berani membalas ucapan Ricky.
Nicky sendiri akhirnya tertawa sejadi-jadinya menyaksikan ekspresi Vicky yang sulit digambarkan dan tampang Ricky yang menatapnya bingung. “Gak usah dimasukin hati ucapannya si Vicky. Soalnya itu kan udah takdir lo, bro.” kata Nicky sambil memukul pelan salah satu lengan Ricky.
“Sial!” Gumam Ricky sambil mengacak-ngacak rambutnya. Kembali salah tingkah.

@@@

Bersama Najwa, sepulang sekolah Riyu mengendarai motornya menuju SMA Priority. Ia langsung menuju lapangan parkir.
“Lo yakin?” Tanya Riyu ragu ketika Najwa turun dan menyerahkan helmnya ke Riyu..
“Ini salah satu usaha gue buat ketemu ka Vendi.” Ujar Najwa meyakinkan. “Lagian, mustahil banget kalo gak ada satu orang pun yang  tau dimana keberadaan ka Vendi.”
Riyu masih diam.
“Lo mau tetep di sini apa nemenin gue ke dalem?” tanya Najwa lagi.
Mau gak mau, akhirnya Riyu turun dan mengikuti kemanapun langkah Najwa. Mereka mengarah ke lapangan basket. Di sana ada beberapa siswa laki-laki yang latihan.
        “Dylan!” Najwa meneriaki salah satu dari mereka yang sedang berjalan ke pinggir lapangan.
        “Najwa?” cowok itu mendekati Najwa.
        “Sibuk ya?”
        “Gue gak nyangka kalo lo beneran dikeluarin Cuma gara-gara mukul Rio.” Kata Dylan penuh kecewa ketika melihat Najwa dengan seragam barunya. “Sumpah, kalo Rio bukan anak dari orang yang berpengaruh di sekolah ini, udah gue habisin tuh orang.”
        “Udah lah.” Najwa berusaha menenangkan Dylan yang terlihat cukup emosi.
        “Tapi gue sama anak-anak beneran gak rela lo dikeluarin dengan cara kayak gini.” Ujar Dylan lagi.
        Najwa tersenyum. “Justru gue seneng lagi, jadi gak perlu ketemu sama kak Rio.”
        Dylan tertawa. “Bener juga.”
        “Eiya, Lan. Kenalin nih sepupu gue.” Najwa menunjuk Riyu.
        “Hei… Dylan.” Ujar Dylan sambil menyodorkan tangannya.
        “Riyu.” Balas Riyu.
        “Gue yakin, semua pasti udah tau berita yang menimpa kedua kakak gue.” Kata Najwa kembali melanjutkan maksudnya.
        “Iya. Lo pasti mau nyari tau tentang ka Vendi?” tebaknya.
        “Apa udah ada kabar?”
        Dylan menggeleng. “Anak-anak ‘black inject’ (sebuah klub motor yang diikuti Vendi) juga gak ada yang tau.”
        “Gak tau apa gak mau ngasih tau?”
        Dylan tersentak. “Sumpah, gue gak tau.” Ucapnya buru-buru.
        “Iya iya… gue bercanda. Tapi kalo ada kabar dari kak Vendi, segera kasih tau gue ya.” Ujar Najwa lagi sambil menunggu Dylan mengangguk. Lalu ia memantau suasana di dalam lapangan. “Kak Aloy.” Teriaknya.
Seseorang yang mengenakan seragam basket nomor 7 yang berada di dalam lapangan menoleh. Ia melambaikan tangan begitu tau siapa yang memanggilnya. “Hey, Na.”
“Makin cakep aja lo.” Balas Najwa sedikit menggoda.
Aloy langsung terlihat salah tingkah di sambut ledekan rekan-rekannya yang lain.
“Kok Aloy doank? Gue juga donk.” Teriak salah seorang lagi.
“Kagak akh. Pendekin dikit dulu tuh rambut.” Balasan Najwa yang terakhir membuat pecah tawa teman-temannya. Ia kembali menoleh ke Dylan yang masih berdiri dihadapannya. “Gue balik ya.”
“Oke. Sering-sering main kesini ya.”
Najwa mengangguk menyambut permintaan Dylan. “Oy, Frans.” Teriak Najwa lagi kepada cowok yang tadi. “Lo cakep kok. Itu pun kalo mata gue gak salah liat ya.” Najwa cekikikan melihat Frans melempar bola basket ke arahnya.

