Kamis, 21 Februari 2013

3twins (part 2)


Dua…

Vicky baru saja sampai rumah dan langsung menuju kamarnya. Ia sempat sekilas melirik ponselnya di atas meja belajar. Ketika berolahraga tadi, Vicky memang sengaja meninggalkan ponselnya. Vicky melepas kacamata dan kaosnya yang lumayan basah karena keringat. Ia kemudian meraih ponselnya. Ada beberapa panggilan tak terjawab dari Nicky.
“Nicky ngapain nelponin gue?” Vicky bertanya-tanya sendiri. Ia berfikir demikian karena memang bukan kebiasaan Nicky untuk iseng menelponnya meski sama-sama sedang berada di rumah. Walau Vicky sempat keluar, Nicky pasti tau kalo ia tak pernah membawa ponselnya.
Vicky langsung teringat sesuatu…
Nicky yang baru saja membaringkan tubuhnya di kasur, langsung dikejutkan dengan suara ponselnya yang tiba-tiba berdering. Di layar tertera nama ‘VICKY’. Nicky tak menjawabnya, melainkan menatap ke arah Vicky yang menempelkan ponselnya ke telinga dengan posisi membelakanginya. “Woy!” Nicky berteriak sambil melempar bantal tepat mendarat di belakang kepala Vicky.
        Vicky yang kaget, langsung berbalik dan mendapati Nicky menunjuk-nunjuk layar ponsel. Di sana masih tertera nama ‘VICKY’. Vicky sendiri akhirnya langsung ingat kalau Nicky dan Ricky tukeran handphone sepulang sekolah tadi. “Sory gue lupa.” Ucap Vicky sambil nyengir.
Kejadian semalam menyadarinya. “Ricky?” Vicky berinisiatif untuk langsung balik menelpon Ricky yang sejak dua hari lalu tak ditemuinya. Artinya, Ricky gak pulang ke rumah. Vicky menunggu panggilannya di respon sambil berjalan mondar mandir.
“Rick, lo dimana?” Tanya Vicky panic begitu telponnya di jawab. “Oke! Lo jangan kemana-mana, tunggu sampai gue dateng!” Vicky memperingatkan sebelum memutuskan telpon.

