Kamis, 21 Februari 2013

3twins (part 12)


Dua Belas…

Sore itu, Najwa menelusuri jalan seorang diri. Setelah kabur dari sisi Nicky, cewek ini tak berniat untuk langsung pulang. Jalan yang mulai tampak macet, menemani langkah Najwa yang tanpa arah.
‘Apa gue udah salah ngomong ya ke kak Nicky?’ tanya Najwa untuk dirinya sendiri.
Najwa yang begitu kepikiran dengan Nicky, sampai tak sadar kemana kakinya melangkah. Hingga akhirnya, ada seorang gadis kecil, yang menubruknya. Buku yang di bawa anak itu hingga terlepas dari tangannya.
“Maaf ya, dek.” Kata Najwa sambil memungut buku milik anak itu. Tapi Najwa tak langsung mengembalikannya. Ia tertegun menatap cover buku tersebut. Sebuah buku cerita rakyat asli Indonesia. Anak itu hanya memperhatikan Najwa tanpa berani meminta bukunya. Najwa membuka halaman terakhir. Di balik sampul belakangnya ada sebuah tulisan. Vendi, Venda, Najwa, Zaquan.
Anak itu tertunduk kala mendapati Najwa yang menatap ke arahnya. “Maafin aku, kak.” Ucap anak itu pelan.
Najwa merendahkan posisi berdirinya. “Kamu dapat buku ini dari mana?” tanya Najwa sambil menggenggam tembut tangan anak itu.
Belum sempat anak itu menjawab, Riyu muncul. “Najwa.”
Najwa kembali menegakkan badannya. “Lo ngapain di sini?”
“Nicky tadi telpon gue. Dia nyuruh gue…” Kata-kata Riyu berhenti menggantung.
“Hei!” teriak Najwa ketika anak itu berhasil merebut buku dari tangan Najwa yang sedikit lengah. Najwa sendiri tak berniat mengejar.
“Dia siapa, Na?”
“Gak tau. Tapi anak itu bawa buku yang pernah gue sumbangin melalui kak Nissa.”
“Yang gue denger sih, buku itu di beli sama seseorang yang berniat membuka taman baca buat anak-anak jalanan yang nggak sekolah.”
Najwa tertegun. “Itu impian kak Vendi.” Ujarnya lemah.
“Hah?” Riyu melebarkan matanya. “Lo gila, apa? Kalo emang kak Vendi pengen bikin taman baca juga, kenapa buku-buku lo malah di sumbangin ke Nissa?”
Najwa melanjutkan langkah ke arah yang berlawanan seperti tujuan awalnya. “Itu gara-gara gue bête sama kak Vendi.”
Riyu tertawa sambil mengikuti langkah Najwa. “Lo tuh, aneh tau gak?” ia tak habis pikir dengan sepupunya ini.
“Nggak.” Sambar Najwa.
Riyu masih menertawai sikap sepupunya yang satu ini. “Sekarang lo nyesel kan?”
Najwa berhenti dan berbalik menghadap Riyu yang berjalan sedikit di belakangnya. “Gue lagi kacau. Dan jangan lo tambah kacau!” kata Najwa sewot.
“Yaudah, mending sekarang kita pulang.” Ajak Riyu meski masih belum bisa mengendalikan tawanya.

@@@

Nicky dan Ricky sampai di rumah dalam waktu yang bersamaan. Masing-masing turun dari kendaraan mereka.
“Nick, Najwa mana? Lo juga nggak ngajak Ivo, Rick?” tegur Vicky yang muncul dari arah dapur kepada kedua kembarannya.
Nicky dan Ricky berhenti dan saling melempar pandang. Mereka pun dengan kompak mengangkat bahu lalu menaiki tangga dan berpencar di atas menuju kamar masing-masing.
“Kenapa, Vick?” tegur Nissa yang menyusul dari arah dapur.
Vicky menghela napas. “Kayaknya jangan hari ini, Nis.” Kata Vicky pasrah.
Nissa menyusul Vicky menuju meja makan. Mereka duduk di sana. Ternyata mereka berdua telah menyiapkan sebuah makan malam special untuk mereka nikmati bersama Nicky dan Ricky juga.
“Sekarang atau nanti, makanan-makanan ini tetep harus di makan kan, Vick?” Kata Nissa lembut sambil menyentuh lengan Vicky yang diletakkan di meja. Cewek itu berusaha menenangkan Vicky. “Gak mungkin mereka nggak laper, ini udah habis maghrib, dan bentar lagi waktunya makan malam.” Nissa berusaha membuat Vicky tak merasa sendirian. “Kita tunggu bentar lagi. Kalo belum pada keluar juga, kita samperin ke kamar mereka.” Usul Nissa yang langsung di setujui Vicky.