@@@

“Berarti langsung ke rumah lo aja dulu.” Kata Najwa ketika mereka sampai di parkiran.
“Najwa.”
Najwa dan Riyu menoleh bersamaan ke arah sumber suara.
Itu Rio. “Kok kamu ada di sini?” tanyanya penuh semangat.
Najwa mengangkat bahu. Cukup malas baginya menghadapi seseorang yang benar-benar sangat ingin dihindarinya. Ia meraih helm yang disodorkan Riyu.
“Oh… jadi kamu kesini Cuma buat nunjukin ‘pacar’ baru kamu?” ujar Rio begitu menyadari orang lain yang berada di antara mereka.
‘Suka-suka deh mau ngomong apa.’ Ujar Najwa hanya dalam hati. Begitu Riyu menyalakan mesin motornya, tanpa pamit, Najwa naik dan pergi bersama Riyu.
“Najwa. Jangan pergi dulu.” Teriak Rio setengah berlari mengejar motor Riyu.
Najwa menoleh dan hanya menggoda Rio sambil melambaikan tangannya tanpa meminta Riyu menghentikan motornya.

@@@

Hari kedua tritwins gak masuk sekolah. Nissa juga masih sedikit terlihat tak tenang. Bagaimana tidak? Ini sudah hampir hari keempat ia tak bisa menghubungi ponsel Nicky.
Jam istirahat pertama. Setelah membereskan alat-alat tulisnya, Nissa langsung mengeluarkan ponsel dan tak henti-henti untuk menghubungi Nicky. Setelah beberapa kali hasilnya sama, Nissa akhirnya putus asa. Ia hanya mengirimi sebuah pesan yang bisa dipastikan langsung terpending.

Lo dimana, Nick? Sumpah gue khawatir tritwins gak ada. pliss langsung hubungin gue setelah lo terima pesan ini…