@@@

Vicky mengetuk salah satu pintu di sebuah apartmen. Tak lama, pintu terbuka dan seseorang muncul dari dalamnya. Ricky. Tampangnya terlihat kalut. Ia hanya mengenakan celana bola pendek dan kaos tanpa lengan.
“Lo abis mabok!” Tuduh Vicky karena melihat tampang Ricky yang terlihat seperti orang tak tidur selama 3 hari.
“Brengsek lo nuduh gue kayak gitu!” Ricky tak terima mendengar tuduhan Vicky. “Apa pernah, lo denger gue minum?”
Vicky tak bisa menjawab. Jelas saja tidak. Seperti apa pun sikap buruk Vicky, Ricky bahkan Nicky, tak satu pun dari mereka yang pernah menenggak alcohol. Vicky pun memaksa masuk dengan sedikit mendorong tubuh Ricky untuk menyingkir.
Apartmen ini milik pribadi mereka. Biasanya kesini kalo diantara mereka ada yang lagi berantem. Dari pada ‘perang dingin’ di rumah, mending salah satunya ngungsi deh. Atau bisa juga kalo lagi patah hati, apartmen ini enak buat menyendiri. Meski tanpa alasanpun, mereka bebas sesuka hati buat ke sini.
“Lo kenapa sih? Ampe gak pulang dua hari?” Tanya Vicky ketika ia tengah mengambil minuman di dapur.
Sementara Ricky baru saja membaringkan badannya di sofa. Ia tak menjawab. Sampai akhirnya Vicky kembali sambil membawa segelas air mineral. Bahkan Ricky kini sudah menutupi wajahnya dengan bantal.
“Lo gak bakal begini kalo gak ada apa-apa!” Kata Vicky lagi yang masih berdiri di ambang pintu. Ia sangat mengerti sifat kedua sodara kembarnya, yang salah satunya adalah Ricky.
Ricky menarik bantal yang menutupi wajahnya. Ia pun perlahan bangkit. Vicky berjalan dan duduk di samping Ricky.
“Gue gak kebayang kalo Nicky yang ngedenger langsung dari tuh cewek.” Ujar Ricky akhirnya, membuat kening Vicky berkerut. “Bisa ampe bunuh diri kali tuh anak.”
“Beneran gue gak ngerti. Kemaren lo jadi nemuin cewek yang namanya Venda itu kan?” Desak Vicky.
Ricky mengangguk lemah.
“Terus?”
Ricky menghela napas. “Tuh cewek lulusan SMA Priority. Satu angkatan di atas kita. Anak dari orang yang cukup berpengaruh di sana.” Ricky memberi jeda sesaat. Vicky pun tak ingin buru-buru berkomentar. “Primadonanya anak-anak sana. Sampai akhirnya ada yang tega ngerjain dia.”
“Ngerjain?” Vicky semakin penasaran.
“Venda sebenernya juga punya perasaan ke Nicky, tapi… takdir berkata lain.” Ricky menatap kembarannya sesaat.
“Dia dijodohin? Atau udah punya cowok?” Vicky tampak tak sabar.
“Lebih parah dari itu.” Hanya itu yang dikatakan Ricky sebelum akhirnya beranjak ke dapur.
Vicky segera mengikuti langkah Ricky. Ia hanya berdiri dan bersandar di ambang pintu.
Ricky menuang air ke dalam gelasnya. “Venda hamil.” Ucapnya kemudian menenggak minumannya.
“Apa?” Mata Vicky terbelalak. Ia menegakkan badannya yang semula bersandar. “Kok bisa? Bukan sama Nicky kan?”
        “Gila lo? Nuduh sodara sendiri kayak gitu.” Ricky tak terima atas ucapan kembarannya itu. “Lo kira Nicky cowok brengsek, apa?”
        “Oke, sorry.” Vicky menyadari kesalahannya. “Terus siapa yang ngelakuin? Apa lo udah sempet nembak?”
        “Dia Cuma bilang namanya Kelvin, itu kakak kelasnya waktu SMA.” Kata Ricky. “Pas gue dateng, tuh cewek langsung meluk sambil nangis. Gue belom sempet nembak apalagi ngasih tau kalo gue bukan Nicky. Abis itu gue Cuma bisa ngajak dia ke dalem mobil, dan di cerita semua.”
        “Terus, gimana sama tuh cewek?”
        “Venda pindah ke Bandung. Dia bakal nikah dan tinggal di sana.” Ricky berjalan melewati Vicky. Obrolan mereka kembali berlanjut ke ruang tivi tadi.
        “Kenapa lo gak langsung cerita ke Nicky?” Vicky masih berdiri di tempatnya tadi.
        “Gue gak tega.”
        Pintu tiba-tiba menjeblak sebelum Ricky sempat melanjutkan certianya. Nicky muncul dan langsung menghampiri Ricky untuk menghadiahinya sebuah pukulan. Nicky menarik Ricky hingga berdiri dan didorongnya hingga mepet tembok. Vicky pun berusaha menahan Nicky yang kini mencengkeram kuat kaos Ricky.
        “Kenapa lo gak ngomong langsung ke gue?! Kenapa harus Vicky duluan yang tau tentang keadaan Venda?! Kenapa bukan gue?!”
        Ricky yang tersudutkan hanya bisa diam menanggapi kekecewaan Nicky. Ia sama sekali tak berniat melawan.
        “Nick, udah. Lo salah paham.” Vicky berusaha menengahi. “Ricky pasti punya alasan lain untuk itu.”
        Nicky menoleh. “Lo gak tau gimana rasanya cewek yang lo sayang ternyata dihamilin cowok lain. Apa lagi lo tau segalanya dengan cara gak sengaja kayak gue sekarang!” Nicky langsung melepasnya cengkramannya lalu pergi.
        “Nick, lo mau kemana?”
        Nicky tak mempedulikan teriakan Vicky yang menahannya. Tapi Vicky dan Ricky berinisiatif untuk mengejar Nicky hingga parkiran.
        “Nick, buka!” Pinta Vicky sambil mengetuk kaca mobil.
        Ricky mendorong tubuh Vicky untuk sedikit bergeser menggunakan badannya. “Nick, buka!” Ricky juga melakukan hal yang sama pada mobilnya yang kini dikuasai Nicky. Beruntung usahanya berhasil. “Gue cukup terpukul mendengar pengakuan Venda. Dan gue punya alasan kenapa gak langsung ngasih tau semua ke lo.”
        Nicky masih diam. Ia sama sekali tak menoleh ketika Ricky bicara. Nicky menyalakan mesin mobilnya.
        Vicky gantian menggeser tubuh Ricky. “Nick, lo mau kemana?” Vicky punya feeling gak enak, kalo Nicky bakal ngelakuin sesuatu.
        “Cepet lo berdua naik.”
        Tanpa pikir dua kali, Vicky dan Ricky langsung menuruti perintah Nicky yang beberapa detik kemudian membawa mobilnya dengan kecepatan tinggi.