@@@

        Seusai mandi dan berganti pakaian, Ricky duduk di kursi belajarnya. Ia sedikit memikirkan Nicky ketika bertemu saat baru sampai tadi. ‘Apa Najwa baik-baik aja?’ gumam Ricky seorang diri. ‘Gak biasanya Nicky bersikap dingin kalau ada yang menyinggung masalah Najwa.’ Beribu pertanyaan berkecamuk di benaknya. Tiap kali Nicky terlihat jauh dengan Najwa, ia selalu tiba-tiba teringat cewek itu. Dan selalu ada niat licik untuk merebut Najwa dari kembarannya.
Ricky membuka laci meja di hadapannya dan mendapati sebuah kotak hitam kecil mirip tempat cincin. Ia lantas mengeluarkan benda itu dan membuka tutupnya. Terlihatlah isi di dalamnya. Sebuah bros kecil berwarna perak. Ricky sempat mencari tahu tentang benda itu. Ternyata terbuat dari emas putih yang tak di jual di sembarangan tempat. Bros itu ia temukan di jok mobilnya sepulan pesta ulang tahun Winny. Tak ada orang lain yang menumpangi mobilnya sebelum ia temukan bros itu kecuali Nicky, Ricky dan Nissa. Tapi tak mungkin cewek itu. Kemungkinan besar itu milik Ivo. Karena cewek itu yang pergi bersamanya ke pesta Winny dan bros seperti itu lebih sering di gunakan oleh wanita berjilbab.
        Ricky mengeluarkan benda cantik itu dan memperhatikan tiap detailnya. Banyak yang tak bisa ia mengerti. Detik ini ia bertekad untuk kembali mendekati Najwa. Namun sedetik kemudian, justru wajah pemilik bros tersebutlah yang berkelebat di pikirannya.
        Viola? Ricky menggeleng. Sudah tak ada tempat di hatinya untuk cewek itu. Meski ia sedikit merasa bersalah telah mempermainkan Viola dengan mengaku sebagai Nicky.

@@@

        Nicky sendiri nggak kalah kacaunya dengan Ricky. Terlebih setelah ia tahu bahwa Najwalah yang selama ini menghancurkan harapan-harapan indahnya bersama Venda. Ia sendiri bingung harus bersikap seperti apa. Marahkan? Atau justru sebaliknya. Karena tak bisa dipungkiri, bahwa Najwalah yang sebenarnya selama ini ia cari.
        Nicky memungut jam tangan yang baru saja ia dapatkan dari Najwa di meja belajarnya. Lalu cowok ini menyandarkan badannya di sandaran tempat tidur. Ia memperhatikan tiap detailnya.
        “Nggak salah lagi.” Ujar Nicky yakin.
        Pintu tiba-tiba menjeblak terbuka, dan Vicky muncul di baliknya. Nicky langsung menyembunyikan jam tersebut di bawah bantal.
        “Makan dulu, Nick. Cewek gue udah capek-capek nyiapin tuh buat kalian.” Kata Vicky yang tanpa menunggu respon langsung meninggalkan kamar Nicky.
        Nicky masih diam di tempat. “Cewek gue?” Nicky mengulangi yang dikatakan Vicky. “Apa gue nggak salah denger?” Ujarnya sambil berfikir. Nicky tak mempercayai apa yang ia dengar. “Vicky udah punya cewek? Siapa?”
        Nicky tak akan mendapatkan jawaban jika ia masih diam di sana. Cowok ini akhirnya keluar dan mendapati Vicky yang berjalan menjauhi kamar Ricky lalu menuruni tangga. Ricky pun muncul dari dalam kamarnya.
        “Vicky udah punya cewek, Rick?” tanya Nicky yang masih penasaran.
        Ricky hanya mengangkat bahu lalu berjalan menuju tangga dan diikuti oleh Nicky. Bukannya gak tau, tapi cowok ini masih belum tau pasti tentang jawaban yang tadi Nicky tanyakan.
        Nicky dan Ricky duduk berseberangan dengan Nissa dan Vicky.
        “Jadi, ini perayaan jadian kalian?”
        Vicky dan Nissa malu-malu dengan pertanyaan Ricky. Tak satu pun dari mereka yang sanggup menjawab.
        “Kayaknya nggak perlu di jawab, Rick.” Kata Nicky dengan tatapan menyapu hampir seluruh sisi meja. “Makanan-makanan ini udah membuktikan.” Ujarnya penuh kekaguman.
        “Setuju.” Balas Ricky singkat. “Makanan, bisa di bilang istimewa bukan karena harga, jenis, atau jumlahnya. Tapi karena suasana hati pembuatnya.” Kata Ricky lagi, yang di respon dengan tawa orang-orang di sekitarnya.
        “Udah deh.” Kata Vicky menyudahi. “Bercanda mulu. Kapan makannya? Laper nih.” Keluhnya mengalihkan.
        Mereka bersamaan memulai makan malam.
        “Kayaknya seru nih, kira rayain kebahagiaan bareng-bareng.” Usul Nissa di sela-sela makan mereka. “Sama Najwa dan Ivo juga.”
        Mendengar nama Najwa dan Ivo di sebut, Nicky dan Ricky sedikit menghentikan aktifitas mereka. Ricky melirik Nicky dan begitu juga sebaliknya.
        “Kayaknya Nicky sama Najwa aja deh. Mereka kan udah jadian.” Kata Ricky yang terlihat kalah.
        “Lo juga.” Protes Nicky pada Ricky. “Kali aja diem-diem lo udah jadian sama Ivo. Lo sempet nungguin dia kan di bawah tangga gedung kelas dua?”
        Kepergok seperti itu, Ricky tak bisa membalas.
        Nissa tertawa pelan, diikuti pula dengan Vicky. “Gue ikut bahagia kok kalo kalian udah jadian beneran.” Kata cewek itu.
        Nicky menyandarkan badannya di kursi. Ia terlihat kurang merespon baik perkataan Nissa. Masih terlalu runyam hal-hal yang berkecamuk di pikirannya. Ricky sendiri tak ingin terlalu membahas lebih lanjut tentang hubungannya dengan Ivo.
        Vicky menyudahi makannya lalu menenggak air minum. “Mulai lagi.” Ucapnya pelan bahkan nyaris tak terdengar.
        Nissa sendiri menangkap sesuatu yang mengganjal hati Nicky dan Ricky. “Kalian kenapa sih?” tanya cewek itu mewakili Vicky yang sudah tak ingin ambil pusing dengan kasus asmara dua kembarannya itu.
        Nicky mengangkat alis. “Kita ikut bahagia atas kalian kok. Ya nggak, Rick?” ia minta persetujuan Ricky yang langsung di setujui oleh cowok itu.
        Nissa terlihat pasrah karena bukan itu yang ia maksud. “Terserahlah.” Cewek itu di buat frustasi. Lalu lebih memilih memindahkan piring-piring kotor untuk ia cuci.