Benar saja. Pesan itu terpending. Nissa hanya sanggup menghela napas. Ia memasukan ponselnya ke saku kemeja sekolahnya dan melangkah keluar. Di ambang pintu Nissa berpapasan dengan salah satu cowok teman sekelasnya yang melintas. Namanya Erwan.
“Er…” tegurnya.
“Kenapa Niss?”
“Ada kerjaan ga?”
“Hah? Kerjaan?” Erwan sedikit terkejut dan balik bertanya. “Kerja part time gitu maksudnya?”
“Eh, bukan bukan bukan.” Nissa langsung meralat ucapannya. “Sorry salah ngomong, maksud gue, kali aja lo lagi ngapain gitu, yang bisa gue bantuin.”
Erwan tampak berfikir. Sedikit ragu sepertinya.
“Itu buku apaan?” Tanya Nissa karena melihat Erwan membawa tumpukan buku-buku. “Trus mau lo bawa kemana?”
“Oh, ini buku-buku di perpustakaan yang udah jarang dibaca. Kata Vicky, ada orang yang mau bayarin semua ini. Sekarang sih mau gue taro di secretariat OSIS dulu.” Jelasnya.
“Vicky? Dia udah masuk?” mata Nissa terlihat berbinar.
“Gak ada.” Erwan menggeleng dan memudarkan senyum Nissa.
Nissa menghela napas. ‘Yaudah lah.’ Batinnya. Kemudian Nissa memperhatikan tiap sudut tumpukan buku yang dibawa Erwan itu. “Kok rata-rata buku cerita sama buku pengetahuan buat anak-anak sih? Emang perpus kita ada buku kayak gitu ya?” Tanya Nissa heran.
“Ya nggak lah, Nis. Ini sih baru gue ambil dari perpusnya anak SD. Banyak banget.” Keluh Erwan. “Belom lagi perpus anak-anak SMP.”
Nissa memperhatikan sekitar. “Lo sendiri aja gitu?” Ia bertanya karena hanya ada Erwan seorang yang membawa tumpukan buku seperti itu.
“Alan sama Juna lagi di perpus SMP. Kalo yang laen, entahlah. Lo tau sendiri, kalo disuruh kayak gini pada banyak alasan. Tapi kalo urusan seneng-senengnya pada semangat ’45 deh.” Kata Erwan sambil menggeleng memaklumi kebiasaan teman-temannya. “Harusnya gue bareng Vicky. Tapi lo tau sendiri tuh anak dari kemaren ngilang. Jadi, yaa… Gitu deh.”
“Dasar emang ketua OSIS gak bertanggung jawab.” Omelnya. “Yaudah sini deh, gue yang bantuin.”
Erwan mengangguk senang menyambut niat baik Nissa dan mengajaknya menuju ruang secretariat OSIS.
15 menit kemudian, Erwan dan Nissa telah kembali menuju ruang secretariat OSIS dengan masing-masing membawa tumpukan buku. Kebetulan Najwa sempat melintas dan melihat barang bawaan Nissa dan Erwan. Ia memperhatikan hingga matanya mengikuti langkah kedua orang itu hingga mereka menghilang ke dalam ruangan.
“Permisi kak.” Kata Najwa yang nekat memasuki ruangan.
Nissa dan Erwan menoleh ketika meletakkan buku-buku itu di salah satu sudut ruangan bersama tumpukan buku-buku yang lain.
“Ada apa? Kamu nyari Vicky? Sayangnya dia gak masuk tuh, dek.” Ujar Nissa lembut.
“Nggak kok kak.” Najwa menunjuk tumpukan bukau yang berada dibelakang Nissa dan Erwan berada. “Buku-buku itu mau diapain kak? Aku tadi sempet liat covernya yang atas, buku cerita buat anak.”
Erwan langsung mengerti maksud Najwa. “Ini buku-buku yang udah jarang dibaca di perpus SD. Rencananya ada yang mau bayarin semua buku ini.”
“Dirumah aku punya banyak buku cerita yang udah gak pernah tersentuh lagi. Aku bawa kesini aja ya?” Tanya Nissa penuh semangat. “Tapi tenang aja, aku gak akan minta uang hasil penjualan buku itu kok.” Lanjut Najwa segera, ketika melihat Erwan dan Nissa saling tatap.
“Kamu serius?” Nissa bertanya hanya untuk memastikan.
Najwa pun mengangguk mantap membuat Nissa dan Erwan terlihat sumringah.
“Oiya, nama kamu siapa?” tanya Erwan.
“Najwa kak.”
“Aku Erwan. Dan ini Nissa.” Kata Erwan sambil menunjuk Nissa yang masih tersenyum bahagia. “Kamu bisa bawa buku-buku itu besok? Soalnya orang itu mau kesini besok.”
“Oke. Sip.” Jawab Najwa bersemangat seraya mengacungkan kedua ibu jarinya. “Kalo gitu, aku permisi dulu kak.”
“Kita langsung ketemuan di sini ya.” Teriak Nissa mengiringi langkah Najwa.