@@@

        Najwa yang baru saja keluar dari kamar mandi, dikejutkan dengan hadirnya seorang cowok yang duduk sambil membaca majalah di tepi tempat tidurnya. “RIYU…!” teriaknya histeris sambil berlari dan memeluk sepupunya itu.
        “Gue udah denger tentang berita lo dan Rio.” Kata Riyu. “Sorry ya baru sekarang gue nengokin lo.”
        Najwa melepaskan pelukkannya. Raut wajahnya seketika berubah. “Gak usah bahas kak Rio lagi deh.” Keluhnya sambil duduk di samping Riyu. “Lagian, lo tuh kemana aja sih?”
        “Gue abis sparing basket di Bandung.” Riyu seenaknya membaringkan tubuhnya di kasur Najwa. “Oiya, gue juga denger berita tentang ka Venda.” Tatapan Riyu menerawang ke langit-langit kamar Najwa. “Tapi yang gue heran, kenapa malah ka Vendi yang diusir?” Tanya Riyu sambil meletakkan kedua tangannya di atas kepala.
        Najwa menghela napas. “Dulu ka Vendi dan Kelvin pernah sama-sama naksir satu cewek. Ternyata ka Vendi yang menang. Dan itu awal mula Kelvin sakit hati. Kemudian dia ngedeketin ka Venda buat sarana balas dendam. Eehh, gak tau kenapa malah jatuh cinta beneran. Pas nembak, ka Venda malah nolak. Kelvin ngerasa sakit hati banget karna dibohongin sama ka Venda yang ternyata ngasih harapan kosong. Endingnya dia nekat ngelakuin hal itu ke ka Venda.”
        Riyu berusaha mencerna kata-kata yang diucapkan Najwa. “Secara gak langsung ortu lo nyalahin ka Vendi donk?”
        “Gak ngerti deh sama jalan pikiran ortu gue itu.” Najwa menyerah ketika Riyu membahas perihal orang tuanya.
        Pintu tiba-tiba menjeblak. Zaquan muncul dan langsung duduk di kursi belajar Najwa. Riyu pun langsung bangkit.
“Nih.” Zaquan menyodorkan buku tabungan milik Vendi. “Abang lo udah nguras semua tabungannya. Itu alasan lain dia diusir. Gak tau deh dipake buat apa duitnya.” Perkataan Zaquan terdengar seolah Vendi bukan kakaknya.
Najwa terbelalak mendapati saldo akhir di buku tabungan itu adalah nol.
“Oiya, satu lagi.” Lanjut Zaquan, kali ini sambil berdiri dan merogoh saku celananya. “Tadi pagi ada cowok yang nagnterin ini.” Ia menyodorkan sebuah amplop.
“Dari siapa?”
Zaquan hanya menggedikkan bahu. “Tapi…” ia menggantungkan ucapannya sambil menatap Najwa dari atas hingga bawah.
“Kenapa?” Tanya Najwa galak karena gak nyaman dengan tatapan Zaquan.
“Hebat juga lo bisa punya temen secakep cowok tadi. Dan kayaknya, doi bukan berasal dari keluarga sembarangan.” Ledeknya lalu bersiul. Sedetik kemudian sudah menghilang dibalik pintu.
“Buka, Naj.” Pinta Riyu.
Najwa pun tak keberatan untuk Riyu mengetahui privasinya. Amplopnya masih tersegel. Itu artinya Zaquan gak rese. Meski hubungannya dengan sang adik tak begitu bersahabat, diantara mereka tak ada yang sampai kurang ajar membongkar privasi satu sama lain.

Sorry ya malem itu kakak gak sempet ngomong sesuatu, dan baru sekarang ngabarin kamu dan lewat surat pula. Tapi tenang aja, keadaan kakak baik-baik aja kok. Nitip harta kakak ya. Tuduhan kalo kakak ngabisin duit tabungan itu salah besar. Kakak juga udah ketemu Venda kok. Dan dia juga udah tau kalo kaka diusir. Satu lagi, kakak gak bakal pergi jauh dari Jakarta kok. Kakak berada diantara kamu dan Venda. Jadi, kamu jangan nekat nyari kakak ya. Awas aja kalo sampe berani! Okeh adikku yang cantik. Tolong bilangin juga ke Riyu. Dapet tugas berat dari kak Vendi buat jagain kamu.

VENDI… ;)