@@@

        Najwa membuka pintu pagar untuk mengeluarkan motornya. Cewek ini juga telah menggunakan helm. Tak di duga, ia justru menemukan Nicky yang duduk santai di atas motornya sambil mendengarkan music melalui handsfree. Cewek itu mendekati Nicky dan menarik benda yang menggantung di telinga cowok itu. Karena percuma saja ia mengajak bicara kalau benda itu masih di sana. Nicky pun menoleh.
        “Kirain masih marah?” ledeknya.
        Nicky menegakkan badan sambil menarik handsfree dari telinganya satu lagi. “Emang.” Jawabnya singkat.
        “Oh… yaudah sana berangkat.” Cewek itu tak ingin buang-buang waktu dengan meninggalkan Nicky. Namun tangannya di tahan. Najwa berbalik tepat ketika Nicky turun dari motornya.
        “Yaelah, apa ruginya sih berangkat sama gue? Tinggal duduk aja, juga.” Protesnya sebelum Najwa berkomentar apa-apa.
        Najwa melepaskan tangannya pelan. “Gimana, ya?” ujarnya sedikit menggoda Nicky dengan mengulur waktu.
        Nicky pun bereaksi. Meski tak dengan kata-kata, bahasa tubuhnya sudah mewakili bahwa ia mengancam cewek itu.
        “Oke.” Kata Najwa cepat-cepat. Ia sendiri sudah tak punya banyak waktu untuk meladeni Nicky yang gak akan cepat menyerah. “Karna lo maksa.” Lanjut cewek itu yang tak ingin terlihat kalah. Dan Nicky hanya tersenyum di buatnya. “Zaq!” teriak Njawa kala melihat adiknya muncul. “Kalo mau sekolah bawa motor gue aja.”
        “Lo sendiri?” tanya Zaquan yang balas berteriak.
        “Tukang ojek yang jemput gue ganteng soalnya. Sayang kalo gak di tumpangin.” Kata Najwa yang tanpa merasa bersalah, mengatakan Nicky seorang tukang ojek. Begitu berbalik, ia mendapati Nicky yang melotot ke arahnya.
        “Jadi gue Cuma tukang ojek?” protesnya.
        “Tapi kan ganteng.” Najwa tetap tak mau terlihat bersalah.
        “Tetep aja…”
        “Udah telat.” Sambar Najwa memotong kata-kata Nicky. “Nanti lagi kalo mau ngajakin berantem.”
        Nicky tak bisa menghalangi Najwa yang memaksanya untuk menaiki motor. “Liat aja nanti.” Ancamnya.

@@@

        Di waktu yang bersamaan, Vicky dan Ricky menerima sms yang sama dari Nicky. Kala itu Vicky baru keluar dari ruang OSIS dan Ricky habis membeli minum di kantin.

        TWINS… temuin gue di apart. Tanpa cewek kalian. Sekarang. Habis nganter Najwa pulang, gue langsung ke sana.

        “Habis nganter kamu pulang, aku langsung ke apart ya.” Kata Vicky meminta izin ke Nissa yang menyusulnya ke sana. “Si Nicky ngajak ketemuan sama gue dan Ricky doank.”
        Nissa pun tersenyum. “Oke.” Ujar cewek itu singkat tanpa bertanya apa-apa lagi.
        Di tempat lain, Ricky juga tak sengaja bertemu dengan Ivo. Cewek itu tersenyum padanya. Dan tanpa paksaan, senyum Ricky pun perlahan mengembang. Perlahan, ia pun berjalan mendekati Ivo.
        “Duluan ya, kak.” Cewek itu terus berlalu sebelum Ricky sempat mendekat.
        Ricky tersenyum pahit menatap arah perginya Ivo. “Itu yang lo mau kan, Rick?” ia menyalahkan dirinya sendiri. Semakin menyakitkan ketika Ivo tak sedikitpun menoleh. Ricky pun tak ingin merasakan sakit yang lebih dalam dengan membalikkan badannya.