@@@

“Nissa tadi SMS gue, dia nanyain lo mulu tuh.” Kata Vicky sambil duduk di samping Nicky yang sibuk tivi. “Telpon gih.” Vicky menyodorkan ponselnya karena ia tau, hape Nicky yang sebelumnya dibawa Ricky tertinggal di apartmen.
Ragu-ragu Nicky melirik jam. Pukul 3 sore, akhirnya ia menyambar ponsel Vicky. Sedetik kemudian, Nicky sudah menempelkan ponsel itu ke telinganya.
Nissa yang baru saja masuk ke dalam mobilnya mencari hapenya yang bergetar di dalam tas sambil berharap kalau Nickylah yang menghubunginya. Tertera nama ‘vicky tritwins’ di layarnya. Itu cukup membuatnya kembali tak bersemangat.
“Hallo…” Sapanya pelan.
“Lemes amat lo, Nis?”
Suara orang di seberang telepon membuat Nissa menegakkan badannya. “Nicky?” sontak, semangatnya langsung kembali.
“Ternyata lo bisa ngenalin gue juga ya walau lewat telpon.” Nicky memuji tebakan Nissa yang langsung tepat sasaran. Biarpun kembar, cara Nicky, Vicky atau pun Ricky ketika menelpon Nissa jelas sangat berbeda. 180 derajat.
Nissa sama sekali tak bisa menyembunyikan kegembiraannya. “Lo kemana aja, Nick? Sumpah gue khawatir banget hape lo empat hari gak aktiv. Lo dimana sekarang? Vicky sama Ricky kenapa gak masuk juga? Lo baik-baik aja kan?” Nissa langsung menghujani Nicky dengan pertanyaan- pertanyaan tanpa henti. Membuat Nicky harus sedikit menjauhkan ponsel dari telinganya.
Nicky menatap kedua kembarannya seolah meminta tolong. Namun Vicky dan Ricky hanya tertawa menanggapi penderitaan Nicky.
“Udah ngomongnya?” Tanya Nicky karena dirasa suara Nissa mulai melemah. “Gak capek apa lo?”
“Belom.” Ucap Nissa tegas. “Suruh Ricky cepet pulang. Besok kita ada ulangan Kimia. Sama bilangin ke Vicky, buku bekas yang mau dijual udah kekumpul banyak. Besok bakal nambah lagi dari anak kelas satu yang nyumbangin buku pribadinya. Dan lo…”
“Gue juga?” Nicky memotong kata-kata Nissa yang jika dibiarkan, bisa tak berhenti selama dua jam.
“Tugas Biologi yang kemaren udah lo kirim belom?”
Nicky terlihat berfikir dan langsung teringat sesuatu. “Tugas Biologi gue?” Ia bertanya pada Vicky namun tanpa suara. Vicky yang mengerti langsung mengangguk. “Oh, itu? Udah donk.” Jawab Nicky penuh percaya diri.
“Bagus lah. Yaudah. Lo cepetan balik deh.” Pinta Nissa.
“Iya. Paling besok” Kata Nicky sedikit ragu. “Lo gak mau tanya kenapa gue pergi?”
“Pastilah gue bakal tanya. Tapi setelah lo balik. Dan jangan berusaha menghindar. Oke? Ntar gue telpon lagi. Gue buru-buru. Daaa…”
Nissa yang tiba-tiba saja memutuskan telponnya membuat Nicky cukup terkejut. Sedetik kemudian, ia menghela napas dan bersandar di sofa. Lega rasanya bisa terlepas dari ceramahan temannya yang satu itu.
“Nissa ngomong apa aja?” Tanya Ricky yang begitu penasaran karena ekspresi wajah Nicky tadi yang hanya bisa diam.
“Katanya kalian besok ada ulangan Kimia?”
Mata Ricky terlihat melebar. “Astaga.” Ia menepuk dahi. “Gue kan udah daftar acara MURI buat rekor pemukulan drum terbanyak. Acaranya kan di Bandung, dan besok pula. Gue gak mungkin bolak-balik ke Jakarta.”
Nicky memandang Vicky meminta solusi. “Kayaknya terpaksa salah satu dari kita buat gantiin posisi Ricky.”
“Tapi jangan gue.” Vicky menolak. “Besok gue ada ujian olahraga. Dan siangnya bakal ketemuan sama orang yang mau bayarin buku-buku bekas dari sekolah kita.”
“Jadwal olahraga lo sama Kimia gue kan barengan, Vick.” Kata Ricky.
“Yaudah, berarti gue yang gantiin lo.” Ujar Nicky pasrah sambil menoleh ke Ricky. “Tapi, gue mau pas kimia, lo yang jadi Ricky.” Kata Nicky lagi, kali ini fokusnya untuk Vicky.
“Jadi, lo yang bolos?”
Nicky mengangguk.
“Apa gak bakal ada yang curiga?” Hanya Vicky yang terlihat masih sangat ragu.
“Kita ngelakuin ini bukan untuk pertama kalinya, kan?” Nicky menunggu kedua kembarannya mengganguk. “Lagian, kalaupun ada yang curiga, paling-paling si Nissa doank. Dia juga gak bakal rese kok.”
Vicky akhirnya mengangguk. “Bener juga sih.”
“Kalian ikhlas kan ngelakuinnya?” Tanya Ricky yang merasa sedikit tak enak hati telah menyusahkan kedua kembarannya.
 “Lo tenang aja. Kalo bukan kita yang nolong, siapa lagi.”
Ricky tersenyum mendengar jawaban Nicky. “Thanks ya lo berdua.” Saking senengnya, Ricky memeluk Nicky dan Vicky bersamaan.
“Tumben lo bertiga akur?” celetuk Luna yang tiba-tiba saja muncul.