        Riyu meraih kertas yang disodorkan Najwa. Riyu terlihat geli sendiri membacanya. Terutama pas bagian amanat untuk dirinya. Namun masih ada satu bagian yang tak ia mengerti. “Kalo ka Vendi gak ngabisin duit tabungannya, kenapa saldo bisa nol gitu? Duitnya dikemanain?” Tanya Riyu, kemudian mendongak. Ia sedikit terkejut mendapati Najwa sudah berganti pakaian.
        “Anterin gue ke bank.” Pinta Najwa sambil meraih ponselnya di atas meja di samping tempat tidurnya.
        Riyu tak berpindah dari posisinya saat ini. “Ini kan hari Minggu. Bank mana yang buka?” Riyu mengingatkan tepat ketika Najwa telah memegang gagang pintu.
        “Sial.” Umpat Najwa.
        “Lo belum jawab pertanyaan gue.” Riyu menagih jawaban.
        Najwa membuka pintu dan mengintip sesaat keadaan diluar kamarnya. Takut kalau-kalau Zaquan kembali mendengar pembicaraannya dengan Riyu seperti tadi. Lalu Najwa menutup pintu dan kini ia sudah duduk lagi disamping Riyu.
        “Lo lupa ya kalo gue punya tabungan yang Cuma diketahuin sama gue dan ka Vendi.” Najwa mencoba mengingatkan Riyu sesuatu.
        Riyu akhirnya mengangguk.
        “Ka Vendi pasti udah transfer semua duitnya ke rekening gue.” Kata Najwa dengan suara pelan. Bisa dipastikan hanya ia dan Riyu yang dapat mendengar. “Sebelum bokap blokir semuanya, ka vendi cari aman. Karena itu emang udah jadi rahasia kita sejak lama.”
        “Kalo ka Vendi butuh duit, gimana? Tabungan itu atas nama lo, kan?”
        “ATM nya ka Vendi yang pegang.”
        “Handphone…”
        “Hape ka Vendi masuk daftar barang-barang pribadi yang ikut di sita ortu gue.” Najwa memotong perkataan Riyu.
        “Hah? Gila?”
        “Banget…!” Najwa melanjutkan. “Dan lo mau tau kegilaan apa lagi yang udah dilakukan ortu gue perihal kak Rio yang sempet gue hajar?”
        “Lo di skors gitu?” Riyu menebak.
        “Gak separah itu kok.” Jawab Najwa santai. “Gue Cuma dikeluarin dari SMA Priority dan pindah ke SMA Deportivo.”
        “Hah!” Riyu berdiri membuat Najwa sedikit menjauhkan badannya. “Lo bilang dikeluarin dari sekolah itu, cuma?”
        Najwa mengangguk cepat.
        Riyu menepuk jidat. “Astaga. Berarti lo udah sama gilanya kayak tante Diva dan om Ferdi.”
        “Mungkin.” Balasnya enteng.
        Riyu membiarkan badannya terjatuh di atas kasur. “Tragis banget sih nasib sepupu gue yang satu ini.” Keluhnya penuh rasa kasian.
        “Tragis lo bilang?” Najwa duduk di tepi tempat tidur. “Harusnya tuh lo ikut bersyukur. Bukannya malah ngasihanin gue!”
        Riyu melirik tajam. “Eh, sadar gak sih kalo sekolah lo tuh jauh lebih elite dari pada sekolah gue? Harusnya lo bersyukur bisa sekolah di SMA Priority.”
        “Ngapain juga gue tetep di Priority tapi endingnya bakal tiap hari ketemu kak Rio? Males banget! Tuh anak pasti ngedeketin gue mulu.”
        Riyu tertawa ngakak. “Iye bener.”