@@@

        Vicky dan Ricky sampai di apartmen dalam waktu yang hampir bersamaan. Ketika membuka pintu, mereka mendapati Nicky tertawa seorang diri kala menyaksikan kartun ‘tom and jerry’.
        Ricky melempar badan di sofa usai meletakkan tasnya di lantai. “Tumben lo nonton film gituan.” Komentarnya.
        Nicky masih tertawa. “Tau nih, ketularan Najwa.”
        Vicky muncul dari dapur sambil menenteng gelas. “Ada sms terror dari pelaku lagi?” tanya cowok ini sebelum ada perang batin lagi antara dua kembarannya itu.
        “Udah gak bakal ada terror lagi. Udah ketauan siapa pelakunya.” Kata Nicky namun tatapannya tetap ke layar televisi.
        Ricky menegakkan posisi duduknya dan Vicky langsung menjatuhkan diri ke samping Nicky. “Siapa?” tanya mereka bersamaan saking terkejutnya.
        Nicky yang berada di tengah, melirik dua kembarannya secara bergantian. Ia meraih remot tivi dan mematikannya. “Peneror itu adalah Viola.” Nicky berucap sedramatisir mungkin.
        Belum habis keterkejutan Vicky dan Ricky kala Nicky menceritakan pertemuannya dengan Rio, Aloy dan Viola bersama Najwa kemarin.
        “Aloy?” Tanya Ricky memastikan.
        Nicky hanya mengangguk bembenarkan pertanyaan Ricky.
        Ricky dengan tatapan menyelidik. “Waktu lo sama Najwa ketemu anak-anak ‘black inject’ itu, gak ada sms ancaman dari Viola.”
        “Oh itu.” Nicky langsung mengerti maksud Ricky. “Aloy nggak ada di lokasi. Jadi dia nggak tau gue sama Najwa di sana.”
        Ricky dan Vicky diam.
        “Oiya, belum selesai.” Kata Nicky yang membuat dua kembarannya langsung ambil sikap. Tak ada yang ingin ketinggalan cerita sedikit pun. “Orang yang selama ini udah ngancurin semua kencan gue sama Venda, nggak lain adalah…” Nicky sengaja menggantungkan kata-katanya guna membuat Vicky dan Ricky semakin penasaran.
        “Rio?” Tebak Vicky saking penasarannya. Namun Nicky menggeleng.
        “Riyu?” giliran Ricky yang berspekulasi.
        “Lo lagi.” Protes Nicky. “Kagak ada yang mengenai sasaran jawaban lo berdua.”
        “Yaudah, terus siapa?” desak Ricky semakin tak sabar dengan rasa penasarannya.
        “Najwa.” Kata Nicky cepat-cepat dengan sedikit malas untuk mempercayai kenyataan itu. Dan sebelum Ricky atau Vicky  semakin mendesaknya, Nicky memutuskan untuk bercerita tentang pengakuan Najwa. Meski masih terlontar kata-kata tak percaya dari mulut dua kembarannya itu.
        “Tapi, lo masih jadian kan?” pertanyaan Vicky membuat Ricky kontan menoleh.
        Nicky sendiri tak berani melirik Ricky, karena ia tau cowok itu pasti akan bereaksi demikian. Dan Vicky juga agak sedikit merasa bersalah, meski ia tak berniat meralat atau pun minta maaf kepada kembarannya yang satu itu.
        “Lo tetep sama Najwa, kan?” tanya Ricky di luar dugaan.
        Nicky dan Vicky menoleh, bahkan Vicky hingga mengubah posisi duduknya agar bisa menatap Ricky.
        Nicky sibuk berfikir. Ia menatap ke arah lain. Cowok ini masih ragu dengan perasaannya. Nicky ingat, pernah suatu waktu, ia pulang ke rumah dengan kondisi basah kuyup.
       
        “Lo kenapa, Nick?” Tegur Vicky setengah panic sambil bangkit dari sofa kala itu.
        Nicky berusaha menahan emosinya. “Apa lagi kalo bukan ada yang ngerjain acara date gue sama Venda?” Balas Nicky kesal.
        “Lagi?” tanya Ricky terkejut yang tiba-tiba muncul dari pintu dapur. Ia sendiri saat itu masih merokok. “Korek donk.” Pintanya tanpa rasa berdosa. Tapi tak ada yang mengabulkannya.
        “Lo, lagi!” Tegur Vicky memarahi Ricky. Namun kembarannya yang satu itu tak putus asa, ia merogoh tiap kantong di pakaiannya. Dan Ricky pun tersenyum puas kala menemukan benda yang ia maksud.
        Nicky melempar ranselnya ke lantai dan masih penuh dengan emosi. “Sumpah! Siapa pun orangnya, bakal gue abisin!” gumamnya sambil mengepalkan tangan.
        “Kalo dia cewek?”
        Nicky melirik tajam ke Ricky. “Gue gak peduli!” ancamnya.

        Nicky menghela napas. Ia sangat sadar dengan apa yang pernah diucapkannya.
        “Lo boleh tarik lagi semua ucapan lo kok.” Usul Ricky yang seolah tau dengan apa yang dipikirkan Nicky.
        “Ricky benar.” Vicky menyetujui. “Lo gak harus ngelakuin itu.”
        “Najwa harus tetep dapet balasannya.” Kata Nicky yang teguh pada pendiriannya.