@@@

Riyu jadi menginap di rumah Najwa. Mereka juga berangkat ke sekolah sedikit lebih pagi. Ternyata, buku-buku yang terkumpul dari rumah Najwa cukup banyak. Sehingga hari ini terpaksa Riyu mengendarai mobil. Dengan bantuan dua orang siswa yang tak sengaja melintas, Najwa dan Riyu langsung membawa buku tersebut ke ruang secretariat. Dan tak di duga, ternyata Nissa dan Erwan sudah berada di sana.
“Makasih ya.” Kata Riyu begitu dua orang tadi usai membantunya.
“Banyak banget? Ini buku pribadi kamu?” Tanya Nissa yang terlihat takjub menatap tumpukan buku yang dibawakan Najwa.
“Lumayan, kak.” Jawab Najwa sedikit tersipu. “Tapi sebagian aku juga dapet dari adenya Ri… eh, maksdunya kak Riyu.”
Nissa dan Erwan memandang Riyu dengan tatapan menyelidik.
Riyu menghela napas. “Lo berdua jangan mikir yang macem-macem dulu.” Ia memang harus mengatakan yang sebenarnya. “Nyokap gue sama nyokapnya Najwa tuh adik kakak kandung. Jadi kita sepupuan.”
Nissa tertawa menanggapi pikiran negativnya. “Oke. Makasih banyak ya, Naj.”
Najwa mengangguk. “Sama-sama kak. Aku juga seneng kok ngelakuin ini.”
Tiba-tiba Nissa teringat sesuatu. Ia mencari cari isi dalam tasnya.
“Kenapa, Nis?” tanya Erwan.
“Hape gue.” Tak lama, Nissa terlihat menepuk dahinya. “Ketinggalan di mobil, gue ambil dulu ya.” Nissa segera berlari meninggalkan ruangan itu.