@@@

        Mobil yang dikendarai Nicky masih melaju dengan kecepatan tinggi. Hingga kini mereka sudah berada di dalam jalan tol. Vicky yang duduk di samping Nicky terperangah melihat tulisan yang menunjukkan ke arah Bandung. Berarti… “Kita ke Bandung?”
        “Udah telat kalo kita putar balik.” Ucap Nicky dingin.
        Vicky bukan permasalahin kemana mereka akan pergi, tapi lebih ke kondisi Nicky yang cukup mengkhawatirkan. Sesaat Vicky menengok Ricky yang duduk di kursi belakang. Gak bisa ngasih solusi. Ricky hanya diam memandang keluar jendela. Terlalu menikmati pemandangan nampaknya, meski mobil melaju seenaknya.
        “Gue minta dua permintaan.”
        Nicky melirik tajam. “Yakin banget gue bakal ngabulin? Apa untungnya buat gue?” sedetik kemudian Nicky kembali ke jalan.
        “Lo pasti gak bakal keberatan.” Vicky sangat percaya diri. “Gue bakal nemenin lo kemanapun. Karena kita juga udah setengah jalan. Tapi…”
        “Apa?”
        “Pinggirin mobil sekarang! Gue yang gantiin lo nyetir.”
        Permintaan Vicky ada benarnya. Batin Nicky. Ia pun sangat menyadari kondisinya. “Tapi janji untuk gak putar balik?” Nicky tak begitu saja meluluskan permintaan Vicky. Sesaat ia pun menoleh untuk memastikan kondisi Ricky. Masih tetap sama seperti saat Vicky mengeceknya tadi.
        “Apa gue pernah bohongin lo?” Vicky menantang.
        Nicky melirik ragu. “Oke. Tapi tunggu sampe lo nyebutin permintaan kedua lo.”
        Vicky menghela napas dan menyandarkan badannya di jok. Jam di dasbor menunjukkan pukul 10 pagi. “Lo gak laper apa? Gue belom sarapan sama sekali nih. Cari makanan dulu kek. Tega amat ngebiarin dua kembaran lo kelaperan.”
        Nicky langsung menepikan mobilnya dan berhenti mendadak. ia menghela napas dan menyandarkan badannya. Nicky merasakan sesuatu dalam perutnya. Sejujurnya, ia juga lapar. “Yaudah, kita ke rest area.” Kata Nicky akhirnya sambil kembali menjalankan mobilnya.
        Vicky kembali sambil menenteng tas plastic di kedua tangannya. Ia membuka pintu mobil dan duduk di jok pengemudi. Nicky sudah menempati jok disampingnya. Vicky menyodorkan salah satu bawaannya pada Nicky. Nicky sendiri langsung mengeluarkan salah satu box makanan yang ada ditangannya dan menyodorkan ke Ricky.
        “Gue minta maaf ya, karena gak langsung ngabarin ke lo.” Ujar Ricky sambil meraih box yang diberikan Nicky. “Yang ada malah gue kabur gak bertanggung jawab.”
        “Sorry juga ya kalo gue tadi sempet ngehajar lo kayak gitu.” Balas Nicky yang juga menyadari kesalahannya.
        Ricky tersenyum. Vicky pun akhirnya lega mendengar kedua kembarannya itu saling minta maaf dan memaafkan.
        “Tapi, pasti lo punya alasan kan untuk itu semua?” kata Nicky lagi, kemudian ia menikmati makanan yang dibawakan Vicky.
        “Inget waktu sekolah kita ngadain sparing voli, basket dan bola sama SMA Priority?” Ricky balik bertanya.
        Vicky tampak berfikir. “Lho? Apa hubungannya?”
        “Gue sempet naksir sama salah satu pemain voli nya.”
        “Masa? Kok gue gak pernah tau.”
        “Bukan gak pernah tau. Tapi gak pernah inget, soalnya Ricky kan banyak banget naksir cewek.” Nicky mengingatkan perihat tabiat Ricky yang memang paling banyak naksir cewek dibandingkan dirinya ataupun Vicky.
        “Oiya.” Ujar Vicky akhirnya.
        Dan Ricky hanya tesenyum menanggapinya. “Tapi bener, cewek ini beda. Pas gue ketemu Venda, gue langsung keingetan dia. Gak tau kenapa, gue ngerasa mereka mirip banget. Hanya aja, cewek yang gue taksir ini lebih tomboy.” Ia memberi sedikit jeda pada ucapannya.
Vicky dan Nicky setia menunggu sambil menikmati makanan masing-masing.
        “Lo gak niat buat ngedeketin, gitu?” Tanya Nicky karena Ricky sukup lama terdiam, tapi sama sekali gak menyentuh makanannya. “Cowok kayak lo pasti gampanglah buat deketin, bahkan nembak.”
        “Gue gak sempet ngedeketin, apa lagi nembak.” Lanjut Ricky. “Inget kan waktu kita berantem?” Kata Ricky yang tertuju untuk Nicky. “Gue diungsiin sebulan ke Bandung dan lo ke Bogor.”
        Tradisi unik di keluarga tiga anak kembar ini. Orang tua mereka akan memasukan ketiga anak kembar ini ke pesantren kalo kesalahan mereka udah kelewatan batas. Lama waktunya tergantung berat ringannya kesalahan mereka.
        “Iya. Gara-gara kelakuan lo berdua, gue udah kayak anak ilang sendirian di rumah.” Keluh Vicky yang langsung dihujani tawa Nicky dan Ricky.
        “Abis itu ada turnamen basket dan gue harus ke Semarang. Lanjut gue ikut kompetisi band di Bekasi. Kapan gue sempet pedekate?”
        Gantian, ekspresi Ricky yang jadi bahan tawaan dua kembarannya.
        “Pas gue balik, eeehhh… anaknya udah jadian sama cowok lain.” Ujar Ricky terdengar pasrah. “Yaudah, terima nasib deh. Dan terpaksa gue kembali beraksi sama cewek-cewek seputaran Deportivo aja.”
        “Sama siapa?” Nicky dan Vicky bertanya pada waktu yang hampir bersamaan.
        “Rio. Anak SMA Priority juga. Adenya Kelvin. Cowok yang udah…” Ricky tak sanggup melanjutkan kata-katanya. Tapi ia yakin dua orang yang ada dihadapannya itu mengerti apa yang dimaksudkan Ricky tadi.
        “Gak usah diterusin.” Perintah Nicky. Tapi emang gak ada yang niat buat ngejelasin lebih lanjut kok.
        “Itu alasan kenapa gue juga terpukul mendengar berita Venda.”
        “Apa Venda sama cewek yang lo taksir itu ade kakak?” Tanya Vicky, membuat kedua kembarannya itu saling pandang.
        “Venda emang punya adik perempuan yang sekolah di Priority juga. Walau gue sendiri belom pernah ketemu. Tapi kemungkinan itu orang yang sama, kecil. Siswi Priority kan banyak.” Kata Nicky.
        “Gak tau juga deh.” Ricky mengangkat bahu. “Tapi gak tau kenapa, feeling gue tertuju sama cewek itu. Apalagi Venda ngungkapin kekhawatiran terhadap adiknya itu. Dan gue takut kalo ternyata semuanya terjadi.”
        “So, kita jadi ke Bandung kan?” Vicky hanya ingin memastikan. “Kita udah setengah jalan lho.”
        Kini malah Nicky yang ragu. “Tapi mau nyari Venda kemana?”
        Astaga. Nicky hampir membuat kedua sodaranya melayangkan jitakan. Lantas, kenapa nih anak ngajak ke Bandung? Sebenernya gak ngajak juga. Nicky hanya ingin pergi. Nggak harus ke Bandung juga. Mobilnya melaju tanpa arah.
        Vicky masih geregetan. Gak kebayang kalo aja tadi ia gak sempat mengisi perutnya. Mungkin ia sudah menelan Nicky hidup-hidup.
        “Gue males balik ke Jakarta. Kita kerumah kak Devon aja. Numpang mandi sama minjem baju. Siapa tau tiba-tiba ketemu Venda di jalan.” Kata Ricky memberi saran membuat Vicky dan Nicky menatapnya bingung. “Kalian gak mau kan ketemu cewek dengan pakaian kayak gini? Terutama lo, Nick.” Lanjut Ricky.
        Ada benarnya juga. Secara, diantara mereka bertiga gak ada satu pun yang udah mandi. Mereka juga hanya mengenakan celana pendek dan kaos. Apalagi Ricky, kaosnya tanpa lengan.
        Vicky tersenyum. “Gak percuma punya kembaran playboy.”