@@@

        Pagi itu ketika hendak berangkat sekolah, Nicky mendapati Ricky dan Vicky memasuki satu mobil, milik Vicky. Nicky yang melihat dari kaca spion motornya langsung menoleh.
        Vicky dan Ricky sama-sama membuka kaca mobil dan mengeluarkan kepala mereka untuk menegur Nicky.
        “Lo ngapain lagi sih, Nick?” Tegur Ricky. Karena cowok itu beserta motor merahnya menghalangi mobil Vicky yang hendak keluar.
        “Buruan jalan. Motor lo ngalangin mobil gue.” Vicky ikutan menegur Nicky.
        “Kalian satu mobil?” Nicky malah balik bertanya. Karena hal langka di antara mereka ke sekolah dengan berkendara bersama.
        “Kalo lo mau ikutan gabung juga boleh kok, Nick.” Protes Ricky.
        Nicky yang tak ingin memperpanjang urusan dengan dua kembarannya itu, langsung melarikan diri bersama motor sport kesayangannya tersebut.
        Di dalam mobil, Vicky dan Ricky saling berpandangan dan masing-masing tersenyum puas. Vicky pun perlahan menjalankan mobilnya.
        Tujuan utama mereka bukanlah sekolah mereka tercinta, SMA Deportivo. Melainkan rumah Nissa. Vicky langsung membawa masuk mobil ke dalam garasi. Bersama Ricky, cowok itu langsung keluar. Ternyata selama perjalanan, mereka mempersiapkan diri dengan mengenakan jaket.
        “Ayo cepet.” Teriak Nissa dari luar rumah.
        Vicky dan Ricky setengah berlari menghampiri cewek itu. Ternyata di sana telah siap dua buah motor sport seperti milik Nicky. Namun masing-masing berwarna hijau dan biru.
Riyu juga telah berada di sana. Di atas motor berwarna hijau. Ia menyerahkan sebuah helm ke Ricky yang langsung naik ke boncengan. Sedangkan motor yang satu lagi dikendarai Vicky bersama Nissa.
        Lima menit menjelang bel. Ricky, Vicky, Nissa dan Riyu baru sampai. Vicky dan Riyu langsung membawa motor yang mereka kendarai menuju lapangan parkir khusus motor tentunya. Mereka sengaja memarkirkan motor sedikit lebih dalam, sehingga cukup jauh dengan posisi terparkirnya motor Nicky. Mereka melihat motor merah yang sudah taka sing lagi itu ketika melintas.
Di sana Soraya dan Ivo juga telah menunggu. Dua cewek ini juga naik motor. Tentunya jenis motor yang bisa dikendarai cewek yang mengenakan rok.
“Kalian masuk kelas duluan.” Usul Vicky sambil membuka jaket. “Gue sama Ricky mau naro jaket dulu di mobilnya Agha. Tuh anak udah nungguin dari tadi.”
Tanpa komentar, Riyu menyodorkan jaketnya ke Ricky karena cowok itu sudah mengulurkan tangan. Setelah jaket sudah ada di tangan Ricky dan Vicky. Mereka semua menjalankan perintah sesuai rencana.
Usai Ricky dan Vicky meletakkan jaket-jaket mereka di bagasi mobil Agha, cowok itu langsung mengunci mobilnya dan berpamitan untuk terlebih dulu masuk kelas.
Vicky sendiri siap melangkah, namun tangannya di cekal Ricky. “Apaan lagi?” Protesnya.
Ricky langsung melepaskan tangan Vicky sambil mengawasi sekitar. Lalu ia melepas jam tangannya. “Tukeran tempat.”
“Nggak.” Vicky menolah mentah-mentah. Ia langsung berniat menghindar, namun Ricky kembali mencekal tangannya.
“Plis…” Pinta Ricky penuh kesungguhan. “Gue galau lama-lama deket Nissa. Apa lagi setelah tau kalian jadian.” Ucapnya sedikit frustasi.
Vicky menertawai sodaranya yang langsung di balas Ricky dengan tatapan nelangsa. “Makanya, buruan tembak tuh si Ivo.”
Ricky terlihat sedikit salahh tingkah namun pura-pura terkejut. “Gila lo. Bisa mati anak orang.” Ujarnya sok polos.
Vicky semakin geli menertawai Ricky. Karena baru kali ini ia melihat kembarannya yang satu itu tertangkap tengah benar-benar salah tingkah.
“Intinya, mau ngasih nggak nih?” omel Ricky. “Kalo nggak mau, yaudah. Gue mau masuk kelas. Dan gue gak jamin keamanan Nissa.” Ancamnya sambil siap melangkah.
“Oke.” Kata Vicky cepat-cepat sambil melepas jam tangannya sebelum Ricky bena-benar pergi karena cowok itu mengancamnya dengan nama Nissa.
        Setelah yakin penampilan mereka benar-benar telah berubah, dua anak kembar ini langsung menuju kelas.
        Ketika melewati depan kelas Nicky, cowok itu tepat tengah melihat ke arah jendela. Dan Nicky hanya tersenyum geli mendapati Vicky berjalan menuju kelas Ricky dan berpenampilan layaknya playboy satu itu. Karena tak mungkin ia tak mengenali siapa yang melintas di depan kelasnya barusan.
        Ini sudah hari ke dua setelah terbongkarnya pelaku terror itu. Dan sudah selama itu pula Viola yang sekelas dengan Nicky tidak masuk sekolah. Inginnya cowok ini tak begitu ambil pusing perihal absennya Viola. Namun Nicky tetap harus mempersiapkan diri dari serangan Viola yang bisa terjadi di luar dugaan. Takut cewek itu bersikap nekat lagi.