@@@

Nissa baru saja menutup pintu mobilnya setelah sebuah mobil masuk dan terparkir di sebelahnya. Matanya terbelalak melihat mobil yang dikenalinya sebagai mobil Ricky. Nissa langsung menajamkan mata untuk dapat melihat mobil putih yang diparkirkan di sebelah mobil hitam tersebut.
“Vicky.” Ujar Nissa penuh senyum sambil berlari dan langsung memeluk Vicky.
Meski sedikit terkejut karena Nissa setengah menubruknya, namun Vicky sama sekali tak keberatan. Malah ia sempat mengelus pundak Nissa sesaat sebelum Nissa melepaskan pelukannya. “Lo kemana aja sih? Tega ya, gak ada satu pun yang ngabarin gue.”
Vicky tak sempat menjawab, karena Nissa juga sudah membalikkan badan untuk memastikan siapa yang berdiri di belakangnya.
Dan… Nissa yang terkejut, langsung memeluk orang itu. “Rick…” Nissa tak melanjutkan kata-katanya sambil melepas pelukkannya. Ia merasakan sesuatu yang janggal meski orang itu tadi sempat membalas pelukannya.
Nissa menatap Ricky dari ujung kaki hingga kepala. Sepatu, ikat pingang, jam tangan, ransel. Keseluruhannya berwarna hitam. Warna yang mengidentikan sebagai Ricky. Ia benar-benar menatap. Ketika sampai ke mata, Nissa dua kali lipat menajamkan penglihatannya.
Vicky yang berdiri sedikit dibelakang Nissa, mempersiapkan diri untuk menghadapi sebuah kemungkinan yang sedikit dikhawatirkannya.
Nissa sedikit terbelalak. “Nicky lo…”
“Shit!” Umpat Vicky sambil mendekap mulut Nissa sebelum cewek itu berkata yang lain lagi sambil membawanya ke antara mobil Ricky dan mobilnya.
Nicky mengikuti sambil memastikan suasana sekitar. “Sssttt…” desisnya sambil menempelkan jari telunjuk ke bibirnya. “Jangan keras-keras.”
“Ternyata bener ya, lo emang bisa ngenalin satu per satu antara kita bertiga.” Kata Vicky yang telah melepaskan dekapannya. “Tapi, kok bisa sih?” tanya Vicky terlihat heran.
“Eh, percuma donk gue kenal kalian dari jamannya kita masih bayi?” Nissa membela diri. “Dan selama sekolah, kita sama sekali gak pisah.” Lanjutnya, kali ini ia menoleh ke Nicky. “Lagian, gak mungkin juga Ricky seberantakan ini.” Nissa menunjuk ke bagian bawah kemeja Nicky yang keluar dari celana.
“Tuh kan? Gue bilang juga apa? Rapihin tuh seragam lo.” Vicky menyalahkan Nicky yang tak mau mendengar ucapannya.
“Walaupun lo udah pake atribut pribadinya Ricky, tapi pasti gak kepikiran buat tukeran parfum juga, kan?”
Nicky langsung mencium kerah seragamnya. “Iya.” Ucapnya sambil nyengir. “Kadang lo pinter juga ya.” Nicky yang terlihat gemas, merangkul pundak Nissa.
“Baru tau lo?”
Nicky melepaskan rangkulannya. “Baru dipuji dikit, udah narsis.” Celetuknya dengan suara pelan. Namun tetap saja, baik Nissa ataupun Vicky dapat mendengarnya.
Nissa tertawa. “Yaudah.. yaudah.. terus sekarang tuh si Ricky kemana?”
“Masih di Bandung.” Vicky yang menjawab.
“Bandung?” Nissa mengulangi perkataan Vicky. “Dimasukin ke  pesantren lagi?” Tebaknya.
“Nggak. Dia masih ada acara lagi di sana. Paling besok juga udah masuk sekolah lagi.”
Nissa mengangguk tanpa ingin bertanya apa-apa lagi.
“Eh, katanya ada anak baru ya? Masuk di kelas berapa?”
“Anak kelas dua. Tepatnya di kelas mana, gue juga kurang tau tuh.” Nissa mencurigai sesuatu kala Vicky dan Nicky saling lempar pandangan. “Kenapa emang?”
“Ha? Gapapa kok.” Vicky langsung menepis pikiran-pikiran lain dari Nissa.
“Cakep ga?” Tanya Nicky iseng, membuat Nissa menatapnya tajam.
Tapi kemudian Nissa tersenyum. “Ternyata barang-barangnya Ricky juga bisa bikin pemakainya jadi playboy, ya?” ledeknya.

@@@

Bel pergantian jam berbunyi. Nicky yang duduk sebangku,  mendekati wajahnya ke Nissa. Ia membisikkan sesuatu. “Sekarang pelajaran apa?”
“Kimia. Ricky ada ulangan lho.” Nissa mengingatkan.
“Iya ngerti. Gue mau keluar dulu sebentar.” Kata Nicky yang langsung pergi tanpa menunggu Nissa meresponnya.
Tak sampai lima menit, Nicky telah kembali dan langsung duduk di samping Nissa. Ia memperhatikan suasana mejanya. “Tumben si Nicky mejanya rapih.”
Nissa yang semula sibuk menulis, langsung menghentikan aktifitasnya dan menoleh ke Nicky. “Lo Vicky?” Nissa yang telah mengetahui hal sebenarnya, bertanya dengan berbisik.
Vicky mengangguk.
“Ngapain lo kesini? Bukannya kelas lo lagi pelajaran olahraga? Kalian ada penilaian kan?” semua pertanyaan Nissa hanya dijawab dengan anggukan oleh Vicky. “Tapi…”
“Sssttt…” Vicky mendesis sebelum perkataan Nissa bisa menimbulkan kecurigakan teman-teman sekelasnya.
Nissa mengerti. “Berarti si atlit sinting itu…?”
Tanpa harus menunggu Nissa menyelesaikan kalimatnya, Vicky kembali mengangguk.
“Dasar ya kalian bertiga!”

@@@


Tidak ada komentar:

Posting Komentar