@@@

                Vicky menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah. Setelah menunggu beberapa saat, dari balik pintu muncul seseorang. Cowok, usianya hanya beberapa tahun di atas mereka. Itu yang namanya Devon.
        “Lho? Kalian?” tanya Devon setelah membukakan pintu pagar. “Kok bisa…” Devon tak melanjutkan kata-katanya karena terpaku dengan pakaian tiga anak kembar dihadapannya ini.
        “Kita sama sekali gak ada niat buat kesini.” Vicky yang menjelaskan.
        “Yaudah yaudah. Kalian masuk dulu.” Ajak Devon. Ia hanya geleng-geleng menatap Nicky dan keluarga yang berjalan melewatinya.
       
@@@

        Vicky keluar ketika mendengar seseorang menekan bel. Vicky yang sudah berganti pakaian membukakan pintu pagar untuk cewek itu. Mereka saling tatap.
        ‘Siapa nih cewek? Kok kayaknya gue pernah kenal.’ Vicky bertanya dalam hati.
        “Nicky?” cewek itu berujar tak percaya.
        “Saya…” belum sempat Vicky menyelesaikan kata-katanya, cewek itu sudah dengan erat memeluknya.
        “Venda?” tanya seseorang tepat di belakang Vicky.
Seketika cewek itu melepaskan pelukannya. Ia terbelalak mendapati Nicky yang menatapnya. Ia menoleh ke arah orang yang baru saja dipeluknya. Betapa terkejutnya ketika menyadari Vicky yang notabene berkacamata bukanlah Nicky, seseorang yang dikenalnya.
“Ada apaan nih?”
Venda berbalik memastikan orang yang kini berada dibelakangnya. Pertanyaan itu keluar dari mulut Ricky yang tiba-tiba muncul dari luar pagar. Kedua jarinya menjepit sebatang rokok. Seketika Venda merasakan tubuhnya goyah. Ia memegangi kepalanya.
“Sial!” gumam Ricky yang merasakan feeling gak enak.
Benar saja, tepat ketika ia membuang rokoknya yang masih  tersisa setengah, Venda kehilangan kesadarannya. Beruntung, Nicky, Ricky dan Vicky dapat menangkap tubuh Venda di waktu yang tepat.