@@@

        Najwa turun dari boncengan motor Nicky ketika cowok itu menghentikan kendaraannya di depan rumah cewek ini.
        “Dua minggu lagi lo UAN, berarti bakal belajar intensif donk?”
        Sebenarnya Nicky enggan untuk menjawab. Karena ia akan mengalami fase di mana berkurangnya waktu untuk bersama Najwa.
        “Pulangnya bisa ampe maghrib kan tuh?” tanya Najwa lagi karena cowok di depannya tak kunjung memberikan jawaban. “Gue gapapa kok kalo harus ke sekolah sendiri. Biasanya kan juga gitu.” Ujar Najwa berusaha pengertian.
        “Nggak ada!” kontan Nicky menoleh. Ada sebuah ancaman di mata cowok ini. “Lo tetep gue jemput. Gue bisa nganterin lo pulang sebelum masuk kelas tambahan.”
        “Yaelah, gak usah sok pembalap deh.” Ujar Najwa merendahkan Nicky. “Lo pikir jarak sekolah sama rumah gue bisa dengan kepleset nyampe?”
        Nicky berusaha mencerna istilah yang tadi Najwa gunakan untuk mendeskripsikan jarak antara rumah cewek itu dan sekolah mereka. Namun belakangan, ia membenarkan juga perkataan Najwa. Sedangkan ia saja jika menjemput Najwa di rumahnya memang harus melewati jalan yang berlawanan dengan arah yang biasa cowok ini lalui menuju sekolah. Itu artinya, Nicky memang sedikit putar balik.
        “Oke, gini aja. Lo boleh bawa motor sendiri.” Ujar Nicky sedikit  mengajukan penawaran. “Tapi tetep berangkat bareng gue.” Lanjut Nicky sebelum cewek itu melakukan selebrasi kegembiraannya. “Kita konvoi.” Jelasnya.
        Najwa membatalkan niat untuk jejingkrakan.
        “Kecewa ya gak bisa bener-bener lepas dari gue?” sindir Nicky penuh dengan kemenangan. Ia menstater motornya sambil mengedipkan sebelah mata untuk meledek cewek itu. “Oiya, besok ada rencana kemana?”
        “Gak ada.” Jawab Najwa ketus.
        Nicky tersenyum puas. “Bagus…” pujinya. Ia sama sekali tak terpengaruh dengan tampang bête yang disajikan Najwa sore itu. “Karena kalo pun lo udah punya rencana, gue bakal tetep ngegagalin acara lo itu.” Ancamnya tanpa rasa bersalah.
        “Maksud lo?”
        “Gak bakal separah yang udah lo lakuin ke gue dan Venda kok.” Kata cowok ini dengan santainya.
        “Oh…” Najwa melipat tangan di depan dada. “Mau balas dendam ceritanya?” tantangnya.
        Nicky memutar kunci kontak untuk mematikan mesin motornya. Ia menghela napas panjang. “Bisa gak sih sekali aja gak berfikir jelek ke gue?” pintanya.
        “Terus?”
        “Makanya lo dengerin dulu.”
        Najwa menoleh ke arah lain. Namun Nicky tak berkecil hati. Karena kalau pun cewek itu marah, Najwa masih tetap akan menghargai orang yang berbicara padanya.
        “Besok kan Sabtu, tuh.” Nicky tetap biacara meski Najwa tak menatapnya. “Nah, pagi jadwal gue PM di sekolah. Siangnya kita jalan.”
        “Kalo gue gak mau?”
        Nicky sama sekali tak terpengaruh dengan ucapan Najwa. “Sorenya gue mau ngajak lo nonton ‘proliga’ di Senayan. Tapi gue mau kita berangkat dari siang. Jadi, sekalian cari makan dulu.” Lanjut Nicky seolah tak terjadi apa-apa. Namun ia tau Najwa tak akan menolak diajaknya menyaksikan turnamen voli terbesar di Indonesia bertajuk ‘proliga’ tersebut.
        Najwa pun diam dibuatnya.
        Nicky kembali menyalakan mesin motornya. “Gue balik ya.” Pamit cowok itu. Segera Nicky meninggalkan Najwa yang masih tak bicara sepatah kata pun. Ia tak ingin tambah merusak suasana hati cewek itu.