@@@

Venda dibaringkan di atas sofa panjang di ruang tengah tepat ketika Devon juga muncul. Nicky duduk ditepinya sambil menggenggam kedua tangan Venda.
“Luna mana sih?” Devon menoleh ke Ricky dan Vicky yang duduk di sofa lain. “Lun… Luna…” teriaknya.
“Iya…” terdengar balasan teriakan dari lantai atas.
“Bawain minyak angin. Cepet.” Kata Devon lagi, masih dengan teriakannya.
Tak lama seorang cewek turun menelusuri anak tangga. “Iya… ini gue bawain.” Luna berdiri menggunakan lutut tepat di samping Venda. “Ven… Bangun…” ujarnya sambil mendekatkan ujung botol minyak angin ke depan hidung Venda.
Nicky tak merubah posisinya.
“Kok bisa kayak gini sih?” tanya Devon.
“Kayaknya nih cewek kaget ngeliat kita bertiga.” Ricky yang menjawab.
“Lagian, lo bertiga tuh mirip banget sih?”
“Gimana sih lo kak? Namanya juga anak kembar. Jelas mirip. Norak deh?” Sungut Luna.
Tak ada yang kembali berkomentar, karena Venda akhirnya sadar.
“Kamu gapapa, Ven?” Tanya Nicky, masih memegangi tangan Venda.
Venda melirik ke Vicky dan Ricky. Ia seperti minta penjelasan.
“Aku udah pernah cerita kan, kalo aku kembar?”
Venda mengangguk tepat ketika ia melihat Ricky yang sedikit melambaikan tangannya. “Tapi aku fikir Cuma berdua, bukan bertiga.”
Nicky tersenyum. Ia terlihat lega.
“Gue mau ngerokok dulu ya di depan.” Ujar Ricky sambil berdiri. Ia melirik Vicky yang menatapnya. Dengan gerakan mata, Ricky seolah member isyarat untuk Vicky juga pergi dari sana.
“Aduh.” Vicky memegangi perutnya. Sementara Ricky sudah entah berada dimana. “Tiba-tiba mules, gue kebelakang dulu ya.” Tanpa minta persetujuan siapapun, Vicky ngeloyor pergi.
“Ya ampun.” Luna menepuk jidatnya. “Kamar gue kan masih berantakan.” Ia pun juga pergi dari sana.
Tersisa Devon. Nampaknya ia lagi berusaha mencari cara untuk bisa pergi dari situ tanpa menyinggung Venda juga Nicky yang kini menatapnya heran.
“Lo gak kuliah?” Nicky meledek Devon. Ia sadar kalo semua itu inisiatif Ricky yang ingin membiarkan dirinya berdua dengan Venda. Sedang yang lain, cukup peka menangkap isyarat yang diberikan Ricky.
Devon terlihat seolah mendapat inspirasi. “Bener.” Hanya itu yang diucapkan sebelum benar-benar meninggalkan Nicky dan Venda.

@@@

“Jadi, sore itu cowok yang nemuin aku, bukan kamu?”
Nicky mengangguk menanggapi pertanyaan Venda. Ia juga sempat menceritakan alasan mengapa ia terpaksa mengizinkan Ricky untuk menggantikan posisinya menemui Venda. “Tapi aku bersyukur karena bukan aku yang mendengar berita itu secara langsung dari kamu.”
“Kenapa?” Venda menatap mata Nicky penuh harap.
Nicky balas menatap. “Karena aku pasti gak akan pikir panjang buat bunuh cowok itu. Bahkan bunuh kamu juga.”
Venda malah tertawa menanggapinya. Ia yakin Nicky tak akan serius ketika bilang akan membunuhnya. Nicky pun ikut tertawa.
“Gimana perasaan kamu sekarang?”
Nicky ditanya malah diam. Ia menghela napas sesaat. “Aku gak akan segampang itu ngelupain kamu.” Ucapnya kemudian. “Aku mencoba ikhlas…” Bibirnya menggoreskan seulas senyum. Senyum yang benar-benar tulus dari dalam hati. “Anggap aja kita belom jodoh.” Kata Nicky lagi dengan nada berusaha mencairkan ketegangan.
“Belom?” Venda mengulangi perkataan Nicky dengan tatapan bingung.
Nicky mendekatkan wajahnya ke telinga Venda. “Ku tunggu jandamu.” Ucapnya pelan setengah berbisik.
“Apaan sih?” Venda yang gemas memukul pelan pundak Nicky.
Nicky kembali tertawa melihat Venda salah tingkah. Kemudian senyumnya memudar seiring perubahan di wajah Venda. “Kenapa?” Nicky memastikan.
“Gapapa.”
“Bohong.” Balas Nicky. “Kamu gak bisa nyembunyiin sesuatu dari aku.” Nicky memancing Venda untuk bicara.
Belum sempat bicara apa-apa, mata Venda mulai terlihat berkaca-kaca namun diiringi tawanya. “Aku Cuma kepikiran adik aku yang cewek. Tuh anak sempet ngelakuin hal gila. Dia nembak kakak kelasnya yang notabene playboy parah di sekolah kita.”
Mendengar Venda menyebut ‘playboy’, Nicky langsung teringat Ricky yang juga termasuk playboy jitu di SMA Deportivo. “Apanya yang gila, Ven?”
“Dia ngelakuin itu Cuma buat taruhan sama temennya yang pernah disakitin kakak kelasnya itu. Dan kamu pasti gak habis pikir sama barang taruhan yang diminta adik aku.”
Nicky terlihat berfikir.
“Tiket nonton.” Lanjut Venda karena Nicky tak kunjung menjawab.
Nicky mengerutkan dahi. “Itu wajar lah, Ven.”
Venda menggeleng. “Kamu pikir, adik aku minta tiket nonton konser boyband Korea yang harganya lumayan nguras tabungan anak sekolah?”
“Terus apa donk? Film? Atau konser jazz…”
“Tiket nonton timnas bola.” Ujar Venda sambil tertawa, namun ia tak bisa menutupi matanya yang masih berkaca-kaca.
“Terus…?”
Venda menyadari kalau masih ada hal yang tak bisa ia sembunyikan dari Nicky. “Mereka udah putus. Dan yang aku khawatirin, kakak kelasnya itu gak lain adiknya Kelvin.”
 ‘Adiknya Kelvin?’ Nicky berujar dalam hati. Ia merengkuh pundak Venda yang kali ini benar-benar menitihkan air matanya. Nicky tersentak dan kembali teringat tentang ucapan Ricky di mobil tadi.
“Gue gak sempet ngedeketin, apa lagi nembak.” Lanjut Ricky. “Inget kan waktu kita berantem?” Kata Ricky yang tertuju untuk Nicky. “Gue diungsiin sebulan ke Bandung dan lo ke Bogor.”
        “Iya. Gara-gara kelakuan lo berdua, gue udah kayak anak ilang sendirian di rumah.” Keluh Vicky yang langsung dihujani tawa Nicky dan Ricky.
        “Abis itu ada turnamen basket dan gue harus ke Semarang. Lanjut gue ikut kompetisi band di Bekasi. Kapan gue sempet pedekate?”
        Gantian, ekspresi Ricky yang jadi bahan tawaan dua kembarannya.
        “Pas gue balik, eeehhh… anaknya udah jadian sama cowok lain.” Ujar Ricky terdengar pasrah. “Yaudah, terima nasib deh. Dan terpaksa gue kembali beraksi sama cewek-cewek seputaran Deportivo aja.”
 “Sama siapa?” Nicky dan Vicky bertanya pada waktu yang hampir bersamaan.
“Rio. Anak SMA Priority juga. Adenya Kelvin. Cowok yang udah…” Ricky tak sanggup melanjutkan kata-katanya. Tapi ia yakin dua orang yang ada dihadapannya itu mengerti apa yang dimaksudkan Ricky tadi.
        “Gak usah diterusin.” Perintah Nicky. Tapi emang gak ada yang niat buat ngejelasin lebih lanjut kok.
        “Itu alasan kenapa gue juga terpukul mendengar berita Venda.”
        “Apa Venda sama cewek yang lo taksir itu ade kakak?” Tanya Vicky, membuat kedua kembarannya itu saling pandang.
        “Venda emang punya adik perempuan yang sekolah di Priority juga. Walau gue sendiri belom pernah ketemu. Tapi kemungkinan itu orang yang sama, kecil. Siswi Priority kan banyak.” Kata Nicky.
        “Gak tau juga deh.” Ricky mengangkat bahu. “Tapi gak tau kenapa, feeling gue tertuju sama cewek itu. Apalagi Venda ngungkapin kekhawatiran terhadap adiknya itu. Dan gue takut kalo ternyata semuanya terjadi.”
Ricky yang berniat kembali ke dalam, tak sengaja mendengar pembicaraan Nicky dan Venda. Ia berdiri tak jauh dari pintu tempat Nicky dan Venda berada. Terutama ketika Venda mengatakan adiknya berpacaran dengan adik dari seorang cowok yang udah… Ricky tak ingin mengingat kejadian yang menimpa Venda.
‘Ternyata benar.’ Batin Ricky sambil mengepalkan kedua tangannya.
Venda menjauhkan badannya dari tubuh Nicky. “Aku boleh minta sesuatu dari kamu?” pintanya dengan cukup berhati-hati.
Nicky mengangguk sambil menatap lembut ke wajah Venda.
“Vendi di usir dari rumah. Zaquan gak bisa diharapkan. Aku gak tau siapa lagi yang bisa jagain adik aku. Aku minta tolong kamu jagain dia selama aku di sini.”
Nicky terlihat sedikit keberatan. “Gimana caranya? Aku kan gak kenal sama adik perempuan kamu itu.”
“Mulai besok, dia pindah ke SMA Deportivo, sekolah kamu. Jadi kamu lebih mudah buat ngawasin dia.”
“Oke…” ujar Nicky terdengar berat, namun ia sama sekali tak bisa menolak permintaan Venda. “Siapa nama adik kamu?” tanya Nicky lebih lanjut.
“Najwa Ferdinan.”
Ricky masih berada di tempat yang sama. Dirasakan tubuhnya goyah. Tangannya meraba-raba sesuatu untuk bisa ia jadikan pegangan. “Dia bener-bener adiknya Venda.” Ujar Ricky pelan. Tanpa sadar, tangannya menyenggol sebuah vas kecil dan menjatuhkannya.
Suara vas yang pecah sampai menyita perhatian Nicky dan Venda. Terutama Nicky, karena suara berasal dari arah depan, ia langsung dapat menduga kalau itu perbuatan Ricky. ‘Tuh anak pasti udah denger semuanya.’ Batin Nicky.
Vicky yang berdiri di ambang pintu dapur melihat ketika Venda dan Nicky bergegas keluar. Ia sendiri sempat sedikit mendengar obrolan terakhir Nicky dengan Venda, dan menduga hal serupa tentang Ricky.

@@@

Tidak ada komentar:

Posting Komentar