@@@

        “Gak ada kontak fisik sama sekali.” Lapor Riyu yang dari tadi memantau aktifitas Najwa dan Nicky dari jauh menggunakan teropong. Teropong tersebut hasil dari pinjam paksa ke Naura, adiknya Nissa pagi tadi.
        Vicky mengambil alih pengamatan. “Yaah… si Nicky pergi.” Kata Vicky kecewa. Ia menurunkan teropong dari matanya. “Terus gimana nih, Ri?” tanya Vicky pada Riyu yang masih berdiri disampingnya.
        “Mau gimana lagi?” kata Riyu pasrah. “Berarti Nicky gak melancarkan serangan hari ini.”
        Mereka kompak terdiam. Suasana pun terasa sangat sepi. Gak ada suara game yang sejak tadi dimainkan Ricky atau pun gumaman para cewek yang menurut dua orang ini gak jelas juntrungannya.
        Vicky dan Riyu kompak berbalik. Betapa terkejutnya mereka mendapati cewek-cewek itu—Nissa, Soraya dan Ivo—tidak berada di sana. Tersisa Ricky yang membaringkan badan di atas motor sambil menutup wajahnya dengan jaket.
        Vicky mendekati kembarannya dan menarik jaket yang menutupi wajah Ricky. “Kok lo malah tidur?” tegurnya. “Cewek-cewek pada kemana?”
        Ricky pun bangkit meski kini masih duduk di atas motor yang tadi pagi di kendarai Riyu. Ia melirik jam tangan yang sudah menunjukkan pukul setengah empat sore, lalu sedikit mengusap mukanya. “Walau udah sore, tapi matahari masih lumayan panas. Kalian gak ngerasa apa?” protesnya. “Tuh, mereka di sana.” Ricky menunjuk sebuah saung dekat lapangan di seberang mereka.
Vicky dan Riyu mengikuti arah yang ditunjuk Ricky. Para cewek lagi pada ngadem.
“Masih mending gue tetep di sini nemenin kalian.” Sambar Ricky sebelum dua orang itu menyalahkannya. “Eh, nih motor Ivo apa Soraya?” tanya Ricky menunjuk motor yang terparkir di antara dua motor sport.
“Ivo.” Ujar Riyu singkat.
Ricky hanya mengangguk sesaat. “Ayo balik.” Ajaknya. Ia bangkit dan pindah duduk di atas motor matik itu. “Vick.” Panggilnya.
“Apa?”
“Abis nganter Nissa, lo jemput gue di depan perumahannya Ivo ya.” Pinta Ricky yang langsung di turuti kembarannya yang satu itu. Jelas, maksud Ricky adalah ia yang akan mengantar Ivo pulang.
Vicky dan Riyu pun mengikuti Ricky yang mulai membawa motor ke arah cewek-cewek itu berada.

@@@

        Sabtu siang, Vicky dan Ricky baru pulang dari kegiatan PM di sekolah. Mereka dalam mobil masing-masing. Nicky telah menunggu di sana masih membawa tas ranselnya. Vicky keluar dari mobilnya yang berada tepat di belakang mobil Ricky. Untuk kegiatan pendalaman materi, pihak sekolah memang membebaskan urusan pakaian. Jadi, mereka tidak perlu mengenakan seragam sekolah atau pun satu jenis pakaian yang telah ditentukan. Asalkan masih pada koridor kesopanan.
        “Pinjem mobil, donk.” Pinta Nicky kepada siapa saja. Karena memang hanya ia yang meminta dibelikan motor di banding dua kembarannya yang lain. Jadi, Nicky sudah tak punya jatah untuk kendaraan roda empat itu.
        “Pake mobil gue aja tuh.” Kata Vicky berbaik hati dan langsung masuk ke dalam rumah. Lagi pula, mobilnya masih berada di luar dari pada mobil Ricky yang berhenti tepat di depan pagar.
        “Thank’s, Vick.” Teriak Nicky.
        Vicky yang mendengar hanya mengacungkan jempol kanannya tanpa menghentikan langkah atau pun menoleh.
        “Mau kemana lo, Nick?” tanya Ricky curiga. Gelagat yang di tunjukkan Nicky menarik perhatian Ricky.
        “Cuma mau nonton aja sama Najwa.”
        “Nonton apaan? Kebakaran?” tebak Ricky asal.
        Sayup-sayup Vicky mendengar Nicky menyebut nama Najwa. Dan itu yang akhirnya berhasil membuat cowok ini berhenti. Ia sedikit bersembunyi di balik tiang penyangga rumah untuk mendengarkan percakapan antara dua kembarannya itu.
        “Gila lo.” Protes Nicky yang dibalas tawa oleh Ricky. “Nonton apa lagi yang gak bisa bikin Najwa nolak ajakan gue kalo bukan proliga?”
        Ricky diam. Itu artinya, Najwa akan bersama Nicky? Batinnya. “Itu kan sore, sekarang aja baru jam satu.” Ricky membuat Nicky berfikir lagi.
        Tapi bukan Nicky namanya kalo nggak mempersiapkan jawabannya. “Mau makan sekalian jalan dulu lah.” Ujarnya tersenyum sok malu sambil menjawil gemas pipi Ricky yang langsung menjauhi badannya dari jangkauan Nicky. “Udah ya, Najwa udah nungguin nih.” Kata Nicky dan langsung pergi menuju mobil Vicky.
        Ricky mengikuti langkah Nicky melalui kaca spion.
        “Ssttt…” seseorang berdesis.
        Ricky mencari-cari sumber suara. Ternyata itu Vicky yang melakukannya sambil berlari kecil menuju pintu penumpang lalu masuk dan duduk di sebelah Ricky. Tanpa mengisyaratkan apapun, Ricky sudah mengerti apa yang akan di katakan Vicky. Ricky membawa mobilnya mengikuti Nicky.
        “Oke… cepet ya… gue tunggu di gerbang perumahannya Najwa.” Kata Vicky kepada seseorang melalui telepon lalu mengakhiri pembicaraannya.
        Setelah sampai di lokasi yang Vicky maksud, dua cowok kembar ini langsung turun dan menyeberang menuju gerbang perumahan. Di kejauhan, Juna pun berjalan ke arah berlawanan.
“Ada apaan lagi sih sama Nicky?” Tanya Juna heran sambil terus berjalan. Mereka bertemu tepat di tengah jalan.
“Nanti kita certain.” Kata Ricky.
“Kita pinjem mobil lo dulu, ya. Soalnya mobil Ricky gak cukup kalo rame-rame.” Lanjutnya Vicky.
“Lho? Emang siapa lagi yang ikut? Mobil lo kemana?”
Ini lah rencana mereka berdua, Ricky dan Vicky. Mereka sengaja mengikuti kembarannya menggunakan mobil lain agar Nicky tak terlalu curiga. Bukan hanya sampai di situ, sebuah taksi berhenti di belakang mobil Ricky.
Vicky menoleh. “Tuh sama mereka.” Tunjuknya dengan gerakan kepala. Dari dalam taksi muncul Riyu, Nissa, Ivo dan Soraya. “Mobil gue di bawa Nicky.” Tambah cowok ini menjawab pertanyaan Juna.
Juna sendiri tertawa dan tak habis pikir dengan temannya yang kembar tiga itu. “Sekalian double-double date, donk?” ledeknya.
Vicky ikut menertawai. “Apaan sih lo?”
“Maksudnya tuh ada empat pasangan. Cuma gue bingung ngasih istilahnya.”
“Bisa aja lo.”
Ricky terlihat menghindar dengan pura-pura sibuk bersama ponselnya sambil berjalan menuju mobil milik Juna. ‘Kenapa orang-orang seolah berharap gue bisa beneran jadi sama Ivo?’ batinnya.

@@@

        “Bawa mobil kak Vicky?” Komentar Najwa ketika menemukan Nicky sudah menunggunya di luar rumah.
        “Yaa… maklum aja. Di antara kita bertiga kan Cuma gue yang nggak punya mobil.” Kata Nicky sok terlihat prihatin.
        Tapi bukan Najwa namanya kalo gampang terpengaruh dengan tampang polos Nicky yang di buat-buat. “Sok melarat tampang lo.” Protes cewek ini sambil memutar di mobil menuju pintu penumpang.
        Nicky hanya tersenyum bangga.

@@@

        Lokasi pertama yang dituju Nicky dan Najwa adalah sebuah café. Ricky yang menyetir, hanya memarkirkan mobilnya di pinggir jalan.
        “Lama deh pasti.” Tebak Nissa sambil berdecak kesal. Vicky yang duduk di depan, langsung membalikkan badan untuk bisa melihat ceweknya yang duduk di kursi tengah bersama Riyu.
        “Kalian laper kan? Kita bungkus makanan biar bisa makan di mobil aja gimana?” saran Vicky yang langsung di setujui.
Namun Ricky berinisiatif untuk pergi memesan makanan. “Gue aja.”
Tak lama Ricky pun kembali dan ia tercengang karena posisi duduk sudah seratus persen berubah. “Apa-apaan nih?” Protesnya sambil membuka pintu tengah. Ivo yang duduk di tengah semakin merapatkan badannya ke pintu seberang.
Ricky melirik tajam ke Vicky yang duduk di kursi belakang bersama Nissa. Mereka tengah mendengarkan music di satu handsfree. Lalu beralih ke Riyu yang asik melihat foto yang ditunjukkan Soraya kepadanya.
“Riyu! Balik ke tempat semula.” Tegurnya setengah memerintah.
Riyu menoleh enggan. “Gak ada.” Tolaknya mentah-mentah. “Kalo lo yang nyetir, gue jamin pulangnya anak-anak langsung kena serangan jantung.”
“Kak Riyu jangan ngomong gitu, akh.” Protes Ivo terdengar ngeri. Namun lebih mengerikan baginya adalah tatapan Ricky yang kurang bersahabat.
“Iya gue cabut omongan gue.” Riyu langsung mengalah. Ia menatap Ricky yang masih berdiri di luar. “Udeehhh… buruan masuk. Kagak laper, apa? Keburu Nicky keluar nih.” Protesnya setengah menakut-nakuti.
Dengan terpaksa Ricky mengorbankan harga dirinya. Selain itu, di luar juga panasnya gak kira-kira. Dan percuma aja ia meminta posisi duduk kembali seperti semula. Sampe ngancem mau ngebakar mobil pun, gak akan ada yang ngalah. Kecuali Ivo. Tapi cewek itu juga gak bisa berbuat banyak.
“Dalam suasana kayak gini, masih sempetnya pada pacaran.” Gerutu Ricky pelan sebelum masuk ke dalam mobil.
“Ngomong apa lo barusan?” tegur Vicky memastikan pendengarannya tak salah. Yang lain juga pasti mendengarnya, meski hanya Vicky yang berani menyinggung.
Ricky yang udah duduk, lantas menoleh ke Vicky yang duduk dibelakangnya. “Dalam suasana kayak gini, masih sempetnya pada pacaran.” Tak di duga Ricky justru memperjelasnya.
“Tuh Ivo nganggur.” Vicky menyambar kotak makanan yang disodorkan Ricky kepadanya. “Ajakin aja pacaran.” Ledeknya.
Riyu, Soraya dan Nissa sontak tertawa puas atas penindasan mental yang di terima Ricky dari kembarannya sendiri.
Dua lawan empat. Bukan, tapi satu lawan empat. Ivo tak mungin membantunya membalas dendam. Biar gimana pun, Ricky memang tak mungkin untuk membalas dengan cara apa pun.

@@@

Tidak ada komentar:

Posting Komentar